Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TRANSFORMASI INDONESIA 0 MANADO SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TRANSFORMASI INDONESIA MANADO DIKTAT HERMENEUTIKA DISUSUN OLEH: Anatje I.S. Lumantow Frimsi Wohon Hizkia J. Kambong 1 KATA PENGANTAR Segala puji syukur bagi Tuhan Yesus Kristus yang limpah rahmat, kasih dan karunia sehingga Buku Diktat Hermeneutika ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai yang diharapkan. Penyusunan Diktat ini dilakukan demi pemenuhan mutu akademik di STT Transformasi Indonesia dan juga sebagai pedoman materi pada Mata Kuliah Kepemimpinan Kristen. Buku Diktat ini ditulis dalam rangka pemenuhan mutu Akademik di STT Transformasi Indonesia dan yang nantinya akan dipakai sebagai bahan materi pokok Mata Kuliah Hermeneutika sehingga diharapkan melalui buku ini dapat membantu Dosen dalam memberikan materi yang dibutuhkan. Semoga melalui Diktat ini dapat bermanfaaat bagi kita semua. Kami menyadari dalam pembuatan diktat ini penuh dengan kekurangan oleh karena itu kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan buku ini sangat diharapkan penulis. Manado, ........................................ Tim Penyusun 2 DAFTAR ISI Sampul Luar ........................................................................................................ 0 Halaman Tim Penyusun ...................................................................................... 1 Kata Pengantar .................................................................................................... 2 Daftar Isi.............................................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4 BAB II SEJARAH PENAFSIRAN ALKITAB................................................... 5 II.1 Penafsiran Yahudi ............................................................................... 5 II. 2 Penafsiran Apostolik .......................................................................... 8 II. 3 Penafsiran Bapa-bapa Gereja ............................................................. 9 II. 4 Penafsiran Abad Pertengahan .......................................................... 11 II. 5 Penafsiran Reformasi ....................................................................... 12 II. 6 Penafsiran Pasca-Reformasi ............................................................. 14 II. 7 Penafsiran Modern ........................................................................... 15 BAB III DASAR-DASAR HERMENEUTIKA ............................................... 18 III. 1 Hermeneutika Alkitabiah ................................................................ 18 III. 2 Tempat Hermeneutika ..................................................................... 21 III. 3 Tugas-tugas Umum Hermeneutika: setia kepada teks .................... 22 III. 4 Kualifikasi Seorang Penafsir Alkitab ............................................. 28 BAB IV PERLENGKAPAN HERMENEUTIKA ............................................ 30 IV. 1 Perlengkapan Obyektif.................................................................... 30 IV. 2 Perlengkapan Subyektif .................................................................. 51 BAB V PRINSIP DAN METODE UMUM HERMENEUTIKA ..................... 53 V. 1 Prinsip Filsafati (Literal & Konteks) ................................................ 53 V. 2 Prinsip Sejarah & Latar Belakang .................................................... 62 Daftar Pustaka ................................................................................................... 95 3 BAB I PENDAHULUAN Tujuan utama dari Alkitab adalah untuk mengubah dan memperbaharui kehidupan manusia, bukan sekedar untuk menambah pengetahuan saja. Para penulis, oleh dorongan Roh Kudus, menulis kitab-kitab Suci untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik dalam kebenaran, supaya anak-anak Allah "diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (2 Timotius 3:16-17). Yakobus memberi tantangan kepada kita untuk "menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja". Untuk menjadi pelaku firman dan menerapkannya, kita perlu memperhatikan dua hal yang penting: 1. Tidak semua bagian Alkitab dapat diterapkan dengan cara yang sama seperti diterapkan ketika bagian itu ditulis. 2. Ketika menerapkan suatu ayat atau bagian Alkitab, harus selaras dengan penafsiran yang benar. Tidak ada terjemahan Alkitab yang sempurna, karena penerjemah Alkitab adalah manusia yang tidak sempurna. Oleh karena itu, sebelum menyampaikan berita, bandingkanlah dahulu beberapa macam terjemahan. Dengan cara demikian kita akan melihat kekurangan dan kelebihan terjemahan tertentu. Pada saat kita mempelajari teks Perjanjian Lama, mari kita juga memakai Alkitab bahasa Ibrani. Ketika kita mempelajari teks Perjanjian Baru, mari kita memakai juga Alkitab bahasa Yunani. Kiranya kerja keras yang dilakukan melalui perbandingan terjemahan-terjemahan Alkitab akan menghasilkan terjemahan yang tepat sehingga berita yang kita sampaikan adalah berita yang benar. Bagaimanakah kita dapat mengetahui menerapkan yang benar ? 4 cara menafsirkan dan BAB II SEJARAH PENAFSIRAN ALKITAB Hermeneutika sebagai sebuah disiplin ilmu termasuk cukup baru karena baru dikenal sekitar tahun 1567 Masehi. Namun demikian prinsip-prinsip Hermeneutika sebenarnya sudah dikenal sejak jaman Diaspora yaitu masa pembuangan bangsa Israel. Oleh karena itu untuk mempelajari sejarah Hermeneutika kita harus kembali paling tidak lima abad sebelum Kristus lahir. II.1 Penafsiran Yahudi Pusat Ibadah Yahudi Sejarah PenafsiranYahudi sudah dimulai sejak jaman Ezra (457 sM), pada waktu orang-orang Yahudi sedang berada di tanah pembuangan. Pusat ibadah orang Yahudi dahulu adalah Yerusalem di mana mereka beribadah dengan mempersembahkan korban di Bait Suci. Tetapi karena di tanah pembuangan mereka tidak mungkin beribadah ke Yerusalem, maka mereka menciptakan pusat ibadah baru, yaitu dengan menggiatkan kembali pengajaran dari Kitab-kitab Taurat. Pengajaran Taurat itu menjadi sumber penghiburan dan kekuatan yang sangat berharga untuk mempertahankan diri dari pengaruh kafir di tanah pembuangan. Usaha pertama yang dilakukan oleh Ezra dan kelompok para imam adalah menghilangkan gap bahasa yaitu dengan menterjemahkan Kitabkitab Taurat itu ke dalam bahasa Aram, karena orang-orang Yahudi di pembuangan tidak lagi bisa berbahasa Ibrani. Usaha terjemahan ini dibarengi dengan suatu eksposisi karena mereka juga harus menjelaskan isi kitab-kitab yang sudah mereka terjemahkan itu, khususnya tentang pelaksanaan Taurat. Karena sumbangannya yang besar itulah Ezra disebut sebagai Bapak Hermeneutika Pertama. Baca Nehemia 8:1-8; Ezra 8:15-20. 5 Tempat Ibadah Sinagoge Untuk menunjang pemulihan kembali pengajaran kitab-kitab Taurat, didirikanlah sinagoge di tanah pembuangan untuk menggantikan tempat ibadah Bait Suci (Yerusalem). Fungsi utama sinagoge adalah sebagai tempat orang-orang Yahudi berkumpul menaikkan doa-doa, membaca Taurat dan mempelajarinya dengan teliti, juga sekaligus menjadi tempat mereka memelihara tradisi Yahudi dan melakukan kegiatan sosial lainnya. Sinagoge Agung adalah kelompok para ahli Kitab jaman itu yang terdiri dari 120 anggota, dibentuk oleh Ezra sepulangnya mereka kembali ke Palestina. Tugas utama kelompok ini adalah menafsirkan kitab-kitab Taurat (Nehemia 8:9-13). Oleh karena itu bisa dikatakan inilah sekolah menafsir yang pertama didirikan. Setelah semakin banyak orang-orang Yahudi akhirnya diijinkan pulang kembali ke tanah Palestina, tradisi mempelajari Taurat dan memelihara tradisi Yahudi ini tetap dibawa ke tanah air mereka dan sinagoge lokal pun mulai didirikan di tempattempat di mana mereka tinggal (meskipun Bait Suci sudah dibangun kembali). Itu sebabnya pada jaman Tuhan Yesus dan rasul-rasul, kita menjumpai banyak sinagoge di kota-kota di Israel, yang dipimpin oleh seorang yang disebut "kepala rumah ibadah". (Markus 5:22; Lukas 13:14; Kisah Para rasul 13:5, 14:1). Sekolah-sekolah Menafsir Yahudi Melihat pentingnya mempelajari kitab-kitab, maka dalam perkembangan selanjutnya (setelah Ezra dan Nehemia meninggal), bermunculanlah sekolahsekolah menafsir formal, di antaranya: 1. Sekolah Yahudi Palestina. Sekolah ini mengikuti tradisi yang dipakai oleh Ezra dalam menafsir kitab-kitab Taurat, yaitu menekankan metode penafsiran literal. Mereka menerima otoritas mutlak Firman Allah, dan tujuan utama mereka adalah menginterpretasikan Taurat. Hasil penafsiran mereka ini kemudian bercampur dengan tradisi-tradisi yang berlaku pada jaman itu, sehingga tulisan ini di kemudian hari dikenal dengan nama "Tradisi Lisan" (the Oral 6 Law). Tetapi sayang sekali bahwa tradisi lisan ini akhirnya diberikan otoritas yang sejajar dengan tulisan Kitab-kitab Taurat. Pada abad 2 Masehi dikumpulkanlah seluruh Tradisi Lisan yang pernah ditulis yang disebut "Mishna" yang artinya "doktrin lisan dan pengajarannya". Dalam Mishna ini terdapat dua macam tafsiran: a. Halakah, penafsiran (eksegesis) resmi terhadap hukum-hukum dalam kitab-kitab Taurat yang bersifat sangat legalistik, dengan memperhatikan sampai ke titik dan komanya. b. Hagadah, penafsiran seluruh Alkitab Perjanjian Lama, tetapi yang tidak berhubungan langsung dengan hukum, yang tujuannya adalah untuk kesalehan kehidupan beragama. Perkembangan selanjutnya adalah para ahli kitab membuat buku tafsiran dari buku Mishna, yang disebut Gemara. Kedua buku Mishna dan Gemara, inilah yang akhirnya membentuk buku (kitab) Talmud. 2. Sekolah Yahudi Aleksandria. Didirikan oleh kelompok masyarakat Yahudi yang sudah tercampur dengan budaya dan pikiran Yunani (kaum Hellenis). Kerinduan mereka yang paling utama adalah menterjemahkan kitab-kitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani Modern, sebagai hasilnya adalah Septuaginta. Penambahan kitab-kitab Apokrifa dalam Septuaginta menunjukkan bahwa mereka menerima penafsiran Hagadah dari sekolah Yahudi Palestina. Namun sayang sekali, karena pengaruh yang besar dari filsafat Yunani, orang Yahudi mengalami kesulitan dalam menerapkan cara hidup sesuai dengan pengajaran Taurat. Sebagai jalan keluarnya muncullah cara interpretasi alegoris yang dipakai untuk menjembatani kedua cara hidup yang bertentangan itu. Aristobulus (160 sM) dikenal sebagai penulis Yahudi yang pertama menggunakan metode alegoris. Ia menyimpulkan bahwa filsafat Yunani dapat ditemukan dalam kitab-kitab Taurat melalui penafsiran alegoris. 7 Philo (20-54 M) adalah penafsir Yahudi di Aleksandria yang paling terkenal. Menurut prinsip menafsir yang dipakai oleh Philo, penafsiran literal adalah untuk orang-orang yang belum dewasa karena hanya melihat sebatas huruf-huruf yang kelihatan (tubuh); sedangkan penafsiran alegoris adalah untuk mereka yang sudah dewasa, karena sanggup melihat arti yang tersembunyi dari jiwa yang paling dalam (jiwa). 3. Sekolah Kaum Karait. Kelompok dari sebuah sekte Yahudi ini menolak otoritas buku-buku tradisi lisan dan juga metode penafsiran Hagadah. Mereka lebih cenderung mengikuti metode penafsiran literal, kecuali bila sifat dari kalimatnya tidak memungkinkan. Sebagai akibatnya mereka menolak dengan tegas metode penafsiran alegoris. Selain sekolah-sekolah di atas, ada juga sekolah-sekolah lain yang kurang dikenal, yaitu Kabalis, Yahudi Spanyol, Yahudi Perancis, Yahudi Modern. II.2 Penafsiran Apostolik Mencakup masa periode ketika Yesus masih hidup sampai jaman rasulrasul. Metode yang dipakai adalah metode penafsiran literal. Dengan inspirasi dari Roh Kudus, para penulis Perjanjian Baru telah menafsirkan Perjanjian Lama dengan tanpa salah dalam tulisan-tulisan mereka. 1. YESUS KRISTUS, PENAFSIR SEMPURNA. Dalam pengajaran kepada murid-murid-Nya Yesus banyak memberikan penafsiran kitab-kitab Perjanjian Lama (Lukas 24:27,44; Yohanes 5:39). Dengan cara demikian Yesus telah membuka pikiran muridmurid-Nya untuk mengerti Firman Tuhan dengan benar. Ia sendiri adalah Firman yang menjadi Manusia (inkarnasi), yang menjadi jembatan yang menghubungkan antara pikiran Allah dan pikiran manusia. Banyak catatan tentang teguran Yesus terhadap penafsiran para ahli Taurat (misalnya di Matius 15:1-9, 22:29, 23:1-33; Markus 7:1-7). 8 Contoh penafsiran yang dilakukan oleh Tuhan Yesus: Matius 10:5,6; 12:1-4,15-21; 13:1-9; 18:23; 19:3-9; 21:42-44; 22:41-46; 24:36-39; Lukas 11:29,30; 21:20-24; 24:27-44. 2. PARA RASUL, PARA PENULIS YANG MENDAPATKAN INSPIRASI DARI ALLAH. Mereka adalah contoh para penulis Alkitab Perjanjian Baru, yang menafsirkan kitab-kitab Perjanjian Lama dengan inspirasi yang Allah berikan kepada mereka tanpa salah. Mereka menolak prinsip-prinsip alegoris, atau tambahantambahan dari tradisi-tradisi dan dongeng-dongeng Yahudi. Mereka juga menolak filsafat Yunani yang mengambil alih kebenaran. Yesus dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru telah menggunakan cara interpretasi yang benar. Ini menjadi contoh yang sangat berguna bagi para penafsir untuk belajar menafsir dengan benar. Contoh prinsip penafsiran yang dilakukan oleh para penulis Perjanjian Baru: Roma 3:1-23, 9:6-13; Galatia 3:1-29, 4:21-31; 1 Korintus 9:9-12, 10:1-11, Ibrani 6:20-7:21, 8-8-12, 10:1-14,37-11:40; 1 Petrus 2:4-10; 2 Petrus 3:1-13. II.3 Penafsiran Bapa-bapa Gereja Masa periode ini adalah sesudah para rasul meninggal hingga masa Abad Pertengahan (95-600 M). Pembagian masa-masanya adalah sebagai berikut. 