Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PEMBELAJARAN PENCAK SILAT TERHADAP SIKAP NASIONALISME 1Maulana Bayu Febriyanto (maulanabayufebriyanto@student.upi.edu) Subarjah (hermansubarjah@gmail.com) 3Tedi Supriyadi (tedisupriyadi@upi.edu) 2Herman Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Pendidikan Jasmani Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurrahman No.211 Sumedang ABSTRAK Tujuan penelitian ini di fokuskan untuk mengetahui pengaruh dari media audio visual terhadap karakter nasionalisme pada pembelajaran pencaksilat. Penelitian ini berangkat dari permasalahan pada pendidikan karakter nasionalisme di sekolah dasar. Sebagai upaya menyelesaian permasalahan tersebut peneliti menyusun suatu model pembelajaran berbasis audio visual dalam pembelajaran pencak silat. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan desain The Static-Group Pretest-Posttest Design. Instrument yang digunakan berupa angket berbentuk skala likert. penelitian ini menggunakan treatment sebanyak 8 pertemuan. Subjek penelitian ini siswa kelas IV dan V yang mengikuti ekstrakulikuler Pencaksilat di SDN Babakan sebanyak 25 siswa pada kelas kontrol dan 25 siswa pada kelas eksperimen. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dari hasil angket sikap nasionalisme siswa. Berdasarkan hasil uji-gain menunjukkan hasil pada kelas eksperimen dengan rata-rata nilai n-gain sebesar 0,31, sedangkan pada kelas kontrol rata-rata n-gain sebesar 0,06.Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikat dari media audio visual terhadap karakter nasionalisme dalam pembelajaran pencaksilat Kata Kunci : Media Audio Visual, Pencaksilat, Sikap Nasionalisme PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu dasar dari kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang baik akan meningkatkan potensi daya saing sumber daya manusia, baik keterampilan, sikap, dan pengetahuan. Pendidikan Nasional pada dasarnya ialah bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Melalui pendidikan nasional diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan martabat manusia Indonesia, sehingga pendidikan nasional dapat menghasilkan manusia yang memiliki rasa tanggungjawab, berketerampilan, beriman, terdidik, dan berpengetahuan (UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Melalui Pendidikan Nasional diharapkan bisa menumbuhkan serta memperdalam rasa Nasionalisme serta memperkokoh semangat kebangsaan. Dengan tercapainya tujuan dari Pendidikan Nasional itu sendiri akan mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan negara Indonesia. tujuan pendidikan dapat digolongkan menjadi tiga ranah atau domain yaitu ranah kognitif, ranah afektif atau sikap dan ranah psikomotor. Ranah kognitif mencakup hasil intelektual, sedangkan ranah afektif mencakup pada perasaan dan pendidikan karakter ranah psikomotor yang mencakup ketrampilan 571 gerak siswa salah satunya dalah pendidikan jasmani. Bloom dan Krathwohl (dalam Abdullah & Manadji, 1994, hlm.15) Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan adalah suatu bagian dari pendidikan secara keseluruhan, dengan tujuan untuk mengembangakan aspek keterampilan berfikir kritis, keterampilan gerak, kebugaran jasmani, penalaran, keterampilan sosial, stabilitas emosional, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, tindakan moral. Olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional (Ramadhan, Saptani, & Supriyadi, 2017). sedangkan menurut Voltmer et al (dalam Guntur, 2009, hlm.7) Tujuan pendidikan jasmani adalah pendidikan anak secara keseluruhan, untuk mengembangkan individu anak secara maksimal yang meliputi perubahan mental, fisik, moral, estetika, sosial, emosional, intelektual dan kesehatan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulanya bahwa tujuan pendidikan jasmani ialah mengembangkan anak melalui aktivitas jasmani, meningkatkan kemampuan dan ketrampilan gerak dasar, serta mbentuk sikap yang positif dan mengembangkan sosial, mental, intelektual, kesehatan dan emosional secara keseluruhan termasuk ranah afektif atau