BURU BABI:
Minangk@u is wide& knownfor its matrilineal system. One of the matrili11wl values is the man
(sumando;l'uhat positioned as marginal. Sumando is a stranger in his wife's family, as shown in the
traditional proverb saying like ushes on the stump (seperti abu di atas tunggul). This position is not
profitable, so they hare to mgotiate with the woman as a "ruler" to strengthen their "maseullne
idenrity". This d e argues that pig hunting is a media of the identity politics of Minawobrro's men
in establishing and strengthening their identity in the domination matriarchal of the Minangka$au.
1
Keywords: pig hunting, identity politics, indigenous Minangkobau, matriarchal.
ABSTRAK
mi^^ adalah kelompoketnis ymg dikenal kuatdalam rnemapkan
-1
u m k m p e r k u a t "identitas kelaki-takian" rnereka. Melalui artikel ini, coba d i i k k a n b a g ; a r m
buru babi telah dijadikan sebagai media politik identitas bagi laki-laki Minangkabau dalam
mengukuhkan dm m p e r k u a t identitas mereka di twgah dominasi "matriarkatn M i n m M a u
KPb Kunci: bum babi, politik identitas, adat Minangkabw, matriarkat
-
U a hsejak
ial
n,2009:150). DuaWspraktik
dang banyak ahli, rnemang
ktgiti-i
dad a a t w g m
ad w
u a k syang terjadi d a mprakwcmskd
Garnbam akan dualitas praktik sosiai Minang
kabau ini, misalnya, diungkapkan oleh para ahli
dengan berbagai istilah seperti ambtguitgr,
20a:IT).
Cerminan dualitas pmktik sosial Minangkabau di antaranya terliiat pada posjisli Iaki-laki
(sumando! f%afn kdmr9aFWW CsMn~a).
-.-'
w
-
W. 34, No. 1 Februad 2012: 29 38
h u r u t adat, seorang sumando adalah urang
asing (orang luar) dalam kelompok istrinyayang
ditunjukkan dalam pepatah bak abu di ateh
funggua (seperti abu di atas tunggul). Pepatah
ini mgisyamtkan bahwa p i s i seorarig suami
(sumando) sangat tergantung sejauh mana
kebaikanhati"keiuargaistri untuk tetap mernpertahankan dirinya, seperti abu yarig siap diWmngkan apabila angin kencangdatang.
Salah satu bentuk negosiasi yang dilakukan
laki-laki Minangkabau adalah menciptakan
praktik sosial yang Id$h menonjdkan "kejantanan"dan "kekuatanfisit? mereka.Aroma kejantanan dan kekuatan fisik ini tentu saja penting agar
praktik sosial tersebut bisa didominasi dan
dikuasai oleh para laki-lakiyang "jantan dan kuat"
saja. Dengandemikian, aroma keperempuanan
akhimya terpinggirkandan akibatnya intervensi
kekuasaan yang potensialdimasuki oleh perempuanakhimya dimarginalkan.
Salah satu bentuk praktik sosial yang diptakan laki-laki Minangkabau adalah buru babi (pig
hunting), yaitu aktivitas berburu babi hutan (sus
banbatus) yang dilakukan sekelompok laki-laki,
dengan menggunakan beberapa ekor anjing
(canis familiaris) sebagai binatang pemburu. Di
beberapa wilayah Minangkabau, a k f ~ t buru
a~
babi ini dilegitimasisebagai salah satu kegiatan
adat,yaitu sebelum b~rburudilakukanserangkaian upacara yang dipimpin oleh seorang mamak,
bahkan deh seorang kepala sukulkaum (datuak).
Bahkan, aktivitas buru babi ini telah diorganisasi
sebagai salah satu kegiatan olahraga rnelalui
organisasi Persatuan Buru Babi Indonesia
sebelum lslam masuk dan berkembang di
Minangkabau(pra-Padri)(Abdullah, 1966:12).