1. 95 - 202 M (CLEMENT DARI ROMA SAMPAI IRENAEUS). Tidak ada banyak catatan penting mengenai perkembangan metode penafsiran Alkitab pada masa itu. Kemungkinan besar Bapa-bapa gereja terlalu sibuk mempertahankan doktrin Kristologi dari ajaranajaran sesat yang banyak bermunculan saat itu sehingga tidak banyak menekankan tentang prinsip penafsiran yang sehat. Sebagai akibatnya beberapa dari mereka jatuh pada penggunaan metode alegoris dalam penafsiran mereka, seperti Barnabas dan Justin Martyr. 2. 202 - 325 M (SEKOLAH ALEKSANDRIA). Pada permulaan abad III, penafsiran Alkitab banyak dipengaruhi oleh Sekolah Aleksandria. Aleksandria adalah sebuah kota besar tempat 9 pertemuan antara agama Yudaisme dan filsafat Yunani. Usaha mempertemukan keduanya memaksa orang-orang Yahudi menggunakan metode interpretasi alegoris, suatu sistem penafsiran yang sudah sangat dikenal sebelumnya. Ketika Kekristenan tersebar di Aleksandria, hal ini pun menjadi pengaruh yang tidak mungkin dihindari. Gereja Kristen di Aleksandria lebih tertarik menggunakan penafsiran alegoris karena seakan-akan memberikan arti yang lebih dalam dari pada arti harafiah. Bapak Gereja yang paling berpengaruh saat itu adalah Clement dari Aleksandria dan Origenes. Tetapi meskipun mengakui penafsiran literal, mereka memberikan bobot yang kuat dalam penafsiran alegoris. Origenes adalah pengganti Clement dari Aleksandria. Ia bukan hanya menjadi teolog besar tapi juga ahli kritik Alkitab besar pada jamannya. Dalam memakai metode penafsirannya ia percaya bahwa Alkitab memberikan 3 arti, sama halnya manusia dibagi menjadi 3 aspek, yaitu tubuh, jiwa dan roh. Maka Alkitab juga mempunyai arti literal, moral dan mistik (alegoris). Namun demikian dalam kenyataannya Origen paling sering memakai metode alegoris dari pada literal. 3. 325 - 600 M (SEKOLAH ANTIOKIA). Pengaruh besar dari Sekolah Antiokia ini adalah perlawanannya terhadap Sekolah Aleksandria khususnya dalam eksegesis alegorisnya. Prinsip penafsiran mereka dapat diringkaskan sebagai berikut: ilmiah, menggunakan prinsip literal dan tinjauan sejarah, sebagai ganti alegoris mereka memakai metode tipologi. Tokoh-tokoh Sekolah Antiokia adalah: Diodorus dari Tarsus, Theodore dari Mopsuestia dan Chrysostom. Mereka semua menolak prinsip alegoris dalam penafsiran Alkitab, tapi menerima prinsip literal dengan tinjauan tata bahasa dan sejarah. Selama abad 4 dan 5, perdebatan teologis berlanjut menjadi perpecahan gereja, menjadi Gereja Bagian Timur dan Gereja Bagian Barat. 10 a. Gereja Bagian Timur. Tokoh mereka adalah Athanasius dari Aleksandria (literal, tapi juga alegoris), Basil dari Caeserea (literal), Theodoret dan Andreas dari Capadocia (literal dan historis). b. Gereja Bagian Barat. Tokoh mereka adalah Tertulianus (literal, tetapi nubuatan ditafsirkan secara alegoris), Ambrosius (alegoris ektrim), Jerome (sumbangannya terbesar adalah menterjemahkan Alkitab dalam bahasa Latin yang disebut Vulgate. Secara teori ia mengikuti penafsiran literal, tapi dalam praktek adalah alegoris, karena menurutnya tidak ada kontradiksi antara literal dan alegoris), Augustinus (Teolog terbesar pada jamannya. Ia tidak menolak penafsiran alegoris tetapi ia memberikan sedikit modifikasi, dan dikhususkan bagi nubuatan. Menurutnya Alkitab harus ditafsirkan secara historis, mengikuti tata bahasa, diperbandingkan dan kalau perlu memakai alegoris. Tetapi penekanan yang utama adalah bahwa untuk memahami Alkitab seseorang harus mempunyai iman Kristen yang murni dan penuh kasih. Dan dalam menafsirkan ayat/perikop harus melihat keseluruhan kebenaran yang diajarkan Alkitab. Tugas penafsir adalah menemukan kebenaran Alkitab bukan memberi arti kepada Alkitab), Vincentius (tafsiran harus disesuaikan dengan tradisi gereja). II.4 Penafsiran Abad Pertengahan Masa periode tahun 600 - 1517 disebut sebagai Hermeneutika Abad Pertengahan, yang diakhiri sebelum masa Reformasi. Masa ini dikenal sebagai abad gelap karena tidak banyak pembaharuan yang terjadi, hanya melanjutkan tradisi yang sudah dipegang erat oleh gereja. Semua penafsiran disinkronkan dengan tradisi gereja. Pengajaran dan hasil eksposisi Bapa-bapa Gereja menjadi otoritas gereja. Alkitab hanya dipergunakan sebagai pengesahan akan apa yang dikatakan oleh para Bapa gereja, bahkan penafsiran para Bapa gereja kadangkala mempunyai otoritas yang lebih tinggi daripada Alkitab. Alkitab lama kelamaan dianggap sebagai benda misterius yang banyak berisi pengajaran-pengajaran yang takhayul. Itu sebabnya cara penafsiran alegoris 11 menjadi paling dominan. Dua tokoh penafsir literal yang dikenal pada masa ini adalah: 1. Thomas Aquinas. Meskipun ia menyetujui penafsiran literal, dalam praktek ia banyak menggunakan penafsiran alegoris. Dalam masalah teologi ia percaya bahwa Alkitab memegang otoritas tertinggi. 2. John Wycliffe. Ia sering disebut sebagai "Bintang Fajar Reformasi" karena kegigihannya menyerang pendapat bahwa otoritas gereja tidak lebih tinggi daripada otoritas Alkitab. Karena keyakinannya itulah ia terdorong untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa yang dikenal umum, sehingga setiap orang bisa membaca dan menyelidiki sendiri pengajaran Alkitab. Menjelang berakhirnya Abad pertengahan terjadi kebangunan dalam minat belajar, khususnya belajar bahasa kuno. Didukung dengan ditemukannya mesin cetak kertas, dan dicetaknya Alkitab, maka kepercayaan takhayul terhadap Alkitab perlahan-lahan lenyap dan mereka mulai mempercayai bahwa otoritas Alkitab lebih tinggi dari pada otoritas gereja. Inilah yang membuka jalan untuk lahirnya Reformasi. II.5 Penafsiran Reformasi Periode ini terjadi pada tahun 1517 - 1600 M, dimulai pada saat Martin Luther memakukan 95 tesisnya dan berakhir sampai abad 16. 1. Perjuangan Reformasi. Dengan bangkitnya periode intelektual dan pencerahan rohani, perang memperjuangkan "sola scriptura" (hanya Alkitab) merupakan fokus Reformasi. Secara umum isi perjuangan Reformasi adalah sebagai berikut. a. Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri. b. Alkitab harus dipelajari dalam bahasa aslinya. c. Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tanpa salah; sedangkan gereja dapat salah. d. Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam semua masalah iman Kristen. 12 e. Gereja harus tunduk pada otoritas kebenaran Alkitab. f. Alkitab harus diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab. g. Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab harus tidak bertentangan dengan seluruh kebenaran Alkitab. 2. Tokoh Reformasi. a. Martin Luther. 95 tesisnya merupakan serangan yang dilancarkan terhadap otoritas gereja. Martin percaya penuh bahwa Alkitab harus menjadi otoritas tertinggi bagi iman dan kehidupan orang percaya. Untuk itulah ia menerjemahkan Alkitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman supaya rakyat biasa dapat membaca dan menyelidikinya. Prinsip penafsiran Martin Luther: 1) Untuk menafsir dengan benar harus ada penerangan dari Roh Kudus. 2) Alkitab adalah otoritas tertinggi, bukan gereja. 3) Penafsir harus memberi perhatian pada tata bahasa dan latar belakang sejarah. Penafsiran alegoris tidak berlaku. 4) Alkitab adalah jelas sehingga orang percaya pasti dapat menafsirkannya. 5) Fungsi menafsir Alkitab adalah sentralitas dalam Kristus. 6) Taurat menghukum (mengikat), tetapi Injil membebaskan. b. John Calvin. Diakui sebagai tokoh penafsir ilmiah pertama dalam sejarah Gereja. Ia menentang penafsiran alegoris, tetapi menerima tipologi dalam Perjanjian Lama. Tetapi tidak seperti Luther, Calvin tidak memaksakan pada penafsiran yang berpusatkan pada Kristus. Prinsip penafsiran John Calvin: 1) Roh Kudus adalah vital dalam pekerjaan penafsiran. 2) Alkitab akan menafsirkan Alkitab. 3) Penafsiran harus literal; penafsir harus menemukan apa yang ingin disampaikan oleh penulis Alkitab, melihat pada konteks, 13 meneliti latar belakang sejarah, melakukan studi kata dan memeriksa tata bahasa. 4) Menolak penafsiran alegoris. 5) Menolak otoritas gereja dalam menginterpretasikan Alkitab. 6) Teologi yang benar harus dihasilkan dari eksegesis yang sehat. Setelah kematian Calvin, para teolog Protestant bergumul keras untuk merumuskan kredo doktrin iman Kristen dan mensistematiskan teologianya. Tapi perdebatan dalam masalah penafsiran terus berlangsung sampai pada masa berikutnya. II.6 Penafsiran Pasca-Reformasi Periode ini adalah antara tahun 1600 - 1800 M. Periode ini dipenuhi dengan semangat penafsiran literal Reformasi, tetapi akhir periode ini ditutup dengan penekanan pada metode penafsiran devotional. 1. Sesudah Reformasi. Terjadi banyak kontroversi dan perdebatan teologis yang akhirnya menjadi kepahitan di antara para teolog dan mulai terjadi perpecahan. Dogmatisme mulai meracuni gereja. Studi Alkitab akhirnya hanya dipakai untuk membenarkan dogma dan teologi mereka sendiri. 2. Gerakan Peitisme. Gerakan ini muncul sebagai reaksi Dogmatisme pasca-Reformasi, karena Alkitab telah disalah gunakan sebagai pedang yang melukai dan merusak kemurnian hidup rohani. Oleh karena itu mereka melakukan pendekatan yang berbeda, yaitu mempelajari Alkitab dan menafsirkannya secara pribadi untuk tujuan memperkaya aplikasi kehidupan rohani. Meskipun motivasi ini baik, tetapi berakibat negatif karena membuat tujuan penafsiran bukan lagi untuk mengetahui apa yang Allah ingin kita ketahui, tapi hanya untuk mempererat hubungan pribadi dengan Allah. Sebagai hasilnya muncullah kelompok-kelompok seperti Moravian, Puritan dan Quaker. Tokoh-tokoh gerakan Pietisme ini adalah: a. Philipp Jakob Spener - Bapak Pietisme. Ia percaya bahwa kemurnian hati lebih berharga daripada kemurnian doktrin. Ia mendorong setiap orang percaya untuk mempelajari 14 sendiri Firman Allah dan mengaplikasikan kebenarannya dalam kehidupan praktis. b. August Hermann Francke. Sebagai murid Spener, ia juga mengikuti prinsip-prinsip Pietisme. Menurutnya hanya orang Kristen lahir baru yang dapat mengerti arti berita Alkitab. Ia juga mengkombinasikan antara eksegesis dengan pengalaman. Tetapi segi negatif dari gerakan ini muncul yaitu menjadi tindakan legalistik terhadap mereka yang bukan anggota Pietisme dan mengabaikan teologi. 3. Kritisisme. Melihat kelemahan Pietisme dengan metode devotional, banyak teolog mulai melakukan pendekatan skolastis studi Alkitab. Banyak usaha dilakukan dalam bidang kritik teks. Naskah-naskah Alkitab mulai dievaluasi dan diteliti untuk pertama kalinya untuk mengetahui keabsahannya sebagai kitab Kanon. Tokoh yang terkenal adalah Johann August Ernesti. 4. Rasionalisme. Dari Kritisisme para teolog melanjutkan lebih jauh sampai melampaui batas yang seharusnya, yaitu mereka menempatkan rasio manusia sebagai otoritas yang lebih tinggi dari Alkitab. Rasio manusia, tanpa campur tangan Allah, dianggap cukup untuk mengetahui Penyataan Allah. Apabila ada hal yang tidak dapat dimengerti oleh intelek manusia, maka harus dibuang. Sebagai akibatnya mereka berpendapat bahwa Alkitab bisa salah karena ditulis oleh manusia. Mereka memperlakukan Alkitab tidak jauh berbeda seperti buku-buku yang lain. Tiga tokoh terkenal Rasionalisme adalah Hobbes, Spinoza dan Semler. II.7 Penafsiran Modern Masa periode ini adalah tahun 1800 - sekarang. Semua metode penafsiran yang pernah dilakukan masih terus dilakukan hingga sekarang. Walaupun dari waktu ke waktu penekanan terus bergeser dari satu ekstrim kepada ekstrim yang lain. Dalam era modern ini serangan yang paling tajam akhirnya ditujukan pada otoritas Alkitab, sebagai fondasi dalam menafsir. Sebagai contohnya: 15 1. Liberalisme. Rasionalisme telah membuka era modern untuk lahirnya Liberalisme. Secara umum diringkaskan pendekatan mereka adalah: a. Hal-hal yang tidak dapat diterima oleh rasio harus ditolak. b. Inspirasi didefinisikan ulang, yaitu merupakan tulisan hasil pengalaman religius manusia (penulis Alkitab). c. Alkitab harus ditafsirkan secara historis, sebagai konsep teologis dari penulis Alkitab sendiri. 2. Neo Ortodoks. Karl Barth tidak mau disebut sebagai penganut Liberalisme, ia tetap ingin mencari kembali inti-inti Teologi Reformasi. Dalam pendekatannya Karl Barth menolak baik inspirasi maupun ketidakbersalahan Alkitab karena menurut Barth, Penyataan/Firman Allah baru akan terjadi apabila ada pertemuan antara Allah dan manusia dalam Alkitab. Alkitab sendiri bukanlah Firman Tuhan tetapi hanya saksi akan Firman Tuhan. Oleh karena itu penafsiran Alkitab merupakan pekerjaan sia-sia kalau bukan Allah sendiri yang bertemu dengan manusia. 3. Konservatisme / Injili. Gerakan Konservatisme merupakan reaksi untuk melawan pikiran-pikiran modern. Beberapa pendekatan mereka pada Alkitab adalah antara lain: a. Rasio harus ditaklukkan di bawah otoritas Alkitab, karena rasio tidak cukup untuk menginterpretasi Alkitab. Oleh karena itu Roh Kudus adalah vital untuk memberikan penerangan supaya kita mengerti. b. Pendekatan penafsiran literal, karena percaya pada ketidakbersalahan Alkitab. c. Percaya pada penyataan yang progresif, tetapikebenaran tidaklah dibatasi oleh waktu sehingga berlaku di sepanjang jaman. 