Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
MODUL TEKNOLOGI MINYAK ATSIRI Oleh : Muh. Aniar Hari Swasono, MP Mahasiswa ITP 2013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN 2016 Pengertian Dan Kegunaan Minyak Atsiri Pengertian Minyak Atsiri Pada zaman dahulu minyak atsiri hanya digunakan sebatas pengaplikasian dalam bidang kesehatan saja. Karena pengetahuan yang mereka dapatkan juga masih terbatas dan teknologi dalam mengahasilkan minyak tersebut pun masih belum ada. Dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi yang telah berkembang pada saat ini, minyak atsiri tidak hanya digunakan pada bidang kesehatan tetapi dalam industri makanan pun sudah bisa digunakan. Mulai dari minyak atsiri sebagai bahan baku pembuatan produk ataupun sebagai produk yang jadi. Cara menghasilkan minyak atsiri pun dengan menggunakan metode destilasi atau penyulingan yaitu suatu metode pemisahan berdasarkan kemudahan zat tersebut dalam menguap (volatil). Di Indonesia minyak atsiri dapat berasal dari hasil destilasi tanaman seperti cengkeh, nilam, kenanga, sereh dan lain-lain. Minyak atsiri dikenal dengan nama lain yaitu minyak essensial atau biasanya juga disebut dengan minyak terbang. Dalam artian minyak atsiri merupakan minyak yang berasal dari tanaman, yang komponen kimia di dalamnya mudah menguap (volatil) pada suhu kamar. Sebagian besar minyak atsiri umumnya tidak berwarna (bening) pada kondisi yang masih murni ataupun segar. Akan tetapi, pada penyimpanan minyak atsiri yang terlalu lama dapat mengakibatkan warna dari minyak atsiri pun berubah pula menjadi warna gelap sehingga senyawa-senyawa yang ada pada minyak atsiri tersebut sedikit demi sedikit akan hilang. Secara umum minyak atsiri disimpan pada tempatyang kering dan sejuk agar tidak mudah teroksidasi dengan yang lain, diisi dengan penuh, dan ditutup rapat agar udara yang diluar tidak masuk kedalam. Minyak atsiri dapat bersumber dari bagian tanaman, seperti pada bunga, buah, daun, biji, batang, kulit atau akar sekaligus. Minyak atsiri memiliki peran yang penting pada industri sebagai cita rasa pada makanan atau minuman, kosmetik, antiseptik, parfum, obat-obatan atau lainnya karena minyak atsiri berbau wangi sesuai tanaman yang dihasilkannya. Di Indonesia merupakan Negara penghasil minyak atsiri yang cukup besar sehingga Negara ini dapat dijadikan produse penghasil minyak atsiri yang ada di dunia. Kandungan minyak atsiri dari tanaman yang dihasilkan berbeda-beda dari minyak atsiri yang lainnya karena komponen kimia dalam minyak atsiri pun berbeda. Komponen kimia dari minyak atsiri adalah sesuatu yang paling dasar dalam menentukan aroma maupun kegunaannya. Sifat dari minyak atsiri secara umum yaitu mempunyai aroma yang spesifik, suhunya tidak stabil terhadap lingkungan, dapat larut dalam pelarut organik dan tidak dapat larut dalam air, sangat mudah menguap pada suhu kamar. Kegunaan Minyak Atsiri Pada sebagian tanaman ataupun tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri, minyak atsiri sendiri mempunyai beberapa fungsi yaitu dapat membantu dalam proses penyerbukan, sebagai penyimpan cadangan makanan, dan dapat mencegah kerusakan pada tanaman atau tumbuhan. Salah satu komponen utama yang ada pada minyak atsiri adalah termasuk ke dalam senyawa terpena dan terpenoid yang memberikan aroma harum atau wangi. Pemanfaatan minyak atsiri diIndonesia semakin luas, tergantung dengan teknologi yang ada pada saat ini, akantetapi hanya sebagian besar masyarakat saja yang mengetahui kegunaan yang ada pada minyak atsiri tersebut. Minyak atsiri banyak memberikan manfaat mulai dari bidang industri makanan sampai kecantikan. Adapun beberapa manfaat lain yang ada pada minyak atsiri, seperti : Dapat digunakan sebagai antiseptik, karena dapat membunuh dan menghambat adanya pertumbuhan mikroorganisme yang ada pada jaringan hidup seperti kulit. Dapat merangsang adanya aktivitas enzimatik yaitu dapat mempercepat reaksi atau katalis. Sebagai antioksidan, karena mampu untuk menghambat adanya oksidasi yang menghasilkan radikal bebas atau mencegah radikal bebas yang akan masuk kedalam tubuh. Dapat menambah nilai jual serta cita rasa pada industri makanan atau minuman. Sebagai bahan tambahan obat-obatan pada bidang farmasi dan kedokteran. Untuk merawat rambut, seperti mengatasi rambut rontok, ketombe, kulit kepala gatal dan kering. Sebagai terapi untuk mengatasi masalah-masalah yang ada pada badan seperti lelah, cedera, sakit kepala, susah tidur dan lain-lain. Karena itulah, sebagian besar orang yang sudah lanjut usia menggunakan minyak atsiri tersebut sebagai terapi atau minyak urut (pijat). Untuk menyegarkan udara, seperti pengharum atau pewangi ruangan dengan berbagai aroma yang khas dan berbeda-beda yang dihasilkan oleh jenis tanaman itu sendiri. Sebagai krim kulit yang digunakan untuk perawatan agar kulit terasa lebih lembut dan penggunaan minyak atsiri pada krim tersebut tidak menimbulkan efek samping yang berlebih, jadi aman untuk digunakan. Untuk mengusir stress, karena minyak atsiri dapat memberikan rasa tenang dan nyaman apabila menggunakan dengan teratur. Minyak atsiri sendiri dapat berfungsi untuk mencegah bau badan yang tidak diinginkan dan bisa dijadikan sebagai deodorant. Minyak atsiri dapat berfungsi sebagai insektisida dan dapat melindungi rumah dari ancaman serangga. Sebagai bahan baku pembuatan parfum, kosmetik dan lain sebagainya. Dapat digunakan sebagai aromaterapi atau spa. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi minyak atsiri antara lain, seperti umur tanaman yang akan diambil minyak atsirinya, jenis varietas tanaman tersebut, kondisi dimana tanaman itu tumbuh, pada saat pengeringan bahan baku, perajangan bahan baku, proses penyimpangan bahan baku aman atau tidaknya dan suhu pun bisa berpengaruh pada proses penyimpanan bahan baku tersebut, metode yang digunakan dalam proses produksi minyak atsiri, kondisi operasi dimana proses tersebut dilakukan, jenis alat yang digunakan dalam proses tersebut, jenis pelarut yang digunakan pelarut organik atau bukan pelarut organik, proses pemurnian pada bahan, pada saat proses pencampuran bahan, pengemasan produk yaitu ditempatkan pada wadah yang gelap, proses penyimpanan produk dan suhu pun juga harus disesuaikan agar minyak atsiri sendiri tidak mudah untuk teroksidasi, serta dilakukannya pengawetan agar produk minyak atsiri tersebut tidak cepat rusak dengan menyimpan produk tersebut sesuai dengan sifat-sifat yang ada pada minyak atsiri tersebut. Adapun jenis-jenis pelarut yang sering digunakan dalam produk minyak atsiri antara lain : Memiliki titik didih yang tepat agar dapat larut atau disesuaikan Tidak mudah bereaksi apabila dalam kondisi yang kurang sesuai dengan lingkungannya Menggunakan pelarut organik atau dapat melarutkan reaktan dan reagen Pelarut yang digunakan mudah untuk dihilangkan pada saat reaksi akan berakhir Pelarut sendiri harus bisa bertindak sebagai pengontrol suhu, agar reaksi dapat berlangsung dengan cepat Pertanyaan Apa yang dimaksud dengan minyak atsiri serta dimana minyak atsiri berasal ? Sebutkan jenis-jenis pelarut yang sering digunakan dalam produk minyak atsiri ? Daftar Pustaka https://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri http://lansida.blogspot.co.id/2012/06/apakah-minyak-atsiri-itu.html http://manfaat.co.id/manfaat-minyak-atsiri http://atsiri-magelang.blogspot.co.id/2012/04/minyak-atsiri-antara-manfaat-dan.html Kerusakan Pada Minyak Atsiri Minyak atsiri mempunyai sifat yang sama seperti minyak /lemak pada umumnya, yaitu akan mudah rusak jika terkena faktor-faktor lingkungan yang mendukung terjadinya kerusakan tersebut. Selain itu minyak atsiri mempunyai sifat lain yaitu dapat menguap pada suhu kamar dan penguapannya akan semakin besar seiring dengan peningkatan suhu lingkungan sekitar. Minyak atsiri umumnya juga dapat larut dalam alcohol serta pelarut organic lainnya, namun kurang larut dalam alcohol encer yang konsentrasinya kurang dari 70%. Jika minyak atsiri mengandung fraksi eter dalam jumlah yang besar, maka daya larutnya akan lebih kecil. Oleh karena itu, berdasarkan sifat-sifat minyak atsiri yang telah disebutkan diatas maka minyak atsiri ini merupakan salah satu bahan yang mudah mengalami kerusakan dan kehilangan terutama karena factor lingkungan. Maka dari itu lingkungan yang ada harus diatur sedemikian rupa agar resiko kerusakan minyak atsiri dapat diminimalisasi terutama selama periode penyimpanan. Namun minyak atsiri ini akan lebih mudah rusak dan hilang jika minyak atsiri ini masih terkandung dalam bahan. Kandungan minyak atsiri yang ada dalam bahan dapat rusak selama penyimpanan terutama disebabkan oleh proses oksidasi, resinifikasi serta kerusakan yang disebabkan mikroorganisme. Kerusakan ataupun kehilangan minyak atsiri dalam bentuk bahan ini akan lebih besar terjadi selama proses pelayuan dan pengeringan dibandingkan selama proses penyimpanan bahan dalam kondisi kering. Hal ini disebabkan karena selama proses pelayuan, air dan minyak yang ada dalam sel bahan akan berdifusi ke permukaan bahan dan selanjutnya menguap. Selama periode penyimpanan, adanya sirkulasi udara yang relative tinggi dalam ruang penyimpanan akan mempercepat terjadinya oksidasi karena panas dan oksigen diudara. Umumnya bahan yang berbentuk bunga dan daun tidak tahan disimpan dalam waktu lama, sedangkan bahan-bahan yang berbentuk biji, kulit, akar dan kayu akan lebih tahan lama jika disimpan. Warna dari minyak atsiri yang baru diekstrak biasanya tidak berwarna/berwarna kekuningan, ada juga jenis minyak atsiri yang berwarna kemerahan, hijau atau biru. Jika minyak atsiri tersebut dibiarkan dalam udara terbuka dalam waktu yang lama serta terkena cahaya matahari dan berada dalam suhu kamar, maka minyak tersebut akan mengabsorbsi oksigen di udara, sehingga akan menghasilkan warna minyak yang gelap dan bau wangi alaminya akan berubah, serta minyak akan menjadi lebih kental dan akan membentuk sejenis resin. Untuk penyimpanannya sebaiknya minyak atsiri disimpan dalam botol yang berwarna gelap jika jumlah minyak yang disimpan dalam jumlah kecil, hal ini ditujukan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. Sedangkan jika penyimpanan minyak atsiri dalam jumlah besar, maka penyimpanannya dapat dilakukan didalam drum yang dilapisi dengan laquer atau pernis yang tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya reaksi antara minyak dengan ion logam yang ada di drum. Selain itu untuk menghindari terjadinya oksidasi selama penyimpanan dalam drum, maka dapat dilakukan penyemprotan gas karbondioksida/nitrogen ke dalam drum sebelum drum ditutup, tujuannya adalah untuk meghilangkna gas oksigen dari permukaan minyak yang ada dalam drum. Suhu penyimpanan juga perlu diperhatikan, karena penyimpanan dalam suhu yang terlalu rendah akan menyebabkna terbentuknya endapan berupa lilin. Meskipun penyimpanan tidak banyak mempengaruhi kerusakan dan kehilangan minyak atsiri yang terkandung pada bahan, namun pada minyak atsiri yang telah diekstrak dari bahan, penyimpanan sangat berpengaruh terhadap kerusakan dan kehilangan baik secara kimia maupun fisika. Biasanya kerusakan disebabkan karena reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi atau polimerasi, hidrolisis dan proses penyabunan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadinya proses kerusakan dan kehilangan dapat dipercepat karena adanya panas, udara (oksigen), kelembaban serta adanya cahaya dan pada beberapa kasus kemungkinan dikatalis oleh logam seperti pada waktu penyimpanan dalam drum. Berikut adalah beberapa kerusakan yang terjadi pada minyak atsiri, sebagai berikut Proses oksidasi Oksidasi dapat diartikan sebagai interaksi antara molekul oksigen dengan zat lain yang berbeda, bisa dari logam sapai jaringan hidup. Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam terpen. Peoksida yang memiliki sifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga akan membentuk senyawa aldehid, asam organic dan keton ynag menyebabkan adanya perubahan bau yang tidak dikehendaki. Pada masyarakat umumnya, proses ini biasanya disebut dengan ketengikan (rancidity). Proses Hidrolisis Hidrolisis adlaah suatu reaksi kimia ynag emmecah molekul air menjadi kation hydrogen (H+) dan anion hidroksida (OH-) melalui suatu proses kimia. Atau dengan kata lain proses hidrolisis ini adalah pemecahan suatu senyawa atau polimer tertentu dengan bantuan air. Proses hidrolisis dapat terjadi pada minyak atsiri karena mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alcohol . Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator. Resinifikasi (polimerisasi) Resinifikasi atau polimerisasi merupakan reaksi penggabungan atau pembentukan senyawa polimer dari senyawa monomernya. Beberapa fraksi yang ada dalam minyak atsiri dapat membentuk resin yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan minyak yang menggunakan tekanan dan suhu tinggi serta dapat pula terbentuk selama penyimpanan. Resinifikasi dapat menyebabkan minyak atsiri berubah menjadi padat dan berubah warna menjadi lebih gelap. Resin ini berbentuk seperti endapan. Ada 2 bentuk polimerisasi yaitu : polimerisasi yang terjadi pada monomer tidak jenuh yang menghasilkan senyawa polimer dengan berat molekul yang tinggi dan rumus molekul satuan structuralnya identik dengan monomer yang bersangkutan. polimerisasi kondensasi terjadi pada minyak atsiri yang mengandung gugus fungsional seperti aldehid atau keton. Proses Penyabunan Pada minyak yang memiliki kandungan fraksi monoester serta asam organik dapat terbentuksabun dengan adanya basa. Selain karena faktor lingkungan, minyak atsiri juga dapat mengalami perubahan sifat kimia atau dengan kata lain dapat mengalami kerusakan selama proses pengolahan, proses pengolahan yang berpengaruh terhadap perubahan sifat kimia minyak atsiri adalah sebagai berikut Proses Ekstraksi Proses ekstraksi adalah proses yang dilakukan untuk mengambil ekstrak atau sari yang terdapat dalam suatu bahan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Suhu yang digunakan selama proses ekstraksi ini dapat melebihi 100˚C. Suhu yang terlalu tinggi pada saat proses ekstraksi tersebut dapat membuat minyak atsiri mengalami perubahan sifat kimia Proses Pengepresan Pada proses pengepresan ini perubahan kimia yang terjadi pada minyak atsiri terutama adalah karena minyak atsiri mengalami kontak langsung dengan udara. Sehingga nantinya rentan untuk terjadi reaksi oksidasi yang menyebabkan terjadinya perubahan bau atau menyebabkan ketengikan pada minyak atsiri. Pertanyaan Sebutkan kerusakan-kerusakan yang terjadi pada minyak atsiri ? Apa yang dimaksud dengan proses ekstraksi dan pengepresan ? Daftar Pustaka https://widhaaprilandini.wordpress.com/2010/12/30/minyak-atsiri/ http://andrewopunk.blogspot.co.id/2010_07_01_archive.html Teknik Pengemasan Minyak Atsiri Pengemasan merupakan teknologi yang dapat meningkatkan tingakan daya tahan suatu produk yang kemas. Teknologi pengemasan ini sebenarnya sudah ada dari jaman nenek moyang kita yang pada zaman dahulu masih menggunakan alat pengemasan yang secara tradisonal seperti contoh sebelum di temukannya berbagai jenis plastik, botol, fiber, keramik dll sebagai alat pengemas bahan makanan mereka sudah terbiasamenggunakan wadah-wadah tradisional seperti membungkus daing dengan menggunakan daun pohon jati dan daun pohon pepaya yang selain berfungsi untuk memperlunak daging ketika dimasak daun pohon ini memiliki enzim yang dapat memperlunak daging menyerap kadar air dalam bahan sekaligus memperpanjang masa simpanya. Untuk penyimpanan dalam bentuk cair nenek moyang kita menciptakan berbagai bentuk kendi baik dengan memanfaatkan bagian lubang pada tengah pohon bambu ataupun dengan membuat kendi yang dibuat dari batu dan tanah hal ini difungsikan agar mereka bisa menyimpan cadangan air minum ketika di musim dimusim kemarau tiba hal ini menjadi cikal bakal teciptanya teknologi masyarakat modern yang terbiasa menyimpan bahan cadangan makanan dan minuman yang mana apabila suatu waktu makanan yang terdapat pada musim – musim tertentu tidak dapat di temukan sehingga makanan musiman seperti buah – buah atau ikan di laut yang melimpah pada musim musim tertentu bisa dinikmati setiap waktu. Pada dasarnya tujuan dari penyimpanan selain untuk memperpanjang masa simpan juga bertujuan untuk melindingi bahan dari kotoran – kotoran yang dapat menurunkan kualitas bahan sekaligus melindungi dari tumbuhnya mikroorganisme yang dapat menjadi pembusuk dalam sutu bahan pangan. Minyak atsiri atau yang biasa disebut dengan aetheric oil atau minyak esensial merupkan kelompok minyak yang berwujud cairan kental pada suhu normal ini merupakan minyak yang di hasilkan oleh berbagai tumbuhan baik dari bagian akar, daun atau bunga yang mana proses pengambilannya memalui suatu proses destilasi yang sangat panjang yang mana tujuannya hanya untuk mengambil kandungan minyak yang terkandung dalam bahan. Minyak atsiri ini merupakan bahan dasar dari pembuatan minyak wangi ataupun minyak aromaterapi yang mana ciri khasnya memiliki aroma yang sesuai dengan khas bahan baku yang di destilasi. Dalam lingkungan minyak atsiri sebagai metabolit sekunder yang berperan untuk mempertahan diri agar tidak dimakan oleh hewan (hama) atau melindungi diri dari serangan musuh seperti hanya pada hewan kepik yang mengeluarkan aroma tak sedap ketika merasa dirinya terancam oleh hewan lain atau oleh manusia akan tetapi zat yang di keluarkan oleh kepik bukan termasuk di golongkan dalam golongan minyak atsiri. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah sehingga di perlukan teknologi pengemasan yang dapat mempertahankan bau khas yang terkandung dilamnya sehingga dapat diambil manfaatnya baik sebagai aromaterapi maupun sebagai campuran dalm pembuatan minyak wangi dan campuran penguat rasa atau sebagai flavonoid dalm proses pengolahan makanan. Karena titik uap yang yang terdapat pada minyak atsiri rendah sehingga diperlukan bahan pengemas yang dapat mempertahankan kondisi dari suhu panas yang dapat mempercepat penguapan pad minyak atisiri seperti menggunakan kemasan berbahan kaca tebal, ceramic, dan plastik yang dapat melindunginya dari panas seperti plastik jenis PET yang mana jenis plastik tersebut tidak tahan terhadap panas akan tetapi karena ketebalannya plastik tersebut dapat memperthankan kondisi dingin dan plastik ini tidak mudah pecah atau retak seperti pada plastik jenis PP jika disimpan pada lemari pendingin karena biasanya para ilmuan menyimpan hasil dari pemurnian minyak atsiri disimpan dalam lemari pendingin. Selain harus dengan menggunakan bahan pengemas yang dapat menjaga kondisi dari suhu panas minyak atsiri harus disimpan dalam konsidi wadah tertutup rapat sehingga aroma yang terkandung didalam minyak atsiri tersebut tidak menguap dan menghindarkan penyimpanannya dari paparan sinar matahari langsung apabila di simpan pada kondisi ruangan. Pertanyaan Apa yang dimaksud dengan pengemasan ? Jelaskan mengenai teknik pengemasan minyak atsiri ? Daftar Pustaka https://www.goodreads.com/author_blog_posts/6112104-mengenalpengemasan-produk-bahan-makanan Standarisasi Mutu Minyak Atsiri Minyak atsiri atau yang biasa disebut dengan essential oils, etherial oils, atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Minyak atsiri memiliki banyak kegunaan, tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil sulingannya. Biasanya minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam perisa maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients), contohnya kosmetik, bahan pewangi pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan menggunakan minyak atsiri setelah mengalami pengolahan sebagai perisa atau menambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai fragrance juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida. Di Indonesia minyak atsiri sebagian besar masih diproduksi oleh masyarakat yang kurang mengerti tentang minyak atsiri itu sendiri, sehingga rata-rata minyak yang dihasilkan pun tidak sesuai dengan standarisasi mutu yang telah ditentukan baik oleh Food Chemical Codex, ISO maupun Standart Nasional minyak atsiri di Indonesia. Mutu minyak atsiri ditentukan oleh komponen kandungan minyak atsiri dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Jika minyak atsiri tidak memenuhi standarisasi yang telah ditentukan maka nilai jualnya pun rendah pula. Untuk meningkatkan mutu dan nilai jual minyak atsiri perlu dilakukan perlakuan yang sesuai yaitu dengan proses pemurnian baik secara fisika maupun kimia. Berikut merupakan parameter yang digunakan untuk menguji mutu minyak atsiri : Berat Jenis Prinsip berat jenis minyak atsiri berdasarkan perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Cara penentuan berat jenis minyak atsiri yaitu dengan menggunakan alat piknometer. Cara penggunaanpiknometer adalah sebagai berikut : Timbang piknometer kosong. Jika kotor, bersihkan piknometer dankemudian keringkan sampai piknometer benar-benar kering. Kemudian masukkan minyak atsiri yang akan diuji sampai penuh. Jika ada tumpahan, keringkan piknometer sampai kering sempurna. Setelah kering, timbang piknometer yang sudah berisi minyak atsiri tersebut. Dan catat hasil dari berat. Kemudian masukkan dalam rumus : Density = Indeks Bias Prinsip indeks bias minyak atsiri di dasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya.Cara penentuan indeks bias minyak atsiri menggunakan alat refraktometer. Cara penggunaannya pun mudah, karena cukup dengan menaruh sampel yang akan diuji pada tempat yang disediakan di refraktometer. Secara otomatis nilai indeks bias akan muncul pada refraktometer, seperti contoh dibawah ini : Tampak dalam saat pengujian bahan yangdiuji. Saat pengujian, minyak atsiri jangan sampai tercampur dengan air atau substansi pemalsu, karena jika tercampur maka indeks biasnya akan menjadi rendah. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang, namun sebaliknya jika terdapat campuran bahan–bahan yang memiliki berat molekul tinggi (kerapatan tinggi) maka semakin tinggi pula indeks biasnya. Putaran Optik Putaran optik diukur dengan menggunakan alat polarimeter yang mempunyai tabung polarimeter 10 mm yang berisi minyak atau cairan yang diperiksa dibawah alat pemeriksa di antara polariser dan analiser. Secara perlahan-lahan analiser diputar sampai setengahnya yang dapat dilihat melalui teleskop, dan intensitas sinarnya sama denganpenerangannya. Pada pengaturan yang sesuai, akan dapat dilihat arah rotasi ke kanan atau ke kiri berdasarkan intensitas penerangan dari kedua bagian bidang. Penentuan arah rotasi yaitu apabila analiser berputar berlawanan arah dengan jarum jam dari titik nol tersebut levo, sedangkan jika searah dengan jarum jam disebut dextro. Sesudah arah rotasi ditentukan, dengan hati-hati analiser diatur kembali sampai didapatkan intensitas penerangan yang sama dari kedua bagianbidang. Kemudian dengan mengamatinya lewat teleskop sambil memutar tombol analiser, maka garis diantara kedua bidang itu menjadi jelas atau tajam dan selanjutnya dapat dibaca nilai derajat dan menitnya. Bilangan Asam Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Pertambahan bilangan asam dapat terbentuk saat penyimpanan minyak atsiri yang kurang baik, dengan lama penyimpanan yang terlalu lama dan adanya kontak antara minyak atsiri dengan sinar dan udara sekitar maka terjadi reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat. Selain penyimpanan minyak atsiri yang kurang baik, penyebab lain bertambahnya bilangan asam adalah saat penyulingan yaitu pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. Sehingga secara otomatis bilangan asam minyak atsiri akan bertambah. Kelarutan dalam Alkohol Menurut pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak atsiri dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung didalamnya. Pada umumnya minyak atsiri mengandung persenyawaan yaitu terpen teroksigenasi dan terpen tak teroksigenasi. Jika minyak atsiri mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi makaminyak atsiri lebih mudah larut daripada minyak atsiri yang mengandung terpen tak teroksigenasi. Jadi semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik. Standarisasi Mutu Minyak Atsiri : Jenis Parameter Mutu Tambahan Warna Bobot jenis 250C/250C Indeks bias 250C