Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Skip to main content

nadia astriani

Indonesia has enough access to freshwater resources of the planet. However, uneven distribution together with mediocre water management and a lack of water infrastructures make a significant number of households in this country have... more
Indonesia has enough access to freshwater resources of the planet. However, uneven distribution together with mediocre water management and a lack of water infrastructures make a significant number of households in this country have inadequate access to safe water. This becomes big issues, because the provision of safe water, sanitation and hygienic conditions are essential to protect human health and save humanity during the Covid-19 pandemic. When this article was written, COVID-19 patients who were confirmed to be infected were in all Indonesian provinces, with the largest numbers of patients located in Java. The purpose of this study is to determine the efforts of the Indonesian government to fulfill its responsibilities in fulfilling clean water during a pandemic. The study collects all regulations and policies concerning clean water and an analyses them using doctrinal method. The result of the study shows that although there are enough regulations governing the use of clean w...
Purpose: The purpose of this article to discover how policy-making that made by the Indonesia government related to the development of Bali Benoa Bay reclamation so that the environment around Benoa Bay stays sustain and the local... more
Purpose: The purpose of this article to discover how policy-making that made by the Indonesia government related to the development of Bali Benoa Bay reclamation so that the environment around Benoa Bay stays sustain and the local community does not feel threatened by the development of Benoa Bay Reclamation, especially the Adat community. Methodology: This article is a result of legal studies using the normative juridical method. First, a complete, thorough, and comprehensive approach becomes the base in identifying the subject matter of the problem. Second, it is made to know and understand the policy in settling the problems in spatial planning from the legal aspect of (Seokanto & Mamudji, 1994). Main Findings: Policy change on Benoa Bay status affected social and environmental aspects. The policy that the Indonesia government made was led to a huge environmental impact on Benoa Bay. The status changed of Benoa Bay from a conservation area to an exploitation area can be a threat ...
Berbagai wilayah di Indonesia seringkali menjadi objek wisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan dengan mengembangkan dan melestarikan sumber daya alam melalui ekowisata, yang... more
Berbagai wilayah di Indonesia seringkali menjadi objek wisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan dengan mengembangkan dan melestarikan sumber daya alam melalui ekowisata, yang merupakan suatu bentuk wisata yang erat dengan prinsip konservasi, menggunakan strategi konservasi untuk mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di wilayah yang masih alami, sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Salah satunya objek wisata yang terdapat di Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut. Artikel ini akan membahas bagaimana ekowisata dapat mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan, dan bagaimana konsep ekowisata diterapkan pada objek wisata yang terdapat di Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan juridis normatif dalam arti menggunakan data kepustakaan/sekunder sebagai bahan utama penelitian. Dalam hal ini digunakan metode penelitian yang b...
Pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan serta mengedepankan instrumen pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan, hal ini berlaku pula terhadap proyek infrastruktur pembangunan kereta... more
Pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan serta mengedepankan instrumen pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan, hal ini berlaku pula terhadap proyek infrastruktur pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Jika tidak, akan merusak lingkungan dan berdampak kepada kehidupan sosial masyarakat sekitar. Penelitian ini akan membahas pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dalam kerangka penataan ruang serta upaya penegakan hukum penataan ruangnya dengan menggunakan metode yuridis-normatif, hasil penelitian menunjukan pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung seharusnya mengikuti kaidah hukum penataan ruang, dimana sebuah rencana pemanfaatan ruang harus dicantumkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tidak tercantumnya proyek ini dalam RTRW Kota/Kabupaten berarti tidak menaati RTRW yang ditetapkan. Selain itu, kondisi ini juga bisa dikategorikan sebagai pemanfaatan ruang  yang  tidak sesuai dengan peruntukkannya, sehingga merup...