Akan tetapi, bila kegiatan buru babi ini dianggap telah adajauh sebelum lslam masuk, lalu
mengapa akktivitas ini j u s h tidak melibatkan
perempuan?Padahal,setiap kqiatan adat, yang
dilakukanmasyarakat Minangkabauakan selalu
rnengikutsertakanperan perempuan,baik sebagai
aktor utama maupun sebagai aktor di balik layar
(pendamping). Sebagai aktor utama, perempuan
dalam matrilineal Minangkabau adalah pemilik
setiap upacara adat yang dilakukandan lakiilaki
hanya sebagai "pelaksana tugas* mengemban
amanat dari seorang perempuan (bundo
kanduang). Sebaliknya, seorang perempuanjuga
terkadangb i i beradadi belakang layar (sebagai
aktor pendamping)karena kegiatanadat tersebut
memang berbau laki-laki (sepetti upacara pengangkatan penghulu). Oleh sebab itu, walaupun
perempuan tidak terlibat secara langsung (aktor
di belakang layar) dalam kegiatan adat berbau
laki-lakitersebut, tetapi kegiatan ini hams mendapat legitimasiperempuandalam kelompoknya
(bundo kanduang). Dengan kata lain, posisi
perempuan dalam konteks upacara adat yang
dilakukan laki-laki, ada di belakang layar, yaitu
sebagai pengendali dan pelegitimasi apa yang
akanldan telah diputuskan oleh laki-laki-(Arifin,
2010:83).
Berpijak dari pemikiran di atas, maka buru
babi seharusnya bukanlah aktivitas resmi dalam
konteks adat matrilineal Minangkabau karena
dalam aktivitas tersebut, justru keberadaan
perempuan ditiadakan. Sebaliknya, berbagai
k i i h perjuangankaum Padridalam rnemumikan
-1).
Mengingataktivitas bum babi ini mengguna- ajaran lslamdi Minangkabaupuntidak diiemukan
kanbinatang babi sebagai binatang buruan dan kisah perjuangan kaum Padri dalam melawan
h h n g anjing sebagai binatang pemburudan menentangaktivitas buru babitersebut. Oleh
yang dilabel harammenurut syarak (Islam), diper- sebab itu, aktivitas buru babi ini diduga kuat
W a n , buru babi ini bukanlah sebuah aktivitas memang diranmng sebagai bentuk negosiasitakiymg dilegalkan dalam masyarakat Minangkabau lakidi tengah dorninasikd<uasaanadat mattilineal
pascapadri. Asumsi ini dilandasi dari kuatnya (perempuan). Upaya selalu bemegosiasidengan
hsyarakat Minangkabau memegang teguh berbagai ketentuan adat bukanlah ha1tabu bagi
fbsofi adat basandi syarak, syarak basandi masyarakat Minangkabau. Artinya, buru babi
k?tabullah (ABS-SBK). Oleh sebab itu, aktivitas sebagai bentuk negosiasi terhadap ketentuan
i n i i a l a u memang ada di Minangkabauadat, tentu saja dibdehkandan disahkan rnenurut
dperkkakan adalah aktivitas yang dilakukanjauh adat karena memang negosiasi selalu menjadi
media bagi orang Minmgkabau datam menyeksaikan dualitas praktik sosial dalam
kehidupanmereka(Adfin, 2009359).
-
-...
.-
-=
-7
-2
I
BURU BABl DALAM KONTEKSADAT
MINANOKABAU
Bum babiadalah kegiataqberburubinatang
babiyang dilakukan lakiilakidengan dibantuoteh
binatang anjing sebagai binatang pembunmya.
Kegiatan bum babi ini biqnya dtakukan m u
krkali setiap bulany a q t&a$kri"a; ak&r%@&#u
pindah dad saUi~Pern$atPemk yaM la&.