Putaran optik Kelarutan Minyak adas Food Chemial Codex (FCC) edisi IV Tak berwarna kuning pucat 0,978-0,988 1,550-1,550 (-2o)-(+1o) Dalam etanol 90% 1:3 jernih Minyak akar wangi International Standard (ISO) 4716:2002 (E) Cokelat kekuningan-cokelat kemerahan 0,9765-1,0345 1,5180-1,5280 17o-32o Dalametanol95% 1:1 jernih, seterusnya jernih Bilangan asam: 10-35 Bilangan ester: 5-25 Bilangan ester setelah asetilasi: 100-150 Kadar kusimol: 6-11% Minyakcendana Food Chemical Codex (FCC) Edisi IV Kuning pucat- kuning 0,9630-0,9760 1,480-1,508 (-15o)-(20o) Dalam metanol 70% 1:5 jernih,seterusnya jernih Santalol total (b/b): minimal 90% Minyak bunga cengkeh SNI: 06-4267-1996 Tidakberwarna-kuning muda 1030-1,060 1,527-1,535 0o-1o35’ Dalam etanol70% 1:2 jernih,seterusnya jernih Eugenol total (v/v): 80-95% Minyak pelikan: negatif Lemak: negatif Minyak daun cengkeh International standard (ISO) 3141:1997(E) dan Food Chemical Codex Edisi IV Tidak Berwarna-kuning muda 1,0355-1,0455 1,526-1,5330 (-2o)—0o Dalam etanol70% 1:2 jernih, seterusnya jernih Eugenol total (v/v): minimal 82% Analisis kromatografi gas: Eugenol 80—82% β-Caryofilen 4—17% Minyak gagang cengkeh SNI: 06-4374-1996 Tidak berwarna- kuning muda 1,033-1,063 1,510-1,520 0o-1o30’ Dalam etanol 70% 1:2 jernih, seterusnya jernih Eugenol total (v/v): 78—95% Minyak pelikan: negatif Lemak: negatif Minyak jahe SNI 06-1312-1998 Kuning muda- kuning 0,8720-0,8890 1,485-1,4920 (-14o)—(-32o) Bilangan asam: maksimal 2 Bilangan ester: maksimal 15 Bilangan ester setelah asetilasi: maksimal 90 Minyak lemak negatif Minyak jeringau tipe india EOA No. 101 Kuning-cokelatmuda 1,060-1,080 1,547-1,549 (-2o)-(+6,5o) Dalam etanol 90% larut 1:5 Bilangan asam : maksimal 4 Minyak kayu manisEOA No. 87 Kuning 1,010-1,030 1,570-1,590 0o-(-2o) Dalam etanol 70% larut 1:3 jernih, seterusnya jernih Kadar sinnamaldehida 55-78% Minyak daun kayu manis EOA No. 56 Kuning-cokelat 1,030-1,050 1,526-1,534 1o-(-2o) Dalam etanol 70% larut 1:2 Kadar eugenol 80-88% Minyak kemukus Food Chemical Codex (FCC) Edisi IV Kuning muda- hijau kebiruan — 0,898-0,928 1,492-1,502 Dalam etanol 90% (-12o)-(-43o) Bilangan asam 1:1 jernih, seterusnya jernih Bilangan penyabunan maksimal 2,0 Minyak kenanga Food Chemical Codex (FCC) Edisi IV. Kuning muda- kuning tua 0,904-0,920 1,493-1,503 (-15o)-(-30o) Dalam etanol 95% 1:0,5 jernih, seterusnya jernih Bilangan penyabunan 10-40 Minyak nilam International standard (ISO) 3757:2002 Kuning-cokelat kemerahan 0,9485-0,9715 1,503-1,5130 (-40o)-(-60o) Dalam etanol 90% larut jernih perbandingan 1:10 Bilangan asam maksimal 5,0 Bilangan ester maksimal 10,0 Analisis kromatografi gas 27-35% Minyak pala International standard (ISO) 3215:1998 (E) Hampir tidak berwarna- kuning muda 0,8815-0,9035 1,473-1,4830 6o-18o Dalam etanol 90% 1:1-5 jernih, seterusnya jernih Sisa penguapan maksimal 2% Kadar miristin 5-12% Minyak fuli pala EOA No. 182 Tidak berwarna- kuning pucat 0,880-0,930 1,474-1,488 +2o-30o Dalam etanol 90% larut 1:3 Minyak ylang-ylang EOA No. 200 Fraksi I Kuning-kuning 0,939-0,950 1,500-1,508 (-35o)-(-50o) Dalam etanol 90% larut 1:0,5 Bilangan penyabunan 110-140 Minyak ylang-ylang EOA No. 200 Fraksi II Kuning-kuning 0,920-0,935 1,505-1,511 (-40o)-(-65o) Dalam etanol 90% larut 1:0,5 Bilangan penyabunan 65-95 Minyak ylang-ylang EOA No. 200 Fraksi III Kuning-kuning 0,906-0,920 1,506-1,514 (-48o)-(-67o) Dalam etanol 90% larut 1:0,5 Bilangan penyabunan 45-65 Pertanyaan 1. Parameter apa saja yang digunakan untuk menguji mutu minyak atsiri? 2. Jelaskan cara menguji minyak atsiri dari parameter yang digunakan ? Daftar Pustaka Hernani dan Tri Marwati. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor. Analisis Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoria) Temu putiih (curcuma zedoaria) adalah salah satu tumbuhan yang dapat dipercaya dapat mengatasi perkembangan sel kanker dalam tubuh. Bagian yang digunakan untuk pengobatan biasanya adalah rimpangnya. Beberapa peneliti menunjukan bahwa rimpang temu putih (curcuma zedoaria) memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai antibakteri dan anti jamur (bugno et al,2007, Wilson et al 2005,ficker et al 2003). Untuk ekstrak air rimpang temu putih dapat menghambat penyebaran sel kanker melanoma B16 (seo et al 2005). Ekstrak air rimpang temu putih tersebut juga dapat digunakan untuk terapi liver kronis (kim et al 2005). Analisis minyak atsiri rimpang temu putih dengan GC-MS (gas-spektroskopi massa) Minyak atsiri yang diperoleh dari proses destilasi uap dianalisis komponen-komponen senyawa yang terkandung didalamnya dengan menggunakan GC-MS. Kromatogram hasil analisis minyak atsiri dengan GC memperlihatkan 19 puncak. Masing-masingmassa diidentifikasikan lebih lanjut dengan spectrometer massa, setiap senyawa memiliki pola fragmentasi massa yang spesifik. Identifikasi dilakukan dengan cara membandingkan spectrum massa masing-masing puncak dengan senyawa yangg sudah diketahui dalam database GC-MC (wiley 7) sehingga dapat diketahui senyawa penyusun minyak atsiri rimpang temu putih. Hasil analisis spectrum massa dari kromatogram minyak atsiri rimpang temu putih dan perkiraan senyawa berdasarkan database wiley 7 dapat dilihat pada tabel. Puncak M+ Waktu retensi(menit) Kelimpahan (%) Senyawa yang diduga 1 136 3,252 4,77 Kamfen 2 136 3,569 4,16 Beta pinen 3 154 4,399 7,27 1,3,3-trimetil-sineol 4 152 7,132 8,27 Kamfor 7 189 14,609 4,35 1-etenil-1-metil-2,4-bis sikloheksana 13 216 17,473 7,72 Kurzeren 16 218 22,238 21,85 Germakron 19 232 24,500 24,29 Velleral Dari hasil analisis diatas disimpulkan bahwa minyak atsiri rimpang temu putih memiliki densitas sebesar 0,88 g/mL, kadar minyak sebesar 0,067%b/b. Senyawa yamg terdapat dalam minyak atsiri terdiri 19 senyawa dgn 8 senyawa mayor yaitu kamfen 4,77%, beta pinen 4,16%, 1,3,3-trietil-sineon 7,27%, kamfor8,27%, 1-etenil 1-metil2,4 bis sikloheksana 4,35%, kurzeren 7,72%, germakron 21,85%,velleral 24,29%. Analisis Kimia Penyusun Minyak Atsiri Daun Daun Cengkeh merupakan hasil dari pohon cengkeh yang belum banyak dimanfaatkan dibandingkan dengan bunga/ tangkai cengkeh yang banyak digunakan di indutri rokok/makanan. Daun cengkeh mengandung minyak 1-4% sehingga dapat diekstraksi menjadi inyak atsiri yang bernilai ekonomis tinggi. Peralatan yang digunakan untuk analisis adalah GC-MS QP2010S SHIMADZU dengan kolom Rastek Rxi-5MS dengan panjang 30m dan diameter 0,25mm. kondisi kolom diatur dengan suhu awal 100*c, waktu awal diatur selama 5 menit , kenaikan suhu 5*c/menit dengan suhu akhir 280*c. jenis detector yang digunakan adalah FTD dengan temperature injector 290*c. Penentuan struktur dengan menggunakan standart yang sudah diketahui dengan mencocokkan fragmentasi senyawa. Setiap puncak yang muncul dalam kromatogram memiliki waktu retensi yang berbeda. 1. Analisa Komposisi Kimia Minyak Daun Cengkeh Dengan GC-MS Sampel yang diuji dengan instrumen gas chroatografi mass-spectrometri adalah pada variable tekanan 0,5barg dengan waktu 7 jam karena meiliki % randemen terbesar. Hasil analisa GCMS komponen terbesar adalah eugenol 65,03%, trans-caryophyllene 20,94%, a-Humulene 3,04 %. Berdasarkan SNI 2006 minyak daun cengkeh memiliki kadar eugenol min 78% dan b-caryophyllene min 17%. Peak R.Time Conc % Name 1 23.636 65,03 Phenol,2 methoxy-4-eugenol 2 23.849 0,30 Alpha-copaane 3 23.953 0,25 Benzene 1,2 diemethoxy-4-methyl eugenol 4 24.652 20,94 Trans-caryophyllene 5 25.126 3,04 Alpha-humulene 6 25.906 0,31 Delta-cadinene 7 25.980 0,13 Cis-calamenene 8 26.640 0,45 (-)-caryophyllene oxidase 9 26.896 0,85 (-)-caryophyllene oxidase 10 27.017 2,12 (-)-caryophyllene oxidase 11 27.172 0,39 Beta-selinene 12 27.346 0,33 Humulene oxidase 13 27.466 0,27 1H-benzocyclohepten 14 27.650 0,99 Tetracyclo-tridecan-9-ol,4,4-dimethyl 15 27.856 1,04 (-)-caryophyllene oxidase 16 28.002 1,00 (-)-caryophyllene oxidase 17 29.512 0,12 2-pentadecanone 18 30.796 0,26 4,4,8-trimethil-tricyclo 19 39.319 1,84 Dehydrodieugenol 20 39.868 0,34 1,2-benzenedicarboxyllic acid Dari hasil penelitian analisa jirovetz 2009 terkandung minyak asiri dengan penyulingan uap didapat 23 komponen dengan kadar tertinggi eugenol 76,8%, b-caryophyllene 17,4%, a-humulene 2,1%, eugenyl acetate 1,2%. Rendahnya kadar eugenol terjadi karena system pendingin dan penampungan sampel tidak sempurna, sehingga banyak eugenol yang menguap. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat %rendemen terbesar 1,84% pada tekanan 0,5 barg selama 7 jam dengan komponen terbesar eugenol 65,03% dan trans-caryophyllene 20,94% Analisis penyusun minyak atsiri jahe segar dan simplisia kering Analisis senyawa kimia yang ada dalam minyak atsiri jahe segar dan jahe kering dengan GC-MS diketahui dari data kromatogram bahwa jenis senyawa kimia jahe segar teridentifikasi min 26 puncak sedangkan pada simplisia kering hanya 21 puncak. Dari puncak minor dalam simplisia kering terevaporasi pada saat pengeringan disebabkan jenis minyak yang diperoleh lebih sedikit daripada jahe segar. Dari penelitian ini hanya dibahas 6 puncak tertinggi untuk membandingkan kualitas jahe segar dengan jahe simplisia kering yaitu a-curcumenfarnesen,citral,zingiberen,camphen,sabinen (jahe kering tidak teridentifikasi). penelitian ini diidentifikasikan bahwa minyak atsiri dari jahe segar lebih lengkap dibandingkan simplesia kering. begitu juga factor seperti spesies,varietas, asal sampel umur dan kondisi proses sangat berpengaruh pada kualitas senyawa bioaktif (badreldin et al 2008). Senyawa zinggiberen berperan sebagai parameter kualitas jahe yang baik, semakin banyak kandungan zinggiberen semakin baik kualitas minyak atsirinya(muhamed 2007). Hasil identifikasi GC-MS senyawa jahe segar dengan jahe kering Jumlah No Senyawa Kimia Jahe Segar % Jahe Kering% Perc Lit Perc Lit 1 Ar-curcumen 4,46 5,6 6,16 11 2 Farnesen 5,51 - 6,13 - 3 Citral 8,64 - 6,99 - 4 Zingiberen 9,62 28,6 4,10 30 5 Camphen 15,83 4 19,00 1 6 Sabinene 16,54 3 - 0,8 Dari hasil penelitian tersebut bahwa minyak atsiri yang diperoleh dari jahe segar lebih banyak dari pada simplisia kering. Komposisi senyawa yang teridentifikasi pada jahe segar/jahe kering berbeda senyawa zingiberen pada jahe segar lebih banyak daripada simplisia kering. Pertanyaan 1. Bagaimana cara menganalisis minyak atsiri rimpang temu putih dengan GC-MS (gas-spektroskopi massa) ? 2. Bagaimana cara menganalisis penyusun minyak atsiri jahe segar dan simplisia kering ? Daftar Pustaka Bugno, A., Nicoletti, M.A., Almodovar, A.A.B, Pereira, T.C., and Auricchio, M.T. 2007. Antimicrobial effi cacy of Curcuma zedoaria extract as assessed by linear regression compared with commercial mouthrinses, Braz. J. Microbiol. Vol.38 no.3.