ABDIMAS 24 (2) (2020): 90-95
ABDIMAS
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/abdimas/
PKM Peningkatan Nilai Tambah Produk Lidah Buaya di
Desa Bojongjengkol Kec. Indihiang Kota Tasikmalaya
D Yadi Heryadi 1 , Betty Rofatin 2
1,2
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Jl Siliwangi No. 24 Tasikmalaya
Email: heryadiday63@yahoo.co.id,
DOI: http://dx.doi.org/10.15294/abdimas.v24i2.18115
Received : 20 November 2018; Accepted: 5 Agustus 2019; Published: 30 September 2020
Abstrak
Pengangguran secara umum masih menunjukkan angka tinggi, di Jawa Barat mencapai 1,79 juta orang
atau 8,72 persen dari jumlah angkatan kerja, penduduk miskin sebanyak 4,48 juta orang atau 9,57 persen.
Salah satu langkah tepat mengurangi angka pengangguran adalah mencetak Wirausahawan baru, seperti
yang tengah gencar dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Salah satunya dengan mendorong
dan memotivasi MEP (Mitra Ekonomi Produktif) untuk meningkatkan kinerjanya melalui peningkatan nilai
tambah produk sehingga menjadi Wirausahawan yang handal dan mandiri. Pemberdayaan kelompok MEP
ini memanfaatkan Program Kemitraan Masyarakat yang digagas DRPM Ditjen Penguatan Risbang. Tujuan
kegiatan ini terdiri dari Optimalisasi dan diversifikasi Produk Olahan Lidah Buaya, Kemitraan penyediaan
bahan baku, dan Pemasaran serta Publikasi. Metode yang dilaksanakan terdiri dari Penyuluhan, FGD/Focus on Group Discussion, Pelatihan dan Pendampingan. Dilaksanakan sejak Februari 2018 di Mitra MEP
LIBUA dan Kelompok Tani Jembar II Desa Margahayu Kec. Manonjaya Kab.Tasikmalaya. Tahapan kegiatan
meliputi persiapan, penyuluhan, pendampingan dan evaluasi & Pelaporan. Simpulan : a) Secara umum kegiatan PKM telah terlaksana dengan baik dan berbagai permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya
telah dapat diatasi walaupun belum optimal. Kemitraan diantara kedua mitra terjalin dengan baik dan diharapkan akan berlanjut untuk menciptakan sinergi dan kerjasama yang saling menguntungkan; b) Kegiatan PKM telah dapat meningkatkan daya saing, meningkatkan penerapan IPTEK di masyarakat khususnya
pada mitra dan telah dapat meningkatkan perbaikan tata nilai masyarakat.
Kata kunci : Program Kemitraan Masyarakat (PKM); Lidah Buaya; Mitra Ekonomi Produktif (MEP); Daya Saing
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
tahun 2016 tumbuh 5,67 persen dibanding
tahun 2015 sebesar 5,04 persen. Sedangkan
angka pengangguran di Jawa Barat mencapai
1,79 juta orang atau 8,72 persen dari jumlah
angkatan kerja, penduduk miskin sebanyak
4,48 juta orang atau 9,57 persen, dan angka
ketimpangan ekonomi dengan rasio gini 0,42
poin (BPS Provinsi Jawa Barat, 2017). Salah
satu langkah yang tepat untuk mengurangi
angka pengangguran ini adalah pencetakan
Wirausahawan baru, seperti yang tengah
gencar dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi
Jawa Barat.
Salah
satu
upaya
pencetakan
Wirausahawan baru dapat dilakukan dengan
mendorong dan memotivasi MEP (Mitra
Ekonomi Produktif) untuk meningkatkan
kinerjanya melalui peningkatan nilai tambah
produknya sehingga menjadi Wirausahawan
yang handal dan mandiri. MEP (Mitra Ekonomi
Produktif) adalah kegiatan ekonomi kelompok
masyarakat, rumah tangga dan atau Kelompok
Usaha Ekonomi/Poktan/ Gapoktan/Koperasi/
Koperasi Tani/KUD untuk meningkatkan
pendapatan, menciptakan lapangan kerja
dan ketahanan pangan masyarakat berbasis
sumberdaya lokal yang diajak bermitra melalui
kegiatan pemberdayaan dalam kegiatan PKM
ini. Untuk pemberdayaan kelompok MEP ini
dilakukan dengan memanfaatkan Program
Kemitraan Masyarakat yang digagas DRPM
Ditjen Penguatan Risbang.