Tempat yang dijaiffkan &@-a1@+bru @bi hi
adalah wiiayah p w t s b
bnyak dftumbuhi didatangi oleh para pmburu. 438betum perburuan dilakukan, a m diWkan bsbeKapa
semak belukaryang giperkirakan masih banyak
rangkaian kegiatan, di antarslnya adalah
binatang babioya. Wilayah perbuKtandemikian
&t yang dlalcukancsleh,Cakisambutan
tersebar di berbagbi wiIayah di Sumatra Barat laki pemhgn pertauruan di lW~Si-k@@@tan
sehingga tempat kegiatan buru habiini biasanya dengan mwggunakan pqpdah-petitih yang
akan selalu berpindahdaritempat satu ke tempat umum digunalcan dalam kqiatsMa&t_M#aangyang lain.
kabau lainnya. Rangkaian kegiatanbedma adat
Kegiatanburubabiakan melibatkanpuluhan ini tidak pemah rnelibatkan pemmpuan..dalam
laki-laki pemburu (pig hunter) dari berbagai berbagai tahapan dan .aklivitasnya tidak,gda
nagari, bahkandari berbagaiwilayah kabupaten kegiatan ma~ak~memasak
rang biasanya
dan kota yang ada di Prwinsi Sumatra &rat.
dilakukan0lehka.q
n h ~ - Kebanyakanlaki* pemburuinia&kh hkidaki rna&qprenpuanw--~m
. . ~ 4 % masing. Juga tidakada permdinganyapg akan
yang sudah berkeluaga, ipmun jug?
ditemukan merekaadatah W a k i
mklibatkan peremp~andalam pmses pengMum berkeluarga,
ambile k e p m n tqttang a8warrtnain b y tata
tlgaekoranjingpembumnp~~yartgfut.1 bradalam kegiatfinperburuan. Seke$~bn
dari wilayah tempat behru, akah datain@ke dari awal sampai akhir dilakukan b?ehW-laki
lokasidengan r n e n g g hWM
W k h pemburu secara sendiri-sendirimaupunsecara
(bahkan dalam beberapa kasus mengsunakifin bersama-Sam.
mobiltertu8cp). Smmtaraihr, parapemburuy a y
=Mah rangkqian acara kegiatan,selesai,
relatiidekat dengan lokasi akan datang dwgfan diiukanlah 4iati, yaitu perburuan binat;mg
menggunakankendaiaanmotor. Olehsebab itu, babi ks,tengah hutan. Masing-mwirig pemburu,
pada saat kegiatan buru babi ini dilakukan, dengan berteriak akan berlan' mengikuti pah
suasana whyah yang dijadikanm p a t berbwu anjing pemburunya"ke tengah hutan. Skmpai
akan tedihat ramai dan gaduh dengan sudra batas wilayah tertentu, para pemburij masih
memegangi tali pngika€anjing pemburunya,
anjing pemburu.
Anjing-anjing pemburu (dog hunter] 'ini sampai akhimyaketkababi buruansu&h Mihat
adalahanjing-anjing pilihanyang drniliki deh pas dan anjing pemburusudah rnen&&kan nafsu
pemburu dengan cara membeli dari para beringasnysi, tali p4ngikat anjing tersebut akan
pedagang (biasanya datang dad pulau Jawa ditepas agar_aqjpemburubebasnm$$r~abi
Barat), Anjing-anjing iniisebagiinbesar memang yang akan menjadibufuannya.
Bimtagbabiyang mnjadfburuan
jenis anjing kampung yang telah dilatih untuk
akan
dikejar olbh anjing-anjlng yang dimiliki
berburu binatang (khususnya babi) sehingga
.
t
f
!