Abstract Legal pluralism in Indonesia provides a place for indigenous peoples to manage their natural resources where their lives are based on a living philosophy that is in harmony with nature, produces a pattern of management of natural... more
Abstract Legal pluralism in Indonesia provides a place for indigenous peoples to manage their natural resources where their lives are based on a living philosophy that is in harmony with nature, produces a pattern of management of natural resources that is environmentally friendly and sustainable. This article focus on studying water resource management practices based on traditional wisdom carried out by indigenous peoples in Indonesia and whether the management of water resources based on traditional wisdom can be used as an example of sustainable water resource management. The results of research conducted on the Ciptagelar indigenous people, Subak practices in Bali and 9 (nine) regions in Indonesia show that the practices of water resource management carried out in these areas are in line with the approach of sustainable water resource management. Some forms of community practice can even be adopted in the management of water resources carried out by the government. Furthermore, regulation of water resources based on values that live in society is easier to implement in the life of the community itself, therefore, regulation of water resources in the future must pay more attention to the values that live in the community. Abstrak Pluralisme hukum di Indonesia memberikan tempat bagi masyarakat adat untuk mengelola sumber daya alamnya, yang kehidupannya dilandasi falsafah hidup yang selaras dengan alam, menghasilkan pola pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Artikel ini fokus pada mempelajari praktek pengelolaan sumber daya air (SDA) berdasarkan kearifan tradisional yang dilakukan masyarakat adat di Indonesia dan apakah pengelolaan SDA berdasarkan kearifan tradisional ini dapat dijadikan contoh pengelolaan SDA yang berkelanjutan. Hasil penelitian yang dilakukan pada masyarakat adat Ciptagelar, praktik Subak di Bali dan 9 wilayah di Indonesia menunjukkan bahwa praktik-praktik pengelolaan SDA di wilayah tersebut sejalan dengan pendekatan pengelolaan SDA yang berkelanjutan. Beberapa bentuk praktik masyarakat bahkan dapat diadopsi dalam penyelenggaraan pengelolaan SDA yang dilakukan oleh pemerintah. Pengaturan SDA yang berbasis nilai-nilai yang hidup di masyarakat lebih mudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, sehingga ke depan pengaturan SDA harus lebih memperhatikan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa air seharusnya dikuasai oleh negara dengan tujuan agar negara mampu memenuhi hak atas air bagi warga negaranya. Bertolak belakang dengan amanat... more
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa air seharusnya dikuasai oleh negara dengan tujuan agar negara mampu memenuhi hak atas air bagi warga negaranya. Bertolak belakang dengan amanat konstitusi, pengelolaan air di Jakarta justru dikelola oleh swasta yaitu PT. Aetra dan PT. Palyja dengan maksud agar pengelolaan air dapat terlaksana lebih baik. Sayangnya, perbaikan pengelolaan air tidak mampu dicapai, riset membuktikan bahwa terhitung sejak 1998-2017 saat ini jaringan air bersih yang dikelola oleh swasta hanya bertambah 14.9% jauh di bawah harapan pemerintah. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penulis menyimpulkan bahwa remunisipalisasi merupakan jawaban agar keuangan daerah DKI Jakarta tidak merugi dan pemenuhan hak atas air bagi warga Jakarta dapat terpenuhi dengan baik.
Pemanasan global dan perubahan iklim di dunia mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Otonomi daerah memberikan pula peluang dan tantangan dalam pelaksanaan upaya penanggulangan perubahan iklim. Komitmen pemerintah untuk menurunkan... more
Pemanasan global dan perubahan iklim di dunia mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Otonomi daerah memberikan pula peluang dan tantangan dalam pelaksanaan upaya penanggulangan perubahan iklim. Komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dalam rangka perubahan iklim memerlukan kerjasama dan peran daerah (kabupaten/kota). Dalam implementasi permasalahan tersebut, kebijaksanaan daerah melalui perencanaan pembangunan memiliki peranan yang penting dalam upaya penanggulangan sumber-sumber perubahan iklim termasuk Provinsi Jawa Barat dalam kerangka negara kesatuan untuk menjamin pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi masa kini dan kepentingan generasi yang akan datang. Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis. Diawali dengan mendeskripsikan berbagai permasalahan perubahan iklim dan kalitannya dengan hukum lingkungan, dan kemudian menganalisinya secara sistematis. Teknik pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan untuk mendapatkan data pri...