4. Hermeneutika Baru. Tokohnya adalah Rudolf Bultman. Prinsip yang dipakai untuk menafsir adalah kita harus membaca sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan, karena manusia tidak boleh mengabaikan inteleknya. Otoritas Alkitab tidak diterima sepenuhnya. Mereka bahkan meragukan apakah yang Alkitab katakan itu sama dengan apa yang 16 dituliskan. Tujuan utama Hermeneutika Baru adalah mencoba menghindarkan diri dari kelemahan yang dimiliki Liberalisme. 17 BAB III DASAR-DASAR HERMENEUTIKA III.1 Hermeneutika Alkitabiah Sebenarnya istilah Hermeneutika ini tidak hanya dipakai untuk penafsiran Alkitab saja melainkan juga dipakai secara umum dan luas, untuk mencari makna yang sesungguhnya dari, misalnya: kesenian, sejarah, literatur, arkeologi, dan penerjemahan. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita juga selalu mempergunakan cara-cara tertentu, secara sadar atau tidak sadar, untuk menafsir atau menjelaskan hal-hal yang kita lihat atau dengar. Namun dalam Diktat ini, istilah Hermeneutika dipakai dalam pengertian sempit (khusus), yakni Hermeneutika Alkitabiah, yang memusatkan perhatian kepada Alkitab saja. Dengan demikian di dalam Hermeneutika Alkitabiah perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Hermeneutika Alkitabiah merupakan: Jabatan Yang Suci, selaku Pelayanan Firman (Ministerium Verbi Divine). Studi kasus: Di dalam 2 Timotius 2:15 dipergunakan kata orvqotomou/nta (dari kata o vrqotomew yang berarti “to cut a straight line”, “rightly dividing” atau memisahkan perkataan-perkataan Allah secara benar dari perkataanperkataan manusia). 2. Adanya Pertimbangan-pertimbangan Teoritis: a. Sebagai Ilmu Pengetahuan: menggunakan cara-cara ilmiah dalam mencari arti sesungguhnya dari Alkitab. Prinsip-prinsip & metodemetode yang dipergunakannya merupakan suatu sistim yang masuk akal, dapat diuji dan dipertahankan/dipertanggung jawabkan (“jangan asal ngecap”). 18 b. Sebagai Ilmu Seni: Hermeneutika harus menghasilkan sesuatu yang indah, harmonis, bahkan pada kasus tertentu, ia menuntut pendekatan yang berbeda dengan pendekatan ilmiah. c. Sebagai Eksegesis: Bagaimana teks dipahami secara historis (What The Bible Said) - Aplikasi dari prinsip-prinsip Hermeneutik terhadap teks dalam Alkitab. d. Sebagai Eksposisi: Aplikasi & relevansi Teks di dalam setting eksistensial (Generasi Kontemporer - What The Bible Says) bagi tujuan Homiletika. Atau, dengan kata lain, Eksposisi adalah penguraian hasil eksegesis yang telah dilakukan, pada umumnya berupa kotbah. 3. Adanya Asumsi-asumsi Dasar: a. Sifat Teologis Alkitab: Alkitab mempunyai sistim yang unik & kebersatuan. b. Kuasa Yang Menjiwai Alkitab: Alkitab menghayati manusia. c. Kanonitas Alkitab: Alkitab merupakan tolak ukur bagi kehidupan manusia. 4. Definisi Hermeneutika. Untuk memahami Definisi Hermeneutika, kita perlu menyelusurinya, mulai dari: a. Istilah-istilah yang dipakai di dalam Perjanjian Lama: Studi kasus: 1) rt;P' – Pathar (Kejadian 40:16,22, 41:12-13): mengartikan, menerangkan, menafsir (mimpi), 2) !Art.Pi - Pithron (Kejadian 40:5,8,12,18, 41:11): suatu tafsiran. Kata ini paling umum digunakan dalam konotasi menafsirkan mimpi, karena mimpi berwujud simbol yang artinya tidak jelas (Kejadian 41:8,12,15). 19 a. Istilah-istilah yang dipakai di dalam Perjanjian Baru: Studi kasus: 1) e `rmhnei,a – hermêneia (1 Korintus 12:10, 14:26): tafsiran. 2) e `rmhneu,w - hermêneuô (Yohanes 1:42, 9:7, Ibrani 7:2): menafsirkan, menerjemahkan, menjelaskan).1 a) Definisi Formal (sebagaimana dinyatakan oleh Ramm): “Hermeneutics is a science in that it can determine certain principles for discovering the meaning of a document, and in that these principles are not a mere list of rules but bear organic connection to each other.” 2 (Hermeneutika adalah suatu ilmu yang dapat menentukan prinsip-prinsip tertentu untuk menemukan makna dari sebuah dokumen, dan dalam prinsipprinsip ini tidak sekadar daftar aturan tapi menghasilkan hubungan organik satu sama lain) b) Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa Hermeneutika adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari prinsip-prinsip & metode-metode tertentu untuk menemukan arti dari suatu teks (nats), sebagaimana dimaksudkan oleh penulisnya semula, ketika ia menuliskannya dengan ilham Roh Kudus (bandingkan dengan 2 Petrus 1:20-21). Kata “hermêneuô” tidak dapat dipisahkan dari pemahaman dalam mitologis Yunani tentang seorang dewa yang bernama Hermes, yang bertugas sebagai pembawa berita dari dewa-dewa kepada manusia. Jadi Hermes bertugas menafsirkan berita para dewa agar dapat dipahami oleh manusia, demikianlah latar belakang sejarah pemahaman hermeneutika itu terbentuk. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa hermeneutika adalah sebuah ilmu yang mempelajari secara teoretis kaidah-kaidah atau metode-metode dalam menafsir (dalam hal ini berkaitan langsung dengan teks Alkitab) yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah khususnya secara teologis. Bdk. Kisah Para Rasul 14:11-12. 1 Bernard Ramm, Protestant Biblical Interpretation (Grand Rapids: Baker Book House, 1970), p. 11. 2 20 III.2 Tempat Hermeneutika Hermeneutika di dalam bidang Teologi termasuk dalam rumpun Biblika, sebagaimana tertera dalam tabel di bawah ini : No 1 BIBLIKA Pengetahuan & Pembimbing SISTIMATIKA Dogmatika Perjanjian Lama 2 3 Pengetahuan & Pembimbing HISTORIKA Sejarah Gereja PRAKTIKA PAK Umum Etika Kristen Sejarah Gereja Perjanjian Baru Asia Bahasa Ibrani Sejarah Gereja PWG Kateketika Indonesia 4 Bahasa Yunani Oikumeneka Liturgika 5 Hermeneutika Misiologi Homiletika 6 Tafsir Perjanjian Lama Agama Suku Musik Gereja 7 Tafsir Perjanjian Baru Hindu & Budha Pastoralia 8 Teologi Perjanjian Lama Islamologi Manajemen Gereja 9 Teologi Perjanjian Baru Dengan memperhatikan tabel tersebut, maka Hermeneutik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, tetapi berkaitan erat dengan ilmu-ilmu lain yang tergabung dalam Teologi Biblika (Teologi yang berurusan dengan penelaahan isi naskah Alkitab dan alat-alat bantunya). Misalnya: Ilmu Pembimbing/Pengantar Alkitab (Perjanjian Lama & Perjanjian Baru), Ilmu Tafsir Alkitab (Perjanjian Lama & Perjanjian Baru), Ilmu Teologi Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) dan Ilmu Bahasa Asli Alkitab (Bahasa Ibrani & Bahasa Yunani). Hal yang tidak dapat dihindari setelah mengaplikasikan prinsip-prinsip Hermeneutik adalah bagaimana menyampaikan kebenaran yang kita dapatkan dari hasil penafsiran itu kepada orang lain dengan cara yang benar dan menarik. Oleh karena itu Homelitika (Ilmu Berkotbah) adalah ilmu yang juga tidak dapat dilepaskan dari Hermeneutika. 21 Selain dengan Teologi Biblika, Hermeneutika juga berkaitan dengan Teologi Sistematika, yaitu pengajaran Alkitab yang sudah diformulasikan secara sistematis dalam doktrin-doktrin. Hermeneutika akan menjadi dasar yang kuat bagi doktrindoktrin yang dipelajari. III.3 Tugas-tugas Umum Hermeneutika: Setia Kepada Teks 1. Tugas-tugas Utama: Biarlah Umat Allah Mendengar Firman Allah a. Memastikan apa yang telah Allah katakan di dalam Alkitab. b. Menentukan makna Firman Allah bagi umat Allah. c. Menyediakan dasar yang kritis & realistis bagi penerapan Firman Allah di dalam kehidupan umat Allah sehari-hari. d. Melindungi arti yang sebenarnya !!! Ada banyak hal yang terjadi di dalam sejarah Israel yang diceritakan di dalam Perjanjian Lama. Apakah semua hal itu masih berlaku pada zaman ini ? 1) Tokoh-tokoh mempunyai beberapa istri. Bolehkah sekarang ? 2) Ada tugas khusus bagi Raja dan Nabi. Ada sekarang ? 3) Penderitaan dalam kelahiran. Semua wanita ? 4) Harus membalas dendam. Bagaimana sekarang ? 5) Genocide atas perintah Tuhan. Legalitas pada masa kini ? Maka kita perlu suatu sistem atau prinsip-prinsip untuk menolong dan menjaga penafsiran Alkitab. Dengan demikian, kita dapat memahami dan mengerti kebenaran dari Firman Tuhan dengan sungguh-sungguh tanpa takut, dan tanpa membawa prasangkaprasangka atau halanganhalangan pribadi yang kita semua miliki. Dan jangan lupa kenyataan yang utama: Alkitab ada banyak PENERAPAN, tetapi hanya ada satu PENAFSIRAN yang benar. 22 2. Tugas-tugas Sekunder: Menjembatani Gap-gap di antara pikiran penulis Alkitab dan pengertian kita. a. Bahasa (Linguistic Gap) Salah satu masalah utama yang kita temui adalah bahwa Alkitab pada mulanya ditulis dalam 3 macam bahasa yang bukan bahasa kita, bahkan adalah bahasa yang secara umum sudah tidak dipakai lagi, yaitu: Bahasa Ibrani Kuno, Aram, dan Yunani Koine. Dan memang kita ketahui bahwa Alkitab pertama ditulis bukan untuk orang-orang pascamodern sekarang. Linguistic Gap ini bisa kita lihat dalam hal: 1) Tenses. Mungkin tidak ada bahasa dalam dunia ini yang lebih rumit tensesnya dibandingkan dengan bahasa Yunani. Ini menyebabkan pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, maka tenses bahasa Inggrisnya tidak mencukupi sehingga tidak bisa menerjemahkan dengan tepat. Lebih lagi bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang tidak mengenal tenses. 2) Gender. Dalam bahasa Ibrani setiap kata benda dan kata sifat mempunyai gender, Maskulin atau Feminin, sedangkan dalam bahasa Yunani bahkan ada 3 macam, yaitu Maskulin, Feminin, dan Neutral. Pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau Indonesia, maka semua ini hilang, padahal jenis kelamin ini bisa mempengaruhi penafsiran. 3) Perbendaharaan Kata. Bila kita menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain, kita sering mengalami kesukaran dalam hal ini, yaitu tidak adanya kata yang cocok/tepat, yang artinya betul-betul sama. 4) Idioms (Ungkapan-ungkapan) 23 Studi kasus: - Matius 26:25,64 - ungkapan “Engkau telah mengatakannya” artinya adalah ‘ya’. - Yosua 7:19 dan Yohanes 9:24 - ungkapan “give glory to the Lord / God” (NIV) / “berilah kemuliaan kepada Allah” merupakan suatu desakan untuk bersumpah. - Lukas 14:26 – istilah “membenci” berarti “‘kurang mengasihi / mengasihi lebih sedikit”. - Matius 16:16 di mana Petrus mengakui Yesus sebagai “Anak Allah”. a) Saksi Yehovah berpendapat bahwa karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia bukan Allah. b) Namun, perlu diingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan pengertian penulisnya/orang jaman itu tentang istilah tersebut, dan bukan dengan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut. c) Tentang istilah ‘Anak Allah’ yang digunakan oleh Yesus terhadap diri-Nya sendiri, banyak orang menyalah-artikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan bahwa tadinya hanya ada Allah saja, yang kemudian beranak, dan sebagainya. Oleh karena itu jelas bahwa Yesus tidak sekekal Bapa-Nya. Tetapi ini adalah penafsiran yang menggunakan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah itu. d) Bila kita melihat pada Yohanes 5:18b dan 10:33b, maka akan terlihat dengan jelas bahwa pada jaman itu menyebut diri Anak Allah berarti menganggap diri sehakekat dengan Allah, dan itu adalah sama dengan menyamakan diri dengan Allah atau menganggap diri setara dengan Allah. 3 3 Kata Yunani yang diterjemahkan ‘menyamakan’ dalam Yohanes 5:18 adalah kata yang sama dengan kata Yunani yang diterjemahkan ‘setara’ dalam Filipi 2:6. 24 Untuk kita mempelajari sendiri bahasa-bahasa kuno tersebut sehingga bisa membaca dan memahami manuskrip-manuskrip Alkitab kuno tersebut tidaklah mungkin. Namun kita bersyukur bahwa ada orangorang yang telah khusus belajar bahasa-bahasa itu sehingga memungkinkan kita mempelajarinya dengan cara yang jauh lebih mudah. Telah tersedia kamus-kamus bahasa (Leksikon) yang dapat menolong kita mempelajari kosa kata bahasa asli Alkitab yang kita cari, khususnya bila disertai dengan penjelasan tentang penggunaan tense yang dipakai. Juga telah cukup tersedia (walaupun dalam bahasa Inggris) buku-buku yang menguraikan tentang arti dan makna katakata/frasa/kalimat atau ayat-ayat penting Alkitab yang diambil dari bahasa aslinya. Hal ini sangat menolong karena banyak kata/istilahistilah yang sulit kita ketahui makna/artinya jika tidak dimengerti dalam bahasa aslinya. b. Sejarah (Historical Gap) Konteks sejarah penulis Alkitab adalah berkisar dari jaman Musa sampai Yohanes, yaitu kira-kira 16 abad. Dibandingkan dengan pembaca Alkitab yang hidup pada jaman pasca-modern, maka ada gap yang sangat besar. Sebagai contoh berikut, Studi kasus: 1) Pada jaman Alkitab, para nabi berjalan kaki karena belum ada mobil; haruskah pendeta jaman sekarang juga demikian? 2) Pada jaman Alkitab, puji-pujian menggunakan rebana, gambus, kecapi, dan sebagainya karena belum ada piano, organ, keyboard, dan sebagainya; haruskah puji-pujian jaman sekarang meniru mereka? 3) Pada jaman Alkitab, anggur dan minyak sering dipakai sebagai obat (Markus 6:13; Lukas 10:34; Yesaya 1:6), sehingga Paulus dan Yakobus menganjurkannya (1 Timotius 5:23; Yakobus 5:14). Haruskah kita sekarang, setelah ada obat-obatan modern yang lebih manjur, tetap mengikuti anjuran mereka? 