pendidikan karakter. Secara terminologis konsep karakter yang dikemukakan oleh Lickona ( dalam Komalasari & Saripudin, 2017, hlm. 45) karakter merupakan sifat alami dari seseorang dalam merespons situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang jujur, bertanggung jawab, baik, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya, sementara menurut Hermawan ( dalam Gunawan, 2014, hal.2) mendefinisikan karakter merupakan ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu (manusia). Ciri khas tersebut adalah asli, dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, berujar, bersikap, serta merespons sesuatu. Gagasan tentang pendidikan karakter bukanlah hanya sekedar program pemerintah, akan tetapi hal ini didorong oleh gejala-gejala yang memprihatinkan atas krisis moral yang sedang melanda bangsa ini seperti penyalahgunaan dan konsumsi obat-obat terlarang, tawuran, tingginya angka kriminalitas, krisis budaya kesopanan, pola pergaulan bebas (free sex) dan hilangnya semangat gotong royong yang sudah membudaya pada anak bangsa. (Supriyadi) Menurunnya nilai karakter bangsa salah satunya ialah dampak dari globalisasi. Banyak siswa jaman sekarang yang sudah disibukkan dengan gadget, game online, playstation, dan kegiatan lainya yang besar memungkinkan merusak karakter siswa tersebut. Coba bayangkan bila siswa disibukan dan 572 dibiarkan terus menerus seperti itu maka besar kemungkinan mainset siswa akan terbentuk menjadi orang yang individualistis, trempamental, anarkis serta siswa tidak lagi menyinggung tentang sejarah nenek moyangnya dahulu kala yang berjuang membuat Indonesia seperti sekarang ini. Secara tidak langsung hal ini dapat menjadikan karakter siswa rusak seperti halnya melupakan sejarah, dan rasa cintanya terhadap tanah air serta lunturya sikap nasionalisme. Seperti kasus di Makasar pada tahun 2017 dimana terjadi tawuran antar SD yang melibatkan SD Gaddong dengan SD Sudirman, serta kasus meninggalnya siswa kelas 2 SD Longkewang, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cantayan, Kabupaten Sukabumi setelah terlibat perkelahian dengan temannya. Semua kasus tersebut kemungkinan besar terjadi karena kurangnya Pendidikan Karakter pada siswa sekolah dasar. Pendidikan karakter telah lama di rancang pemerintah Indonesia sejak era Presiden Soekarno. Konsep yang diusung oleh Soekarnao dengan tema Nation and Bulding Character telah menjadi panutan pembangunan disemua sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Namun pada hakikatnya tidak semua pendidikan karakter di jalani ataupun dipahami dengan baik salah salah satunya adalah cinta tanah air yang sekarang dikerucutkan menjadi nasionalisme (Yasmin, 2016). Gerakan Penguat Pendidikan Karakter (PKK) yang dirancang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2017a) mengkristalisasi lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas, yaitu nasionalisme, religious, gotong royong, integritas dan mandiri. (Komalasari & Saripudin, 2017). Pada penelitian ini difokuskan pada permasalahan sikap nasionalisme. Sikap nasionalisme adalah rasa bangga, cinta, menghormati dan oyalitas seseorang pada negara tempat ia tinggal, yang tercermin dari perilaku membela tanah airnya, menjaga dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan Negara, mencintai budaya-budaya yang ada di negara dengan melestarikannya. (Samani & Hariyanto, 2012) Penerapan Pendidikan Karakter Nasionalisme pada penelitian ini diintregasikan pada pembelajaran ektrakulikuler. Menurut Komalasari & Saripudin ( 2017, hlm.26 ) menyatakan bahwa pendidikan karakter secara mikro di sekolah dilaksanakan melalui 1) Kegiatan keseharian di satuan pendidikan, 2) Kegiatan pembelajaran dikelas, 3) Kegiatan ekstrakulikuler, dan 4) Kegiatan Keseharian. Pada penelitian ini pendidikan karakter diintergasikan dalam kegiatan ekstrakulikuler pencak silat. Olahraga pencak silat merupakan salah satu program pendidikan jasmani dan merupakan salah satu wadah yang dapat mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter termasuk karakter nasionalisme karena bersumber