Wafatnya Ibu Patmi pada tanggal 21 Maret hanya sehari sebelum Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret merupakan suatu momen tepat untuk melihat kembali, sejauh mana pemerintah telah menjamin hak atas air.
Research Interests:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dibatalkannya Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber daya air oleh Mahkamah Konstitusi. Selama 10 tahun terakhir, UU ini menjadi dasar bagi pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia. Dibatalkannya... more
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dibatalkannya Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber daya air oleh Mahkamah Konstitusi. Selama 10 tahun terakhir, UU ini menjadi dasar bagi pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia. Dibatalkannya UU tersebut, tentu memberikan dampak yang cukup besar bagi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air, terutama yang berkaitan dengan pemberian Hak Guna Air. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hukum Hak Guna Air yang diberikan oleh Pemerintah Daerah pasca dibatalkannya UU No. 7 tahun 2014 tentang Sumber Daya Air. Objek kajian penelitian normative ini meliputi penelitian asas-asas hukum dan sistematika hukum. Hal ini dikarenakan yang menjadi titik berat penelitian ini adalah pemaknaan asas hak menguasai negara dalam konteks mewujudkan kemakmuran rakyat dan posisi Undang-Undang Sumber Daya Air sebagai dasar dikeluarkannya Peraturan Pemerintah dan Hak Guna Air.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk memberikan kepastian hukum bagi para pemegang izin Hak Guna Pakai Air dan Hak Guna Usaha Air,, kementerian telah mengeluarkan berbagai peraturan menteri, meskipun demikian sifat peraturan tersebut hanya mengisi kekosongan hukum sementara. Dalam hal Izin Penggunaan Sumber Daya Air, seluruh izin penggunaan sumber daya air yang menggunakan air permukaan yang diterbitkan sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 masih tetap berlaku. Terhadap izin sebagaimana dimaksud dilakukan evaluasi berdasarkan 6 (enam) prinsip pengelolaan sumber daya air. Permohonan izin baru yang sedang dalam proses atau permohonan perpanjangan izin penggunaan sumber daya air yang menggunakan air permukaan, diproses dengan mendasarkan pada 6 (enam) prinsip pengelolaan sumber daya air. Meskipun demikian, untuk menjamin kepastian hukum, Pemerintah harus segera menerbitkan Undang-Undang Pengganti tentang Pengelolaan Sumber Daya Air yang akan menjadi dasar pengelolaan sumber daya air di Indonesia

Kata Kunci : Sumber Daya Air, Kebijakan, Izin
Research Interests:
Bencana Banjir yang saat ini terjadi di berbagai wilayah di Jawa Barat telah menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit, baik bagi manusia maupun lingkungan hidup itu sendiri. Musim penghujan yang masih berlangsung menyebabkan kekhawatiran... more
Bencana Banjir yang saat ini terjadi di berbagai wilayah di Jawa Barat telah menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit, baik bagi manusia maupun lingkungan hidup itu sendiri. Musim penghujan yang masih berlangsung menyebabkan kekhawatiran di masyarakat akan bencana banjir yang masih mungkin timbul. Dari segi geografis, Jawa Barat merupakan daerah rawan bencana. Oleh karena itu Pemerintah Daerah wajib untuk memiliki rencana penanggulangan bencana, karena Jawa Barat merupakan daerah dengan potensi bencana yang sangat besar. Bencana menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dari definisi ini diketahui bahwa manusia pun menjadi salah satu faktor penyebab bencana. Berkaitan dengan banjir yang terjadi akhir-akhir ini di wilayah Jawa Barat kebanyakan terjadi akibat perilaku manusia, seperti : melakukan pembangunan di kawasan lindung, mengalihfungsikan lahan dari kawanan hutan atau lindung menjadi perkebunan atau bahkan daerah wisata dan membuang sampah ke sungai. Di wilayah yang rawan bencana perilaku masyarakat ini harus diarahkan oleh pemerintah dalam rangka penanggulangan bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko bencana, bentuknya terdiri dari pertama, mitigasi struktural, yaitu usaha pengurangan risiko melalui penerapan solusi yang dirancang dalam bentuk perubahan fisik lingkungan, kedua, mitigasi non-struktural meliputi modifikasi proses-proses perilaku manusia atau alam melalui regulasi, program pendidikan dan kesadaran asyarakat. Dalam UU Penanggulangan Bencana, mitigasi dilakukan melalui: A. Pelaksanaan penataan ruang, hal ini berarti penataan ruang harus menjadi dasar bagi setiap kegiatan yang dilakukan. Rencana Tata Ruang Wilayah harus menjadi dasar bagi pemanfaatan ruang di setiap wilayah. B. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan, pemerintah harus mengendalikan pembangunan yang ada di wilayahnya agar tidak menimbulkan risiko bencana, pengendalian dilakukan dengan membuat pengaturan tentang pembangunan bangunan dan infrastruktur yang tahan bencana, serta memastikan tidak dilakukaannya pembangunan di wilayah yang rawan bencana atau tidak mengizinkan pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana. C. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern, mengedukasi masyarakat mengenai bencana adalah hal yang sangat penting dan mampu mengurangi risiko korban karena salah satu penyebab bencana adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Melalui edukasi ini masyarakat akan memahami kegiatan atau perilaku apa saja yang mungkin bisa menimbulkan bencana sehingga terbentuk kesadaran untuk menjauhi perilaku yang berpotensi menimbulkan bencana. Selain itu masyarakat juga akan memahami apa yang harus dan tidak boleh dilakukan ketika menghadapi bencana. Setelah melakukan mitigasi, pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap proses mitigasi yang dilakukan. Pengawasan yang dilakukan dalam kaitannya dengan mitigasi berkaitan dengan pengawasan dilakukan terhadap kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana, kegiatan eksploitasi yang berpotensi menimbulkan bencana, kegiatan konservasi lingkungan, perencanaan penataan ruang, dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengawasan ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memastikan pelaksanaan program mitigasi bencana. Selain itu 1 Penulis adalah Pengajar Hukum Lingkungan di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Research Interests:
Abstrak Ruang terbuka, sebagai wahana interaksi sosial diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang terbuka suatu... more
Abstrak Ruang terbuka, sebagai wahana interaksi sosial diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terlebih dahulu, diketahui bahwa pemenuhan proporsi Ruang Terbuka Hijau sebesar 30% di kawasan perkotaan, hanya dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai stakesholder, terutama masyarakat. Hal ini menyebabkan peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan ruang terbuka hijau dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan menelusuri, mengkaji, dan meneliti data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian. Penelitian dilakukan di Kota Bandung. Wawancara dilakukan kepada instansi-instansi terkait, akademisi dan masyarakat yang terlibat dalam pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Hasil penelitian menunjukkan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau tidak lagi hanya sekedar mengawasi kebijakan pemerintah, tapi berperan aktif dalam menata dan merawat Ruang Tebuka Hijau yang ada di lingkungannya. Perluasan pengertian masyarakat yang tidak semata-mata pihak yang terkena dampak, tapi juga sebagai kelompok interest dan pressure group membuat peran serta semakin luas dengan ikut melakukan pengelolaan bahkan penambahan Ruang Terbuka Hijau melalui perjanjian dengan pemerintah. Di sisi lain pemerintah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan peran serta masyarakat dengan mendorong penggunaan CSR untuk mengelola RTH dan memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Abstract As a tool for social interaction, open spaces are expected to be able to linking all of the society without differentiate their social, economic and cultural background. Green open space is one of the part of spaces from the city region which filled with plants in order to support the benefit of ecology, social, culture, as well as aestethic. From the previous research, it have been known that in order to fullfill the green open space proportion of 30% in city region, only could have been done by involving many stakesholders. This caused the researchers are interested in doing further research regarding the active participation from society in management of green open space and mechanism that will be done by the government to increase the active participation of society in managing the green open space. The approachment that used in this research is juridical normative. It is a legal research which done by explore, examine and analysed secondary data. This research was held in city of Bandung and interview were conducted to related agencies, academician as well as society which involved in utilization of green open space.