25 Untuk mempelajari tentang sejarah, kita bisa dibantu dengan banyak buku-buku sejarah Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), di mana di dalamnya dapat kita pelajari misalnya tentang peristiwaperistiwa dan keadaan (latar belakang politik, ekonomi, agama) yang mempengaruhi jalannya sejarah atau tindakan para tokoh Alkitab. c. Budaya (Cultural Gap) Budaya sekitar penulisan Alkitab sangat berbeda dengan konteks budaya pasca-modern para pembacanya sekarang. Oleh karena itu gap budaya ini perlu dijembatani dengan mempelajari budaya, khususnya budaya saat para penulis Alkitab hidup. Namun ini bukan masalah yang mudah karena ada kira-kira 40 penulis Alkitab yang hidup dalam budaya yang berbeda satu dengan yang lain. Misalnya, Studi kasus: 1) Penggunaan tudung kepala bagi perempuan dalam kebaktian (1 Korintus 11:5-6,13-15). 2) Sarai memanggil Abraham tuannya (1 Petrus 3:6). 3) Pertemuan di pintu gerbang kota (Rut 3:1). Ada buku-buku yang dapat membantu kita mempelajari budaya Alkitab, misalnya ensiklopedia Alkitab, dan buku-buku pengantar Alkitab. Di sana kita bisa mendapatkan informasi tentang cara-cara tertentu mereka melangsungkan kehidupan bermasyarakat, misalnya cara mereka bermata pencaharian, bagaimana mereka bersosialisasi, berkeluarga, melakukan penyembahan atau menjalankan hukum adat istiadat. Juga hal-hal mengenai perumahan, makanan, pakaian, alat-alat bercocok tanam, senjata perang, alat transportasi, benda-benda seni, alat-alat penyembahan, alat-alat masak, dan lain sebagainya. 26 d. Geologi (Geological Gap) Konteks geografi jaman Alkitab sangat asing bagi pembaca pascamodern sekarang. Tetapi ini penting dipelajari karena tempat di mana peristiwa-peristiwa dan penulisan-penulisan terjadi dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang arti peristiwa yang terjadi. Satu kendala besar adalah perubahan yang cukup drastis antara keadaan waktu lampau dan sekarang sehingga kadang-kadang kita sudah tidak mempunyai informasi lagi tentang tempat-tempat itu. Buku-buku yang dapat membantu kita mengenal keadaan geografis penulisan Alkitab adalah buku-buku hasil penelitian arkeologi tentang kota-kota, negara-negara dan bangsa-bangsa, juga tentang iklim, susunan (formasi) tanah, laut-laut, sungai-sungai, tanaman dan jenisjenis binatang pada jaman Alkitab. Selain penemuan arkeologis, kita juga dapat dibantu dengan peta-peta kuno, foto-foto dan membandingkan dengan peta pasca-modern. 3. Adanya Bahaya Di Dalam Menafsir. Melihat gap-gap (yang telah dijelaskan di atas) antara pembaca Alkitab masa kini dan Alkitab yang ditulis pada masa yang lampau, maka kemungkinan terjadi kesalahan menafsir besar sekali. Oleh karena itu diperlukan studi khusus yang berisi aturan-aturan dalam menafsir untuk menolong para pembaca Alkitab tidak terjebak dalam kesalahan menafsir. Contoh-contoh bahaya tersebut adalah: a. Mencomot Ayat Dan Dilepaskan Dari Konteksnya. Jika menafsirkan ayat dengan tidak memperhatikan konteksnya, maka kemungkinan besar hasil penafsirannya tidak sesuai dengan maksud yang diinginkan penulisnya atau tidak lengkap sehingga tidak dapat dimengerti dengan jelas dan benar. b. Menafsir Secara Harafiah Yang Tidak Pada Tempatnya. Memang Alkitab harus dibaca sebagaimana kata-kata yang tercantum di dalamnya, namun demikian tidak selalu hal ini bisa diterapkan. Perlu dipelajari dengan teliti untuk mengetahui 27 apakah yang dimaksud adalah arti harafiah, sebab kalau tidak dapat menimbulkan kesalahan menafsir. c. Mencari Arti Rohani Dalam Setiap Ayat. Ini adalah kebalikan dari menafsirkan secara harafiah. Kesulitan mengerti ayat-ayat dalam Alkitab atau tidak mendapatkan apa yang diinginkan seringkali diatasi dengan cara merohanikan arti harafiah yang sudah jelas dalam ayatayat tersebut sehingga akhirnya menyelewengkan tujuan asli penulis Alkitab. d. Kelemahan Dalam Terjemahan Alkitab. Tidak ada Alkitab terjemahan yang terjemahannya tepat secara sempurna. Oleh karena itu perlu cara-cara penyelidikan yang tepat sehingga menghindarkan kita dari mengikuti hanya satu versi Alkitab saja. e. Keterbatasan Manusia. Terutama karena sifat malas kita dalam mempelajari Alkitab secara teliti, obyektif dan sistematis, maka mengikuti aturanaturan penafsiran yang sehat akan menolong kita untuk disiplin dan tidak jatuh pada subyektivisme. III.4 Kualifikasi Seorang Penafsir Alkitab 1. Kualifikasi Spiritual: a. Memiliki hubungan pribadi dengan Allah & persekutuan dengan orang-orang percaya (iman - Ibrani 11:6). b. Memiliki kerinduan untuk memahami Firman Allah dan nasehatnya (memiliki kecenderungan terhadap Kebenaran - Mazmur 119:103). c. Kesediaan & kesiapsediaan untuk mendengarkan, mempercayai, dan menaati (mempunyai perasaan hormat terhadap Kebenaran – Yesaya 50:4, Matius 7:24-25, Yakobus 1:22). d. Memohon penerangan dari Roh Kudus (melepaskan diri dari keduniawian - Yohanes 16:13, 1 Korintus 2:11-16). e. Mempunyai penghargaan tertinggi terhadap Kebenaran. 28 2. Kualifikasi Akademis: a. Memiliki kedisiplinan yang ketat (Kisah Para Rasul 17:11). b. Menampung informasi di bidang-bidang yang luas dan beraneka ragam dari sejarah, ilmu pengetahuan, dan filsafat. c. Mempelajari ilmu bahasa (linguistic science). 3. Kualifikasi Kontekstual: a. Menjadi anggota gereja lokal, yang memiliki kesaksian hidup yang baik. b. Menempatkan dengan kesadaran penuh suatu teks ke dalam konteksnya. c. Mengindahkan tradisi & warisan Kristen. 29 BAB IV PERLENGKAPAN HERMENEUTIKA IV.1 Perlengkapan Obyektif 1. Teks Alkitab Dibutuhkan beberapa versi Alkitab yang baik untuk bisa memungkinkan hasil penafsiran yang baik. Tujuannya adalah untuk menjadi bahan perbandingan guna menemukan ketepatan arti kata atau kekayaan pengertiannya. a. Alkitab Versi Bahasa Indonesia, misalnya: Terjemahan Lama, Terjemahan Baru, Bahasa Indonesia Sehari-hari, Firman Allah yang Hidup. b. Alkitab Versi Bahasa Inggris, misalnya: New International Version, Revised Standard Version, New American Standard Bible, New King James Version. c. Alkitab Bahasa Daerah, misalnya: Bahasa Jawa, Sunda, Batak, Ambon. d. Alkitab Dalam Bahasa Aslinya. Alkitab Bahasa Yunani & Ibrani dibutuhkan untuk mereka yang sudah mempelajari bahasabahasa Alkitab tersebut. e. Alkitab Dengan Nomor Strong atau Alkitab Interlinier. sangat membantu untuk mencari padanan kata bahasa aslinya dengan bahasa Inggris (karena bahasa Indonesia belum ada). f. Alkitab Dengan Anotasi. Pilihlah Alkitab yang memiliki anotasi catatan-catatan tepi atau catatan-catatan kaki, karena hal itu sangat berguna untuk mencari penjelasan lebih lanjut. g. Alkitab Dengan Referensi Silang. Alkitab dengan Referensi Silang sangat membantu untuk mendapatkan ayat-ayat paralel sebagai referensi. 30 Selaku hamba Tuhan, kita dipanggil untuk menyampaikan berita yang benar. Untuk menyampaikan berita yang benar, kita perlu memakai terjemahan Alkitab yang tepat. Orang-orang Kristen di Indonesia mempunyai Alkitab LAI Terjemahan Baru (LAI TB, 1974) yang merupakan LAI Terjemahan Lama (LAI TL, 1965) yang diperbaharui, dan Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS, 1995). Sebelum menyampaikan Firman Tuhan, kita perlu melakukan pekerjaan rumah dengan membandingkan terlebih dahulu beberapa terjemahan LAI di atas. Alangkah baiknya jika perbandingan versi LAI ini dibandingkan juga dengan beberapa versi bahasa Inggris, misalnya New International Version (NIV) dan New King James Version (NKJV). Di samping itu, untuk memastikan arti dari beberapa terjemahan di atas, maka kita perlu melihat langsung dari Teks Masoret (TM) untuk Perjanjian Lama dan Alkitab Yunani untuk Perjanjian Baru. Jadi, memilih terjemahan yang tepat bukan sebuah pekerjaan yang mudah dan untuk menyampaikan berita yang benar seorang hamba Tuhan harus berani membayar harganya. Dalam tulisan berikut, saya akan membandingkan beberapa ayat dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang perlu kita analisa terjemahannya. Saya memakai LAI TL, LAI TB dan BIS sebagai teks utama, NIV dan NKJV sebagai teks pembanding, TM dan Alkitab Yunani sebagai teks penuntun. 31 Beberapa Ayat Perjanjian Lama Yang Perlu Dikoreksi Terjemahannya Studi kasus 1: Ada "bajingan" (Ibrani: @sup.s;a] -asafsuf) Di Antara Orang Orang Israel Yang Keluar Dari Mesir. Mari kita perhatikan catatan Bilangan 11:4 dalam beberapa versi di bawah ini: LAI TL : "Maka bangsa kacauan, yang di antara mereka itu, beringin- inginlah lalu pulang..." LAI TB : "Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus..." BIS : "Dalam perjalanan orang-orang Israel itu ada juga orang- orang asing yang ikut." NIV : "The rabble with them began to crave other food." NKJV : "Now the mix multitude who were among them yielded to intense raving." Ketika bangsa Israel mengembara di padang belantara, asafsuf yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus. Kata yang dipakai di Bilangan 11:4 hanya dipakai satu kali dalam Perjanjian Lama, sehingga kata ini merupakan sebuah "hapax legomenon". Bagaimana menerjemahkan kata Ibrani asafsuf ini ? Dari konteks Bilangan 11:4, kata asafsuf mengacu kepada sekelompok orang yang ada di antara bangsa Israel. Kelompok orang yang bagaimana mereka ini ? Untuk mengerti arti dari kata Ibrani ini, mari kita membandingkan referensi paralel dari Keluaran 12:38 di mana kelompok orang-orang ini (Ibrani: br:Þ br<[îe - erev rav) disebut sebagai: (LAI TB) "Banyak orang dari berbagai-bagai bangsa turut dengan mereka" (LAI TL) "Dan lagi suatu tentara besar dari pada pelbagai bangsa itupun berangkat dengan mereka... " (BIS) "... Sejumlah besar orang asing juga ikut" (NIV) "Many other people went up with them... " (NKJV) "A mixed multitude went up with them also..." Dari Keluaran 12:38 kita mengetahui bahwa di antara orang Israel yang keluar dari Mesir, ada sekelompok orang asing yang bergabung dengan bangsa 32 Israel. Keluaran 12:38 tidak memberitahu kita bagaimana mentalitas kelompok ini, apakah mereka orang baik-baik atau kelompok preman atau bajingan. Kata benda Ibrani erev hanya berarti "mixture, mixed company, heterogenous body" yang bukan bangsa Israel. LAI TL memberikan pengertian yang berlebihan untuk kata erev, karena istilah "tentara besar" tidak tercakup dalam kata erev. Dalam Bilangan 11:4 dicatat bahwa kelompok orang asing ini merasa tidak puas dengan makanan manna yang mereka makan tiap hari. Keluhan mereka menyebabkan orang Israel ikut mengeluh dengan manna yang dianggap membosankan. Kata "bajingan" yang dipakai di LAI TB adalah sebuah kata bernada keras yang mungkin diambil dari kata safsuf yang digunakan di Pentateukh orang Samaria. Karena Pentateukh orang Samaria menghilangkan 'alep dari kata asafsuf, maka penggunaan kata asafsuf di Teks Masoret sepatutnya dipertahankan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa istilah "bajingan" yang dipakai oleh LAI TB untuk menerjemahkan asafsuf adalah tidak tepat. "Bangsa kekacauan" yang digunakan oleh LAI TL juga kurang cocok. istilah asafsuf hanya mengacu kepada sekelompok orang asing. Jadi, menurut Bilangan 11:4 dan ditambah dukungan dari Keluaran 12:38, tidak ada bajingan di antara orang Israel. Yang ada adalah sekelompok orang asing yang ikut keluar dari Mesir bersama orang Israel. Studi kasus 2: Orang Gibeon: Licik Atau Bijaksana ? Orang Gibeon mengetahui bahwa orang Israel di bawah pimpinan Yosua sudah menaklukkan Yerikho dan Ai. Mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat melawan orang Israel. Yosua 9:4 mencatat bagaimana tindakan mereka untuk menghadapi orang Israel. (LAI TL) "maka dipakainya akal, pura-pura mereka itu utusan..." (LAI TB) "maka merekapun bertindak dengan memakai akal: mereka pergi menyediakan bekal..." (BIS) "Lalu mereka memutuskan untuk mengelabui Yosua..." 33 (NIV) "they resorted to a ruse" (NKJV ) "they worked craftily..." LAI TL dan LAI TB menerjemahkan kata Ibrani hmê'r>['B. - beorma (preposisi be- dan kata benda orma) dengan konotasi positif "akal". Tetapi BIS ("mengelabui"), NIV ("they resorted to a ruse") dan NKJV ("they worked craftily") memberikan konotasi negatif. Istilah Ibrani hm'êr>['B. - beorma yang dipakai dalam Yosua 9:4 juga dipakai pada Keluaran 21:14: (LAI TB) "Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu daya (be'orma)...." (LAI TL) "Tetapi jikalau barang seorang telah membunuh temannya dengan sengajanya..." (BIS) "Tetapi jikalau seseorang naik darah dan dengan sengaja membunuh orang lain ..." (NIV) "kills another man deliberately ..." (NKJV) "to kill him by treachery..." Dalam Keluaran 21:14, LAI TB ("dengan tipu daya") dan konotasi negatif yaitu hm'êr>['B. - beorma. Terjemahan LAI TL ("dengan sengaja"), BIS ("dengan sengaja") dan NIV ("deliberately") menjelaskan motif membunuh seseorang yang negatif, yaitu hm'êr>['B. - beorma juga. BDB, TWOT dan NIDOTTE menjelaskan kata benda Ibrani hm'r>[' dengan dua macam arti. Arti pertama mempunyai konotasi positif, yaitu "akal" atau "kebijaksanaan". Penggunaan kata hm'r>[' di kitab Amsal 1:4 berkonotasi positif. Arti kedua berkonotasi negatif, yaitu "tipu muslihat" atau "kelicikan." Pemakaian kata hm'r>[' di Keluaran 21:14 dan Yosua 9:4 berkonotasi negatif. Dari penjelasan BDB, TWOT dan NIDOTTE di atas, maka hm'r>[' di Yosua 9:4 seharusnya diterjemahkan dengan konotasi negatif. Konteks dekat ayat tersebut juga mendukung pengertian demikian. Kesimpulannya orang Gibeon memakai "tipu 34 daya" untuk mengatasi orang Israel. Jadi, penggunaan kata "akal" di Yosua 9:4 LAI TL dan LAI TB seharusnya diterjemahkan dengan kata "tipu daya" untuk mengatasi orang Israel, sebagaimana LAI TB menerjemahkan kata Ibrani hm'r>[' di Keluaran 21:14. Judul perikop Yosua 9 dan LAI TB juga seharusnya "Tipu Daya Orang Gibeon", bukan "Akal Orang Gibeon". Studi kasus 3: Rut Sampai Di Ladang Boas: Kebetulan Atau Pengaturan Tuhan ? Kehidupan Rut setelah ia dan Naomi sampai di Betlehem dikisahkan dalam Rut 2:3 sebagai berikut: LAI TB : "Pergilah ia [Rut], lalu sampai di ladang dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di tanah milik Boas...." LAI TL memakai kata "untung" bagi kata "kebetulan" yang terdapat di LAI TB : "Maka pergilah ia lalu sampai ke bendang, dipungutnya mayang di belakang orang pemotong, maka dengan untungnya didapatnya akan sepotong bendang milik Boaz...." BIS mengikuti pemakaian kata "kebetulan" dari LAI TB : "Maka pergilah Rut ke ladang dan memungut gandum mengikuti para penuai. Kebetulan ia pergi ke ladang milik Boas." NIV : "As it turned out, she found herself working in a field belonging to Boaz." NIV tidak memakai "doktrin kebetulan" dalam Rut 2:3. NKJV : "And she happened to come to the part of the field be longing to Boaz." Yang menjadi fokus perhatian kita pada ayat ini ialah frasa Ibrani h'r<êq.mi rq,YIåw:- "wayyiqer miqreah" yang diterjemahkan menjadi "kebetulan" (LAI TB dan BIS) atau "untung" (LAI TL). Frasa Ibrani h'r<êq.mi dipakai oleh pengarang kitab Samuel untuk menyatakan kepercayaan para imam dan petenung Filistin. Mereka percaya kepada hal-hal yang terjadi secara kebetulan. Misalnya, dua induk lembu 35 yang baru melahirkan dan mau menarik kereta baru berisi tabut ke arah Bet-Semes dianggap sebuah peristiwa kebetulan (1 Sam. 6:9 "...kebetulan saja hal itu terjadi kepada kita" [LAI TB]). Frasa Ibrani "wayyiqer miqreah" melukiskan apa yang terjadi pada diri Rut saat itu, ia berada di ladang milik Boas. Meskipun menurut perkiraan manusia, Rut datang ke ladang Boas kelihatannya seperti sebuah kebetulan, namun sebenarnya langkah Rut dipimpin oleh pengaturan Tuhan. Tuhan campur tangan sepenuhnya atas rencana masa depan Rut. Michael Grisanti mengemukakan arti kata h'r<êq.mi dalam Rut 2:3 dengan tepat, "In fact, the expression constitutes hyperbolic understatement to stress divine, rather than human involvement". Kesimpulannya Rut datang ke ladang Boas bukan terjadi secara kebetulan melainkan pengaturan Tuhan sehingga kelak ia menjadi nenek moyang Juru Selamat melalui pernikahannya dengan Boas. Terjemahan yang tepat untuk Rut 2:3 ialah: "Dan terjadilah padanya (ternyata) ia berada di tanah milik Boas...." Mari kita melihat satu ayat lagi dari kitab Rut di mana kata "kebetulan" dipakai di LAI TB. "Boas telah pergi ke pintu gerbang dan duduk di sana. Kebetulan lewatlah penebus yang disebutkan Boas itu" (Rut 4:1). LAI TL mengganti pemakaian kata "kebetulan" dengan "maka sesungguhnya": "Arakian, maka Boaz pun pergilah ke pintu gerbang, lalu duduklah di sana, maka sesungguhnya penebus yang telah dikatakan Boaz itupun lalu dari sana." Dalam Rut 4:1 kata "kebetulan" dari LAI TB adalah terjemahan dari partikel Ibrani hNEhi "hinneh"," lalu diikuti oleh subyek (Ibrani: laeÛGOh; - Hago'el - "penebus") dan kata kerja partisip (Ibrani: rbe[o - 'ober. "lewat"). Partikel Ibrani "hinneh" biasa dipakai untuk menekankan pentingnya sebuah peristiwa yang terjadi (akan terjadi), setelah kata "hinneh" dipakai. Penulis kitab Rut menekankan pentingnya penebus yang lewat di pintu gerbang di mana Boas duduk. Lewatnya penebus di pintu gerbang menurut penulis kitab Rut bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi merupakan campur tangan atau pengaturan Tuhan. Sintaks "hinneh" + subjek + kata kerja partisip seperti pada Rut 4:1 dipakai juga di Kejadian 24:15 dan diterjemahkan oleh LAI TB dengan tepat: "Sebelum ia (hamba Abraham) selesai berkata, maka (Ibrani: "hinneh") datanglah Ribka...." 36 (dalam bahasa Ibrani: hinneh + Ribka + datanglah). LAI TL memberikan terjemahan TM secara harfiah dengan baik,".....bahwa sesungguhnya keluar Ribkah....". NIV tidak menerjemahkan pemakaian "hinneh" di Kejadian 24:15 "Before he had finished praying, Rebekah came out...". NKJV menerjemahkan "hinneh" dengan kata “behold" :... before he had finished speaking, that behold, Rebekah...came out...". Sebagaimana lewatnya Ribka di depan hamba Abraham bukan suatu kebetulan (Kejadian 24:15), demikian juga lewatnya penebus di pintu gerbang kota Betlehem bukan kebetulan (Rut 4:1). Kesimpulannya, kata "kebetulan" di Rut 4:1 LAI TB sebaiknya diganti dengan "maka/maka sesungguhnya/bahwa sesungguhnya", sehingga kalimatnya akan berbunyi: "Boas telah pergi ke pintu gerbang dan duduk di sana. Maka lewatlah penebus yang disebutkan Boas itu". Studi kasus 4: Haman Dan Anak-Anaknya: Disula Atau Digantung ? Akar kata "sula" (LAI TB) merupakan sebuah Leitwort dalam kitab Ester dan dipakai sembilan kali dalam kitab ini (Ester 2:23; 5:14; 6:4; 7:9,10; 8:7; 9:13,14,25). Terjemahan kata "sula" berasal dari kata Ibrani hl'T'. Kata ini pertama kali dipakai sebagai hukuman terhadap para pengkhianat yang diketahui oleh Mordekhai (2:23). Kemudian dalam peristiwa lain yakni ketika istri Haman mengusulkan agar Mordekhai disulakan (5:14 LAI TB). Ironisnya, justru Haman dan anak-anaknyalah yang disula di atas tiang yang dibuatnya (7:10; 9:25 LAI TB). Orang yang disula ialah seseorang yang dihukum mati pada tongkat yang runcing atau tajam ujungnya.4 Hukuman "sula" hanya dicatat satu kali dalam Alkitab, yaitu terhadap orang yang melanggar perintah raja Darius, "Selanjutnya telah dikeluarkan perintah olehku, supaya setiap orang yang melanggar keputusan Ini salah satu hukuman mati terkejam dan sadis di dunia. Mereka yang bersalah dilucuti pakaiannya lalu ditusuk dengan kayu panjang yang runcing ujungnya, mulai dari dubur, hingga mulut, atau mulai dari kemaluan hingga kepala. Lalu kayu panjang tersebut ditancapkan di atas tanah. Si terhukum itu meregang nyawa dengan cara paling menyakitkan, bahkan beberapa hari kemudian baru meninggal. 4 37 ini, akan dicabut sebatang tiang dari rumahnya, untuk menyulakannya pada ujung tiang itu...." (Ezra 6:11). Pertanyaan kita ialah, apakah benar terjemahan kata "sula" untuk kata Ibrani hl'T'? Akar kata hlt dalam bahasa Ibrani berarti "menggantung (to hang)." Baik NIDOTTE maupun BDB menerjemahkan hlt dengan kata "menggantung". Di luar kitab Ester, kata kerja ini juga dipakai untuk menggantung benda. Umpamanya, orang-orang Israel yang hidup di pembuangan di Babilon menggantung kecapikecapi mereka di pohon-pohon gandarusa (Mazmur 137:2); penduduk Tirus menggantung perisai-perisai mereka di tembok-tembok kota mereka (Yehezkiel 27:10, 11). Kesimpulannya, LAI TL dan BIS memberikan terjemahan yang tepat untuk kata hl'T' dalam kitab Ester, yaitu "menggantung." Jadi LAI TB sepatutnya juga menerjemahkan seluruh kata hl'T' di kitab Ester dengan kata "menggantung." Raja Ahasyweros mengeluarkan undang-undang di Susan untuk menggantung Haman dan anak-anaknja (Ester 9:14, 25). Haman dan anak-anaknya bukan disula, tetapi digantung. Studi kasus 5: Apakah Ayub Seorang Yang Suka Bicara Kotor ? Mari kita melihat dua peristiwa dalam kehidupan Ayub untuk menjawab pertanyaan di atas: 1. Teguran Ayub kepada isterinya sebagai tAlb'N>h; tx;Ûa; - “ahat hannebalot “ di Ayub 2:10 diterjemahkan: LAI TL : "Katamu ini seperti kata perempuan yang sangat gila." LAI TB : "Engkau berbicara seperti perempuan gila." BIS : "Kau bicara seperti orang dungu." NIV : "You are talking like a foolish woman." NKJV : "You speak as one of the foolish women speaks." 38 a. Frasa Ibrani “ahat hanebalot” terdiri dari tx;Ûa -"ahat" (bentuk feminin konstruk) dan tAlb'N>h; - "hannebalot" (Awalan Penentu dan kata sifat feminin plural dari "nabal"). Frasa Ibrani ini sebenarnya mudah untuk diterjemahkan. Terjemahan harfiahnya seperti NKJV "one of the foolish women" atau "seorang dari wanita-wanita bodoh/bebal". b. Kata sifat Ibrani "nabal" (dalam bentuk maskulin tunggal)dipakai di Perjanjian Lama sebanyak 15 kali, sedangkan "hanebalot" (dalam bentuk feminin plural) hanya dipakai satu kali yaitu di Ayub 2:10. BDB menerjemahkan "nabal" dengan pengertian "bodoh atau dungu", yaitu orang yang bodoh bukan secara intelek tetapi secara moral dan etika. c. Kata Ibrani "nabal" dipakai pertama kali di Ulangan 32:6 "Demikianlah engkau mengadakan pembalasan terhadap Tuhan, hai bangsa yang bebal..." (LAI TB). Di kitab Mazmur, kata "nabal" dipakai misalnya di: Mazmur 14:1 "Orang bebal berkata dalam hatinya: 'Tidak ada Allah'" (LAI TB); 39:9 "Lepaskanlah aku dari segala pelanggaranku, jangan jadikan aku celaan orang bebal" (LAI TB); 74:22 "Bangunlah, ya Allah, lakukanlah perjuangan-Mu! Ingatlah akan cela kepadaMu dari pihak orang bebal sepanjang hari" (LAI TB). Agaknya penerjemah LAI TB untuk kitab Mazmur berbeda dengan penerjemah LAI TB untuk kitab Ayub, sedangkan kata "nabal" di kitab Ayub diterjemahkan dengan kata "gila" oleh penerjemah LAI TB. Terjemahan LAI TL lebih menyimpang lagi dari LAI TB. d. Kesimpulannya, terjemahan yang baik untuk Ayub 2:10 ialah"Engkau berbicara seperti perempuan bebal", atau seperti terjemahan BIS, "Engkau seperti perempuan dungu". 39 2. Jawab Ayub kepada Elifas, Bildad dan Zofar - ketiga temannya yang menuduh Ayub sudah berdosa kepada Tuhan - sebagai penghibur 'amal (Ayub 16:2). Perhatikanlah perbandingan terjemahan lm'ä[' – “amal” berikut ini: LAI TL : "maka kamu ini penghibur yang tiada tertahan." LAI TB : "Penghibur sialan kamu semua." BIS : "penghiburanmu hanyalah siksaan" NIV & NKJV : "... miserable comforters are you all..." a. Jawaban Ayub kepada ketiga temannya menurut LAI TL, BIS,NIV dan NKJV tidak sekeras atau sekotor LAI TB. Apakah yang dimaksud dengan kata Ibrani lm'ä[' – “amal” di Ayub 16:2 ? NIDOTTE menjelaskan "'amal" sebagai "trouble, misery, adversity", dan menurut BDB "amal" berarti "trouble, labour, toil". TWOT memberikan 16 macam arti untuk "amal" di mana pada dasarnya "amal" berhubungan dengan "unpleasant factors of work and toil". Kata benda ini dipakai 53 kali di Perjanjian Lama, kebanyakan di kitab Pengkhotbah (22 kali), Mazmur (13 kali) dan Ayub (8 kali). b. Perbandingan terjemahan kedelapan kata "amal" di kitab Ayubmenurut LAI TB ialah: 3:10 "...tidak disembunyikannya kesusahan dari mataku...." 4:8 "...orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga..." 5:6 "...bukan dari tanah tumbuh kesusahan." 5:7 "...melainkan manusia menimbulkan kesusahan dirinya..." 7:3 "...malam-malam penuh kesusahan." 11:16 "...Bahkan engkau akan melupakan kesusahanmu..." 15:35 "Mereka (orang-orang fasik) menghamilkan bencana..." 16:2 "...Penghibur sialan kamu semua." 40 bagi 1) Beberapa contoh terjemahan dari kata "amal" di kitab Mazmur menurut LAI TB ialah: 10:4 "... engkaulah yang melihat kesusahan.." 25:18 "tiliklah...kesukaranku..." 73:5 "... mereka tidak mengalami kesusahan manusia..." 2) Dalam kitab Pengkhotbah,”amal" di LAI TB diterjemahkan dengan "usaha atau jerih payah," contoh: "Aku membenci segala usaha yang kulakukan ..." (2:18); "... aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan..." (2:20); "...tak diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat dibawa dalam tangannya," (5:14). 3) Dari beberapa contoh terjemahan "amal" yang ada di kitab Ayub, Mazmur dan Pengkhotbah, ternyata LAI TB menerjemahkan "'amal" dengan pengertian "kesusahan", "kesukaran", "usaha," "jerih payah". Arti ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh NIDOTTE dan BDB. Tidak ada satu pun pengertian yang berkonotasi kasar atau kotor dalam kata "amal". 4) Kesimpulannya, memang Ayub menegur ketiga temannya yang telah menuduh dia sebagai orang berdosa, tetapi Ayub bukan menegur dengan kata-kata yang kotor atau kasar. Kita perlu mengingat sekali lagi bahwa Ayub tidak membiarkan mulutnya berbuat dosa dengan mengucapkan sumpah serapah (Ayub 2:10; 31:30). Teguran Ayub kepada ketiga temannya ialah: "Penghibur yang menyusahkan kamu semua". 41 Studi kasus 6: Sapan Itu Pelanduk, Kelinci Atau Marmot ? Amsal 30:24-28 mencatat tentang empat binatang kecil di bumi yang sangat bijaksana. Salah satu dari keempat binatang kecil yang sangat bijaksana itu ialah !p'v' - shafan (Amsal 30:26). Perhatikan perbedaan terjemahan !p'v' shafan dalam versi bahasa Indonesia dan Inggris di bawah ini: LAI TL : "Kelinci itu suatu bangsa yang lemah, maka diperbuatkannya juga sarangnya dalam batu gunung." LAI TB : "Pelanduk bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu." BIS : "Pelanduk binatang yang lemah, tetapi membuat rumahnya di bukit batu." NIV : "Coneys are creatures of little power, yet they make their home in the crag." NKJV : "The rock badgers are a feeble folk, yet they make their homes in the crags." Hewan !p'v' - shafan hanya dipakai empat kali di Perjanjian Lama, yaitu di Imamat 11:5; Ulangan 14:7; Mazmur 104:18 dan Amsal 30:26. Mari kita memperhatikan perbandingan terjemahan LAI TL, LAI TB, BIS, NIV dan NKJV untuk hewan !p'v' tersebut: 42 - shafan di keempat bagian Alkitab i. Imamat 11:15 LAI TL : Kelinci NIV LAI TB : pelanduk : coney NKJV ii. BIS : pelanduk BIS : marmot BIS : pelanduk BIS : pelanduk : rock hyrax Ulangan 14:7 LAI TL : kelinci NIV LAI TB : marmot : coney NKJV iii. : rock hyrax Mazmur 104:8 LAI TL : pelanduk NIV : coneys LAI TB : pelanduk NKJV iv. : rock badgers Amsal 30:26 LAI TL : kelinci NIV LAI TB : pelanduk : coneys Istilah !p'v' NKJV dalam bahasa : rockbadgers Ibrani mengacu kepada "coney/rock badger/hyrax". Terjemahan kata Ibrani !p'v' di keempat bagian Alkitab di atas jelas tidak tepat untuk pelanduk. Pelanduk termasuk jenis rusa yang tidak termasuk hewan kecil sebagaimana disebut di Amsal 30:24. Kelinci boleh termasuk hewan kecil, tidak berkuku belah, tetapi kelinci bertelinga panjang. Pengertian !p'v' di NIV dan NKJV, "coney, rock badger, hyrax" mengacu kepada hewan kecil seukuran kelinci tetapi bertelinga pendek dan tidak berkuku belah. Binatang !p'v' memang tidak ada di Indonesia, tetapi "marmot" cukup menjelaskan istilah !p'v'. Gambar yang dicantumkan dalam BIS halaman 156 untuk menjelaskan !p'v' menerjemahkan di Imamat 11:5 sudah tepat, yaitu "marmot." Sayangnya BIS !p'v' di Imamat 11:5; Mazmur 105:18 dan Amsal 30:26 dengan "pelanduk". Terjemahan "pelanduk" dari BIS di Imamat 11:5 tidak cocok dengan gambar yang ada. Kesimpulannya, !p'v' pada Imamat 11:5; Ulangan 14:7; Mazmur 104:18 dan Amsal 30:26 dapat diterjemahkan dengan "marmot". 43 Studi kasus 7: Apakah Ada Sebutan Nama Tuhan Dalam Kitab Kidung Agung ? Kidung Agung 8:6b merupakan ayat yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini. Mari kita perhatikan perbandingan beberapa terjemahan dari ayat ini di mana kecemburuan dilambangkan seperti hy")t.b,h,l.v; - "shalhevetya": LAI TL:"....nyalanya seperti nyala api, seperti halilintar Tuhan." LAI TB:"....nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api Tuhan." BIS :"Nyalanya seperti nyala api yang berkobar dengan dahsyat." NIV :"It burns like blazing fire, like a mighty flame." NKJV :"Its flames are flames of fire, a most vehement flame." Dari perbandingan terjemahan di atas, ternyata terjemahan LAI TL dan LAI TB memasukkan nama Tuhan (LAI TL)/TUHAN (LAI TB), sedangkan terjemahan BIS, NIV dan NKJV tidak memasukkan nama Tuhan. Mengapa dapat terjadi perbedaan seperti demikian ? Hal ini disebabkan karena perbedaan dalam menerjemahkan suku kata -ya di akhir kata "shalhevetya". Akhiran -ya dalam bahasa Ibrani dapat diterjemahkan sebagai kependekan dari nama Yahweh, nama dari TUHAN Perjanjian. Misalnya: (i) Azarya berarti: "Tuhan sudah menolong"; (ii) Yesaya berarti: "Tuhan sudah menyelamatkan". Ternyata LAI TL dan LAI TB menerjemahkan suku kata -ya dari "shalhevetya" dengan arti "Tuhan". Tetapi perlu diketahui bahwa akhiran ya dalam bahasa Ibrani juga dapat diterjemahkan untuk pengertian superlatif. Misalnya, frasa Ibrani hy"l+ .PeÞa.m; #r<a,î - "erets mapelya" dalam Yeremia 2:31 diterjemahkan oleh LAI TL, LAI TB dan BIS dengan pengertian superlatif: "...Sudahkah Aku menjadi padang gurun bagi Israel atau tanah yang gelap gulita?" (LAI TB) "...Adakah pernah Aku bagi orang Israel seperti padang tekukur atau seperti tanah yang gelap gulita?" (LAI TL) "...Pernahkah Aku seperti padang gurun bagimu atau seperti tanah yang gelap gulita?" 44 NIV juga memberikan pengertian superlatif untuk frasa Ibrani ini: "Have I been a desert to Israel or land of great darkness?" Frasa "tanah gelap" sebenarnya sudah cukup menjelaskan bahwa tanah itu gelap. Dengan memakai kata majemuk "gelap gulita" berarti bahwa tanah itu amat gelap. Dari penjelasan di atas ternyata kita melihat bahwa: (i) Suku kata terakhir ya tidak selalu harus diterjemahkan untuk kependekan dari nama Tuhan; (ii) Suku kata terakhir -ya dapat diterjemahkan dengan pengertian superlatif. Jadi, kata "shalhevetya" di Kidung Agung 8:6 dapat diterjemahkan dengan pengertian superlatif. Pengertian kedua ini juga mempunyai dukungan dari isi kitab ini. Dalam kitab Kidung Agung tidak ada ajaran tentang doa, persembahan, ibadah, pengakuan dosa atau pertobatan. Pokok utama kitab ini ialah tentang kasih di antara seorang wanita dengan seorang pria. Kesimpulannya, terjemahan dengan pengertian superlatif untuk kata Ibrani "shalhevetya" di Kidung 8:6b ialah: "nyalanya seperti nyala api yang dahsyat". Bandingkan NIV: "It burns like blazing fire, like a mighty flame". Bandingkan NKJV: "It flames are flames of fire." 45 Beberapa Ayat Perjanjian Baru Yang Perlu Dikoreksi Terjemahannya Studi kasus 1: Zakheus Memanjat Pohon Ara Atau Pohon Ara Hutan ? Versi-versi Alkitab untuk Lukas 19:4 memberikan jawab yang berbeda: LAI TL : "Maka berlarilah ia dahulu, lalu memanjat sepohon ara hendak melihat Yesus..." LAI TB : "Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat, pohon ara untuk melihat Yesus..." BIS : "Jadi ia berlari mendahului orang-orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus.." NIV : "So he ran ahead and climbed a sycamore fig tree (pohon ara hutan) to see him..." NKJV : "So he ran ahead and climbed up into a sycamore tree (pohon ara hutan) to see Him..." LAI TL dan LAI TB memberitahukan jenis pohon yang dipanjat oleh Zakheus yaitu pohon ara. BIS tidak memberitahukan jenis pohon yang dipanjat oleh Zakheus, BIS hanya menyebut Zakheus memanjat sebatang pohon. Yang menarik perhatian kita ialah meskipun BIS tidak menyebut jenis pohon yang dipanjat oleh Zakheus dalam ayat 4, tetapi BIS (h. 153) memberikan gambar setangkai pohon ara yang berbuah tetapi tanpa penjelasan untuk gambar yang dipakai tersebut. Versi bahasa Inggris, NIV dan NKJV mencatat Zakheus memanjat sycamore tree (pohon ara hutan). Sebelum kita mengambil kesimpulan tentang pohon ara yang dipanjat Zakeus, mari kita lebih dahulu memeriksa catatan Lukas tentang jenis pohon ara dalam Injilnya. Lukas membedakan dua macam pohon ara: 1. Pohon ara (fig tree; Yunani: suke; Latin: Ficus carica; Ibrani: te'ena). Jenis ponon ara ini yang dikutuk oleh Yesus (Lukas 13:6,7; lihat juga 21:29). 2. Pohon ara hutan (sycamore tree; Yunani: sukomorea; Latin: Ficus sycomorus; Ibrani: siqma). 46 Jenis pohon ara yang dicatat di Lukas 19:4 ialah sukomorea atau pohon ara hutan. Dalam Perjanjian Baru sebutan pohon ara hutan hanya disebut satu kali, yaitu di Lukas 19:4. Di Perjanjian Lama, pohon ara hutan dicatat sebanyak tujuh kali. Perbedaan istilah pohon ara dengan pohon ara hutan dapat kita ketahui dengan membandingkan Amos 4:9 dengan 7:14. LAI TB di kedua bagian kitab Amos ini dengan jelas membedakan pohon ara dengan pohon ara hutan: 3. Amos 4:9 "... pohon-pohon ara (Ibrani: te'enim [jamak]; NIV: fig tree) dan pohon-pohon zaitunmu dimakan habis oleh belalang..." BIS memberikan terjemahan yang serupa dengan LAI TB: "pohon-pohon ara dan pohon-pohon zaitunmu telah habis dimakan belalang". 4. Amos 7:14 mencatat bahwa Amos adalah pemungut buah ara hutan (Ibrani: siqma; NIV: sycamore-fig tree). Di Amos 7:14 BIS hanya mencatat: "...aku pemetik buah ara." Apa sebenarnya perbedaan antara pohon ara (fig tree) dengan pohon ara hutan (sycamore tree) ? Pohon ara adalah pohon yang rimbun dan tingginya lebih kurang 5 meter. Di Perjanjian Lama, pohon ara (Ibrani: te'ena) dicatat sebanyak 37 kali. Dalam Alkitab pohon ini disebut untuk pertama kalinya dalam Kejadian 3 ketika Adam dan Hawa makan buah pengetahuan baik dan jahat, "maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat" (Kejadian 3:7). Di dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus melihat Natanael yang berteduh di bawah pohon ara dan berkata kepadanya: "Sebelum Filipus memanggil engkau, aku telah melihat engkau di bawah pohon ara" (Yohanes 1:48). Pohon ara hutan juga rimbun, tetapi lebih tinggi dari pohon ara. Pohon ara hutan dapat mencapai ketinggian sampai lebih kurang 10 meter. Jadi, pohon ara hutan hampir dua kali lebih tinggi dari pohon ara biasa. Kelebihan pohon ara hutan dari pohon ara ialah kayu pohon ara hutan lebih keras dari pohon ara sehingga dapat dipakai untuk membuat perabot rumah. Sedangkan kelebihan pohon ara dari pohon ara hutan ialah buahnya lebih manis daripada pohon ara hutan. Yang selalu kita ingat adalah bila Alkitab 47 memberikan istilah yang spesifik tentang sesuatu hal, jangan kita berikan arti yang general. Sebaliknya, kalau Alkitab memakai istilah general jangan kita berikan arti yang spesifik. Kesimpulannya, sebagaimana TM, NIV dan NKJV membedakan antara fig tree dan sycamore tree, maka kita juga harus membedakan antara pohon ara dengan pohon ara hutan. Zakheus memanjat pohon ara hutan, bukan pohon ara biasa. Ia harus bersusah payah memanjat pohon ara hutan untuk melihat Yesus. Pertobatannya tidak mudah. Ia berani bayar harga. Studi kasus 2: Markus: kemenakan atau saudara sepupu Barnabas ? LAI TL, LAI TB dan BIS memberikan catatan berbeda tentang hubungan keluarga antara Markus dengan Barnabas (Kolose 4:10). LAI TL : "... Markus yang sepupu dengan Barnabas..." LAI TB : "Markus, kemenakan Barnabas..." BIS : "Markus, saudara sepupu Barnabas..." NIV & NKJV : "...Mark the cousin of Barnabas..." Dari perbandingan di atas ternyata LAI TB berdiri sendiri dengan memberikan data bahwa Markus adalah kemenakan Barnabas. Data dari LAI TL, BIS, NIV dan NKJV sama, yaitu Markus adalah saudara sepupu Barnabas. Kalau kita menyampaikan firman dari Kolose 4:10 hanya bersandar pada LAI TB, maka kita akan memberitakan bahwa Markus adalah kemenakan Barnabas. Manakah yang lebih tepat, kemenakan atau sepupu Barnabaskah Markus itu sebenarnya ? Untuk mengetahui jawabnya, mari kita melakukan pekerjaan rumah dengan melihat kata Yunani avneyio.j (anepsios) yang dipakai di Kolose 4:10. Menurut Arndt-Gingrich dan Rienecker, kata Yunani anveyio.j berarti cousin (sepupu) bukan nephew (kemenakan). Contoh hubungan saudara sepupu lain di Alkitab ialah antara Mordekhai dengan Ester, hanya saja Mordekhai mengangkat Ester sebagai anak (Ester 2:15). Jadi, Markus adalah sepupu dan bukan kemenakan Barnabas. LAI TL meskipun "lebih tua" dari LAI TB, tetapi memberi 48 terjemahan lebih tepat. Memang perbedaan terjemahan kemenakan dengan sepupu tidak mempengaruhi doktrin keselamatan, tetapi alangkah baiknya bila hamba Tuhan memakai terjemahan yang tepat sehingga berita yang disampaikan juga benar. 2. Kamus (Lexicon & Dictionaries) a. Kamus Bahasa Indonesia Dan Inggris. Baik Kamus bahasa Indonesia-Inggris maupun Inggris-Indonesia diperlukan untuk mencari definisi kata yang benar. b. Kamus Bahasa Ibrani/Yunani. Juga sangat diperlukan Kamus Bahasa Alkitab (Leksikon) Ibrani/Yunani untuk mencari arti dan penjelasan dalam bahasa aslinya. Untuk itu perlu dilengkapi juga dengan Buku Tata Bahasa Ibrani danYunani untuk mereka yang mempelajari kedua bahasa tersebut. c. Kamus Idiom Ibrani/Yunani. Ada idiom-idiom yang sulit kita ketahui artinya sehingga perlu bantuan dari alat-alat ini. d. Kamus Alkitab. Sangat berguna untuk mendapatkan penjelasan sehubungan dengan istilah-istilah teologis, nama-nama tempat, orang dan binatang/tumbuh-tumbuhan. 1) Kamus Alkitab, diterbitkan oleh Nusa Indah. 2) Kamus Alkitab, diterbitkan oleh YPI Immanuel. 3) Kamus Istilah Teologia, diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia. 4) Unger's Bible Dictionary, diterbitkan oleh Moody Press. 5) New Bible Dictionary, diterbitkan oleh Eerdmans Publishing Company. 49 3. Konkordansi Konkordani berisi daftar kata-kata yang ada dalam Alkitab yang dilengkapi dengan alamat ayat-ayat di mana kata-kata tersebut berada dalam Alkitab. Sangat berguna untuk mencari ayat atau padanan ayat yang tidak kita ketahui alamatnya. Beberapa Konkordansi yang bisa kita gunakan: a. Konkordansi Alkitab. Konkordansi ini dalam bahasa Indonesia, dikerjakan oleh Dr. D.F. Walker, diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia dan Kanisius. b. Strong's Exhaustive Concordance of the Bible. Konkordansi ini telah menjadi referensi standar pemahaman Alkitab selama beberapa dekade. Daftar kata-kata yang disusun menurut abjad (teks King James Version) menawarkan referensi silang yang sangat menolong. Adanya kamus singkat bahasa Yunani dan Ibrani menambah manfaat buku ini. c. Young's Analytical Concordance to the Bible d. Cruden's Complete Concordance 4. Atlas & Arkeologi Atlas menunjukkan gambaran (peta) tempat-tempat dalam Alkitab pada jaman Alkitab. Di dalamnya ditunjukkan juga perkiraan ukuran jarak tempat-tempat dan hubungan tempat-tempat itu sesuai dengan sejarah peristiwanya dalam Alkitab. a. Atlas Alkitab Masa Kini, diterbitkan oleh SAAT. b. Atlas Alkitab, diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia. c. Peta Alkitab, diterbitkan oleh SAAT. d. Atlas of Bible Lands, diterbitkan oleh Hammond, Inc. e. Bakers's Bible Atlas, diterbitkan oleh Baker Book House. f. The Moody Atlas of Bible Lands, diterbitkan oleh Moody Press. Sementara itu, Arkeologi berguna untuk mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data 50 bendawi yang ditinggalkan. Sering kali temuan para arkeolog turut menambah pemahaman akan kehidupan pada zaman Alkitab dan bahasa asli yang digunakan untuk menulis Alkitab. IV.2 Perlengkapan Subyektif 1. Ensiklopedia Alkitab Buku yang menyusun topik-topik dalam Alkitab sedemikian rupa (sesuai dengan abjad) sehingga mempermudah pencarian ayat-ayat yang membicarakan topik yang sama. a. Ensiklopedia Alkitab Praktis, diterbitkan oleh Lembaga Literatur Baptis. b. Ensiklopedi Perjanjian Baru, diterbitkan oleh Kanisius. c. The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible. Ensiklopedia ini sebanyak 5 volume, diterbitkan oleh Zondervan Publishing House. d. Wycliffe Bible Encyclopedia. Ensiklopedia ini sebanyak 2 volume, diterbitkan oleh Moody Press. 