[
'
i
t:
E
I
1
1
te
Ww
pembwu saja, tetapi h a akan dikejar
lain. Suasana ssperti
ditunggu okh para
pemburuakan
a n j i w ny~untuk
W h dukr mendapatkanbabi buruanmmbunuh babi tersebut paling =pat.
akan berbeda-beda'dalam mekeberingasannyamembunuhbabi
ng terpenting setiap anjing
bunuhbabiburuannp untuk
k@Jjafltungbabitemebut.oleh
r;i'n pgmburu bahkan akan
anjinganjingnya untuk mengoyak
badmbabitsrsebutagar rnampumsngarnbildan
mrnakan jantung babi tersebut. Suasana
membunuhbabiinipentingbagi
karena masing-masing pmburu
&an bisa m i n g menunjukkanbahwa anjing
mmhkah yang terbaik di ant- anjinganjing
ng lain.
babiterbunuh tlan jantungny sudah
dbyak oteh anjing-anjing pemburu, kegiatan
lsjerbunran dianggap selesi. Babi-babi yang
Ber)wnuh akan dibbrkan begitu saja dan para
perntwntakan membawaanjing-anjingrnereka
krnmke perkampungan. Pemburulalurnengikat
mereka dan turun kembaii ke
ntempatawatperburuandilalnrkan.
Rmbufuyang rnernili anjing buruanyang &tif
wdahjiik dan dekat dengan merekaa k a tetap
mmhbiarkananjing-anjing mereka tidak terikat.
W u i kode-kodetettentu, anjing-anjiig ini akan
df@rr9ngke bawah dan bafu akan diikat setelah
mpaidi perkampungan. Membiarkan
ke perkampungantanpa d h t juga
menjadi kebanggaan bagi para pemburu
patuh
untuk menunjukkanbahwa anjing &a
ditngan majikan dan akan selalu mengikuti
perintahmajikannya.
ini mnunjukkan bahwa kegiatanb w babi
,knyaditujukan untuk meriibunuh babi burtian
,$an&k dbjukan untuk membavadaging babi
"lib perkampungan. Artinya, tidak ada motif
n buru babi ini, kewali
laki-lakibelaka.Oleh sebab
rnenempak kegiatanini
sebagai kegiatan dahraga dan kepuasan
psikdog'i-.~~obgisini~
kebw&lan mafnpum a w k mpadapemburu
lain bahwa anjing mereka yang terbaik, yang
dibuktikandenganmukR mjngnya yang penuh
darah. Kebanggaanjuga bisa
pemburu dengan berbagal in
dan anjingnya juga hebat sgSlingga teWang
dayajual anjing mereka akan semakin tidan
dianggap sangat berharga. Artinya, baik sgcara
ekonomi rnaugunsecara psikologi,kel,liabnburu
babitidak membawadampak bararti bagi ldwga
pemburu, tetapi hanygmembawadampak pada
pribadisi pemburussndii.
BURU BABJ:P Q L ~ IDENTITAS
K
wLAKl MlEJANOKABAU OALAM AOAT
MATRILINEAL
.
Bagimasyarakat Minangkabau, adat adalah
aturanaturan, nilai-nilai, &to t-mma-nmlrang
mengatur berbagaiaktivitas kehidupan merska.
Sebagaiaturan, adat dianggap &takleka!~gdeh
panas dan ticAak lapuk d& h@n sehingga adat,
b q i rnasyalrslkat Minangwu, ahn m k udan
diberlakukan sepanjang kehidupan mereka.
KebMahananadat wbagai aturan ini tkbk saja
ditunjukkan dengan tatap ktarinya behapi
atribut, pepatah-petitih, dan mamanian adat
dalam kehidupannya, tetapi )uga ctiunjukkan
sebagai alat pelegitimasi berbagai aktivitas
kehidupannya. Oleh sebab ihr, apa pun yang
dilakukan dan apa pun yang disodorkztn dalam
kehidupan mereka, selalu dmba dikgitimasi
rnelaluiadat yang merekal Mii.