MEP LIBUA adalah mitra pertama
kegiatan PKM berlokasi di Desa Bojongjengkol
© 2020 Universitas Negeri Semarang. All rights reserved
p-ISSN: 1410-2765; e-ISSN: 2503-1252
Abdimas 24 (2) (2020): 1-95 |
Kec. Indihiang Kota Tasikmalaya dan salah
satu kelompok masyarakat kreatif pimpinan H.
Endang Suryatna, Ir.,MP yang dalam beberapa
tahun terakhir ini melakukan pengolahan
produk berbahan baku Lidah Buaya (Aloe vera).
Berdiri mulai tahun 2009 merupakan usaha
keluarga yang memiliki minat dan ketrampilan
dalam mengolah lidah buaya menjadi beberapa
jenis produk. Sampai saat ini mempekerjakan
sebanyak 4 (empat) orang tenaga kerja luar
keluarga/tetangga dekat, dengan omzet
sebesar Rp. 15.000.000.-, berproduksi 2 kali
dalam satu bulan dan bahan baku diperoleh
dari hasil budidaya sendiri. Sementara mitra
ke dua dari kegiatan ini adalah Kelompok Tani
Jembar II berlokasi di Desa Margahayu Kec.
Manonjaya Kab. Tasikmalaya yang kegiatan
pokoknya adalah kelompok tani padi organik,
namun selama ini juga menanam komoditas
lain termasuk Lidah buaya. Budidaya Lidah
buaya yang dilakukan selama ini belum
dikelola dengan intensif sehingga produksinya
tidak optimal dan kurang kontinu.
Sama halnya seperti di beberapa wilayah
di Indonesia, pengembangan agribisnis lidah
buaya telah diusahakan di daerah Purworejo
(Jawa Tengah), Bogor dan Parung (Jawa Barat),
meskipun skala usahanya masih relatif sempit
dan lokasinya terpencar. Sedangkan untuk
sentra produksi lidah buaya terdapat di Kota
Pontianak yang berada pada suatu Kawasan
Sentra Agribisnis Pontianak (KSAP) (Wijayanti
dkk. 2007). Secara umum, lidah buaya memiliki
diversifikasi produk yang luas, misalnya dapat
digunakan sebagai bahan baku obat, kosmetik,
makanan, minuman, dan pakan nutrisi untuk
ternak. Namun agroindustri lidah buaya yang
ada di Indonesia hanya sebatas mengolah lidah
buaya menjadi produk minuman.
Namun sampai saat ini MEP LIBUA
dalam usahanya menghadapi berbagai
permasalahan terkait dengan ketersediaan
bahan baku, proses pengolahan/pengupasan
bahan baku, kemasan, merk produk dan
pemasaran produk sehingga usahanya masih
belum berjalan seperti yang diharapkan.
Demikian juga pada mitra yang ke dua,
sampai saat ini belum melaksanakan budidaya
Lidah buaya secara intensif dan masih perlu
bimbingan teknis/teknologi budidaya yang
lebih baik khususnya dalam rotasi tanaman
agar dapat memenuhi permintaan bahan baku
Lidah buaya secara kontinu.
Target dan luaran dari kegiatan Program
Kemitraan Masyarakat (PKM) ini terdiri dari
Optimalisasi dan diversifikasi Produk Olahan
91
Lidah Buaya, Kemitraan penyediaan bahan
baku, Pembuatan Demplot Lidah Buaya,
Pemasaran serta Publikasi ilmiah di jurnal/
prosiding dan publikasi pada media cetak/
koran.