2. Bible Studies, Word Studies Untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas tentang arti kata, sejarah dan konteks linguistik dalam Alkitab. a. An Expository Dictionary of Biblical Words, karya W.E. Vine, diterbitkan oleh Revell. b. Theological Wordbook of the Old Testament (2 vol.), diterbitkan oleh Moody Press. c. Dictionary of New Testament Theology (3 vol.), diterbitkan oleh Zondervan Publishing House 3. Buku-buku Komentar/Tafsir Alkitab (Commentaries). Buku-buku Tafsiran Alkitab berisi hasil tafsiran oleh para ahli teologi. Penting diingat bahwa tidak semua buku-buku Tafsiran baik. Pilihlah buku-buku tafsiran yang baik dan sudah diterima oleh gerejagereja secara umum. Buku-buku tafsiran adalah alat yang penting tapi 51 pemakaiannya adalah yang terakhir, khususnya ketika kita mengalami kesulitan menemukan pengertian isi ayat tertentu atau untuk memeriksa/mencocokkan/ membandingkan hasil tafsiran yang kita kerjakan. a. Tafsiran Alkitab Masa Kini (3 jilid), diterbitkan oleh Yayasan Komunikasi Bina Kasih. b. Tafsiran Alkitab, diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia. c. The Wycliffe Bible Commentary, diterbitkan oleh Moody Press. Eksposisi ringkas ini menyajikan informasi latar belakang, garis besar dan tafsiran. d. The Bible Knowledge Commentary (2 vol.), diterbitkan oleh Victor Books. Ditulis oleh staf Dallas Theological Seminary, merupakan kombinasi dari pengajaran yang tajam dan jelas. Catatan: Dengan perkembangan IPTEK sekarang ini, semua perlengkapan tersebut di atas dapat ditemukan dalam bentuk program aplikasi seperti Bibleworks, Logos, Quick Verse, Sabda, dan Alkitab. Alat-alat menafsir di atas sangat berguna untuk membantu pekerjaan penafsir, tetapi alat-alat tersebut tidak akan dapat menggantikan pekerjaan dan tanggung jawab penafsir. Penafsir adalah subjek (pribadi) yang harus mengerjakannya. Alat-alat yang lengkap dan baik belum cukup menjamin hasil penafsiran yang baik. Kesungguhan penafsir untuk bergantung kepada Roh Kudus, sebagai Iluminator, dan kemampuan yang cukup dari penafsir sangat menentukan keberhasilan pekerjaan menafsir. Tetapi alat-alat yang lengkap akan memungkinkan hasil tersebut maksimal dan akurat. 52 BAB V PRINSIP DAN METODE UMUM HERMENEUTIKA Prinsip-prinsip Hermeneutika dibagi menjadi Prinsip Umum dan Prinsip Khusus. Prinsip Umum adalah aturan-aturan yang dapat dipakai untuk menafsirkan segala macam bentuk sastra dalam Alkitab. Dalam Prinsip Umum ini tercakup di dalamnya adalah: V.1 Prinsip Filsafati (Literal & Konteks) 1. Prinsip Literal a. Studi Kata 1) Etimologi (asal-usul kata): memahami kata dengan cara bagaimana kata tersebut dibentuk (misalnya prefiks & sufiks, akar kata, asal-mulanya, perkembangannya & pemakaiannya sekarang). 2) Studi Komparatif Kata-kata: menemukan makna dari sebuah kata dengan membandingkan bagaimana kata itu dipergunakan di seluruh Alkitab dengan menggunakan konkordansi Ibrani atau Yunani (misalnya kata-kata: jiwa, roh ), studi tentang sinonim (misalnya Matius 20:21 dibandingkan dengan Markus 10:37, Matius 18:9 bandingkan dengan Markus 9:47). 3) Studi Kultural Kata-kata: studi pemakaian kata-kata dalam suatu waktu khusus dan di dalam budaya mereka, dan makna signifikal di dalam konteks budaya tersebut. 53 Studi kasus 1: Sebagai contoh di dalam Yohanes 2:15 tertulis bahwa Yesus membuat cambuk dan mengusir penukar-penukar uang dari Bait Suci. Orang Yahudi tidak menyukai perbuatan Yesus itu dan berdebat dengan Yesus. Yesus menjawab mereka "Rombak 'Bait Allah' ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali". Ayat 21 mengatakan, "tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan 'Bait Allah' ialah tubuh-Nya sendiri". Di sini Yesus memberitakan arti perkataan 'Bait Allah'. Studi kasus 2: Contoh lain: rasul Paulus menafsirkan/menjelaskan arti dari kata "aku" di dalam kesaksian mengenai kesusahan-kesusahan yang ia alami. "Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik" (Roma 7:18). Kata "aku" dapat berarti kehendak, intelek, manusia rohani, atau manusia jasmani. Ataupun kata tersebut dapat berarti kepribadian seseorang secara keseluruhan. Paulus membatasi arti kata itu di dalam ayat tersebut dan menjelaskan kepada para pembaca arti yang dimaksudkannya. Petunjuk Mempelajari Kata: a) Satu kata bisa mempunyai beberapa arti yang berbeda. b) Kata-kata yang berbeda bisa mempunyai arti yang sama. c) Selidiki hanya kata-kata yang penting, yang memiliki arti teologis, khususnya yang sering diulang-ulang. d) Pelajari kata-kata penting tersebut dalam konteksnya. e) Gunakan konkordansi atau referensi silang untuk mencari padanan arti. 54 f) Arti kata bisa berubah setelah melewati jangka waktu tertentu. g) Alkitab kadang menggunakan kata-kata/terminologi yang mempunyai arti yang berbeda dengan penggunaan umum. h) Arti kata tersebut dalam bahasa Ibrani/Yunani kadang berbeda dengan bahasa Indonesia. b. Studi Gramatikal 1) Setiap kata dalam kalimat tidak berdiri sendiri. Kata yang disusun bersama-sama memberi kombinasi arti yang membangun alur pikiran. Arti dari kata itu sering ditentukan dari hubungannya dengan kata-kata yang lain dalam kalimat. Tata Bahasa sendiri tidak memperlihatkan arti sesungguhnya dari kata itu, tapi memperlihatkan kemungkinan arti lain yang terdapat dalam kata (kalimat) itu. Tata Bahasa terdiri dari beberapa unsur penting, misalnya: subyek, obyek, kata kerja, kata keterangan waktu/tempat/cara, kata ganti dan kata sambung. Masing-masing unsur ini akan memberikan bentukan kata dan hubungan kata dalam kalimat. 2) Tropus Tropus adalah bentuk-bentuk percakapan di mana sebuah kata atau ekspresi dipergunakan di dalam suatu makna yang berbeda dari apa yang sebenarnya dimilikinya (bahasa kiasan yang pendek). Hal ini ditemukan pada hubungan persamaan atau hubungan tertentu. a) Simile: bahasa kiasan yang membandingkan dua obyek dengan memakai kata-kata “seperti”, “bagaikan”. Biasanya Simile hanya memperbandingkan persamaan dua obyek tersebut. Simile ini banyak ditemukan di Perjanjian Lama, sedangkan di Perjanjian Baru banyak ditemukan di Surat55 surat Paulus, dan terutama di Kitab Wahyu. Misalnya: Mazmur 7:2-3, 42:2, Hosea 14:6. b) Metafora: bahasa kiasan yang di dalamnya pengertian sebuah kata dipindahkan kepada kata lain. Metafora memberikan perbandingan secara langsung dua obyek dengan tujuan yang jelas. Contoh: Mazmur 18:2, 23:1, Lukas 13:32. Ada dua macam Metafora yang dipakai di dalam Alkitab untuk menggambarkan Allah, yakni: - Anthropopathisme: perasaan, kegemaran dan keinginan manusia dipakai untuk melukiskan Allah. Misalnya: Kejadian 6:6, Ulangan 13:17, Epesus 4:30, Ibrani 10:31. - Anthropomorphisme: bentuk/organ manusia dan segala aktivitas fisik dipakai untuk melukiskan Alllah. Misalnya: Keluaran 15:3,16, Mazmur 34:16, Yakobus 5:4. c) Metonimi: bahasa kiasan yang menghubungkan satu hal dengan hal lain, sebab keduanya sering diasosiasikan, atau yang satu dapat menunjuk yang lain. Misalnya: Kejadian 42:38 - kata “ubanan” menunjuk umur Yakub yang lanjut. Roma 3:30 - katakata “orang-orang bersunat” dan “orangorang tak bersunat” masing-masing menunjuk kepada orang Yahudi dan orang non Yahudi. d) Sinekdok: bahasa kiasan yang mengasosiasikan dua obyek, yang sebenarnya mempunyai hubungan “bagian” dengan“keseluruhan”, atau sebaliknya. Dalam percakapan sehari-hari kita seringkali temukan pemakaian gaya bahasa ini (Penduduk Indonesia sekarang ini sudah mencapai sekitar 200 juta jiwa; dalam perebutan piala Thomas Cup, Indonesia dikalahkan oleh Cina). Di dalam Alkitab, misalnya: Hakimhakim 12:7, Daniel 12:2, Kisah Para Rasul 27:37. 56 e) Personifikasi: bahasa kiasan yang memberikan gambaran yang bersifat mempribadikan atas sesuatu hal. Paling banyak ditemukan dalam kitab atau bagian kitab syair dalam Alkitab. Misalnya: Mazmur 98:8. f) Apostrofi: bahasa kiasan yang dipakai dalam suatu seruan, yang ditujukan kepada suatu obyek dan sekaligus mempribadikannya. Biasanya obyek yang menerima seruan itu, tidak hadir di depan pembicara atau hanya berada di dalam imajinasinya. Nabi-nabi di Perjanjian Lama sering memakai bahasa kiasan ini. Misalnya: Yesaya 54:1. g) Hiperbola: bahasa kiasan yang dengan sengaja membesarbesarkan sesuatu demi penegasan (menekankan suatu arti). Misalnya: Mazmur 119:136, Yohanes 21:25, 1 Korintus 13:1. h) Ironi: bahasa kiasan yang menyampaikan arti yang sebaliknya, dengan demikian diharapkan dapat memberikan penegasan. Misalnya: 2 Samuel 6:20, 1 Raja-raja 22:15, 1 Korintus 4:8. i) Eufemisme: bahasa kiasan yang menghubungkan suatu kata/ungkapan dengan kata/ungkapan yang walaupun tidak begitu berhubungan langsung, namun dianggap lebih halus/sopan. Misalnya: Imamat 18:6 - “menghampiri” & “menyingkapkan auratnya” dipakai untuk menggantikan istilah yang kurang enak diucapkan. Kisah Para Rasul 1:25 “telah jatuh ke tempat yang wajar baginya” menggantikan sebutan langsung tentang kematian Yudas. j) Interogasi: pertanyaan retoris yang tidak perlu dijawab, tetapi maksud atau jawabannya sudah jelas. Misalnya: Mazmur 8:5, Yeremia 32:27, Matius 7:16. 57 Bagaimanakah kita dapat menentukan pengertian figuratif atau literal dari sebuah kata untuk menghindari kesalah-pahaman sebagaimana pernah dialami oleh orang-orang Yahudi (Yohanes 6:52) ? - Ketika bahasa kiasan (figuratif) adalah kemustahilan apriori, sebagaimana terdapat di dalam peraturan-peraturan, dokumen resmi, tulisan-tulisan historis, dan pengakuan iman. - Ketika penafsiran literal mengakibatkan kontradiksi yang nyata atau absurditas (kemustahilan). - Ketika Konteks Dekat tidak membenarkan/menjamin pemahaman yang demikian. Prinsip-prinsip Penafsiran Bahasa Figuratif di Dalam Alkitab: - Menentukan bagian Alkitab yang akan ditafsir adalah bahasa kiasanatau bukan, dengan menyelidiki konteksnya berkalikali. - Jangan membiarkan imajinasi pribadi penafsir menjadi patokandalam menafsir bahasa kiasan. Penafsir Alkitab dianjurkan menyelidiki dengan seksama latar belakang penulis/pembicara bahasa kiasan tersebut. - Sebelum seorang penafsir menafsir arti dari suatu bagian yangbersifat kiasan, ia terlebih dahulu harus mengerti arti harfiah dari bagian tersebut. Misalnya: Yohanes 10:7 - arti “pintu” perlu diselidiki dari segi konteks, latar belakang waktu itu, dan sebagainya (konsep tentang pintu dikuasai terlebih dahulu dengan baik). - Menentukan bagian Alkitab yang akan ditafsir itu termasuk bahasakiasan jenis apa, di mana kiasan itu didasarkan, dari mana kiasan itu dipinjam (kebiasaan atau obyek-obyek umum). 58 Studi kasus : Misalnya: Mazmur 51:9, 92:12. Cobalah temukan titik perbandingan tanpa menempatkan terlalu banyak detailnya. Misalnya kata “keberhakkan” di Roma 8:17 tidak perlu dipahami bahwa Sang Bapa telah wafat. Semua penafsiran gramatikal perlu mengambil pertimbangan kemungkinan adanya bagian-bagian yang paralel atau penunjukan silang. Prinsip pemahaman bahwa apa yang dinyatakan di bagian yang satu dapat melukiskan apa yang dinyatakan di bagian lain dari Alkitab. 2. Prinsip Konteks Kata “Konteks” berasal dari dua kata bahasa Latin: Con yang berarti “bersama-sama/menjadi satu” dan Textus yang berarti “tersusun”.5 Dengan demikian, kata “konteks” secara umum diartikan sebagai hubungan pikiran yang menyatukan sebagian (konteks dekat) atau keseluruhan tulisan (konteks jauh). Sehubungan dengan Alkitab, konteks diartikan sebagai hubungan pikiran yang menyatukan bagian Alkitab yang akan ditafsir dengan perikop tertentu, atau satu pasal tertentu, atau satu kitab tertentu, atau bahkan keseluruhan Alkitab. Biasanya Prinsip Konteks dapat dibagi dalam lima (5) bagian, yakni: a. Konteks Pertama (Corpus Context) dari sebuah ayat adalah Alkitab secara keseluruhan. “Scriptura Scripturae Interpres” (Alkitab Menafsirkan Alkitab). Konteks dari setiap ayat adalah seluruh Alkitab. Tidak boleh ayat ditafsirkan lepas di luar Alkitab. Spiral/Lingkaran Hermeneutik: “seseorang hanya dapat memahami bagian yang khusus bila ia mengetahui apa yang Alkitab secara keseluruhan ajarkan; namun ia hanya dapat mengetahui apa yang Kaiser, Walter C.,Jr., Toward an Exegetical Theology, Grand Rapids: Baker Book House, 1981, p. 71. 