Adat sebagai alat pelegi6masi initah yang
diperkirakan telah mengesahkan' berbagai
gerakan @%k kauhlaki-laki€ M m n g mui%uk
semakin menguatkan pcsEsi Ban idemtitas diri
rnereka.Afifin (201&W),
mimhyt, matlljukkan
bagaimana masyarabt Minangkabau, ysng
diasumsikan ditikukan deh kaumlakiiaki, Wah
rrrampue-~lang
wIaki sebagai marginal man menjadl lerW-krki
sebagai pernimpin utam &iam ke-bp.
Kemampuan dalam kmotffisasi identitas
kepemhplnanini rmrmbuatpemimpinkelompok
I
1
/
1
1
!
I
Yseolah-olah*ada di tangan laki-lakiyang diwakili
dengan gefar dan sebutan penghulu dan niniak
mamak. Padahal dalam realitanya, seorang
penghulu dan niniak mamak tidak bisa berbuat
apa-apa apabila perempuan senior dalam
kelompoknya (bundo kanduangl memutuskan
sebaliknya. Artinya, di p e ~ u k a a nterkesan
pemimpinkelompok ada di tar@an lakiiaki, tetapi
sebenamya di balik layar, perempuanlah yang
menjadipernimpin.
Legitimasi dari adat ini pulalah yang
diperkirakan @kh-rnembuatakWW bwu babi
menjadisebuahkeghtanadat yang di dalarnnya
termuat berbagai aktivitas yang dilegitimasi
melalui upacara-upacafadengantata cara adat.
Bila mengikuti filosof~kehidupan masyarakat
Minangkabau, yang kuat dilandasioleh nilai-nilai
agama (syarak), y a k menyatakanadat basandi
syarak - syarak basandi Mabullah (ABS-ABK),
diperkirakan buru babi tidak akan mendapat
l e g i i . Inimemw~xrlkan
pertanyaantemmdiri,
rnengapa di tengah kuatnya filosofi ABS-SBK
diirapkandahm masyarakatnya,justru aktivitas
bumbabi ini bisa betkembangdan dikembangkan
dalam rnasyarakatnya?
Sebaliknya, bila menyimak berbagai aturan
adat Minangkabau yang matrilineal, kecenderungan nilai-nilai yang tertuang di datamnya
adalah nilaiiilaiyang lebihmenguta-n
pihak
perempuan. Kalaupun diorientasikan kepada
pihak laki-laki, tujuan utamanya adalah untuk
Mmpetkuat posisidan keberadaanpcrempuan
itu sendiri. Sementara itu, aktivitas buru babi
cenderung lebih diorientasikan hanya untuk
kepentinganlaki-laki. Kalaupunada orSentasilain,
seperti wring disosialisasikanpencinta olahmga
burubabisdama ini, yaitu untuk mernbasrrrihama
di ladang-ladangyang ada di sekitar pemukiman,
tetapi orientasi ini pun tetap berorientasi untuk
kepentingan laki-laki. Hal ini disebabkan ladang
adalah wilayah a W s milik laki-laki sehingga
apabila orientasinya untuk membasmi hama,
tujuan tersebut untuk rnembelakepentinganlakilakiagar ladangnyaterhindar dari kenrsakandan
terhindar dari "amarahn perempuan pemilik
m
n
g
.
Berangkat dad asumWumSi kri, W v b s
bunr babi diduga kuat m n g
lakilaki untuk kepentingan la
apalagi nilai-nilai adat Minangkabau tmmmg
terbuka peluang untuk direkonstruksi dan
bun^
dirsdinisi(Arifin, 2010: 86). Melalui
babi dan anjing buruannya (yang ksmudian
memiliki daya jual tinggi), seorang laki-laki
kemudii b imenunjukkankeberadat3n mereka
di tengah masyarakat sebagai seorang yang
psmbaranidan rmmilii kebebasanuntuk kpas
dewi ikatanperempuan(istridan anak-ankavrya).