METODE
Lokasi Program Kemitraan Masyarakat
(PKM) ini berada di MEP LIBUA (mitra 1) Desa
Bojongjengkol Kec. Indihiang Kab.Tasikmalaya
dan di Kelompok Tani Jembar II (mitra 2) Desa
Margahayu Kec. Manonjaya Kab.Tasikmalaya.
PKM dilaksanakan mulai bulan Februari 2018.
Guna
memecahkan
persoalan/
masalah yang dihadapi mitra PKM, maka
ditawarkan beberapa metode untuk mencari
solusi permasalahan sebagai berikut :
1. Terkait ketersediaan bahan baku
Lidah Buaya yang sangat terbatas
pada mitra MEP LIBUA sehingga
mengganggu kontinuitas produksinya
dan produktivitas tanaman Lidah Buaya
yang masih rendah yang diakibatkan
oleh teknologi budidaya yang masih
tradisional yang dilaksanakan Kontak
Tani Jembar II sebagai supplier bahan
baku MEP LIBUA. Maka ditawarkan
solusi untuk mengadakan penyuluhan
dan pelatihan teknik budidaya dan rotasi
tanam Lidah Buaya sekaligus pembuatan
demonstrasi plot (DEMPLOT) seluas 20
bata (280 m2).
2. Terkait permasalahan terbatasnya tenaga
kerja trampil untuk proses pengolahan/
pengupasan
lidah
buaya
maka
ditawarkan solusinya untuk mengadakan
pelatihan pengupasan Lidah Buaya yang
baik yang akan mempengaruhi kualitas
produk nantinya.
3. Terkait permasalahan kemasan produk
yang dihasilkan MEP LIBUA yang masih
sederhana padahal nilai produknya
eksklusif ditambah dengan cup sealer
yang belum menggunakan nama produk
sendiri (LIBUA) yang menyebabkan
pemasarannya belum sesuai dengan
harapan. Maka ditawarkan solusi untuk
memberikan bantuan hibah mesin
kemasan dan sebagian cup sealer dengan
merk LIBUA.
4. Terkait permasalahan nilai tambah
dan keragaman produk yang masih
terbatas. Maka ditawarkan solusinya
untuk mengoptimalisasikan produk
yang sudah berjalan (nata de aloe) dan
meningkatkan produksi Teh Libua dan
92
D Yadi Haryadi dan Betty Rofatin, PKM Peningkatan Nilai Tambah Produk Lidah Buaya di Desa...
Selai de aloe. Tambahan untuk dilakukan
pelatihan.
5. Terkait pemasaran produk yang masih
terbatas dan hanya dijual pada tetangga,
kerabat dan kolega lainnya. Maka
ditawarkan solusinya untuk melakukan
penjajagan dengan Super market.
Langkah awal adalah mengetahui
persyaratan produk yang akan dijual di
Super market.
Beberapa tahapan kegiatan yang telah
dilaksanakan pada Program Kemitraan
Masyarakat (PKM) di Kabupaten Tasikmalaya
ini diantaranya sebagai berikut.
Persiapan dan Survey Pendahuluan.
Pekerjaan persiapan termasuk mempersiapkan
aspek
administratif
dan
perijinan.
Survey
pendahuluan
digunakan
untuk
menginventarisir data-data dan karakteristik
dari calon mitra kegiatan PKM ini, selain itu
juga mengumpulkan data awal dari Dinas/
Instansi terkait di wilayah setempat. sekaligus
konfirmasi kesediaan mitra dalam pelaksanaan
program PKM.
Dan supaya pelaksanaan
program
seiring
dengan
perencanaan
pembangunan wilayah setempat di mana
calon sasaran berada dilakukan kerjasama
dengan instansi terkait termasuk BPP serta
masyarakat yang ada di sekitar lokasi.
Rapat Koordinasi Tim Pelaksana. Selama
kegiatan rapat koordinasi dilakukan beberapa
kali. Setelah data awal dikumpulkan, maka
dilaksanakan rapat koordinasi diantara tim
pelaksana PKM termasuk pembagian tugas tim
pelaksana, mempersiapkan berbagai hal untuk
pelaksanaan Focus on group discussion (FGD)
diantaranya penyampaian undangan kepada
stakeholders yang diundang. Kegiatan rapat
koordinasi selanjutnya dilaksanakan Tim PKM
untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk pelaksanakan kegiatan
sekaligus menyusun jadwal kegiatan dan
pembagian tugas diantara tim pelaksana PKM.
Focus on Group Discussion (FGD).
Pelaksanaan
FGD
dilakukan
untuk
mengumpulkan berbagai permasalahan yang
melingkupi pengembangan lidah buaya dan
produk olahannya kemudian memilahnya
sehingga dapat menentukan permasalahan
prioritas dan akar masalah yang ada. FGD
dilakukan dengan menyertakan calon Mitra
kegiatan PKM.
Orientasi Lapangan. Orientasi lapangan
dilakukan setelah melaksanakan FGD dan
menuju ke mitra PKM. Di calon lokasi
ditanyakan kesiapan, perlengkapan dan
segala hal yang akan menunjang terhadap
keberhasilan kegiatan PKM yang akan
dilaksanakan.
Pembuatan
Materi
Penyuluhan/
pelatihan.
Materi/modul
penyuluhan/
pelatihan dibuat agar peserta penyuluhan/
pelatihan dapat mengikuti kegiatan ini dengan
baik dengan tingkat penerimaan materi yang
optimal.
Persiapan alat dan Bahan. Alat dan bahan
untuk penyuluhan/pelatihan dipersiapkan
dengan sebaik-baiknya dengan memberikan
seminar kit yang memadai dan alat peraga
yang layak untuk tercapainya transfer ilmu
yang optimal.
Penyuluhan/Pelatihan
dan
Pendampingan.
Kegiatan
penyuluhan
dilaksanakan dengan metode partisipatif agar
semua pihak yang terlibat dalam penyuluhan
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
pencapaian dan keberhasilannya.. Selain itu
juga dilakukan beberapa pelatihan praktis dan
pendampingan.
Monitoring dan Evaluasi. Sebagai
akhir dari kegiatan dilaksanakan tahap
monitoring dan evaluasi kegiatan PKM.
Pada tahapan ini akan diketahui berbagai hal
terkait keberhasilan trasfer ilmu dan kendala
pencapaian keberhasilan untuk perbaikan
di masa mendatang. Monitoring dilakukan
dengan mencatat semua kegiatan pelaksanaan
pada Buku Catatan Harian Kegiatan (logbook)
dengan format SIMLITABMAS.
Pembuatan
laporan.
Pembuatan
laporan dibagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama adalah laporan kemajuan kegiatan
70 persen dengan mengikuti panduan dari
SIMLITABMAS DIKTI. Pada akhir pelaksanaan
pengabdian dibuat laporan akhir dengan
mengikuti format yang sudah ditentukan
dengan juga melampirkan borang kegiatan
yang telah disyahkan Lembaga Pengabdian
pada Masyarakat Universitas Siliwangi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berbagai luaran yang diperoleh dari
kegiatan Program Kemitraan Masyarakat ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Peningkatan daya saing
Dayasaing merupakan kemampuan
produsen
untuk
memproduksi
suatu
komoditas dengan mutu yang cukup baik
dan biaya produksi yang cukup rendah
dibandingkan
produsen
lain,
sehingga
produsen memperoleh laba yang mencukupi
dan dapat mempertahankan kelanjutan biaya
Abdimas 24 (2) (2020): 1-95 |
produksinya ( Simanjuntak dalam Alfath Desita
Juniar, 2013). Agroindustri mengandalkan
produk pertanian yang memiliki karakteristik
mudah rusak (perishable), bulky/volumineous,
tergantung kondisi alam, bersifat musiman,
serta teknologi dan manajemennya akomodatif
terhadap heterogenitas sumberdaya manusia
(Mas’ud Effendi. 2010; D Yadi Heryadi,2016).
Keberlangsungan agroindustri bergantung
pada produk pertanian yang terdapat di suatu
daerah, salah satunya adalah agroindustri lidah
buaya di Kota Tasikmalaya. Lidah buaya di
wilayah ini belum banyak dimanfaatkan untuk
industri pengolahan makanan dan minuman.
Nilai tambah (added value) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami
proses pengolahan, pengangkutan ataupun
penyimpanan dalam suatu produksi ( Yujiro Hayami et al. 1987). Nilai tambah produk
(added value) yang dihasilkan dari tanaman
lidah buaya memiliki nilai ekonomis tinggi.
Secara umum, lidah buaya memiliki diversifikasi produk yang luas, misalnya dapat digunakan sebagai bahan baku obat, kosmetik,
makanan, minuman, dan pakan nutrisi untuk
ternak. Namun agroindustri lidah buaya yang
ada di kota Tasikmalaya hanya sebatas mengolah lidah buaya menjadi produk minuman.
Pada MEP LIBUA yang merupakan mitra 1
pada kegiatan PKM ini, tanaman Lidah Buaya
pertamakali diusahakan dan dijadikan sebagai
bahan minuman nata de aloe, jelly dan teh Lidah Buaya. Namun yang intensif diusahakan
adalah Nata de aloe. Pada kegiatan PKM ini
MEP LIBUA didorong untuk optimalisasi dan
meningkatkan kuantitas produksi Nata de aloe,
sekaligus mendorong untuk peningkatan kuantitas produk lainnya yaitu Teh Lidah Buaya dan
Jelly.
Skala usaha yang dikembangkan MEP
LIBUA masih relatif kecil dan produksinya
belum kontinu. Kontinuitas produksi produk
olahan Lidah Buaya ini terkendala dengan
sedikitnya pasokan bahan baku yang hanya
mengandalkan bahan baku dari kebun sendiri
dengan jumlah yang tidak banyak. Melalui
kegiatan PKM ini dilakukan kemitraan dengan
mitra 2 yaitu Kelompok Tani Jembar II yang
akan berperan sebagai supplier bahan baku
Lidah Buaya.
Kegiatan pengolahan pada agroindustri
lidah buaya di MEP LIBUA masih menggunakan
teknik pengolahan dan teknologi produksi
yang sederhana. Untuk meningkatkan kualitas
produk lidah buaya, pengusaha MEP LIBUA
masih terkendala dengan modal produksi.
93
Kualitas produk yang dimaksud adalah belum
adanya informasi nilai gizi dan ingredient
dalam kemasan, belum adanya izin resmi dari
BP-POM. Izin yang dimiliki hanya sebatas izin
dari Dinas Kesehatan berupa P-IRT, untuk
minuman nata de aloe dikemas dalam gelas
plastik yang dipress, teh lidah buaya dalam
plastik dan jelly dalam toples plastik. Label/
logo/merk masih sederhana, padahal label/
logo/merk yang baik sangat penting dalam
pemasaran produk seperti disampaikan Shimp
(2014) bahwa logo yang baik adalah dapat
dikenal baik, mampu menyampaikan makna
yang sama untuk semua anggota target dan
menimbulkan perasaan positif. Program
PKM memfasilitasi untuk pembuatan label
MEP LIBUA dalam jumlah yang terbatas
dan bantuan hibah mesin kemasan dan alat
penunjang lainnya. Secara umum kualitas
produk olahan lidah buaya di Indonesia belum
sesuai dengan yang diinginkan pasar padahal
kualitas produk yang dihasilkan merupakan
faktor utama penentu harga dan permintaan
produk di pasar domestik maupun ekspor.
Kemampuan untuk menjamin kualitas
sesuai
dengan
permintaan
konsumen
merupakan kunci keunggulan kompetitif.
Keberlanjutan proses produksi agroindustri
lidah buaya di MEP LIBUA hanya berdasarkan
pesanan dari konsumen dan pasarnya masih
terbatas dipasarkan melalui kolega, kerabat dan
pada toko milik sendiri dan belum dipasarkan
lebih luas. Program PKM memfasilitasi untuk
dipasarkan pada Toko Oleh-Oleh atau Toko
lainnya, pada tahap awal dilakukan penjajagan
untuk pemasarannya.