\ Ficker, C.E., Smith, M.L., Susiarti, S., Leaman, D.J., Irawati, C., and Arnason, J.T. 2003. Inhibition of human pathogenic fungi by members of Zingiberaceae used by the Kenyah (Indonesian Borneo), Journal of Ethnopharmacology, Vol. 85, Issue 2-3, p. 289-293. Kim, S.G., Kim, Y.H., Seo, J.A et al., 2005. Relationship between serum adiponectin concentration, pulse wave velocity and non-alcohol ic fatty liver disease. Eur J Endocrinol; 152: 225-31. Muhamed, N.A (2005) Study On Important Parametrs Affecting The Hydro-Distillation For Ginger Oil Production, Master Thesis, Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering,University Teknologi Malaysia. Wilson, B., Abraham, G., Manju, V.S., Mathew, M., Vimala, B., Sundaresan, S., and Nambisan, B. 2005. Antimicrobial Activity of Curcuma zedoaria and Curcuma malabarica tubers, Journal of Ethnopharmacology, Vol. 99, Issue 1, 147-151. Metode Pengolahan Minyak Atsiri Menurut Riana (2015) di Indonesia telah dikenal sekitar 40 jenis tanaman yang menghasilkan minyak atsiri namun hanya sebagian yang digunakan secara komersil. Tiap tanaman hanya sebagian atau beberapa bagian bahkan seluruh bagian dapat digunakan sebagai minyak atsiri. Menurut Riana Saraswati (2015) berikut adalah daftar bagian tanaman dan berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai minyak atsiri antara lain sebagai berikut: Akar: Akar Wangi, Kemuning. Daun: Nilam, Cengkeh, Sereh Lemon, Sereh Wangi, Sirih, Mentha, Kayu Putih, Gandapura, Jeruk Purut, Karmiem, Krangean, Kemuning, Kenikir, Kunyit, Selasih, Kemangi. Biji: Pala, Lada, Seledri, Alpukat, Kapulaga, Klausena, Kasturi, Kosambi. Buah: Adas, Jeruk, Jintan, Kemukus, Anis, Ketumbar. Bunga: Cengkeh, Kenanga, Ylang-ylang, Melati, Sedap Malam,Cempaka Kuning, Daun Seribu, Gandasuli Kuning, Srikanta, Angsana, Srigading. Kulit kayu: Kayu Manis, Akasia, Lawang, Cendana, Masoi, Selasihan, Sintok. Ranting: Cemara Gimbul, Cemara Kipas. Rimpang: Jahe, Kunyit, Bangel, Baboan, Jeringau, Kencur, Lengkuas, Lempuyang Sari, Temu Hitam, Temulawak, Temu Putih. Seluruh Bagian: Akar Kucing, Bandaton, Inggu, Salasih, Sudamala, Trawas. Dalam pengambilan minyak atsiri dari bagian-bagian tanaman tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara atau metode pengambilan minyak atsiri tersebut antara lain sebagai berikut: Destilasi Destilasi merupakan pelepasan uap air pada suatu zat tercampur yang kaya dengan komponen mudah menguap (Pasto, 1992). Dalam istilah destilasi dikenal pula istilah hidrodestilasi yaitu proses destilasi yang menggunakan pelarut air atau media air. Ada tiga macam hidrodestilasi diantaranya adalah: Hidrodestiasi Air Istilah lain hidrodestilasi adalah perebusan, dimana tanaman bahan baku direndam dalam air yang dididihkan dengan api secara langsung. Hidrodestilasi uap dan air Hidrodestilasi jenis uap dan air ini dalam istilah umum disebut perebusan, dimana air dididihkan kemudian uap air tersebut kontak dengan tanaman diatasnya. Hidrodestilasi uap Uap yang digunakan dalam metode hidrodestilasi uap ini lazimnya memiliki tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer dan dihasilkan dari penguapan air yang berasal dari pembangkit uap dan kemudian akan kontak dengan tanaman. Ekstraksi Ada beberapa jenis ekstraksi yang ada di dunia industri, jenis-jenis tersebut antara lain sebagai berikut: Ekstraksi dengan pelarut mudah menguap Menurut Dewi (2013) prinsip dari ekstraksi jenis ini adalah melarutkan minyak atsiri dengan pelarut organik yang mudah menguap di dalam suatu bejana yang disebut extractor. Pelarut yang digunakan biasanya adalah petroleum ether, carbon tetra chloride, chloroform, dan pelarut lain yang memiliki titik didih rendah. Ekstraksi dengan lemak dingin (Enfleurasi) Ekstraksi jenis ini memiliki prinsip memperpanjang masa hidup bunga dan daun yang sudah dipetik secara fisiologis, sehingga bunga dan daun akan terus memproduksi minyak atsiri dan rendemen minyak atsiri akan meningkat. Pelarut yang digunakan dalam metode ini adalah lemak dan alkohol, dimana lemak berfungsi sebagai adsorben atau penyerap minyak atsiri dari bunga sementara alkohol digunakan untuk memisahkan minyak atsiri dari lemak. Ekstraksi Lemak Panas (Maserasi) Metode ini hampir sama dengan ekstraksi lemak dingin, hanya saja pelarutnya menggunakan lemak panas. Tanaman di rendam dalam lemak panas pada wadah. Pelarut yang digunakan adalah lemak yang berfungsi sebagai adsorben dan alkohol yang berfungsi melarutkan lemak. Pertanyaan 1. Sebutkan cara atau metode pengambilan minyak atsiri ? 2. Sebutkan bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai minyak atsiri? Daftar Pustaka Dewi. 2013. Bab IV Pembuatan Minyak Atsiri. https://dewismkn1tmg.wordpress.com/2013/04/12/bab-iv-pembuatan-minyak-atsiri/ diakses pada tanggal 27 Februari 2016 Pasto. D. J, 1992,Experiments and Techniques in Organic Chemistry, New Jersey,Prentice Hall, Englewood Cliffs Saraswati, Riana. 2015. Minyak Atsiri. http://www.rianasaraswati.com/minyak-atsiri/ diakses pada hari Selasa 5 April 2016 Industrialisasi Minyak Atsiri Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku hampir di seluruh bidang industri yang ada saat ini. Industri-industri tersebut misalnya industri parfum, kosmetik, farmasi, makanan dan minuman serta industry flavoring agent. Selain itu, beberapa jenis minyak atsiri yang dihasilkan oleh berbagai jenis tumbuhan bersifat aktif biologis sebagai antibakteri dan anti jamur, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan dan sebagai antibiotik alami (Pino dkk, 2004). Menurut Lutony dan Rahmayati (2000) industri pengolahan minyak atsiri telah muncul semenjak zaman penjajahan. Namun, kualitas dan kuantitasnya belum menunjukkan perubahan yang nyata. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengolahan minyak atsiri yang masih tradisional dan memiliki keterbatasan kapasitas produksi. Padahal, minyak atsiri merupakan salah satu komoditas agroindustri yang memiliki potensi tinggi sebagai sumber devisa negara (Riana, 2015), mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki lahan pertanian yang luas, sumber daya alam yang melimpah dan kualitas tumbuhan yang baik Indonesia pasti akan mampu menjadi negara pengekspor minyak atsiri terbesar di dunia. Saat ini, Indonesia telah mengekspor beberapa jenis minyak atsiri seperti nilam (90%), akar wangi (26%), serai wangi (12%), pala (72%) dan cengkeh (63%) dari ekspor dunia (Ditjenbun 2004; FAO, 2004). Selain sebagai negara pengekspor, pada tahun 2002 Indonesia juga mengimpor minyak atsiri dengan volume impor sebesar 33.183 ton atau senilai US$ 564 juta, beserta hasil olahannya seperti derivate, isolat dan formula yang mencapai US$ 117.199-163.033 juta tiap tahunnya. Padahal, sebagian besar minyak atsiri yang diimpor tersebut dapat diproduksi sendiri di Indonesia seperti contoh menthol (Mentha arvensis) dan minyak anis (Clausena anisata) (Mindo Sianipar, 2008). A. Permasalahan Pengembangan Industri Minyak Atsiri Indonesia Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan bahwa perkembangan minyak atsiri di Indonesia berjalan lambat. Mengingat Indonesia telah merdeka selama lebih dari 60 tahun, ada berbagai faktor penghambat yang perlu dikaji dan dipecahkan serta ditemukan solusinya. Mindo Sianipar (2008) juga mengungkapkan beberapa faktor tersebut antara lain rendahnya produksi tanaman, sifat usaha tani, mutu minyak yang beragam, penyediaan produk yang tidak bermutu, fluktuasi harga, pemasaran, persaingan sesama negara produsen dan adanya produk sintetis. Pengolahan minyak atsiri di Indonesia masih dilakukan oleh petani di pedesaan dalam bentuk industri kecil (Mindo Sianipar, 2008). Rendahnya pengetahuan mereka tentang pengolahan minyak atsiri baik sebelum panen maupun sesudah panen menjadi pemicu utama rendahnya produk minyak atsiri yang dihasilkan, selain itu peralatan yang sederhana dan terbatas juga menjadi faktor pendukungnya. Skala usaha tani yang minim dan serba terbatas tersebutlah yang menjadikan kualitas dan kuantitas minyak atsiri yang dihasilkan oleh petani minyak atsiri Indonesia dinilai kurang mantap dalam pemenuhan permintaan ekspor dunia. Kondisi tanah, kualitas dan jenis pupuk yang digunakan, daerah tanam, iklim, ketinggian, musim panen, cara panen, proses destilasi dan bagian tanaman yang didestilasi menjadi variabel yang berpengaruh terhadap mutu minyak atsiri. Keberagaman penyediaan produk (bahan baku) tersebutlah yang menjadikan kualitas minyak atsiri di berbagai wilayah di Indonesia beragam. Komoditas Ekspor Sentra Produksi Minyak Nilam (Patchouli Oil) NAD, Sumatera Utara, Lampung, Bengkulu dan Jawa Tengah Minyak Akar Wangi (Vetiver Oil) Jawa Barat Minyak Pala (Nutmeg Oil) NAD, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara dan Maluku Minyak Cengkeh (Cloves Oil) Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan Minyak Sereh Wangi (Citronella Oil) Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur Minyak Kenanga (Cananga Oil) Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta Minyak Kayu Putih (Cajeput Oil) Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku dan Papua Minyak Cendana (Sandal Wood Oil) NTT Minyak Kayu Manis (Cinamon Oil) Sumatera Barat Lawang Papua Masoi Papua Sumber: https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/kebijakan-pengembangan-minyak-atsiri/mindo-sianipar/ Tabel 1. Komoditas Ekspor Minyak Atsiri di Seluruh Wilayah Indonesia Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan bahwa adanya fluktuasi harga minyak atsiri yang tinggi menjadi masalah yang sulit dikendalikan. Mengingat petani Indonesia yang umumnya memiliki lahan yang sempit dan terbatas membuat bahan baku minyak atsiri terbatas pula. Apalagi ditunjang dengan proses pengolahan minyak atsiri yang rumit serta teknologi yang tidak sederhana semakin membuat petani minyak atsiri berpaling untuk menanam tanaman lain yang lebih menjanjikan. Sistem pemasaran minyak atsiri harus dibangun sebaik mungkin agar ketersediaan pasokan dapat terjamin dengan harga yang adil. Panjangnya rantai pemasaran semakin membuat petani dirugikan. Selain itu, persaingan antar negara penghasil minyak atsiri dan adanya produk sintetis juga menjadi penghambat pengembangan industri minyak atsiri (Mindo Sianipar, 2008) apalagi mulai datangnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) semakin membuat Indonesia terancam akan persaingan terhadap kuantitas dan kualitas minyak atsiri yang diproduksi. B. Solusi Pemecahan Hambatan Industrialisasi Minyak Atsiri Indonesia Dalam pengembangan kualitas dan kuantitas industrialisasi minyak atsiri di Indonesia Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan harus adanya reorientasi pengembangan minyak atsiri yang meliputi pengembangan industri hilir minyak atsiri dengan meningkatkan jumlah ekspor dan mengurangi jumlah impor agar adanya peningkatan nilai tambah dan dapat menghemat devisa negara, Mindo Sianipar (2008) juga mengungkapkan bahwa selama ini petani atau penyuling minyk atsiri Indonesia telah memberikan subsidi kepada end user (ekspor) sebab, pengembangan minyak atsiri hanya diukur dari peningkatan nilai ekspor yang berbanding lurus dengan volume ekspor padahal harga rata-rata produk minyak atsiri Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan komoditas sejenis dari negara lain. Oleh sebab itulah pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan industrialisasi minyak atsiri perlu dengan khusus menjamin harga yang memadai bagi para petani dan penyuling yang dapat diwujudkan dengan regulasi pembatasan pelaku ekspor atau memberikan standar harga minimum ekspor. Peningkatan produktivitas minyak atsiri dalam negeri harus dioptimalkan sebaik mungkin baik dalam peningkatan mutu, penekanan biaya dan penyediaan stok. Dalam pencapaiannya Hadi Feriyanto (2013) mengungkapkan perlu adanya penetapan visi bersama dan pengimplementasian di seluruh rantai nilai mulai dari penyediaan bahan baku yang berkualitas, penerapan GAP (Good Agricultural Practices) maupun GMP (Good Manufacturing Practices), efisiensi biaya proses, tataniaga, serta sistem pasokan bahan baku dan produk yang tererkendali. Fluktuasi harga minyak atsiri dapat dihadapi dengan usaha diversifikasi jenis komoditasbaik secara horizontal maupun vertikal (Mindo Sianipar, 2008). Secara horizontal yaitu dengan menambah keanekaragaman jenis minyak atsiri, sedangkan secara vertikal yaitu dengan cara menganekaragamkan produk melalui pengolahan jenis minyak atsiri lebih lanjut. Masuknya MEA ke Indonesia seharusnya membawa dapak baik untuk petani dan penyuling minyak atsiri. Sebab, mereka akan sangat mudah untuk mengekspor minyak atsiri ke berbagai wilayah negara Asean. Namun, tantangannya adalah persaingan mutu dengan negara lain juga akan semakin ketat. Oleh sebab itu, petani dan penyuling minyak atsiri harus meningkatkan mutu dan volume produksi mereka agar mereka tidak hanya menjual produk tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Disinilah peran pemerintah pusat dan daerah sangat penting dalam peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada dan penggunaan alat dan teknologi yang canggih Pertanyaan 1. Permasalahan apa sajakah yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan industri minyak atsiri? 2. Sebutkan solusi pemecahan hambatan industrialisasi minyak atsiri Indonesia ? Daftar Pustaka Feriyanto, Hadi. 2013. Peluang dan Tantangan Pengembangan Minyak Atsiri. http://bbppketindan.bbppsdmp.pertanian.go.id/blog/peluang-dan-tantangan-pengembangan-minyak-atsiri diakses pada hari Kamis 7 April 2016 Lutony, T.L., dan Rahmayati, Y. (2000). Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 2. Sianipar, Mindo S, 2008. Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Pasal 25 Berdasarkan Laba Komersial dengan Laba Fiskal pada PT Indograha Nusa Sarana Medan, Universitas Sumatera Utara, Medan. https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/kebijakan-pengembangan-minyak-atsiri/mindo-sianipar/ diakses pada hari Selasa 5 April 2016 Permasalahan Dan Solusi Minyak Atsiri Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam menghasilkan produk minyak atsiri yaitu mutu dari minyak atsiri tersebut dan harga dari minyak atsiri yang berfluktuasi di pasar dunia terutama pada komoditas ekspor utamanya minyak nilam dan akar wangi. Mutu minyak atsiri yang rendah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman atsiri yang rendah dan tidak seragam, penggunaan alat penyuling dan teknologi proses masih relative sederhana, serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang harga minyak atsiri yang bermutu baik. Kebanyakan para petani tidak memperhatikan biaya produksi yang harus mereka keluarkan dalam penjualan bahan baku tanaman yang digunakan, melainkan ditentukan oleh jumlah bahan bakar yang digunakan pada saat proses penyulingan. Para pelaku industri minyak atsiri tidak semuanya akan mengalami jalan yang mudah dalam menjalankan bisnis ini, melainkan ada beberapa factor juga yang mampu menjadikan kendala yang menghalangi berkembangnya minyak atsiri di Indonesia untuk pasar global. Adapun lembaga assosiasi yang dibentuk guna untuk mengetahui kondisi industri minyak atsiri yang ada di Indonesia dalam pengaruh devisa Negara. Akibat pengaruh dari devisa Negara yang akan terjadi pada saat produksi minyak atsiri, maka tantangan setiap permasalahan dari pelaku pembisnis baru harus mereka lalui. Tantangan tersebut diantaranya adalah: Modal serta biaya tenaga kerja Dalam hal ini tidaklah cukup bagi para pelaku baru mengandalkan potensi alam yang ada di Indonesia, para pelaku baru juga harus mampu berspekulasi dan mengatur pola produksi minyak atsiri yang dibutuhkan dipasaran. Permasalahan ini juga ditujukan kepada para petani bahan baku untuk mencari bibit unggul pada saat penanaman dan perawatannya dengan modal yang cukup besar juga untuk mendapatkannya, serta membutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra juga dalam proses menunggu saat panen agar mampu menghasilkan produk minyak atsiri yang berkualitas dalam pengolahan diindustri. Mencari inovasi baru dan Teknologi canggih. Pelaku baru pun harus peka terhadap perkembangan teknologi dan peka terhadapat kebutuhan permintaan. Menjaga standar mutu produk perlu diperhatikan terutama bagi pelaku baru yang bergelut dalam bidang ini. Masalah utama yang dihadapkan dalam komoditas minyak atsiri Indonesia adalah tidak stabilnya mutu maupun supply dalam pemenuhan kebutuhan pasar internasional. Hal ini disebabkan karena sebagian besar usaha produksi minyak atsiri masih dilakukan secara sangat sederhana, baik dalam budidaya tanamannya maupun hasil pengolahan. Serta efisiensi dan efektivitas usaha agribisnis minyak atsiri masih relatif rendah. Maka dari itu perlu mengupayakan pengembangan produksi, kualitas dan nilai tambah minyak atsiri agar daya saingnya senantiasa menguat dan terus meningkatkan devisa Negara. Persaingan pasar antar Negara yang tinggi. Persaingan pasar antar Negara sering terjadi bagi mereka yang mempuyai bisnis pengolahan minyak atsiri, hal ini disebabkan karena adanya sindikat-sindikat tertentu yang mengakibatkan eksportir baru tidak mudah masuk kedalam pasar internasional akibatnya banyak petani local yang gulung tikar. Persaingan mutu. Selain persaingan pasar yang tinggi antara produsen yang berlomba-lomba untuk meningkatkan mutunya, perkembangan produk pelaku pun dihambat dengan minyak sintesis yang beredar dipasaran. Hal ini menyebakbakn berkurangnya permintaan kostumer/konsumen karena hilangnya kepercayaan kostumer/konsumen yang merasa tidak puas dan dirugikan. Fluktuasi Harga Minyak Atsiri dipasaran. Fluktuasi yang terjadi diakibatkan oleh penggarapan lahan yang sempit dan terbatas dari petani sehingga ketersediaa produk yang ada terbatas. Hal ini dilakukan karena para petani tidak ingin mengalami kerugian yang besar sehingga mengalihkan usaha mereka dengan menanam tanaman lain yang lebih menjanjikan. Untuk menghadapi fluktuasi harga, usaha yang dapat ditempuh adalah diversifikasi jenis komoditas, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal yaitu dengan menambah keanekaragaman jenis minyak atsiri, sedang secara vertikal menganekaragamkan produk melalui pengolahan lebih lanjut jenis minyak atsiri. Bergantung pada importir. Importir minyak atsiri lebih diprioritaskan karena dianggap lebih menguntungkan, dikarenakan sebagian besar produk Indonesia merupakan bahan mentah yang banyak diburu oleh Negara lain.. Alhasil, kelangsungan industry minyak atsiri Indonesia masih bergantung kepada kondisi ekonomi Negara importer. Ketergantungan relasi. Ketergantungan relasi sangat dibutuhkan dalam program kerja yang terintegritasi serta strategi bisnis agar semua pihak terjalin dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan. A. Strategi Pengembangan Program ekstensifikasi tanaman atsiri perlu dipertimbangkan dengan mengutamakan komoditas setiap pewilayahan agar peningkatan produktivitas dan mutu bahan baku minyak atsiri yang akan dihasilkan sesuai yang diharapkan, sehingga tidak menimbulkan risiko kerugian bagi petani. Usaha tani atsiri dikembangkan pada daerah yang sesuai, dengan menggunakan bibit tanaman yang unggul, serta menerapkan proses budidaya tanaman atsiri guna meningkatkan produktivitas dan mutu yang berkualitas. Perlunya pengembangan yang dikerjakan oleh bangsa Indonesia diharapkan Indonesia tidak hanya mampu mengekspor bahan baku tetapi juga mampu menghasilkan olahan jadi yang bernilai tinggi dan mampu bersaing dengan Negara lain. Tingkat dan fluktuasi dari harga minyak atsiri ditentukan oleh adanya pasokan dan permintaan. Untuk itu diharapkan pemerintah dan eksportir berperan aktif dalam memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada petani dan penyuling untuk mengantisipasi kondisi dan kebutuhan pasar dunia. Sikap keterbukaan semua pelaku usaha dalam hal informasi komponen dan struktur biaya usaha tani, penyulingan, perdagangan, dan ekspor serta tingkat harga di pasaran ekspor dapat meningkatkan harmonisasi hubungan bisnis antarpelaku usaha. Nilai tambah produk minyak atsiri bergantung pada teknologi yang digunakan pada proses pengolahannya. Semakin bagus teknologi yang digunakan dalam pengolahan minyak atsiri, semakin mahal juga harga yang akan terjual dalam pasar internasional, karena mereka sudah yakin bahwasanyya mutu minyak atsiri Indonesia sudah mengalami beberapa tahapan yang terjamin mutunya. Upaya yang dilakukan dalam perumusan dan implementasi standar proses produksi (GoodAgricultural Practices & GoodManufacturing Practices), standar alat, standar mutu serta standar harga dikaitkan dengan mutu hendaknya segera dilakukan, karena hal ini dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh dalam pengolahan minyak atsiri yang selama ini masih terkendala oleh beberapa factor terutama minimya penggunaan alat dalam proses penyulingan yang masih sangat sederhana. Kelengkapan fasilitas dan pembinaan yang lebih intensif dari pemerintah/perguruan tinggi/lembaga penelitian dan eksportir dibutuhkan untuk diseminasi teknologi kepada petani dan penyuling. Keikutsertaan Pemerintah dalam menyosialisasikan kondisi dan peraturan yang berlaku pada bisnis atsiri, baik di tingkat nasional maupun internasional akan mampu meningkatkan mutu produk minyak atsiri di pasar dunia. Guna memadukan dan menyerasikan aktivitas masyarakat atsiri nasional, ada baiknya apabila membentuk kelembagaan Dewan Atsiri Indonesia yang berfungsi sebagai wahana untuk: Mempersatukan, melindungi dan memperjuangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan dalam menghadapi globalisasi, Meningkatkan daya saing dan senantiasa menjaga kekuatan mutu produk minyak atsiri nasional yang ada di dunia internasional Meningkatkan kerja sama dalam pengembangan produk dan nilai tambah produk minyak atsiri. Pertanyaan 1. Sebutkan tantangan setiap permasalahan dari pelaku pembisnis baru dalam industri minyak atsiri ? 2. Sebutkan fungsi wahana apabila mebentuk kelembagaan Dewan Atsiri Indonesia ? Daftar Pustaka http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/wr285068.pdf Usaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils, atau volatile oils adalah salah satu komoditi yang memiliki potensi besar di Indonesia. Minyak atsiri adalah ekstrak alami dari jenis tumbuhan tertentu, baik berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 70 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis di antaranya dapat diproduksi di Indonesia (Lutony, Rahmayati, 2000). Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diusahakan di Indonesia. Peluang pasar komoditi minyak atsiri ini masih terbuka luas baik di dalam maupun luar negeri. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa hanya sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diproduksi di Indonesia. Permintaan minyak atsiri ini pun diperkirakan terus meningkat dengan bertambahnya populasi penduduk dunia. Kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil sulingnya. Minyak atsiri ini digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, komestik dan obat-obatan. Minyak atsiri juga digunakan sebagai kandungan dalam bumbu maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients). Industri komestik dan minyak wangi menggunakan minyak atsiri sebagai bahan pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan menggunakan minyak atsiri sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai wewangian juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida. Komoditi minyak atsiri banyak dikembangkan oleh negara-negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, Swiss, Belanda, Hongkong, Irlandia dan Kanada. Berdasarkan estimasi yang dilakukan oleh Essential Oil Association of India dalam publikasinya yang berjudul Vasion 2005 India Essential Oil Industry, peringkat pertama produsen minyak atsiri dunia adalah Brasil disusul oleh Amerika Serikat dan India. Industri pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah muncul sejak jaman penjajahan (Lutony, Rahmayati, 2000). Namun jika dilihat dari kualitas dan kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Ini disebabkan karena sebagian besar pengolahan minyak atsiri masih menggunakan teknologi sederhana/tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang terbatas. Industri ini biasanya terletak di daerah pedesaan. Ada beberapa daerah di Indonesia yang menjadi sentra industri minyak atsiri , misalnya Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Dari beberapa jenis minyak atsiri yang dapat diproduksi di Indonesia, sebagian besar diekspor ke berbagai negara seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Ekspor Minyak Atsiri dengan Nilai Ekspor > 1 juta US$ No. Negara Tujuan Nilai (Juta US$) 1999 2000 2001 1 Amerika Serikat 11,3 12,6 18,3 2 Singapura 17,5 10,5 14,2 3 Swiss - 1 3,1 4 Perancis 3,7 3,5 3,5 5 Inggris - 3,1 3,9 6 Spanyol 2,8 1,2 1 7 Jerman - 1,1 1,3 8 Belanda 1,1 - - 9 India 1 1,4 1,5 10 Jepang , - 1 11 Lain-lain 9,1 3,8 6 Total 46,5 38,2 53,8 Sumber: BPEN, 2002 Salah satu sentra minyak atsiri di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di Kecamatan Samigaluh. Di kecamatan tersebut terdapat kelompok usaha minyak atsiri yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) pengusaha kecil. Sebagian besar minyak atsiri yang dihasilkan adalah minyak daun cengkeh. Tanaman cengkeh (Eugenia caryophillata) dapat digunakan untuk menghasilkan minyak cengkeh (clove oil), minyak tangkai cengkeh (clove stem oil), dan minyak daun cengkeh (clove leaf oil). Gambar 1.1. Cengkeh Minyak cengkeh merupakan hasil penyulingan serbuk bunga cengkeh kering. Minyak atsiri jenis ini memiliki pasaran yang luas di industri farmasi, penyedap masakan dan wewangian. Kandungan minyak cengkeh