Dengan demikian, posisi laki-laki sebagai
marginalman menjadilebih"wimbangndengan
posisi perempuan karena mereka tidak iagi
sekadar "patuh" dengan aturan perempwn
(keluarga dan masyarakatnya). Buru babi
akhimya menjadi penting sebagai media dalam
menyejajarkan diri dalam upaya membuka
peluang untuk saling berbagidan d i n g mengisi
satu sama lain. Davis (1995273) memandang,
upaya adat untuk memosisikan laki-laki secara
berimbang ini sebagai salah satu bentuk proses
dialektisyang diikukanorang Wllinangkabauagar
berbagai peran dan posisi yang ada mampu
memainkanfungsi secara maksimal dan saling
meiengkapi satu sama lain (complementat@-).
Gambaran tentang adat ptrilimal dan
kqiatan bum babi di atas menunjukkan bahwa
kehadiran akt~tasbum babi yang kemudian
dilegitimasi oleh adat diduga memiliki tujuan
terselubung yang lebihbeiurientasilakiiki, yang
sengaja diciptakan oleh adat Minangkabau.
Artinya, bum babiadalah salah satu bentuk pd'ik
identitas laki-laki dalam upaya memperkuat
identitas dan eksistensiMnyaditengahdomhnasi
adat perempuan(matrilineal).Asumsi hididasari
dari pernikiranbahwa dengan menguatkanIslam,
yang oenderung membawa adat laki-laki, telah
"memaksanperempuan (adat matrilineal) untuk
juga membagi posisi dan perannya kepada
kdompok laki-laki. Sabh satu carayang dihkukan
adalah dengan melegitimasi aktivitas bum babi
yang mernang didominasi dan diperuntukkan
sebagai aktivitas yang hanya dimiliki oleh
kelompok laki-laki.
=---=-2
--
-
.%
g-
-
Vd: 24, NO. 1 Feb~8n'
2012: 29 36
adat, posisi laki-laki Minangkabau
sifatnya mendua karena di satu sisi
sebagai urang asing (orang luar),
diposisian sebagai orang
ki-laki Minangkabau
sebagai umngasingkarena ia adaiah
i rumah.pemrnpuan
ap saat bisa *Saja "diusir
abu yang rentan terbang ditiup angin
*
-
.*
- .
-.
e:-
dipertaruhkan. Oleh
s diperlakukanseperti
panuah (membawa wadah
pingpenuh berisi minyak) (Arif~n,2006:79).
Dengankata lain, lemahnya posisi sumando
ini, jugs diiringi dengan perlakuan khusus dan
ng merekadalarn berbgai
entingnya peran laki-laki
f@umndo),misalnya digambarkan oleh Junus
61984:311), dalam setiap aktivitas perkawinan,
"'&@mendo
selalu diposisikansebagai"penengah"
bagi kelompok cabn penganten perempuan
?~@idmpok sipangka) dan kelompok penganten
saja, tetapi juga meluas
kti lain yang menunjukkanakan pentingran sumando dalam kehidupan kerabat
ini, juga tergambar dalam tradisi bajapuik
200156; Davis, 1995:285). Tradisi baja-
ng demikian, rnenurut Azwar (2001:
a m p adaiahsalah satu bentuk pengpihak kerabat wanita kepada seorang
(sumando), dan bukti penghargaan
tradisi bajapuik tersebut. Walaupun
kan secara gratis pada semua laki-taki,
tetapi sangat diitentukan okh kemmysuan bkilakitersebutdab menunjukkani d e mdtfnya.
Berbagaicara akan dilakukmtakiiaki untuk
menunjukkan identitas dirinya, baik melalui
kepemiKkan ham kekayaan(material), jabatan
(Cabatanadat ataujabatan birdvasii, pertdKfikan,
maupun kemampuan diri (kekuatan atau
pengar&). B u i u b a W d m m s i k a n ~ asalah
i
satu cara bagi laki-laki untuk menunjukkan
identitas dirinya di tengah dominasi perempuan
bahwa mereka adalah seorang gng pemberani
dan tentu saja "jantan". Bagi seorang laid-laki
yang sudah berkeluarga, buru babi juga bisa
menjadi media untuk menunjukkan identitas
dbhya sebagaiseolang hki:hkiyang bebas (k?
man), bukanseorang l a k i k iyang tunduk begitu
saja dengan aturan perempuan [~trinya).