Research Interests:
Abstrak Adaptasi dalam konteks perubahan iklim digambarkan sebagai upaya menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan iklim dan lingkungan. Ketidakmampuan daerah melakukan adaptasi dapat menyebabkan bencana, maka proses adaptasi tidak... more
Abstrak Adaptasi dalam konteks perubahan iklim digambarkan sebagai upaya menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan iklim dan lingkungan. Ketidakmampuan daerah melakukan adaptasi dapat menyebabkan bencana, maka proses adaptasi tidak dapat dipisahkan dalam rencana penanggulangan bencana. Bencana yang muncul akibat perubahan iklim tidak dapat dilepaskan dari kegiatan manusia. Oleh karena itu kegiatan manusia yang berdampak buruk bagi lingkungan atau mempercepat proses perubahan iklim harus dikendalikan. Pengendalian kegiatan manusia dalam rangka pembangunan di Indonesia dilakukan dengan membatasi kegiatan tersebut pada wilayah-wilayah yang sudah ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Artikel ini akan membahas tentang upaya internalisasi proses adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dalam kebijakan penataan ruang dalam di kawasan perkotaan. Kata Kunci : adaptasi, perubahan iklim, tata ruang PENDAHULUAN Secara mendasar persoalan perubahan iklim muncul dari perilaku manusia dalam memperlakukan dan mengelola lingkungan hidup. Namun dampak yang ditimbulkan berpengaruh terhadap bidang pembangunan lainnya. Oleh sebab itu konsep adaptasi dibutuhkan dalam merangkai ulang tindakan untuk mengurangi kerentanan terhadap bahaya atau ancaman iklim secara umum dan tidak hanya berkaitan dengan dampak perubahan iklim yang diakibatkan aktivitas manusia. Perhatian masyarakat internasional dan nasional terhadap agenda adaptasi perubahan iklim telah mengalami peningkatan seiring dampak yang ditimbulkan dan dirasakan oleh hampir semua bangsa di dunia ini. Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menyebutkan bahwa sebagian besar bencana yang terjadi selama 1851-2012 merupakan bencana hidrometeorologis. Untuk bencana tanah longsor, Indonesia menduduki peringkat pertama dari
Research Interests:
ABSTRAK Ruang tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional ataupun dimensional. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh... more
ABSTRAK Ruang tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional ataupun dimensional. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Semakin sempitnya RTH dapat menimbulkan munculnya kerawanan dan penyakit sosial sifat individualistik dan ketidakpedulian terhadap lingkungan. Disamping ini semakin terbatasnya RTH juga berpengaruh terhadap peningkatan iklim mikro, pencemaran udara, banjir dan berbagai dampak negatif lingkungan lainnya. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dan mendekati permasalahan kebijakan ruang terbuka hijau secara sistemik (utuh-menyeluruh/ holistik), yaitu dengan pendekatan dari segi pengkajian secara interdisipliner dan multidisipliner, dan dengan pendekatan dari segi pengelolaannya secara terpadu. Metode ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai kebijakan RTH di provinsi Jawa Barat dan implikasi kebijakan tersebut terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah. Hasil Penelitian menunjukan keseluruhan jumlah RTH di Jawa Barat belum memenuhi jumlah 30% sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Penataan Ruang, sehingga kebijakan RTH diarahkan pada pemenuhan kuota 30%, dengan berbagai strategi peningkatan kualitas dan kuantitas RTH Kabupaten/Kota. RTH merupakan bagian penting dari Sistem Tata Ruang Kota, maka pengadaan RTH merupakan bagian perencanaan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sebagai bagian dari tata ruang, RTH merupakan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan mengenai RTH merupakan bagian dari kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Research Interests: