Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Kti - 1606067063 - Bab Ii

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Binahong

Tanaman binahong adalah tanaman obat potensial yang dapat mengatasi

berbagai jenis penyakit. Tanaman ini berasal dari dataran Cina dengan

nama asalnya adalah Dheng shan chi, di Inggris disebut madeira vine.

Tanaman binahong memiliki sinonim Boussingaulatia gracilis Miers,

Boussingaultia cordifolia, dan Boussingaultia basselloides. Tanaman

binahong termasuk dalam famili Basellacea dan merupakan salah satu

tanaman obat yang mempunyai potensi besar dikembangkan ke depan

untuk diteliti. Tanaman ini berasal dari Cina dan menyebar ke Asia

Tenggara. Binahong di Indonesia, dikenal sebagai tanaman hias yang

menghiasi jalan ditaman. Secara empiris, binahong dimanfaatkan untuk

membantu proses penyembuhan penyakit-penyakit berat (Manoi, 2009).

Gambar 1. Daun Binahong (BPOM, 2008)

5
6

a. Klasifikasi Binahong

Klasifikasi tanaman binahong menurut Pink (2004) adalah :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Family : Basellaceae

Genus : Anredera

Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

b. Morfologi Tanaman Binahong

Binahong merupakan kelompok tumbuhan menjalar, berumur

panjang (perenial), bisa mencapai panjang ±5 m. Batang binahong

bersifat lunak, berbentuk silindris, saling membelit, berwarna merah,

permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di

ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun

binahong berjenis tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile),

tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang

5–10 cm, lebar 3–7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing,

permukaan licin, bisa dimakan. Binahong mempunyai jenis bunga

majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun,


7

mahkota berwarna krem keputih - putihan berjumlah lima helai tidak

berlekatan, panjang helai mahkota 0,5 –1 cm dan berbau harum.

Akarnya berbentuk rimpang dan berdaging lunak (Manoi, 2009).

c. Kandungan Kimia Daun Binahong

Daun Binahong mengandung saponin, alkaloid dan polifenol (Nurul

and Annisa, 2007). Berdasarkan skrining fitokimia Prita et al (2013)

didapat hasil bahwa daun binahong mengandung senyawa metabolit

sekunder yaitu fenolik, flavonoida, terpenoid/steroid, alkaloid dan

saponin.

Berdasarkan penelitian Astuti et al.(2011) kandungan senyawa

yang terdapat pada daun binahong adalah saponin. Metode pemisahan

dengan TLC, menghasilkan bintik kuning yang setelah diteliti lebih

lanjut adalah aglikon (sapogenin) dari triterpenoid dan steroid. Saponin

memiliki karakteristik berupa buih, sehingga ketika direaksikan dengan

air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama.

Saponin mudah larut dalam air, memiliki rasa pahit menusuk dan

menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin paling

tepat diekstraksi dari tanaman dengan pelarut etanol 70-95% atau

metanol. Ekstrak saponin akan lebih banyak dihasilkan jika diekstraksi

menggunakan metanol karena saponin bersifat polar sehingga akan

lebih mudah larut daripada pelarut lain (Rachman et al., 2015).

Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa, tanpa warna,

seringkali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi


8

hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar.

Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat

berguna dalam pengobatan (Minarno, 2015). Hasil penelitian Titis et

al.(2013) menyatakan bahwa alkaloid total daun binahong

menunjukkan sifat yang sangat sitotoksik dengan harga LC50 yaitu

4,593 ppm.

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol,

senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan

virus, bakteri dan jamur. Flavonoid merupakan senyawa polar yang

umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol dan

aseton. Flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon

flavonoid. Gula yang terikat pada flavonoid mudah larut dalam air.

Senyawa- senyawa flavonoid umumnya bersifat antioksidan

(Khunafi, 2010). Flavonoid yang terkandung pada ekstrak daun

binahong dari sampel segar dan kering adalah 7,81% mg/kg dan

11,23% mg/kg (Selawa et al.2013).

Senyawa Fenolik adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih

gugus hidroksil yang menempel di cicin aromatik. Dengan Demikian

senyawa fenolik adalah senyawa yang sekurang-kurangnya memiliki

satu gugus fenol (Vermis and Nicholson, 2006). Istilah polifenol

kadang disalah artikan sebagai bentuk polimerasi senyawa fenolik,

padahal polifenol hanya merupakan satu atau senyawa yang memiliki

lebih dari satu gugus fenol (Marinova et al., 2005).


9

d. Manfaat Binahong

Tanaman binahong berkhasiat mulai dari akar, batang dan daunnya.

Khasiat utamanya antara lain mempercepat pemulihan kesehatan

setelah operasi, melahirkan, segala luka dalam, radang usus,

melancarkan dan menormaalkan peredaran dan tekanan darah,

mencegah stroke, maag, dan asam urat, menambah dan mengembalikan

vitalitas daya tahan tubuh, wasir (ambeien), melancarkan buang air

kecil dan buang air besar, serta diabetes (Webb and Harrington, 2005).

Berdasarkan senyawa yang dikandung daun binahong yaitu saponin,

alkaloid dan polifenol memiliki beberapa manfaat antara lain saponin

mempunyai kegunaan sebagai racun dan anti mikroba (jamur, bakteri,

dan virus). Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai pembersih

dan mampu memacu pembentukan kolagen I yang merupakan

suatu protein yang berperan dalam proses penyembuhan luka

(Arrisandi, 2009). Saponin umumnya menunjukkan aktifitas fisiologi

tertentu sehingga banyak digunakan sebagai obat. Peran alkaloid

dalam tumbuhan antara lain zat racun yang melindungi tumbuhan dari

gangguan serangga, produk akhir reaksi detoksifikasi hasil

metabolisme, faktor pengatur pertumbuhan, serta persediaan unsur

nitrogen yang diperlukan bagi tumbuhan (Nurul dan Annisa, 2007).

Sedangkan senyawa fenolik sederhana memiliki sifat bakterisida,

antiseptik dan anthelmintika.


10

Berdasarkan penelitian tentang uji aktivitas ekstrak etanol daun

binahong berkhasiat sebagai penyembuh luka akut maupun kronik,

antara lain yaitu sebagai penyembuh luka insisi (Pebri et al.,2017) dan

sebagai penyembuh luka kronik seperti luka pada penderita Diabetes

Militus (Mutiara et al., 2015).

2. Gel

a. Pengertian Gel

Gel dapat juga disebut jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari

suspensi yang dibuat dari pertikel anorganik yang kecil atau molekul

organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri

dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai

sistem dua fase. Sistem dua fase merupakan sistem dimana ukuran

partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang- kadang

dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel

maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika

dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan (Depkes, 2014).

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar

serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya

ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase

tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya Karbomer)

ata dari gom alam (misalnya tragakan). Sediaan tragakan disebut juga

musilago. Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan

minyak dapat digunakan sebagai fase pembawa. Gel dapat digunakan


11

untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan kedalam

lubang tubuh (Depkes, 2014).

b. Jenis Gel

Gel ada dua jenis yaitu hidrogel dan lipogel. Hidrogel adalah gel

hidrofilik yang mengandung 85-95% air atau campuran alkohol-air

serta bahan pembentuk gel (gelling agent). Bahan pembentuk hidrogel

gel yang umumnya merupakan senyawa polimer seperti asam

poliakrilat (karbopol), Natrium Karboksi Metil Selulosa (Na-CMC),

non ionik ester selulosa. Jika dalam formula sediaan hidrogel

menggunakan bahan pengental yang tidak sesuai, maka setelah

terjadinya penguapan pelarut, sisa polimer akan terasa lengket dan

sobek pada kulit. Sehingga harus berhati-hati dalam memilih dan

menilai kebutuhan bahan tambahan yang di sarankan (Syaiful, 2016).

Lipogel atau oleogel dihasilkan dengan penambahan bahan

pengental yang sesuai dan larut dalam minyak atau lemak. Silika

koloidal dapat digunakan untuk membuat tipe lipogel istimewa dengan

basis silikon (Syaiful, 2016).

c. Bahan Pembentuk Gel (Gelling Agent)

Gelling agent merupakan gum alam atau sintesis, resin yang

digunakan dalam formulasi gel untuk menjaga konsisten cairan dan

padatan agar dapat berbentuk gel yang halus. Berdasarkan

komposisinya, gelling agent dapat dibedakan menjadi hidrofobik dan

hidrofilik (Syaiful, 2016). Gelling agent yang biasa digunakan untuk


12

membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin,

karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semi sintetis

seperti metil selulosa, hidroksietil selulosa, karboksimetil selulosa, dan

karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil

yang terionisasi. Gelling agent yang cukup sering digunakan adalah

karbopol (Prastianto, 2016).

Karbopol biasa juga di sebut acitamer, acrylic acid polymer,

carbomer, carboxyvinyl polymer. Karbopol digunakan sebagian besar

dalam sediaan formulasi semi solid sebagai suspending agent.

Digunakan pada formulasi krim, gel dan salep. Karbopol biasa

digunakan sebagai sediaan opthalimic, rectal, dan sediaan topical

(Nurhakim, 2010). Karbopol tidak toksis dan tidak mempengaruhi

aktifitas biologi zat obat tertentu. Konsentrasi karbopol sebagai gelling

agent yang diperbolehkan yaitu 0,5%-2% (Prastianto, 2016).

Karbopol memiliki sifat stabil dan higroskopik. Karbopol memiliki

viskositas yang cukup tinggi antara 40.000-60.000 (Cp) sehingga

merupakan bahan pengental yang baik dan menghasilkan gel yang

bening. Penambahan karbopol pada temperatur berlebih dapat

mengakibatkan kekentalan menurun sehingga dapat mengurangi

stabilitas (Prastianto, 2016).

Karbopol dapat membentuk hidrogel dalam air atau larutan alkali,

dan dapat membentuk gel yang halus dan bening jika konsentrasinya

diatas 0,5%. Penambahan trietanolamin (TEA) kepada karbopol dapat


13

menetralkan karbopol yang sebelumnya bersifat asam. Jumlah

trietanolamin yang ditambahkan dapat mempengaruhi kekentalan

diamana semakin banyak penambahan trietanolamin maka akan

semakin kental (Khasanah, 2016).

Karbopol berbentuk serbuk putih, halus, bersifat asam, higroskopik

dan bau cukup khas. Karbopol dapat mengembang dalam air dan

gliserin. Karbopol tidak bersifat larut tapi bersifat mengembang. Serbuk

karbopol harus disimpan dalam wadah kedap udara dan terlindungi dari

kelembapan. Penggunaan wadah gelas, plastik atau resin-lined

direkomendasikan untuk penyimpanan formula yang mengandung

karbopol (Rowe et al., 2009).

d. Bahan Tambahan dalam Sediaan Gel

1) Gliserin

Gliserin adalah humektan atau pelembab yang mengikat air dari

udara dan bisa melembabkan kulit. Penambahan bahan seperti

gliserin agar gel tidak ada ikatan dengan kulit dan mudah dibilas

(Saputra, 2012). Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup,

tidak berwarna, rasa manis hanya boleh berbau khas lemah (tajam

atau tidak enak). Higroskopik, dan netral terhadap lakmus. Gliserin

dapat bercampur dengan air dan dengan etanol (Depkes, 2014).

2) Propilenglikol

Propilenglikol merupakan bahan pelembab yang akan

mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik


14

dan stabilitas gel dapat dipertahankan selama penyimpanan.

Propilenglikol memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Saputra,

2012). Propilenglikol berbentuk cairan kental, jernih, tidak

berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara

lembab. Propilenglikol dapat bercampur dengan air, dengan aseton

dan dengan kloroform. Larut dalam eter dan dalam beberapa

minyak esensial, tidak dapat bercampur dengan minyak lemak

(Depkes, 2014).

3) Metil paraben

Metil paraben biasa digunakan sebagai zat pengawet. Metil

paraben berbentuk hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur,

putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, sedikit rasa terbakar.

Metil paraben sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam

karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan dalam eter

(Depkes, 2014).

e. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Gel

1. Keuntungan Sediaan Gel

Sediaan gel memiliki efek pendinginan pada kulit saat

digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada

pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus

pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik,

kemampuan penyebarannya pada kulit baik, tidak lengket, tidak

mengotori pakaian, mudah dioleskan, mudah dicuci, tidak


15

meninggalkan lapisan berminyak pada kulit, viskositas gel tidak

mengalami perubahan yang berarti selama penyimpanan

(Lieberman et al., 1998).