pada budaya bangsa Indonesia (Mulyana, 2014). PB IPSI dan BAKIN (dalam Muhtar, 2014, hlm.10) mendefinisikan bahwasanya pencak silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela, mempertahankan eksistensi ( kemandiriannya ), dan integritasnya tehadap lingkungan hidup atau alam 573 sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Perkembangan karakter dituntut untuk menciptakan suasana yang menyenangkan baik itu dalam pembelajaran ataupun kehidupan sehari-hari. Maka dari itu pembelajaran haruslah tepat dan cocok dengan karakteristik permasalahan sikap nasionalisme siswa agar masalah yang dihadapi dapat diatasi dengan tepat. Penggunaan media audio visual sangat tepat di terapkan pada anak usia dini dalam pembelajaran dikarenakan memiliki beberapa unsur yang dapat menarik perhatian anak untuk belajar karna pada dasarnya usia anak sekolah dasar sangat tertarik pada pembelajaran yang baru dimata mereka dan berbeda dari biasanya seperti apa yang jelaskan oleh Kharisma (2014) bahwa karakteristik anak SD lebih senang dalam menerima pembelajaran harus dalam suasana yang menyenangkan agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan minat anak besar untuk mengikuti pembelajaran. Maka dari itu peneliti tertarik untuk menggunakan media pembelajaran berbasis audio visual pada pembelajaran pencak silat sebagai perantara meningkatkan sikap nasionalisme siswa. Media audio visual adalah suatu perangkat perantara atau penyampai pesan pembelajaran yang mengandung komponen ataupun unsur visual serta suara. Menurut Sulaeman (1981, hlm.11) “alat-alat audio visual adalah alat-alat yang audible artinya dapat didengar dan alat-alat yang visible artinya dapat dilihat. Dengan penggunaan media audio visual siswa lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran karena penggunaan media audio visual secara tidak langsung membuat daya tarik tersendiri bagi anak usia dini terkushus siswa sekolah dasar. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah metode eksperimen dengan alasan bahwa metode ekperimen merupakan yang merujuk pada masalah yang dihadapi ialah untuk mengungkapkan faktor-faktor sebab-akibat. Tujuan dari eksperimen adalah untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab-akibat dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok atau kelas eksperimental dan menyediakan kelompok atau kelas kontrol untuk perbandingan Arikunto (2010). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Static-Group Pretest-Posttest Design yang dimana adanya randomisasi atau pemilihan secara acak terhadap subjek, adanya pretest dan postest dan terdapat kelas kontrol dan kelas ekperimen sehingga ada tidaknya pengaruh dari treatment jelas terlihat. adapun konsep desainya seperti berikut : 574 Gambar 1: The Static-Group Pretest-Posttest Design Fraenkel (2012, hlm. 270) Keterangan : X = Perlakuan Eksperimen/treatment O3 = pre test untuk kelompok kontrol O1 = pre test untuk kelompok eksperimen O4 = postest untuk kelompok kontrol O2 = post test untuk kelompok eksperimen Pada bentuk desain penelitia ini pemilihan kedua kelas dilakukan secara acak, dan juga adanya pretest untuk kedua kelas tersebut (Suherman, 2009).Kemudian setelah dipastikan kelas eksperimen dan kelas kontrolnya, selajutnya pada kelas kontrol diberikan pembelajaran pencak silat dengan pembelajaran konvensional tanpa media audio visual sedangkan pada kelas eksperimen diberikan penerapan media audio visual pada pembelajaran pencak silat gerak dasar dan tepak paleredan yang berisi penayangan penayangan video budaya Indonesia dan perjuangan perjuangan pahlawan. dakhir tindakan, diberikan Quisioner yang berkaitan dengan karakter nasionalis untuk melihat perbedaan pada kedua kelas tersebut setelah diberikan perlakuan yang berbeda. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan pengaruh penggunaan media audio visual dengan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran pencak silat terhadap sikap nasionalisme siswa di sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV dan V SDN Babakan Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Hasil Pengolahan data penelitian dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut. Table 1 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Hasil Penelitian Uji Uji Uji Uji Normalitas Homogenitas Normalitas Homogenitas Data Pretes Data Pretes Data Posttes Data Posttes Kelas Eksperimen 0.097 0.289 0.149 0.001 0.091 0.289 0.136 0.001 Kelas Kontrol 575 Pada tabel 1 dapat dilihat uji normalitas dan uji homogenitas hasil penelitian dengan nilai α sebesar 5% (0,05). Tabel tersebut menunjukkan hasil uji normalitas data pretes kelas eksperimen didapatkan nilai sebesar 0.097 lebih dari α yang berarti data berdistribusi normal, untuk kelas kontrol didapatkan nilai sebesar 0.091 lebih dari α yang berarti data berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol didapatkan nilai sebesar 0.289 lebih dari α yang berarti data homogen, Hasil uji normalitas data posttes kelas eksperimen didapatkan nilai sebesar 0.149 lebih besar dari α yang berarti data berdistribusi normal, untuk kelas kontrol didapatkan nilai sebesar 0.136 lebih besar dari α yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Hasil uj homogenitas dataposttes kelas eksperimen didapatkan nilai sebesar 0.001 dan untuk kelas kontrol didapatkan nilai sebesar 0.001 lebih kecil dari α berarti bahwa data tidak homogen. Data yang berdistribusi normal dan homogen diuji dengan uji parametrik sedangkan data yang tidak normal atau tidak homogen diuji dengan uji nonparametrik. Pada pengunaan uji statistik parametris harus memenuhi syarat data yang akan dianalisis yaitu tidak terdapat perbedaan karakteristik data dengan populasi (data berasal dari populasi berdistribusi normal) dan penggunaan uji paramentris juga mengharuskan data dua kelompok atau lebih tidak terdapat perbedaan varians antara dua kelompok sampel (homogen), sedangkan untuk uji nonparametris tidak mengharuskan data yang akan dianalisis berdistribusi normal dan homogen atau sering disebut dengan bebas berdistribusi (Sugiyono, 2014). Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran audio visual dalam pembelajaran pencak silat dilanjutkan dengan melakukan uji data dengan pengujian beda rata-rata nilai pretes dan posttes. Hasil uji beda rata-rata dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut : Table 2 Uji Beda Dua Rata-Rata Data Hasil Penelitian Uji Beda Dua Rata- Uji Beda Dua Rata- Rata Data Pretes Rata Data Posttes Kelas Eksperimen 0.289 0.001 Kelas Kontrol 0.289 0.001 Dapat dilihat hasil uji beda dua rata-rata pada tabel di atas hasil penelitian dengan taraf signifikansi α sebesar 5% (0,05). Pada tabel tersebut menunjukan hasil dari uji beda dua rata-rata pretes pada kelas eksperimen dan pada kelas kontrol didapatkan nilai sebesar 0.289 hasil tersebut diatas taraf signifikansi α sebesar 5% (0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan pada sikap Nasionalisme siswa dalam hasil pretes. Hasil uji beda dua rata-rata posttes kelas eksperimen dan kelas kontrol didapatkan nilai sebesar 0.001 lebih kecil dari taraf signifikansi α sebesar 5% (0,05). artinya terdapat perbedaan yang 576 signifikan pada sikap nasionalisme siswa dari hasil posttes. Maka untuk mana yang lebih berpengaruh maka dilakukan pembandingan dari hasil uji-gain. Hasil Penelitian Kelas Eksperimen Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan menggambarkan bahwa pengaruh media audio visual terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran pencak silat mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hasil penilaian pretes sebesar 73,05 dan setelah mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan media audio visual terjadi peningkatan nilai posttes sebesar 81.. Hasil uji-gain ternormalisasi mendapatkan rata-rata sebesar 0,31 dari jumlah siswa sebanyak 25 siswa, sehingga dapat disimpulkan terdapat peningkatan yang signifikat sikap nasionalisme menggunakan media audio visual dalam pembelajaran pencak silat. Hasil Penelitian Kelas Kontrol Berdasarkan hasil dari pengolahan data yang dilakukan menggambarkan bahwa pengaruh model pembelajaran