Upaya iaki-laki untuk menunjukkanidentitas
dirinya sebagai seorang yang bebas (fmman)
dan tidak begitu saja tunduk dengan aturan
perempuan ini adalah salah satu konsekuensi
yang harus diierima laki-lakidi tengah domhasi
adat matrilineal. Dalam konteks masyarakat
Minangkabau, tradisi bajapuik di Minangkahu
walaupun sudah menjadi ketentuan adat yang
haws dipatuhi, negosiasi antara dua keluarga
(laki-laki dan perempuan) akan selalu terjadi
sebelum kesepakatandiambil. Proses nesegosiasi
seperti ini penting dilakukan karena, mc?nutut
Abdullah (1966:7), proses penyatuan dua k e
luargamelaluiperkawinansangat mernungkinkan
akan rnenjadi arena pertemputan (battle fie!@
yang sebenarnya karena dua keluarga akan
selalu bewpap mempertahankan gengsi d m
kehorrnatanmasingmasing.
Walaupun posisiiaki-lakidalam adat matriliineal Minangkabau adalah posisi yang tidak
menguntungkan(margi'Iman),adatjuga m
buka peluang bagi rnerekauntuk nmegmkdkan
kembali posisi dan identitasdirinya. Negosiasi ini
tentu saja terkait dengan upaya untuk mmguatkan dan menegaskan kembali keberadaan
mereka di tengah dominasi kekuasaan perempuan tersebut. Berawat dari pemikkaninilah,
aktivitas bum babi lebihdipahami sebagai salah
satu bentuk negosiasiyang dilakukan oieh lakb
laki Minangkabauuntuk memint.pengakuandsaS
adat matrilinealnya akan arti penting diri dan adat karena &ap upacamyang d i W dehadat,
identitas mereka.
haruslah mengikutsertakan pemrnpum, baik
Dalam banyak kajiin, upaya menegosiasikan sebagai aktor utama maupun sebagai aktor
posisi dan identitas laki-laki ini, lebih dipandang pendamping.
sebagai bentuk pengaruhlslamyang disusupkan
Aktiiitas buru babi ini diduga kuat memang
dalam kehidupan masyarakatnya (Dobbin, dirancang sebagai bentuk negosiasi laki-laki di
2008:192). Pengaruh lslam ini,misalnya, terlihat tengah dominasi kekuasaan adat matrilineal
pada pemberian berbagai gelar kepada laki-laki (perempuan) di Minangkabau. Halini disebabkan
yang pada akhimya berdampingandengan gelar kuatnya dominasi perempuan dalam setiap
adat dan menjadi bagian penting dalam kehidup aktivitas kehidupan membuat posisi laki-laki
an masyarakatnya. Gelar bagindo, misalnya, Mnangkabaudi mata adat lebihsebagai marginal
adalah sebuah $ahryang ditengarai berasal dari man. Walaupun islam telah mengangkat posisi
pengaruh Islam, yaitu baginda. Gelar sidi juga laki-laki Mmangkabauini menjadi lebih berkuasa,
ditenggarai berasal dari kata saMi. Begitu pula, pemberian kekuasaan dernikiin terlihat semu
gelar sutan berasal dari kata sultan. Hal ini juga karena perempuan (bundo kanduang) tetap
diakui oleh Davis ( I985288) yang secara tegas sebagai pemegang kunci kekuasaan di tengah
mengatakanbahwawalaupunhubungan laki-laki masyarakatnya (walaupun oenderung berada di
dan perempuandalam adat Minangkabau lebih balik layar).
berbentuk oposisi, tetapi pada intinya, keduanya
saling melengkapisatu sama lain (complementaDAFTAR RUJUKAN
nty), atau mengikuti pemikiran Krier ( I994: 172)
Abdullah, T. 1966. 'Adat and Islam: An Examination of
selalu ada keseimbanganposisi antara laki-laki
Conflict in Minangkabau" dalam Indonesia No.2
dan perempuan (cmss3ender).
(Oktober).
Buru babi adalah sebuah aktivitas yang
umumdilakukan okh laki-lakiMinangkabauyang
diperkirakan telah muncul jauh sebelum Padri
mengislamkan mayarakat Minangkabau. Bum
babi hanya melibatkan laki-laki saja, yaitu
melakukan perburuan binatang babi hutan (sus
barbatus) dengan dibantu seekor atau beberapa
ekor anjing (canis familiaris) sebagai binatang
pemburu. Dalam konteks sekarang, aktivitas ini
dilakukan secara adat, yaitu sebelum perburuan
binatang babi dilakukan, diawali dengan
serangkaian upacara adat yang dipimpin oleh
seorang marnak (bahkan datuak).
Sesuai dengan filosofi yang diyakini
masyarakat Minangkabau yaitu adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK),
khususnya sejak lslam dijadikan agama etnik
orang Minangkabau, aktivitas buru babi ini
diperkirakan bukanlah sebuah aktivitas resmi
dalam masyarakat Minangkabau. Aktivitas ini
diperkirakanjuga bukanlahaktivitas resmi dalam
Arifin, Zainal. 2009. "Dualitas Praktik Perkawinan
Minangkabau" dalamjurnal Humaniora Volume 2 1,
Nomor 2, Juni 2009. Yogyakarta: Fakultas llmu
Budaya UGM Yogyakwta.
. 20 10. Rekonstruksi dan Redefinisi Adat
dalam Praktik Sosial Masyaraket Minangkabau.
(Penelitian Hibah Kompetensi). Jakarta : Dirjend
PendidikanTingi, Departemen PendidikanNasional
Rl.
Arifin, Zainal, Maulid Hariri Gani, Sidarta Pujiraharjo,
Fajri Rahman. 2006-2007. Model Perilaku Politik
Masyarakat Minangkabau sebagai Bentuk Pengaruh
Dualisme Adat h r e h . (Penelitian Hibah Benaing).
Jakarta : Dirjend Pendidikan Tingi, Departemen
Pendidikan Nasional RI.
Azwar, W. 200 I . Matrilokal don Status Perernpuan dalam
Tradisi Bajapuik. Yogyakarta: Galang Press.
Davis, C. 1995. "Hierarchy or Complementarity?
Gendered Expressionof MinangkabauAdat" dalam
lndonesia Circle No. 67.
De Jong, PE. de Josselin. 1960. Minangkabau and Negeri
Sembilari. Socio-Political Structure in Indonesia.
Jakarta:Bhratara.
Dobbin, C. 2008. Gejolak Uronomi, Kebangkitan Islam,
dan Gerakan Padri: Minangkabau ( 1 784- 184 7).
Jakarta: Komunitas Bambu.
luna,U. 1964. "Some Remarks on Minangkabau
Saucxure" dalarn Bijdragen tot de Too-, Land- en
W c o n d e No. 120.
h,
J.M. 1994. Displacing Distinction: Political Processes
in the Minangkabau Backcountry. Ann Arbor:
Hanacd University Press.
Saanin, H.H.B. 1989. "Kepribadii Orang Minangkabau
dan Psikopatologinya" dalam M.A.W.Brouwer
(eds). Kepribadian dan Perubahannya. Jakarta:
Penerbit Grarnedia.
Sairin, S. 2002. knrbahan Sosial Masyarakcit Indonesia.
k w k t i f Antroporogi. Yagyakarta: Pustaka Majar.