Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Membangun kemandirian bangsa

Mandiri adalah hal yang mutlak bagi siapa saja dimasa sulit seperti sekarang ini. Saat tanah didesa tidak lagi memberikan jaminan hidup, ketika lapangan kerja diperkotaan semakin sempit dan ketika angka pengangguran semakin tinggi, maka hanya dengan usaha mandiri yang mampu membuat manusia bisa bertahan melawan kerasnya kehidupan. Untuk menjadi mandiri paling tidak dibutuhkan, ide cemerlang, kecakapan, kreatifitas, kejelian menangkap peluang, semangat pantang menyerah, kemauan yang keras, ambisi dan juga dukungan dana yang cukup. Membangun kemandirian individu memang tidak mudah apalagi membangun kemandirian bangsa. Kemandirian bagi bangsa ini rasanya sangat sulit diwujudkan ditengah terpaan krisis multidimesional dan bencana yang tak berujung. Kemandirian bangsa ini terus menerus terancam oleh berbagai problematika kebangsaan, mulai dari rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol, indeks pertumbuhan ekonomi mikro yang jalan ditempat, anggaran pendidikan yang tetap kecil, ketahanan pangan yang lemah, sengketa atas pulau – pulau terluar, budaya KKN yang semakin mengakar, ketergantungan kepada pihak asing khususnya lembaga moneter internasional, sampai penjualan aset-aset nasional kepada pihak asing Kemandirian merupakan suatu keniscayaan yang harus dicapai dan diwujudkan oleh tiga sektor masyarakat yaitu sektor publik yang dimotori oleh pemerintah, sektor private oleh para pengusaha, dan sektor ketiga yaitu lembaga-lembaga swadaya masyarakat, lembaga kemanusiaan yang juga harus mengambil peran seoptimal mungkin dalam membangun kemandirian nasional. Imperialisme gaya baru Kemandirian dalam bidang ekonomi secara garis besarnya paling tidak diarahkan pada dua hal yaitu ; pertama, lahirnya kebijakan nasional dalam pengelolaan sumber daya, mineral dan energi, sumber daya air, sumber daya hutan, sumber daya perikanan dan maritim yang optimal oleh bangsa sendiri untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara luas. Yang kedua, kebijakan yang diarahkan pada peningkatan kemampuan pengelolaan sumber daya alam oleh bangsa sendiri dengan jalan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai subjek yang menggerakkan potensi-potensi nasional untuk kemandirian bangsa. Kemandirian dalam pengelolaan sumber daya alam terasa sangat meresahkan, hal ini dapat kita simak dari kasus – kasus yang telah terjadi sampai saat ini. Misalnya Perusahaan tambang emas milik Amerika Serikat, Freeport, yang masih akan menguasai 90% keuntungannya sampai 100 tahun kedepan. Sedangkan bangsa Indonesia yang notabene pemilik gunung emas cuma mendapatkan 10% dari hasil keuntungan, itupun setelah dilakukan perubahan dalam nota kesepakatan kontrak karya pada tahun 2006. Yang lebih parah lagi adalah masyarakat lokal Papua yang tidak menikmati sedikitpun hasil pengerukan emas ditanah nenek moyang mereka. Ini baru satu perusahaan asing belum termasuk beberapa perusahaan asing lainnya yang juga menikmati sebagian besar keuntungan dari eksploitasi sumber daya mineral dan energi khususnya minyak bumi. Untuk yang satu ini, pemimpinan bangsa ini harus banyak belajar pada Presiden Bolivia, Evo Morales yang mampu " memaksa " perusahaan asing yang mengelola sumber daya alam di Bolovia untuk melakukan negoisasi ulang dengan target untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Bolivia.