2.Peningkatan
Penerapan
IPTEK
di
masyarakat
Selama ini di mitra 2 yaitu Kelompok
Tani Jembar II, aktivitasnya adalah sebagai
petani Padi Organik dan beberapa tanaman
lainnya termasuk Lidah Buaya. Namun
tanaman Lidah Buaya tidak ditanam khusus
dan pemanfaatannya hanya terbatas untuk
kepentingan rumah tangga dan tidak
diusahakan secara komersil. Pada Program
PKM ini dilakukan penerapan IPTEK tentang
teknologi budidaya tanaman Lidah Buaya yang
intensif.
Pada tahap awal dilakukan kemitraan
dan Pelaksana PKM memfasilitasi untuk
pembuatan Demonstrasi Plot (Demplot)
Kebun Lidah Buaya seluas 20 bata (280
m2) yang dilakukan dengan intensif dan
perlakuan rotasi tanaman. Jenis lidah buaya
yang ditanam adalah Aloe vera Barbadensis
94
D Yadi Haryadi dan Betty Rofatin, PKM Peningkatan Nilai Tambah Produk Lidah Buaya di Desa...
yang dikenal paling baik diantara jenis lainnya
diantaranya dagingnya lebih tebal. Setelah
kebun menghasilkan direncanakan akan
sebagai supplier bahan baku Lidah Buaya ke
mitra 1 yaitu MEP LIBUA.
Pada mitra MEP LIBUA, kegiatan
penerapan IPTEK terkait dengan tata cara
pengolahan/pengupasan Lidah Buaya yang
baik agar mendapatkan hasil yang optimal
dan sesuai dengan standar untuk selanjutnya
diproses menjadi produk olahan Lidah Buaya.
Selain itu juga dilakukan pendampingan untuk
proses pengolahan selanjutnya.
3. Perbaikan Tata Nilai Masyarakat
Kegiatan PKM ini juga memberikan
kontribusi terhadap tata nilai masyarakat sekitar
kegiatan. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan
pada MEP LIBUA ini memberdayakan kaum
perempuan/Ibu Rumah Tangga yang selama
ini tidak memanfaatkan waktunya secara
produktif. Hal ini juga sesuai dengan yang
disampaikan oleh Ketua Delegasi RI pada APEC
High Level Policy Dialogue on Women and the
Economy (HLPDWE) Sudirman Haseng (2017)
yang menyebutkan bahwa pengembangan
industri rumahan diharapkan dapat menekan
angka kemiskinan dan kekerasan terhadap
perempuan karena aktif terlibat dalam
pengembangan ekonomi. Diharapkan setelah
kegiatan PKM ini ibu rumah tangga tersebut
memiliki kemampuan yang baik untuk bekerja
sebagai tenaga pengolahan Lidah Buaya dan
mendapatkan pendapatan tambahan untuk
keluarganya.
Pada mitra Kelompok Tani Jembar II
juga memberikan kesempatan kepada Rumah
Tangga Petani untuk ikut serta menanam dan
mengembangkan tanaman Lidah Buaya ini dan
hasilnya akan dijual kepada mitra MEP LIBUA,
sehingga pada akhirnya diharapkan akan
meningkatkan kemitraan dan pendapatan
rumah tanggganya. Apabila program PKM ini
berjalan sesuai dengan rencana, maka akan
ada perubahan tata nilai masyarakat dalam
mengembangkan kemandirian, kemitraan dan
mendorong pelaku usaha untuk lebih produktif
dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Bahkan lebih jauh Sudirman Haseng (2017)
juga melengkapi tujuan pengembangan
industri rumahan adalah untuk mendekatkan
pelaku usaha perempuan terhadap akses
modal, akses informasi dan teknologi, akses
pasar, akses pelatihan, hingga pada akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
keluarga dan ketahanan keluarga.
4. Publikasi pada Jurnal dan Media Massa/
Koran
Kegiatan PKM ini juga dipublikasikan
ke masyarakat umum agar mendapatkan
respons dan memotivasi masyarakat untuk
ikut serta memanfaatkan hasil-hasil pertanian
dan selalu berfikir kreatif dan inovatif dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraannya.