konvensional terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran pencak silat mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata hasil pretes sebesar 69,66 dan setelah mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model konvensional terjadi peningkatan nilai posttes sebesar 72,00. model pembelajaran konvensional mengalami peningkatan skor nilai rata-rata sebesar 2.34. Hasil uji gain ternormalisasi mendapatkan rata-rata sebesar 0.06 dari jumlah siswa sebanyak 30 siswa, sehingga dapat disimpulkan dari penelitian ini terdapat peningkatan sikap nasionalisme menggunakan model konvensional dalam pembelajaran pencak silat. Perbedaan Peningkatan Sikap Nasionalisme Siswa Kelas Eksperimen Dengan Kelas Kontrol Perbedaan perlakuan yang diberikan kepada siswa untuk memberikan pengaruh terhadap sikap nasional siswa menunjukkan tabel sebagai berikut. Table 3 Perbedaan Sikap Nasionalisme Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pretes Posttes Kelas N Mean Eksperimen 25 73.05 Kontrol 25 69.00 Eksperimen 25 81,30 Kontrol 25 72,00 577 Berdasarkan tabel di atas nilai pretes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan perbedaan yang dan perubahan yakni pada kelas eksperimen dengan nilai rata-rata awal kelas eksperimen sebesar 73,05 dan rata-rata awal kelas kontrol sebesar 69,00 selisih 4,05. Sedangkan pada hasil posttes pada kelas eksperimen dari hasil skor sikap nasionalisme menunjukkan perbedaan peningkatan skor di kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu skor posttes kelas eksperimen sebesar 81,30 untuk skor posttes kelas kontrol sebesar 72,00 menunjukkan perbedaan peningkatan yang lebih besar selisih skor sebesar 9,3. Hal tersebut menunjukkan erdapat perbedaan peningkatan yang lebih besar pada kelas eksperimen yang mendapatkan perlakuan pembelajaran menggunkan media audio visual dibandingkan dengan kelas kontrol yang mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model konvensional. Hasil uji-gain ternormalisasi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, hasil dari pegujian gain ternormalisasi pada kelompok eksperimen sebesar 0,31 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 0.06. Hal tersebut menunjukkan nilai rata-rata gain ternormalisasi pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada nilai rata-rata gain ternormalisasi pada kelompok kontrol, dari perbedaan nilai rata-rata gain ternormalisasi berikut menunjukkan bahwa adanya perbedaan peningkatan hasil sikap nasionalisme siswa pada kelas eksperimen yang medapatkan pembelajaran dengan menggunakan model media audio visual lebih besar dari pada kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dikarenakan penggunaan audio visual memiliki kelebihan tepat di terapkan pada anak usia dini dalam pembelajaran dikarenakan memiliki beberapa unsur yang dapat menarik perhatian anak untuk belajar dan menyengangkan karna pada dasarnya usia anak sekolah dasar sangat tertarik pada pembelajaran yang baru dimata mereka dan berbeda dari biasanya seperti apa yang jelaskan oleh Kharisma (2014) bahwa Karakteristik anak SD lebih senang dalam menerima pembelajaran harus dalam suasana yang menyenangkan agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan anak memiliki minat untuk belajar yang tinggi. Namun, selain kelebihan pembelajaran menggunakan media audio visual memiliki kelemahan pada sarana dan prasarana yang menjadi kendala. Seperti halnya ketika pembelajaran menggunakan media audio visual diluar kelas tidak akan berjalan efektif karna hampir semua medianya berhubungan dengan elektronik dan sumber daya listrik. 