Membangun Kemandirian Bangsa ; Melawan Imperialisme Gaya Baru Mandiri adalah hal yang mutlak bagi siapa saja dimasa sulit seperti sekarang ini. Saat tanah didesa tidak lagi memberikan jaminan hidup, ketika lapangan kerja diperkotaan semakin sempit dan ketika angka pengangguran semakin tinggi, maka hanya dengan usaha mandiri yang mampu membuat manusia bisa bertahan melawan kerasnya kehidupan. Untuk menjadi mandiri paling tidak dibutuhkan, ide cemerlang, kecakapan, kreatifitas, kejelian menangkap peluang, semangat pantang menyerah, kemauan yang keras, ambisi dan juga dukungan dana yang cukup. Membangun kemandirian individu memang tidak mudah apalagi membangun kemandirian bangsa. Kemandirian bagi bangsa ini rasanya sangat sulit diwujudkan ditengah terpaan krisis multidimesional dan bencana yang tak berujung. Kemandirian bangsa ini terus menerus terancam oleh berbagai problematika kebangsaan, mulai dari rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol, indeks pertumbuhan ekonomi mikro yang jalan ditempat, anggaran pendidikan yang tetap kecil, ketahanan pangan yang lemah, sengketa atas pulau – pulau terluar, budaya KKN yang semakin mengakar, ketergantungan kepada pihak asing khususnya lembaga moneter internasional, sampai penjualan aset-aset nasional kepada pihak asing Kemandirian merupakan suatu keniscayaan yang harus dicapai dan diwujudkan oleh tiga sektor masyarakat yaitu sektor publik yang dimotori oleh pemerintah, sektor private oleh para pengusaha, dan sektor ketiga yaitu lembaga-lembaga swadaya masyarakat, lembaga kemanusiaan yang juga harus mengambil peran seoptimal mungkin dalam membangun kemandirian nasional. Imperialisme gaya baru Kemandirian dalam bidang ekonomi secara garis besarnya paling tidak diarahkan pada dua hal yaitu ; pertama, lahirnya kebijakan nasional dalam pengelolaan sumber daya, mineral dan energi, sumber daya air, sumber daya hutan, sumber daya perikanan dan maritim yang optimal oleh bangsa sendiri untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara luas. Yang kedua, kebijakan yang diarahkan pada peningkatan kemampuan pengelolaan sumber daya alam oleh bangsa sendiri dengan jalan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai subjek yang menggerakkan potensi-potensi nasional untuk kemandirian bangsa. Kemandirian dalam pengelolaan sumber daya alam terasa sangat meresahkan, hal ini dapat kita simak dari kasus – kasus yang telah terjadi sampai saat ini. Misalnya Perusahaan tambang emas milik Amerika Serikat, Freeport, yang masih akan menguasai 90% keuntungannya sampai 100 tahun kedepan. Sedangkan bangsa Indonesia yang notabene pemilik gunung emas cuma mendapatkan 10% dari hasil keuntungan, itupun setelah dilakukan perubahan dalam nota kesepakatan kontrak karya pada tahun 2006. Yang lebih parah lagi adalah masyarakat lokal Papua yang tidak menikmati sedikitpun hasil pengerukan emas ditanah nenek moyang mereka. Ini baru satu perusahaan asing belum termasuk beberapa perusahaan asing lainnya yang juga menikmati sebagian besar keuntungan dari eksploitasi sumber daya mineral dan energi khususnya minyak bumi. Untuk yang satu ini, pemimpinan bangsa ini harus banyak belajar pada Presiden Bolivia, Evo Morales yang mampu “memaksa” perusahaan asing yang mengelola sumber daya alam di Bolovia untuk melakukan negoisasi ulang dengan target untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Bolivia. Di sebuah berita di Suara Pembaharuan Daily tanggal 9 Desember 2006 malah menyatakan 'Tren kepemilikan asing terhadap perusahaan-perusahaan nasional diperkirakan tetap marak pada tahun 2007. Bila tidak diwaspadai, pemindahan kepemilikan dari lokal ke asing ini akan semakin besar. Bisa-bisa pada tahun 2010, sebanyak 85 persen dari 200 perusahaan di Indonesia telah beralih ke tangan asing. Perkiraan itu disampaikan oleh Presiden Direktur IndoConsult, Jos Luhukay, yang juga anggota Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional dalam acara "Business Outlook 2007" Untuk itu diperlukan kemandirian nasional dalam pengelolaan sumber daya alam, dimana hak penguasaan terhadap SDA tersebut sepenuhnya oleh negara sedangkan pihak/perusahaan asing hanya berperan sebagai tenaga teknis bersama – sama dengan tenaga kerja Indonesia, sehingga hasil yang diperoleh sepenuhnya dapat diperuntukkan untuk pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Intervensi asing yang juga sangat terasa dan mengakibatkan ketergantungan jangka panjang adalah keberadaan lembaga moneter internasional (IMF) yang memberikan pinjaman pada bangsa ini dengan tujuan untuk menyelesaikan berbagai krisis yang terjadi. menurut Theotonio Dos Santos, ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara-negara tertentu dipegaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara-negara lain, dimana negara-negara tertentu ini hanya berperan sebagai negara penerima akibat