2. Kerugian Sediaan Gel

Sediaan gel harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air

sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti

surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur,

tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika

berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan

iritasi dan harga lebih mahal (Lieberman et al., 1998).

f. Uji Sifat Fisik Sediaan Gel

Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan

kualitasnya sesuai ketentuan kualitas yang telah ditetapkan sepanjang

periode waktu penggunaan dan penyimpanan. Sedangkan stabilitas

fisik adalah tidak terjadinya perubahan sifat fisik dari suatu produk

selama waktu penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kestabilan suatu sediaan gel antara lain adalah temperatur, cahaya,

kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan bahan tambahan

yang digunakan dalam formulasi sediaan gel (Syaiful, 2016).

Kestabilan obat bertujuan untuk menjamin bahwa setiap bahan obat

yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan

meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan

kestabilan digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa dan


16

cara-cara penyimpanan yang perlu dicantumkan dalam label.

Ketidakstabilan formulasi dapat dilihat dari perubahan penampilan

fisik, warna, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut (Syaiful, 2016).

Pengujian stabilitas fisik sediaan gel yaitu uji organoleptik, uji pH,

uji daya lekat, dan uji daya sebar (Syaiful, 2016). Uji organoleptik

dilakukan dengan mengoleskan gel ekstrak etanol daun binahong pada

kaca transparan. Gel diamati menggunakan panca indra dengan

mengamati bentuk, bau, warna. Uji homogenitas dilakukan

menggunakan alat mikroskop. Gel dikatakan homogen apabila tidak

terlihat ada butiran kasar pada sediaan (Ulaen et al., 2013).

Uji pH adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui pH sediaan.

Persyaratan pH sediaan topikal yaitu antara 4,5-6,5. Kesesuaian pH

kulit dengan pH sediaan topikal mempengaruhi penerimaan kulit

terhadap sediaan. Sediaan topikal yang ideal adalah tidak mengiritasi

kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan sangat besar apabila sediaan

terlalu asam atau terlalu basa (Ulaen et al., 2013).

Uji daya lekat ini berkaitan dengan kemampuan gel untuk melapisi

permukaan kulit secara kedap dan tidak menyumbat pori -pori serta

tidak menghambat fungsi fisiologi kulit dengan penghantaran obat yang

baik. Daya lekat jika terlalu besar akan memberikan kekentalan yang

tinggi, berkaitan dengan susah keluar dan mengalirnya gel dari

kemasan. Daya lekat dari sediaan semipadat sebaiknya adalah lebih dari

1 detik (Ulaen et al., 2013).


17

Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan menyebar

sediaan pada saat diaplikasikan pada kulit. Persyaratan daya sebar

untuk sediaan topikal yaitu sekitar 5-7 cm. Kemampuan sebaran yang

baik ketika diaplikasikan dikulit dapat membantu sediaan dalam

meratakan zat aktif agar memaksimalkan keefektivitasannya serta dapat

diabsorpsi dengan cepat oleh kulit (Ulaen et al.,2013).


18

B. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.

Menurut penelitian Astuti et al. (2011) dan Mutiara et al. (2015)


daun binahong dapat digunakan sebagai penyembuh luka

Daun binahong mengandung Saponin, alkaloid, polifenol (Nurul and


Annisa, 2007)

Ekstrak etanol daun binahong dengan konsentrasi 5% dapat digunakan


sebagai penyembuh luka akut dan kronik (Astuti et al, 2011), (Mutiara et al,
2015)

Formulasi Gel Ekstrak Etanol Daun


Binahong

Karbopol Karbopol Karbopol

0,5% 1,5% 2,5%

Penambahan Karbopol dapat mempengaruhi sifat fisik gel

Uji Sifat Fisik:

1. Organoleptis
2. Homogenitas
3. pH
4. Daya Sebar
5. Daya Lekat

Gambar 2. Kerangka Berfikir Formulasi dan Uji Fisik Sediaan Gel Ekstrak
Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Dengan Berbagai
Variasi Konsentrasi Karbopol.
19

C. Hipotesa

1. Ekstrak etanol daun binahong dapat dibuat menjadi sediaan gel.

2. Konsentrasi karbopol berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan gel ekstrak

etanol daun binahong.

3. Karbopol dengan konsentrasi 2,5% memiliki sifat fisik sediaan yang paling

baik.

Anda mungkin juga menyukai