578 SIMPULAN Penelitian mengenai pengaruh media audio visual terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran pencak silat berdasarkan analisis dan pengolahan hasil data penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa : Peningkatan sikap Nasionalisme siswa di kelas eksperimen setelah mendapatkan perlakuan menggunakan media audio visual dalam pembelajaran pencak silat sebanyak dua belas kali pertemuan dari hasil analisis data hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa terdapat peningkatan sikap Nasionalisme. Peningkatan tersebut ditunjukkan dari hasil pretes dan posttes pada siswa kelas eksperimen yang memperlihatkan peningkatan yang signifikan, dengan rata-rata n-gain didapatkan hasil peningkatan rata-rata sikap Nasionalisme pada siswa kelas eksperimen sebesar 0,31 dengan kata lain memiliki peningkatan sebanyak 31%. Peningkatan sikap Nasionalisme siswa di kelas kontrol setelah mendapatkan perlakuan menggunakan model konvensional dalam pembelajaran pencak silat sebanyak dua belas kali pertemuan dari hasil analisis data penelitian didapatkan kesimpulan bahwa terdapat juga peningkatan sikap Nasionalisme. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil pretes dan posttes pada siswa kelas kontrol yanggmemperlihatkan peningkatan dari rata-rata n-gain siswa di kelas kontrol mendapatkan rata-rata sebesar 0,06. Perbandingan antara siswa yang memperoleh pembelajaran pencak silat dengan menggunakan media audio visual dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan konvensional dari hasil analisis data penelitian didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pada sikap Nasionalisme siswa yang memperoleh pembelajaran pencak silat menggunakan media audio visual dengan siswa yang memperoleh pembelajaran pencaksilat secara konvensional. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan hasil angket sikap Nasionalisme siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Namun dalam hal ini siswa yang mendapatkan pembelajaran pencak silat dengan menggunakan media audio visual terdapat peningkatan n-gain lebih baik sebesar 0,31 dibandingkan dengan siswa pada kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran pencak silat dengan menggunakan model konvensional sebesar 0,06. (1) (2) (3) (4 REFERENSI Abdullah, A., & Manadji, M. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Jasmani. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Arikunto, S. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 579 Firmansyah, H. (2017). JAWAPOS.COM. Retrieved from https://www.jawapos.com/hukumkriminal/09/08/2017/siswa-sd-meninggal-dipukul-teman-sendiri-begini-kronologi Fraenkel, J. R. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: The McGraw-Hill Companies. Gunawan, H. (2014). Pendidikan Karakter. Bandung: Alfabeta. Guntur. (2009). Peranan Pendekatan Andragogis Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, 6(2). Kementrian Pendidikan Nasional. (2009). Undang-undang sistem pendidikan nasional no 20 tahun 2003. Bandung: Fokus Media. Kharisma, T. B. (2014). Pengembangan Pembelajaran Permainan Bolavoli Mini Siswa Kelas V SDN Babadan 2 Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. JURNAL OLAHRAGA PENDIDIKAN, 1(1). Komalasari, K., & Saripudin, D. (2017). Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Refika Aditama. Mulyana. (2014). Pendidikan Pencak Silat Membangun jati diri dan Karakter Bangsa. Bandung: Remaja rosada. Qodar, N. (2018). LIPUTAN6.COM. Retrieved April 21, 2018, from https://m.liputan6.com/news/read/3476521/cegah-tawuran-siswa-sd-di-Apurwakarta-polisi-bakalpimpin-upacara Ramadhan, G., Saptani, E., & Supriyadi, T. (2017). Meningkatkan Rangkaian Gerak Lompat Tinggi Melalui Metode Jigsaw Dan Pembelajaran Yang Dikemas Dalam Bentuk Permainan. SpoRTIVE, 2(1). Samani, & Hariyanto. (2012). Konsep dan model pendidikan karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Suherman, A. (2009). Penelitian Pendidikan. Cimahi: CV. Bintang Warliatika. Sulaeman, H. (1981). Media Audio Visual: Untuk Pengajaran, Penerangan, dan Penyuluhan. Jakarta: PT. Gramedia. Supriyadi, T. (n.d.). Study Implementasi Pendidikan Karakter di Politeknik Al-Islam Bandung. MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI. Universitas Pendidikan Indonesia. (2017). Peraturan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Nomor 6411/UN40/HK/2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI Tahun Akademik 2017. Yasmin, M. (2016). Landasan, pilar, dan implementasi pendidikan karakter. Jakarta: Pena Media. 580