5 59 Alkitab secara keseluruhan ajarkan dengan mengetahui makna bagian-bagiannya. b. Konteks Kedua (Canonical Context) dari suatu bagian/perikop adalah Perjanjian di mana ia termasuk di dalamnya, Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru. Seseorang harus datang kepada Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru dengan proper mid set, yang menghubungkan pokok, susunan, konfigurasi historis yang khusus, dan tempat di dalam perkembangan revelasi ilahi, pada Perjanjian itu. c. Konteks Ketiga (Book Context) dari suatu bagian/perikop adalah kitab khusus di mana bagian/perikop itu terdapat. Misalnya penafsiran Wahyu harus dipahami sejarah kesyahidan & teologi kesyahidan dari Gereja mulamula, agar seseorang tidak mengambil kitab Wahyu sebagai spekulasi profetik. d. Konteks Keempat (Immediate Context) dari suatu bagian/perikop adalah ayat/ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat/ayat-ayat yang akan ditafsir. Konteks Segera/Dekat ini harus disinkronkan dengan Konteks Buku Konteks Kanon - Konteks Corpus - Konteks Komunitas. e. Konteks Kelima (Community Context) adalah Gereja Tuhan, di mana berita Firman Allah itu dialamatkan. Dengan demikian, dapatlah dinyatakan bahwa: - Konteks ayat adalah perikop; - Konteks perikop adalah Kitab (buku); - Konteks kitab adalah Kitab Perjanjian; - Konteks Kitab Perjanjian adalah seluruh Alkitab; 60 Petunjuk mempelajari konteks: - Bacalah keseluruhan perikop (atau pasal) yang menjadi konteks ayat yang andapelajari. - Selidiki keseluruhan data dan pelajari kaitan-kaitannya. - Carilah informasi latar belakang dari nama/tempat/peristiwa yang sedangdipelajari dengan menggunakan Kamus Alkitab. - Gunakan Referensi Silang untuk membandingkan jika peristiwa/kisah yangsedang dipelajari juga dicatat dalam kitab yang lain (memiliki kisah paralel) Contoh Pemakaian Prinsip Konteks: Studi kasus 1: Kemungkinan besar kita sudah menghafal beberapa ayat tanpa kesadaran bahwa ayat itu hanya sebagian dari suatu kalimat atau paragraf yang lebih besar, misalnya; Roma 3:23. Sebenarnya artinya yang lengkap tidak dapat dimengerti tanpa membaca ayat seluruhnya. Apa lagi, mungkin kita pernah menghafal satu janji dari Tuhan tanpa melihat bahwa di dalam ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya ada syarat yang mengikuti janji itu seperti di kitab Yesaya 58:11 "TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering ...". Tetapi perhatikan di dalam ayat ke-9 dan ke-10 bahwa "apabila engkau..." dipakai dua kali. Sering satu perkataan berbeda artinya dalam beberapa bagian Alkitab. Kata "Iman" bisa dipakai sebagai contoh. Di dalam Galatia 1:23 Paulus menulis, "ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan 'iman', yang pernah hendak dibinasakannya". Di sini "Iman" berarti doktrin Alkitab. Di dalam surat Roma Paulus menulis, "Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan 'iman'" (Roma 14:23). Menurut konteksnya, iman di sini berarti - keyakinan bahwa Tuhan menghendaki demikian. Dalam nasehat Paulus kepada Timotius (5:11-12) tertulis, "memungkiri kesetiaan mereka yang semula 61 kepadanya". Dalam terjemahan lain kesetiaan disebutkan sebagai 'iman', yang berarti - satu niat atau janji kepada Tuhan. Studi kasus 2: Contoh lainnya adalah pemakaian istilah "Darah". Khotbah Paulus di Atena dalam Kisah Para Rasul 17:24-26 mengatakan bahwa "dari satu orang" yang dalam terjemahan lain dikatakan "satu darah". Dalam Efesus 1:7, "Darah" mempunyai arti penebusan Kristus untuk kita. Dalam Ibrani 9:7 "Darah" mempunyai arti cairan dalam nadi darah binatang. Jadi, konteksnya sangat mempengaruhi artinya bagi setiap perkataan. V.2 Prinsip Sejarah & Latar Belakang 1. Pengantar Dengan mengetahui sejarah dan latar belakang situasi jaman itu diharapkan penafsir pasca-modern dapat mengerti maksud sesungguhnya dari penulis Alkitab. Hal ini sangat penting agar penafsir tidak membawa masuk maksudnya ke dalam Alkitab karena bisa saja suatu kebiasaan pada jaman itu berbeda maknanya dengan jaman sekarang. Demikian juga dalam menyelidiki latar belakang harus memperhatikan unsur geografis, unsur waktu, unsur agama, unsur politik dan ekonomi, unsur kebudayaan dan kebiasaan. Dengan menyelidiki hal-hal tersebut kita akan dapat memahami tujuan dan maksud penulis dalam penulisan kitabnya. Penggolongan kitabkitab, jenis dan gaya sastra, bagian-bagian teks bersifat kiasan, metafora, dan bentuk-bentuk tulisan asli lainnya yang berhubungan dengan budaya setempat pada penulisan Alkitab, harus dikenal dan didapati keasliannya. Penafsiran Alkitab tidak bisa lepas dari bentuk sastra dan konteks pada masa itu, sebelum kita menerapkannya pada masa kini. 2. Asumsi-asumsi Dasar Untuk Prinsip Sejarah & Latar Belakang a. Kondisi Historis dari Firman Allah: Firman Allah dimulai di dalam sejarahdan hanya dapat dipahami di dalam terang sejarah. 62 b. Kondisi Historis dari Bahasa Manusia: Bahasa mengambil bentuk, danhanya dapat dipahami di dalam konteks sejarah. c. Dunia dan sudut pandang dari Penulis secara alami mewarnai tulisantulisannya yang adalah produk di bawah kondisi waktu, tempat, dan lingkungan. 3. Tuntutan Sejarah & Latar Belakang Bagi Penafsir a. Mencari tahu latar belakang historis dari si Penulis Alkitab. b. Menyusun kembali dari data sejarah, dan dengan bantuan hipotesa sejarah,lingkungan di mana tulisan-tulisan itu berasal. c. Mempertimbangkan pengaruh-pengaruh yang beragam yang menentukankarakter dari suatu tulisan. d. Usahakan untuk memindahkan diri sendiri secara mental ke dalam budaya& kondisi di mana tulisan itu mengambil tempat, untuk menghindari diri mendengar gagasannya sendiri di dalam kerangka mentalnya. e. Mengenal dengan baik lingkungan sosial, geografis, waktu, politik danekonomi, kebudayaan & kebiasaan, dan religius dari si penulis Alkitab. 4. Analisa Eksegetikal Di Dalam Prinsip Sejarah & Latar Belakang a. Tentukan siapa penulisnya : 1) Mengenali kehidupan si penulis 2) Memahami pemikiranpenulis & cara ia berpikir. b. Dapat membedakan antara si penulis & si pembicara (khususnya di dalamkitab-kitab Injil): 1) Narasi historis & catatan sejarah. 2) Kutipan langsung & penjelasan oleh penulis. Misalnya: Yohanes 3:16-21 adalah kesaksian tentang Yesus (bukan perkataan Yesus). Lihat juga Hosea 9:9-10, Zakharia 12:8-10, 14:1-3, Roma 3:1-9. 63 3) Aturan Umum: Penulis kitab harus dipandang sebagai si pembicara sampai beberapa bukti jelas yang berlawanan muncul. c. Pastikan para pembaca & para pendengar mula-mula. Misalnya Surat Filemon ditujukan kepada Filemon sebagai pembaca mulamula, namun jemaat di rumahnya adalah para pendengarnya. Kasus yang lebih kompleks dengan Kitab-kitab Injil Sinoptik. Suatu pengenalan yang akrab terhadap para pembaca mula-mula seringkali akan menerangi halaman-halaman dari suatu tulisan yang dialamatkan kepada mereka di dalam suatu cara yang tidak terduga & mengejutkan.6Misalnya : 1) Matius 7:24-27 - pembacanya adalah orang-orang Yahudi. 2) Lukas 6:47-49 - pembacanya adalah orang-orang Helenis d. Tujuan si penulis, lingkungan historisnya dan kerangka berpikirnya. Misalnya ratapan Daud terhadap kematian Saul dan Yonathan (2 Samuel 1:19-27 ), kata-kata Paulus terhadap orang-orang Korintus ( 1 Korintus 3:20-23, 15:32); kepada jemaat-jemaat Galatia (Galatia 5:2); kepada jemaat di Kolose (Kolose 2:9 . Perhatikan pula Lukas 1:1-3, Yohanes 20:31, dan Wahyu 1:1. e. Bantuan Teknis Bagi Penafsiran Sejarah & Latar Belakang : 1) Bantuan Internal: Sumber Utama - dari Alkitab itu sendiri. 2) Bantuan Eksternal: Sumber Sekunder - Arkeologi, tulisan-tulisan historis. 5. Contoh pemakaian Prinsip Sejarah & Latar Belakang Pengertian tentang latar belakang kitab Galatia akan menolong banyak dalam pengertian tentang arti dan pentingnya. Jemaat pertama di Yerusalem terdiri dari orang-orang Yahudi yang baru diselamatkan. Pada Hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:1-47) kebanyakan yang diselamatkan adalah orang-orang bukan Yahudi. Asumsi yang dipegang oleh orang-orang 6 Berkhof, Louis, Principles of Biblical Interpretation, Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1962, p. 125. 64 yang percaya pada saat itu adalah bahwa jalan masuk kepada Kristus adalah melalui agama Yahudi. Kemudian Kornelius serta keluarga menerima Kristus tanpa disunat dulu (Kisah Para Rasul 10:1-48), dan ini membuat pertanyaan besar di antara orang-orang Yahudi yang sudah percaya. Beberapa tahun kemudian, Paulus mulai melayani bukan hanya orang-orang yang berlatar belakang Yahudi yang lain, tetapi juga orang Yunani dan orang-orang kafir. Jemaatjemaat dibentuk tanpa lebih dahulu mempraktekkan hukum-hukum Keyahudian. Banyak orang Yahudi yang sudah percaya sulit menerima hal ini. Ketika kembali ke Yerusalem, Paulus mengikuti sidang pemimpinpemimpin dan bertanya kepada mereka, "Apakah orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa?", "Bagaimanakah seseorang dibenarkan di hadapan Allah?", "Oleh karena iman kepada Kristus dan bukan oleh karena perbuatan-perbuatannya" jawab Paulus. Pemimpin-pemimpin di Yerusalem setuju dengan Paulus, dan sejak saat itu berubahlah pandangan dan arah jemaat Kristus seterusnya. Mulai saat itu Kekristenan dipandang terpisah dari Keyahudian. Bagaimanakah Paulus dapat menjelaskan hal ini kepada jemaat di Galatia? Paulus memakai banyak ayat dari Perjanjian Lama untuk membuktikan bahwa setiap orang harus diselamatkan oleh iman, mulai dari Abraham sendiri. Alkitab bersifat progresif, yaitu maju bertahap. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru adalah penyataan Allah dan merupakan suatu kesatuan. Sering kita mendengar seorang berkata, "Allah dalam Perjanjian Lama berbeda dari Allah dalam Perjanjian Baru". Kepercayaan ini dipegang banyak orang, tetapi tidak mempunyai dasar sama sekali dalam Alkitab, dan kepercayaan ini akan menghalangi penafsiran Alkitab yang benar bagi kita. Perjanjian Lama menjadi dasar untuk menafsirkan Perjanjian Baru dengan baik. Sangat berat mengerti Perjanjian Baru kalau kita tidak mengerti atau mengetahui isi Perjanjian Lama seperti penciptaan dunia atau kejatuhan manusia. Dari segi yang lain, Perjanjian Baru menjadi 65 penjelasan bagi Perjanjian Lama, bagaimanakah Allah menyatakan diriNya dan bagaimana rencana-Nya bersifat progresif. Suatu ungkapan atau istilah mengandung arti tertentu di dalam satu kebudayaan atau waktu tetapi tidak berarti sama sekali dalam kebudayaan atau waktu yang lain. Arti dari ungkapan-ungkapan dan istilah-istilah berubah dengan waktu dan kebudayaan, jadi kita perlu menggali teksnya supaya mengetahui artinya di dalam zaman yang ditulisnya. Dalam 2 Rajaraja 2:9 kita membaca, "...berkatalah Elia kepada Elisa: 'Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu'. Jawab Elisa: 'Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu'". Di dalam beberapa kebudayaan ini berarti bahwa Elisa minta dua kali lipat dari roh Elia (mungkin Roh Kudus). Tetapi kalau mempelajari kebudayaan, ada kemungkinan yang muncul, yaitu bahwa Elisa minta warisan sebagai anak sulung; dia ingin menjadi ahli waris Elia. Jadi ingat bahwa arti sebenarnya dari suatu ungkapan atau istilah adalah arti dalam konteks kebudayaan dan sejarah. Bagaimana hal ini dimengerti oleh orangorang dalam zaman itu. 66 DAFTAR PUSTAKA Berkhof, Louis, Principles of Biblical Interpretation, Grand Rapids : Zondervan Publishing House, 1962. Cox, Alan. D., Penafsiran Alkitabiah, Catatan Pribadi, 1988 Fee, Gordon D., & Stuart, Douglas, Hermeneutik; Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat! Malang, Penerbit Gandum Mas, 1989 Grant, R. M. & Tracy D. Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993. Groenen, C. Hermeneuse Alkitabiah. Ende-Flores: Nusa Indah, 1977. Hesselgrave, D. J. & Rommen E. Kontekstualisasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994. Hayes, J. H. & Holladay, C.R. Pedoman Singkat Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993. Kaiser, Walter C.,Jr., Toward an Exegetical Theology, Grand Rapids: Baker Book House, 1981 Lohfink, G. Sekarang Saya Memahami Kitab Suci. Yogyakarta: Kanisius, 1974. Mickelsen, A. Berkeley, Interpreting The Bible, Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1966. Ramm, Bernard, Protestant Biblical Interpretation, Grand Rapids: Baker Book House, 1970. Rumahlatu, Jerry. Hermeneutik dari Masa ke Masa, Jakarta: STT Jaffray Jakarta, 2010 Saparman. Belajar Alkitab: Cara dan Contoh. Yogyakarta: Andi Offset, 2009. Sitompul, A. A. & U. Bayer. Metode Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977. 67 Sutanto, Hasan. Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang: SAAT, 1986. Terry, Milton S., Biblical Hermeneutics, Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1974. Tong, Joseph, Hermeneutics and Biblical Interpretation, Pacet: ICTS, 1999. Wald, O. Temukanlah Sendiri. Malang: Gandum Mas, 1986. Wan, Enoch, Ethnohermeneutics, A paper presented at The Evangelical Theological Society (46 th Annual Meeting), November, 17-19, 1994, Listle, Illinois. Warren, R. Twelve Dinamic Bible Study Methods for Individuals or Groups. Wheaton: Victor Books, 1981. 68