saja. Utang luar negeri selama ini memang menjadi saluran intervensi IMF dalam kebijakan perekonomian nasional, hal ini sangat jelas kita lihat dalam privatisasi BUMN yang hanya menguntungkan para pemodal. Namun dengan pelunasan utang luar negeri pada IMF sebesar 3,2 milliar dollar AS pada akhir 2006 lalu merupakan langkah awal yang baik untuk membangun kemandirian nasional. Salah satu hal yang juga menjadi tolak ukur kemandirian bangsa ini adalah tingkat ketahanan pangan nasional yang tanpa kita sadari terus terancam akibat lemahnya visi pemerintah dalam menangani persoalan ketahanan pangan ini. Program impor beras yang terus terjadi hingga awal tahun 2007 ini akan mengancam ketahanan pangan nasional sekaligus juga akan mendorong terjadinya kemiskinan yang semakin parah ditingkat petani yang semakin kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Model imperialisme gaya baru yang diterapkan oleh negara adidaya seperti Amerika Serikat patut untuk terus diwaspadai kehadirannya yang kadang kala tidak kita sadari telah merusak berbagai sendi kehidupan bangsa. Dibutuhkan ketegasan pemimpin Kemandirian bidang politik dan ekonomi hanya dapat diwujudkan apabila pemimpinan bangsa ini bersikap tegas terhadap upaya campur tangan asing. Ketergantungan pada asing hanya membuat bangsa ini tidak dapat menata masa depannya sendiri karena setiap upaya yang dilakukan untuk keluar dari jeratan kemiskinan dan kebodohan pasti akan terganjal oleh intervensi asing. ketegasan pemimpin bangsa ini untuk tidak dipengaruhi oleh intervensi asing khususnya negara adidaya seperti Amerika Serikat merupakan hal yang sangat penting. Pemimpin bangsa ini harus mampu membangun sebuah politik yang memberikan daya tawar terhadap kepentingan luar. Daya tawar hanya bisa diciptakan bila pemimpin mampu menerjemahkan visi dalam program yang jelas manfaatnya bagi kehidupan rakyat. Program kebijakan bukan sekadar politik belas kasih, melainkan bagaimana rakyat dididik untuk mandiri mengelola sumber daya alamnya. Visi untuk memerdekakan rakyat dari ketergantungan itu harus menjadi pilihan dalam pengembangan potensi yang ada di bumi pertiwi ini (Benny Susetyo, 2006). Pemimpin bangsa harus bisa bersikap tegas dalam menempatkan posisi bangsa ini berdiri sejajar dengan bangsa yang lain, bukannya tunduk apalagi menghamba kepada pihak luar. Ketundukan kepada asing hanya akan semakin menenggelamkan bangsa ini ditengah-tengah persaingan global dewasa ini. Pemimpin bangsa dalam hal ini pemerintah harus tegas menetapkan garis debarkasi yang jelas antara otoritas nasional dalam menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan dengan keinginan pihak luar untuk memberikan bantuan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada bukannya melakukan intervensi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Ketegasan untuk berpihak kepada rakyat bukannya kepada pihak asing merupakan pilihan wajib bagi pemimpin bangsa untuk keluar dari berbagai persoalan kebangsaan hari ini. Kitalah yang paling paham permasalahan yang sedang kita hadapi begitupun dengan solusi untuk menyelesaikannya. UKM dan LSM Pilar Kemandirian Nasional Dalam upaya membangun kemandirian nasional, maka pemerintah wajib untuk memberikan dukungan secara optimal kepada Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagai penggerak perekonomian. UKM secara nyata terbukti mampu bertahan ditengah terpaan krisis ekonomi yang begitu dahsyat dibandingkan dengan pengusaha-pengusaha kelas kakap yang malah menjadi sumber utang luar negeri. UKM memiliki peran yang signifikan dalam menggerakkan roda perekonomian nasional. Hal ini nampak dalam proses pemberdayaan ekonomi masyarakat kelas pinggiran, dimana UKM mampu mengimbangi tingginya tingkat pengangguran nasional khususnya didaerah pedesaan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk bisa bersaing dengan usaha – usaha yang lebih mapan. Pilar kemandirian nasional lainnya yang harus diberikan perhatian secara maksimal adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen dalam upaya pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat kecil menengah bahkan yang tergolong miskin. Kehadiran LSM secara nyata mampu meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan kemandirian masyarakat kecil untuk bisa bertahan bahkan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Membangun kemandirian nasional merupakan tanggungjawab bersama seluruh elemen bangsa, namun pemimpin (pemerintah) memegang posisi sentral dalam mewujudkannya. Tanpa komitmen, ketegasan, dan political will pemerintah maka kemandirian nasional tidak mungkin dapat terwujud. Komitmen ini harus mampu diwujud nyatakan oleh semua elemen pemerintahan, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif lewat keberpihakan kepada rakyat secara totalitas dan mengesampingkan kepentingan individu dan golongan. 3 | Page