Kegiatan PKM ini telah dipublikasikan pada
Koran TASIK PLUS Tahun VIII No. 362 Edisi
Minggu I (30 Juli-5 Agustus 2018). Sebagai
tanggung jawab ilmiah, kegiatan PKM ini juga
dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah
dilaksanakannya
Program
Kegiatan Masyarakat (PKM) Peningkatan
Nilai Tambah Produk Lidah Buaya Di Desa
Bojongjengkol Kec. Indihiang Kota Tasikmalaya
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara umum kegiatan PKM ini telah
terlaksana dengan baik dan berbagai
permasalahan yang telah diidentifikasi
sebelumnya telah dapat diatasi walaupun
belum optimal. Kemitraan diantara
kedua mitra terjalin dengan baik dan
diharapkan akan berlanjut untuk
menciptakan sinergi dan kerjasama yang
saling menguntungkan.
2. Kegiatan PKM telah dapat meningkatkan
beberapa daya saing, meningkatkan
penerapan IPTEK di masyarakat
khususnya pada mitra dan telah dapat
meningkatkan perbaikan tata nilai
masyarakat.
Saran
Selain beberapa hasil yang positif dari
kegiatan PKM ini masih ditemukan beberapa
hal yang diharapkan dapat ditingkatkan di
masa yang akan datang, diantaranya :
Bantuan dan perhatian pemerintah
terhadap berbagai MEP untuk lebih
ditingkatkan
terkait
dengan
kebijakan
pengembangan dan diversifikasi produk yang
prospektif dan memiliki nilai ekonomi tinggi.
Bantuan dan bimbingan teknis bagi MEP
dalam peningkatan kualitas dan pemasaran
produk yang dihasilkannya, diantaranya
bimbingan untuk memperoleh ijin BP-POM,
barcode dan bantuan permodalan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfath Desita Jumiar, 2013. Strategi Peningkatan
Dayasaing Agroindustri Lidah Buaya di
Kota Pontianak. Tesis. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Abdimas 24 (2) (2020): 1-95 |
Betty Rofatin, D.Yadi Heryadi. 2013. Potensi dan
Peluang
Pengembangan
Agroindustri
Minuman Lidah Buaya (Nata de aloe)
di Kota Tasikmalaya. Prodi Agribisnis
Fak.Pertanian
Universitas
Siliwangi.
Tasikmalaya.
BPS Provinsi Jawa Barat, 2017. Jawa Barat dalam
Angka. Bandung.
D. Yadi Heryadi. 2016. Karakteristik Produk Hasil
Pertanian dan Penanganannya. Modul
Pelatihan Pengembangan Lidah Buaya di
Tasikmalaya. Fak.Pertanian Univ. Siliwangi.
Tasikmalaya.
Hayami, Y., T, Kawagoe, Y. Morooka dan M. Siregar,
1987, Agricultural Marketing and Processing
in Upland Java A Perspective from A Sunda
Village, CGPRT Centre, Bogor
Info Jabar. 2017. Jawa Barat Targetkan Cetak 100
Ribu Wirausaha Baru. Bandung
Mas’ud Effendi. 2010. Karakteristik Produk Hasil
Pertanian. http://masud.lecture.ub.ac.id/
diunduh pada tanggal 10 Agustus 2018.
Shimp. A Terrence. 2014. Komunikasi Pemasaran
Terpadu. Salemba Empat. Jakarta.
Sudirman Haseng. 2017. FORUM APEC 2017: RI
Dorong UMKM Berbasis Pemberdayaan
Perempuan. Forum Asia Pacific Economic
Cooperation-World Economic Forum (APEC
WEF) 2017. Bisnis Indonesia 3 Oktober 2017.
Jakarta
Wijayanti, Ethika dan Widyarini. 2007. Prospek
pengembangan agroindustri minuman
lidah buaya di Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah. Program Studi Sosial Ekonomi
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto: Jawa Tengah.
95