adalah eugenol (90%), eugenil acetate, methyl n-hepthyl alcohol , benzyl alcohol , methyl salicylate, methyl n-amyl carbinol, dan terpene caryo-phyllene. Minyak tangkai cengkeh adalah minyak atsiri hasil penyulingan tangkai kuntum cengkeh. Jenis ini jarang ditemukan di Kecamatan Samigaluh. Jenis minyak cengkeh yang terakhir, minyak daun cengkeh (clove leaf oil) adalah minyak atsiri hasil sulingan daun cengkeh kering (umumnya yang sudah gugur) dan banyak ditemukan di lokasi survai di Kecamatan Samigaluh. Minyak daun cengkeh mulai dikembangkan pada tahun 1960 yang digunakan untuk bahan baku obat, pewangi sabun dan deterjen. Minyak daun cengkeh juga digunakan di industri wewangian dengan ketetapan standar mutu tertentu yang lebih ketat. Tabel 1.2. Standar mutu minyak daun cengkeh menurut SNI 1991 Minyak Daun Cengkeh Karakteristik Berat Jenis pada 15oC 1,03 - 1,06 Putaran Optik (ad)      - 1o 35 Indeks Refraksi pd 20oC (nd20) 1,52 - 1,54 Kadar eugenol (%)         78 - 93 % Minyak pelikan Negatif Minyak lemak Negatif Kelarutan dalam Alkohol 70%   Larut dalam dua volume Sumber :http://agribisnis.deptan.go.id/ Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna kuning pucat sesaat setelah disuling dan mudah berubah warna menjadi coklat atau ungu bila terkena logam besi sehingga minyak ini lebih baik dikemas dalam botol kaca, drum aluminium atau drum timah putih. Alasan pemilihan jenis minyak daun cengkeh di wilayah Kecamatan Samigaluh adalah kemudahan operasi pengolahan dan modal yang rendah. Berdasarkan in-depth interview yang dilakukan dengan pengusaha setempat, daun cengkeh menghasilkan minyak atsiri yang tidak terlalu keras dibandingkan tangkai bunga cengkeh sehingga ketel yang digunakan tidak cepat rusak dan dapat menggunakan hanya satu ketel saja (bahan baku dan air dalam satu ketel) sehingga harganya lebih murah. Berbeda dengan minyak nilam yang memerlukan dua ketel terpisah, yang berisi air dan daun nilam dalam ketel terpisah, untuk menghasilkan minyak nilam dengan kualitas yang diinginkan. Saat ini, kualitas untuk minyak daun cengkeh tidak telalu ketat diberlakukan oleh pengusaha pengumpul yang membeli hasil penyulingan. Ini menyebabkan proses produksi minyak daun cengkeh tidak terlalu sulit. Perhatian pemerintah daerah terhadap industri minyak daun cengkeh cukup baik. Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah memberikan pelatihan-pelatihan mengenai pengembangan usaha minyak atsiri termasuk minyak daun cengkeh untuk meningkatkan daya saing minyak atsiri melalui peningkatan mutu, harga yang kompetitif dan keberlanjutan suplai melalui pembinaan yang terintegrasi oleh instansi terkait. Saat ini sedang dipertimbangkan pembangunan industri pengolahan yang menggunakan bahan baku minyak atsiri di lingkup regional Kabupaten Kulon Progo agar masyarakat dan pemerintah dapat menikmati nilai tambah yang lebih besar dari pengolahan minyak atsiri. Jika minyak atsiri dapat diolah di wilayah lokal, para pengusaha minyak atsiri tidak perlu menjual produknya ke luar daerah. Selain bantuan teknis, Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo juga telah memberikan pinjaman berupa penguatan modal melalui PT. Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta (selanjutnya disebut BPD) sebagai bentuk perhatian pemerintah daerah terhadap potensi usaha minyak atsiri di wilayahnya. Pembuatan peta pewilayahan untuk usaha pengolahan minyak atsiri juga bermanfaat untuk memberikan informasi keberadaan usaha minyak atsiri yang umumnya terdapat di pedesaan dan berskala kecil. Pemerintah juga berusaha untuk menyediakan data dan informasi mutakhir yang akurat mengenai produksi, kebutuhan pasar, kecenderungan pasar dan informasi harga minyak atsiri. Industri minyak daun cengkeh ini tidak saja memproduksi minyak daun cengkeh sebagai komoditas ekspor yang menghasilkan devisa, tetapi juga menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Setiap unit usaha dapat menyerap tenaga kerja rata-rata 6 orang di unit penyulingannya dan seratus orang lebih sebagai tenaga pencari (pengumpul) daun cengkeh. Pekerjaan memungut/mengumpulkan daun cengkeh ini pada umumnya merupakan pekerjaan sambilan dan hasilnya dapat dijual dengan harga berkisar Rp 200-Rp 350/kg. Tingkat harga sangat tergantung pada musim. Pada saat banyak daun cengkeh kering yang gugur, harga akan turun dan sebaliknya. Walaupun pada pengolahan minyak daun cengkeh sendiri penyerapan tenaga kerja relatif sedikit, namun setidaknya dapat memberikan kesempatan kerja bagi para pemuda yang sebelumnya tidak produktif. Di wilayah Kulon Progo, para pekerja usaha minyak daun cengkeh ini dibayar secara borongan (pekerja tidak tetap) dengan sistem bergilir (shift). Setidaknya dibutuhkan 3 orang pekerja untuk satu kali suling dengan satu ketel. Usaha minyak daun cengkeh tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Sisa daun yang telah disuling dapat dikeringkan dan digunakan sebagai bahan bakar dan abunya dapat digunakan sebagai pupuk. Sisa air limbah yang sudah dipisahkan secara sempurna dengan minyak daun cengkeh tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Sampai saat ini, polusi udara berupa asap yang ditimbulkan pada saat proses penyulingan sama sekali tidak dikeluhkan oleh warga sekitar lokasi penyulingan. Usaha penyulingan minyak daun cengkeh menggunakan modal yang sebagian dapat diperoleh dari bank berupa pinjaman modal, baik modal investasi maupun modal kerja. Untuk PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk (selanjutnya disebut Bank BRI) di tingkat Kantor Unit, modal yang dapat diberikan adalah 25 juta rupiah ke bawah sedangkan keputusan pemberian kredit di atas 25 juta rupiah ditentukan oleh kantor cabang. Plafon dana yang berasal dari dana nasabah sendiri untuk modal investasi + 30% sedangkan untuk modal kerja + 50%.Tingkat bunga yang diberlakukan adalah tingkat bunga flat sebesar 18% per tahun Aspek PemasaranUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh Dalam aspek pemasaran akan dibahas aspek pasar dan pemasaran yang terkait dengan permintaan, penawaran, harga, persaingan dan pemasaran minyak daun cengkeh. Pasar 1. Permintaan Minyak daun cengkeh memiliki pasar yang sangat luas terutama di pasar internasional. Di wilayah Kulon Progo, permintaan minyak daun cengkeh oleh pedagang pengumpul, yaitu PT. Djasula Wangi di Solo, CV. Indaroma di Yogyakarta, dan PT. Prodexco di Semarang. Dari informasi yang terakhir dikumpulkan, permintaan minyak daun cengkeh selalu meningkat dan sering terjadi kelebihan permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas produksi industri kecil minyak daun cengkeh yang terbatas. Permintaan dalam jumlah besar untuk waktu yang singkat biasanya diusahakan secara berkelompok. Tabel 3.1. Ekspor Minyak Daun Cengkeh Tahun Volume(ton) Nilai (ribu US$) 1986 1.093 3.348 1987 1.047 2.675 1988 646 1.455 1989 651 1.398 1990 707 1.660 1991 758 2.098 1992 n.a n.a 1993 n.a n.a 1994 622 1.905 1995 370 1.571 Sumber: BPS, beberapa tahun Pemanfaatan minyak cengkeh, untuk dunia industri memang cukup luas. terutama untuk keperluan industri farmasi atau obat- obatan. Begitu juga untuk industri parfum, yang merupakan campuran utama untuk Geranium, Bergamot, Caraway, Cassie dan bahan untuk pembuatan vanillin sintetis sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Sebagian besar hasil produksi minyak daun cengkeh diekspor ke luar negeri seperti yang telah ditunjukkan pada Tabel 1.1. Perkembangan permintaan ekspor minyak daun cengkeh Indonesia mengalami pasang surut seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1 2. Penawaran Dari segi penawaran, suplai minyak daun cengkeh relatif masih kurang. Masih diperlukan tambahan produksi untuk memenuhi permintaan pasar. Selain Kabupaten Kulon Progo, sentra produksi pengolahan minyak daun cengkeh juga terdapat di Kabupaten Blitar dan Trenggalek. Produksi minyak daun cengkeh dari daerah Blitar cukup besar, dengan rata-rata setiap tahunnya mencapai 80 ton. Berdasarkan data Dinas Perindustrian Pertambangan dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Blitar, produksi rata-rata 80 ton per tahun itu hanya dihasilkan oleh 5 unit industri yang semuanya tergolong industri kecil. Sentra produksinya berada di wilayah Kecamatan Doko. (http://www.kabblitar.go.id/). Potensi usaha minyak daun cengkeh masih sangat luas di Indonesia terutama di daerah-daerah yang dekat dengan sumber bahan baku. Saat ini, cengkeh telah dibudidayakan di hampir seluruh wilayah Indonesia (Harris, 1990) sehingga potensi untuk mendirikan usaha pengolahan minyak daun cengkeh sangatlah besar. 3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Tingkat persaingan minyak daun cengkeh Indonesia di pasar internasional terutama ditentukan oleh kualitas minyak daun cengkeh yang dihasilkan Indonesia dan negara-negara pesaing, seperti Madagaskar, Tanzania dan Srilanka. Negara penghasil minyak atsiri bukan hanya berasal dari negara-negara berkembang saja, seperti Cina, Brasil, Indonesia, India, Argentina dan Meksiko melainkan juga negara maju, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris. Perbedaannya, negara-negara berkembang lebih banyak memproduksi minyak atsiri menjadi bahan setengah jadi dan kemudian mengekspornya ke negara maju. Lain halnya yang dilakukan oleh negara maju. Meskipun mereka mengimpor bahan setengah jadi dari negara berkembang untuk diolah menjadi barang jadi, mereka mengekspornya sebagian kembali ke negara-negara lain termasuk negara berkembang dalam bentuk barang jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Namun demikian, peluang pasar minyak daun cengkeh masih terbuka luas terutama di pasar dunia yang volume permintaannya terus meningkat (lihat Tabel 1.1) Pemasaran Pemasaran minyak daun cengkeh dapat melalui para pedagang pengumpul maupun langsung ke pihak produsen barang jadi yang membutuhkan. Namun pada umumnya jalur penjualan ke pedagang pengumpul relatif lebih mudah. Harga yang ada di pasar perdagangan minyak daun cengkeh dalam negeri juga relatif stabil. 1. Harga Harga minyak daun cengkeh relatif stabil pada tahun 2002 dan 2003. Pada awal tahun 2002 harga minyak daun cengkeh mencapai Rp 29.500,- dan pada tahun 2003 berfluktuasi antara Rp 23.000,- sampai Rp 25.000,- per kilogram. Harga tersebut juga cenderung stabil hingga memasuki tahun 2004. Fluktuasi harga minyak daun cengkeh sedikit banyak juga dipengaruhi oleh fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada saat krisis tahun 1997, harga minyak daun cengkeh bisa mencapai Rp 57.000,- per kilogram (data primer). Berdasarkan data primer lapangan yang diperoleh, para pengusaha minyak daun cengkeh memperkirakan harga untuk kondisi breakeven point (BEP) atau impas adalah sekitar Rp 20.000,- per kilogram. Dengan melihat selisih harga pada kondisi BEP dengan harga jual di pasar, maka usaha ini cukup menjanjikan. 2. Jalur Pemasaran Secara umum, jalur pemasaran minyak daun cengkeh tidak berbeda dengan komoditi pertanian lainnya. Di pemasaran dalam negeri, produsen menjual produk ke pedagang pengumpul atau agen eksportir. Barulah kemudian produk tersebut sampai ke tangan eksportir. Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar perdagangan minyak daun cengkeh adalah untuk ekspor. Pada praktiknya, keadaan pasar sering dipengaruhi oleh orang yang pertama kali melakukan proses transaksi. Ada beberapa situasi pemasaran yang terjadi. Pertama, pihak produsen langsung menjual produk ke tengkulak, pedagang perantara, atau agen eksportir. Dalam hal ini, produsen memiliki posisi tawar yang lemah. Harga lebih banyak dipengaruhi oleh pembeli. Situasi kedua, pihak pembeli yang mencari produsen. Pada situasi ini, produsen dapat memperoleh harga yang relatif lebih baik. Hal ini seringkali terjadi, terbukti dengan adanya pemesanan dengan uang muka terlebih dahulu oleh pembeli kepada produsen sementara minyak daun cengkeh masih pada proses produksi. Jalur pemasaran minyak daun cengkeh dari pengusaha pengolahan sebagian besar ditampung terlebih dahulu oleh para pengumpul. Dari survai di wilayah Kulon Progo, setidaknya ada tiga perusahaan pengumpul yang cukup besar, yaitu PT Djasula Wangi di Solo, CV Indaroma di Yogyakarta, dan PT Prodexco di Semarang. Untuk jalur pemasaran luar negeri ada beberapa pihak yang mungkin terlibat, yaitu pemakai (end-user), broker murni, broker merangkap trader, dan pedagang (trader). Jalur perdagangan minyak daun cengkeh dapat digambarkan sebagaimana terdapat pada Gambar 3.1. Pemasaran tersebut juga dapat menjadi lebih pendek. Produsen menjual minyak daun cengkeh pada pedagang kecil dan pedagang besar dan kedua jenis pedagang tersebut langsung menjualnya pada eksportir, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 bagian bawah. Gambar 3.1. Jalur Pemasaran Minyak Daun Cengkeh 3. Kendala Pemasaran Kendala pemasaran yang utama pada minyak daun cengkeh ini adalah mata rantai perdagangan yang cukup panjang. Para pengusaha pengolahan minyak daun cengkeh masih mengalami kesulitan untuk memasok langsung ke eksportir atau end-user. Akibat panjangnya rantai perdagangan ini adalah ketidakseragaman mutu yang ditetapkan. Faktor yang harus diperhatikan dalam upaya pemasaran minyak daun cengkeh, terutama untuk tujuan ekspor adalah dengan memperhatikan kualitas, harga yang kompetitif dan keberlangsungan produksi. Secara umum, kendala pemasaran minyak daun cengkeh disebabkan oleh tiga hal, yaitu: mutu yang rendah karena sifat usaha penyulingan minyak daun cengkeh yang umumnya berbentuk usaha kecil dengan berbagai keterbatasan modal dan teknologi, pemasaran dalam negeri masih bersifat buyer market (harga ditentukan pembeli) karena lemahnya posisi tawar pengusaha pengolah, dan harga yang berfluktuasi (dalam dan luar negeri) akibat tidak terkendalinya produksi dalam negeri dan persaingan negara sesama produsen. Aspek ProduksiUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh Minyak atsiri dapat diproduksi dengan berberapa cara, seperti penyulingan, ekstraksi dengan menggunakan pelarut dan metode pengempaan. Cara yang umum digunakan pengusaha kecil adalah dengan proses penyulingan atau hidrodestilasi yang relatif lebih murah dan menggunakan peralatan yang sederhana. Lokasi Usaha Penentuan lokasi usaha sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup suatu usaha. Semakin dekat lokasi usaha dengan sumber bahan baku atau input-input lainnya, maka usaha tersebut memiliki peluang yang lebih besar untuk hidup dan memperoleh profit yang lebih besar karena biaya transportasi dapat ditekan serendah mungkin. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh usaha pengolahan minyak daun cengkeh agar dapat berkelanjutan. Pertama, lokasi usaha yang berdekatan dengan lokasi sumber bahan baku. Dekat dalam hal ini berarti mudah untuk memperoleh bahan baku dengan harga yang normal (tidak terlalu mahal karena biaya transportasi yang tinggi). Kedua, dekat dengan sumber air. Air merupakan bahan input yang dibutuhkan dalam jumlah besar untuk usaha pengolahan minyak daun cengkeh. Air tersebut berfungsi sebagai pendingin pada proses kondensasi dari uap menjadi cair yang terdiri dari minyak daun cengkeh dan air. Di daerah pedesaan tertentu, seperti Kecamatan Samigaluh, memiliki keuntungan dalam hal ini. Air melimpah dan mudah untuk dimanfaatkan dalam proses produksi. Ketiga, kemudahan memperoleh bahan bakar. Ketersediaan bahan bakar harus cukup. Dalam penyulingan minyak daun cengkeh secara umum pembakaran (pemanasan) harus terus menerus dan tetap agar mutu hasil terjaga. Minyak daun cengkeh juga memiliki keuntungan yang dapat menghemat biaya bahan bakar. Proses pengolahan dapat menggunakan bahan bakar berupa limbah daun yang telah disuling sebelumnya dengan dikeringkan terlebih dahulu. Berdasarkan pengalaman para pengolah minyak daun cengkeh di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, jumlah sisa daun sudah cukup untuk bahan bakar pengolahan berikutnya sehingga tidak perlu membeli bahan bakar tambahan seperti kayu bakar atau lainnya. Fasilitas Produksi dan Peralatan Ada beberapa alat dan peralatan produksi yang diperlukan dalam proses pengolahan minyak daun cengkeh. Fasilitas produksi yang utama adalah ketel dari platbesi (plateser), tungku (Gambar 4.1) dan kondensor (Gambar 4.2.). Gambar 4.1. Ketel dan Tungku Suling Kondensor berupa kolam yang di dalamnya terendam pipa dengan bentuk spiral atau pipa baja biasa yang dibentuk melingkar. Kolam pendingin yang digunakan oleh salah seorang responden seperti tampak pada Gambar 4.2. Kolam terdiri dari dua buah kolam dengan posisi yang berdekatan agar pipa yang digunakan tidak terlalu panjang. Peralatan lain yang diperlukan berupa 4 drum plastik berukuran 200 liter untuk menampung minyak daun cengkeh, garu, sendok, 5 jerigen, corong minyak, dan kain penyaring. Gambar 4.2. Kolam Pendingin Bahan baku Bahan baku utama yang digunakan pada minyak daun cengkeh adalah daun cengkeh kering yang sudah gugur. Ini menyebabkan usaha minyak daun cengkeh bersifat musiman karena sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku. Pada musim kemarau ketersediaan bahan baku melimpah dan sebaliknya pada musim penghujan terjadi kekurangan suplai bahan baku. Beberapa pengusaha pengolahan minyak daun cengkeh mengantisipasinya dengan menyimpan sebagian hasil produksinya untuk dijual pada saat mereka tidak dapat melakukan proses produksi dengan harga yang lebih baik. Pada umumnya, proses produksi dapat dilakukan 5-6 bulan dalam satu tahun. Gambar 4.3. Daun Cengkeh Kering yang Siap Diproses Tenaga kerja Tenaga kerja yang diperlukan dalam proses produksi relatif tidak terlalu banyak. Tenaga untuk proses produksi hanya membutuhkan 3 orang per proses penyulingan. Jika dalam 1 hari pengusaha melakukan 2 kali proses penyulingan maka diperlukan 6 orang pekerja tidak tetap per hari per ketel (diasumsikan pengusaha memiliki dua buah ketel). Para pekerja tersebut biasanya dibayar secara borongan untuk satu kali proses penyulingan. Proses penyulingan tersebut membutuhkan waktu antara 6 sampai 8 jam dan dalam satu hari dapat dilakukan 2 hingga 3 kali penyulingan per ketel. Teknologi Teknologi yang digunakan dalam proses produksi pengolahan minyak daun cengkeh ini termasuk teknologi sederhana atau tradisional. Proses yang umum digunakan adalah penyulingan dengan uap air. Gambar 4.4. Penyulingan Sederhana Proses penyulingan dilakukan dengan memanaskan bahan baku dan air yang dimasukkan dalam ketel seperti tampak pada Gambar 4.4 yang kemudian dipanaskan. Proses pemanasan dapat menggunakan bahan bakar berupa limbah daun yang disuling sebelumnya. Uap air dan uap minyak daun cengkeh akan mengalir melalui pipa masuk ke dalam kondensor. Kondensor tersebut dapat berupa kolam seperti tampak pada Gambar 4.2. Semakin lama uap minyak daun cengkeh dan uap air berada dalam kolam pendingin, semakin baik proses kondensasi yang terjadi. Biasanya para penyuling di pedesaan menggunakan 2 kolam pendingin untuk proses kondensasi ini. Air kolam harus terus dijaga agar tetap berada pada suhu yang dingin. Kondensasi mengubah uap air dan uap minyak daun cengkeh menjadi bentuk cair berupa minyak daun cengkeh dan air yang ditampung dalam drum. Gambar 4.5. Drum Penampung Hasil Proses Penyulingan Metode penyulingan dengan menggunakan uap air memiliki kelebihan tersendiri. Penyulingan dengan air dan uap ini relatif murah atau ekonomis. Biaya yang diperlukan relatif rendah dengan rendemen minyak daun cengkeh yang memadai dan masih memenuhi standar mutu yang diinginkan konsumen. Kelemahan utamanya adalah kecepatan penyulingan yang rendah. Proses Produksi 1. Penyiapan Bahan Baku Daun cengkeh yang digunakan merupakan daun yang sudah gugur, kering, masih utuh dan bersih. 2. Penyulingan Penyulingan dengan menggunakan uap air adalah cara yang paling banyak digunakan. Cara ini hanya cocok untuk jenis minyak atsiri yang tidak rusak oleh panas uap air. Salah satunya adalah minyak daun cengkeh. Bahan baku diletakkan terpisah dengan air (Gambar 4.4). Untuk memudahkan proses penguapan, bagian ketel untuk bahan baku harus diberi ruang yang cukup. Bahan tidak boleh dipadatkan. Setelah siap, ketel ditutup dan kemudian dipanaskan selama 5-7 jam. Uap air dan uap minyak daun cengkeh dicairkan dengan mengalirkan pipa melingkar ke dalam kolam pendingin (kondensor). Suhu udara sangat berpengaruh pada suhu air. Pipa yang berada di dalam kolam pendingin kurang lebih memiliki panjang 10 meter. Semakin panjang pipa yang digunakan, semakin baik proses kondensasi yang terjadi. Di Samigaluh, seringkali pipa yang digunakan berbentuk memanjang, tidak melingkar (spiral) karena harganya yang relatif lebih murah. Pipa tidak boleh bocor dan suhu air harus dijaga untuk selalu tetap dingin agar proses kondensasi dapat berlangsung dengan baik. Hasil sulingan minyak daun cengkeh dan air dialirkan ke dalam tempat berupa drum yang sudah disediakan. Setelah proses penyulingan selama kurang lebih 7 jam, hasil proses penyulingan didiamkan beberapa saat sehingga air dan minyak daun cengkeh terpisah. Minyak daun cengkeh berada di bawah air karena memiliki berat jenis yang lebih besar. Air dan minyak daun cengkeh dapat dipisahkan dengan sejenis kain khusus atau dipisahkan secara manual. Sisa air yang telah dipisahkan masih mengandung minyak daun cengkeh dan masih dapat dipisahkan lagi setelah beberapa lama Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Hasil penyulingan 1,3 ton daun cengkeh kira-kira akan menghasilkan 35 kg minyak daun cengkeh. Jika dalam sehari dapat dilakukan 2 kali penyulingan, maka satu ketel dapat menghasilkan 70 kg minyak daun cengkeh per hari. Minyak daun cengkeh dapat dibedakan berdasarkan mutunya. Mutu minyak daun cengkeh dipengaruhi setidaknya oleh 3 hal. Pertama, pemilihan bahan baku. Daun cengkeh yang kering, bersih dan tidak tercampur bahan-bahan lain akan menghasilkan minyak sesuai dengan yang diinginkan. Kedua, proses produksi. Mutu minyak daun cengkeh dipengaruhi oleh kondisi peralatan yang digunakan dan waktu proses penyulingan. Ketel dengan bahan anti karat akan menghasilkan minyak daun cengkeh yang lebih baik dibandingkan penyulingan dengan menggunakan ketel yang terbuat dari besi plat biasa, apalagi dengan menggunakan drum-drum kaleng biasa. Waktu penyulingan yang lebih singkat juga mempengaruhi kualitas minyak daun cengkeh yang dihasilkan. Ketiga, penanganan hasil produksi. Minyak daun cengkeh yang seharusnya ditampung dan disimpan dalam kemasan dari bahan gelas, plastik atau bahan anti karat lainnya akan menurun kualitasnya jika hanya disimpan dalam kemasan dari logam berkarat. Minyak daun cengkeh mudah beroksidasi dengan bahan logam. Produksi optimum Produksi minyak daun cengkeh yang optimum tergantung pada kapasitas ketel yang digunakan. Ketel dengan kapasitas 1,3 ton daun cengkeh dapat menghasilkan kurang lebih 35 kg minyak daun cengkeh. Dengan menggunakan dua ketel dan dua kali proses suling per ketel maka dalam sehari dapat dihasilkan minyak daun cengkeh sebanyak 1,4 kwintal. Kendala Produksi Kendala produksi utama yang dihadapi oleh pengusaha minyak daun cengkeh ini terutama terkait dengan pengadaan bahan baku yang bersifat musiman. Ketersediaan bahan baku daun cengkeh sangat tergantung pada musim. Pada musim penghujan, pasokan bahan baku bisa dikatakan tidak ada sehingga para pengusaha tidak berproduksi. Hambatan yang kedua adalah kapasitas produksi yang masih sangat terbatas. Seringkali pengusaha kecil penyulingan minyak daun cengkeh di pedesaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen dalam jumlah besar pada waktu tertentu. Aspek KeuanganUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh Pemilihan Pola Usaha Usaha kecil minyak daun cengkeh semakin berkembang karena tingkat teknologi yang digunakan sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya yang besar. Proses penyulingan tidak memerlukan mesin-mesin atau alat-alat canggih yang menggunakan listrik. Jenis minyak daun cengkeh juga dipilih karena persyaratan atau standar kualitas yang ditetapkan pembeli relatif longgar sehingga memudahkan pengusahaannya. Pengusaha kecil dengan teknologi sederhana dapat memprosesnya dengan mudah. Tidak diperlukan mesin-mesin dengan ketrampilan khusus untuk usaha ini. Asumsi dan Parameter Perhitungan Analisis kelayakan investasi dan keuangan usaha penyulingan minyak daun cengkeh ini digunakan untuk memperoleh gambaran finansial mengenai pendapatan dan biaya usaha, kemampuan usaha untuk membayar kredit, dan kelayakan usaha. Perhitungan ketiga hal tersebut memerlukan dasar-dasar perhitungan yang diasumsikan berdasarkan hasil survai dan pengamatan yang terjadi di lapangan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Asumsi Analisis Keuangan No Asumsi Satuan Jumlah Keterangan 1 Periode proyek tahunan 5 Periode proyek 5 tahun 2 Luas tanah m2 350 Termasuk dua kolam pendingin   Luas kolam Pendingin m2 60 Terdiri dari dua kolam 3 Harga minyak daun cengkeh Rp/Kg 25.000   4 Tenaga kerja         a. Tetap (dalam keluarga) orang 2     b. Tidak tetap (luar keluarga)         - Penyulingan orang 3 Untuk satu kali suling per ketel 5 Upah tenaga kerja borongan Rp/Kg 1.750   6 Harga bahan baku         - Harga daun cengkeh kering       7 Discount Rate Persen 18   8 Hari Kerja bulan/tahun 6   9 Kapasitas Usaha Kg/hari 140   10 Jumlah bahan baku Kg/Hari 5200   Sumber: Lampiran 1 Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun dengan periode tahunan untuk menganalisis kelayakan usaha. Usaha diasumsikan beroperasi selama 6 bulan dalam satu tahun dengan hari kerja 25 hari dalam satu bulan. Usaha diasumsikan memerlukan lahan seluas 350 m2 dan menggunakan dua buah kolam pendingin dengan luas masing-masing 30 m2 (lebar 3 m, panjang 10 m dan tinggi/kedalaman 1 m). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha minyak daun cengkeh, harga minyak daun cengkeh dapat berubah dalam rentang Rp 23.000,00- 29.000,00 per kilogram. Namun dalam analisis keuangan, harga minyak daun cengkeh diasumsikan tetap selama periode proyek yaitu sebesar Rp 25.000,- per kilogram. Pengaruh perubahan harga akan dianalisis pada bagian analisis sensitivitas usaha. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 5 orang dengan rincian seperti tampak pada Tabel 5.1. Asumsi-asumsi harga dan umur ekonomis peralatan produksi juga seperti yang akan ditunjukkan oleh Tabel 5.2. Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh No Jenis Biaya Satuan JumlahFisik Harga/Satuan Nilai / Rp Umur Ekonomis 1 Perijinan (HO)   200.000 2 Sewa tanah m2/thn 350 18.750 5.250.000 1 3 Konstruksi kolam pendingin (10x3x1)m Unit 2 1.000.000 2.000.000 10 4 Kontruksi bangunan   1 12.000.000 12.000.000 7 5 Kontruksi tungku   2 200.000 400.000 10 6 Peralatan utama   - Ketel Unit 2 10.150.000 20.300.000 5   Peralatan lainnya   - garu Unit 2 15.000 30.000 5   - corong minyak Unit 2 10.000 20.000 5   - sekop Unit 2 12.000 24.000 5 8 Jerigen Unit 5 17.000 85.000 5 9 Timbangan 1 kwintal Unit 1 400.000 400.000 10 10 Kain penyaring unit 1 125.000 125.000 5 11 Pipa m 70 35.714 2.500.000 10 12 Drum plastik unit 4 110.000 440.000 10   Jumlah biaya investasi 43.774.000 Sumber :Lampiran 2 Dengan menggunakan ketel dari besi plat, untuk menyuling minyak daun cengkeh diperlukan biaya Rp 10.015.000,-, termasuk biaya transportasi sebesar Rp 400 ribu. Biaya transportasi ini muncul karena ketel dibeli oleh pengusaha dari luar kota (Purwokerto). Jika ingin memperoleh kualitas minyak daun cengkeh yang lebih baik, dapat digunakan ketel dengan bahan baja anti karat (stainless steel) yang harganya lebih kurang Rp 16.500.000,00. Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya variabel (tidak tetap) yang besarnya tergantung pada jumlah minyak daun cengkeh yang diproduksi. Biaya operasional meliputi bahan baku berupa daun cengkeh, tenaga kerja, konsumsi tenaga kerja (makan dan rokok), biaya pemeliharaan, biaya telepon, dan listrik. Dalam satu bulan diperlukan biaya operasional sebesar Rp 47.500.000,- kecuali pada awal usaha karena pengusaha harus membeli bahan bakar sebesar Rp 400.000,- dan di bulan keenam karena ada biaya pemeliharaan sebesar Rp 100.000,- berupa perbaikan ketel. Harga per kilogram daun cengkeh kering adalah Rp 300,-. Jika pengusaha memiliki 2 buah ketel dan masing-masing ketel dapat beroperasi 2 kali sehari dan hari kerja 25 hari per bulan, maka diperlukan biaya sebesar 1300 kg x 2 penyulingan x 2 ketel x 25 hari x Rp 300,00/kg= Rp 39.000.000,00 per bulan untuk memperoleh bahan baku daun cengkeh kering. Tenaga kerja tetap dengan gaji Rp 500.000,00 per bulan terdiri dari dua orang dengan waktu 6 bulan kerja per tahun. Pada prakteknya, tenaga kerja tetap ini biasanya adalah anggota keluarga sendiri termasuk pemilik. Tenaga kerja tidak tetap bersifat borongan yang diupah Rp 1.750,00 untuk setiap kilogram minyak daun cengkeh yang dihasilkan sehingga besarnya upah tidak tergantung jumlah tenaga kerja yang digunakan. Dalam 1 (satu) hari, pengusaha menghasilkan 140 kg minyak daun cengkeh sehingga memerlukan Rp 6.125.000,- per bulan untuk membayar tenaga kerja borongan. Uang makan dan rokok untuk tenaga kerja adalah Rp 4.000,00 sekali makan ditambah rokok dengan asumsi dibutuhkan 12 orang pekerja per hari. Biaya telepon dan listrik diasumsikan tetap sebesar Rp 100.000,- dan Rp 15.000,- per bulan. Tabel 5.3. Biaya Operasional Usaha Kecil No Jenis Biaya Satuan Biaya Per Bulan (Bulan 1 ) Biaya Per Bulan (Bulan 2-5) Biaya Per Bulan (Bulan 6) 1 Bahan Baku           Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 2 Bahan Bakar Awal Rp 400.000 3 Tenaga kerja     a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000   b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000  4 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000  5 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000   Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 8 Biaya Pemeliharaan Rp 100.000 Jumlah Rp 47.900.000 47.900.000 47.900.000 Sumber: Lampiran 3 Pada prakteknya, karena hasil suling dapat diperoleh tiap hari pada musim kemarau, penjualan hasil produk minyak daun cengkeh dapat dilakukan dalam hitungan minggu bahkan hari. Hasil penjualan tersebut digunakan pengusaha untuk membiayai kebutuhan operasional berikutnya. Dalam sehari, pengusaha dapat menghasilkan 140 kg minyak daun cengkeh senilai Rp 3.500.000,- sehingga jumlah biaya operasional yang cukup besar dalam satu tahun tersebut hanyalah gambaran biaya kumulatif per tahun yang sebenarnya dapat dipenuhi dari penjualan hari atau minggu sebelumnya atau kredit bank dari satu proses penyulingan ke penyulingan berikutnya. Kebutuhan Dana untuk Investasi, Modal Kerja dan Kredit Kebutuhan dana usaha kecil penyulingan minyak daun cengkeh dapat dirinci berdasarkan biaya investasi dan biaya operasional. Para pengusaha kecil penyulingan minyak daun cengkeh biasanya membutuhkan kredit di awal usaha, yaitu untuk meningkatkan kapasitas usaha (biaya investasi) dan biaya untuk pembelian bahan baku (biaya operasional). Biaya operasional (modal kerja) sebesar Rp 285.500.000,- adalah jumlah kumulatif biaya operasional dalam 1 tahun (6 bulan kerja) pertama. Pada kenyataannya, pengusaha kecil hanya membutuhkan modal awal untuk operasional selama seminggu atau sebulan tergantung permintaan konsumen dan kondisi pasar. Tabel 5.4. Kebutuhan Dana No Rincian Biaya Proyek Total Biaya (Rp) 1 Dana investasi yang bersumber dari     a. Kredit 25.000.000   b. Dana sendiri 18.774.000   Jumlah dana investasi 43.774.000 2 Dana modal kerja yang bersumber dari   a. Kredit 25.000.000   b. Dana sendiri 260.500.000   Jumlah dana modal kerja 285.500.000 3 Total dana proyek yang bersumber dari   a. Kredit 50.000.000   b. Dana sendiri 279.274.000   Jumlah dana proyek 329.274.000 Sumber: Lampiran 4 Dalam simulasi perhitungan, modal awal yang dibutuhkan adalah Rp 47.900.000,- untuk biaya operasi selama 1 bulan. Biaya operasional bulan berikutnya dapat dipenuhi dari penerimaan dari hasil penjualan minggu atau bulan sebelumnya.    Sumber kredit adalah kredit komersial dari perbankan yang ketentuannya berbeda untuk masing-masing bank. Berdasarkan survai yang dilakukan, pinjaman berjangka 6 bulan yang diangsur per bulan dengan suku bunga flat 18 persen per tahun. Dengan bunga flat maka dalam satu bulan angsuran bunga yang harus dibayarkan adalah 1,5 persen. Berdasarkan hal tersebut pembiayaan angsuran pokok dan bunga ditunjukkan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Tahun Periode Kredit Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo Tahun 0   50.000.000 50.000.000 50.000.000 Tahun 1 Bulan 1 8.333.333 750.000 9.083.333 50.000.000 41.666.667   Bulan 2 8.333.333 750.000 9.083.333 41.666.667 33.333.333   Bulan 3 8.333.333 750.000 9.083.333 33.333.333 25.000.000   Bulan 4 8.333.333 750.000 9.083.333 25.000.000 16.666.667   Bulan 5 8.333.333 750.000 9.083.333 16.666.667 8.333.333   Bulan 6 8.333.333 750.000 9.083.333 8.333.333 0 Tahun 1   25.000.000 25.000.000 25.000.000 Tahun 2 Bulan 1 4.166.667 375.000 4.541.667 25.000.000 20.833.333   Bulan 2 4.166.667 375.000 4.541.667 20.833.333 16.666.667   Bulan 3 4.166.667 375.000 4.541.667 16.666.667 12.500.000   Bulan 4 4.166.667 375.000 4.541.667 12.500.000 8.333.333   Bulan 5 4.166.667 375.000 4.541.667 8.333.333 4.166.667   Bulan 6 4.166.667 375.000 4.541.667 4.166.667 0 Sumber: Lampiran 5 Pada tahun 0 pengusaha meminjam sebesar 50 juta rupiah yang terdiri dari modal investasi 25 juta rupiah dan modal kerja 25 juta rupiah sehingga harus mengangsur keduanya pada tahun pertama. Di awal tahun ke-2 hingga tahun ke-5, pengusaha meminjam kembali sebesar 25 juta rupiah tiap tahunnya berupa modal kerja dan membayar angsuran modal kerja sebesar Rp 4.541.667,- per bulan selama 6 bulan dari total pinjaman 25 juta rupiah. Produksi dan Pendapatan Minyak daun cengkeh dapat diproduksi per hari. Dari hasil survai yang telah dilakukan, pengusaha pada umumnya memiliki 2 ketel dengan kapasitas 1,3 ton daun cengkeh dan dapat memproduksi 140 kg per hari senilai Rp 3.500.000,-. Dalam satu tahun (6 bulan kerja) akan dihasilkan 21 ton minyak daun cengkeh. Rincian pendapatan kotor ditunjukkan oleh Tabel 5.6. Tabel 5.6. Produksi dan Pendapatan Tahun Hasil Produksi Kg Rupiah 1 21.000 525.000.000 2 21.000 525.000.000 3 21.000 525.000.000 4 21.000 525.000.000 5 21.000 525.000.000 Sumber: Lampiran 6 Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha ini sudah memperoleh laba sebesar Rp 151.805.677,- dengan profit margin usaha penyulingan minyak daun cengkeh mencapai 28,92 persen pada tahun pertama dan 33,33 persen pada tahun kedua hingga tahun kelima atau sebesar Rp 174.968.177,-. Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa BEP rata-rata berdasarkan total biaya adalah Rp 16.495/kg pada tahun pertama dan Rp 15.198/kg pada tahun kedua hingga tahun keempat, dengan BEP rata-rata Rp 15.475,-. BEP produksi rata-rata dalam satu tahun adalah 3.429 kg. Proyeksi laba rugi secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengolahan Minyak Daun Cengkeh No Uraian Tahun 1 Tahun 2-5 Jumlah 1 Pendapatan 525.000.000 525.000.000 2.625.000.000 2 Pengeluaran   a. Biaya operasional 285.500.000 285.500.000 1.427.500.000   b. Penyusutan 6.405.086 6.405.086 32.025.429   c. Angsuran pokok 50.000.000 25.000.000 150.000.000   d. Bunga bank 4.500.000 2.250.000 13.500.000   Jumlah 346.405.086 319.155.086 1.623.025.429   Laba sebelum pajak 178.594.914 205.844.914 1.001.974.571   e. Pajak 15% 26.789.237 30.876.737 150.296.186 3 Laba rugi 151.805.677 174.968.177 851.678.386 4 Profit margin % 28.92% 33.33% 32,44%   BEP (nilai penjualan) 133.508.017 73.774.196 428.604.802   BEP (produksi minyak) 5.340 2.951 17.144   BEP Rp/kg berdasarkan   - Biaya operasional 13.595 13.595 67.976   - Total biaya 16.495 15.198 77.287 Sumber: Lampiran 8 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Proyeksi arus kas usaha penyulingan minyak daun cengkeh selama 5 tahun secara lengkap dapat ditunjukkan oleh Tabel 5.8. Berdasarkan proyeksi arus kas, jumlah inflow adalah Rp 525.000.000,- pada tahun pertama sampai tahun keempat. Pada tahun kelima ada tambahan berupa nilai sisa sebesar Rp 8.012.857,- sehingga total inflow menjadi Rp 533.012.857,-. Tabel 5.8. Proyeksi Arus Kas Usaha Minyak Daun Cengkeh No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2-3 Tahun 5 1 Inflow   a. Pendapatan 0 525.000.000 525.000.000 525.000.000   b. Dana sendiri 279.274.000   c. Kredit investasi 25.000.000   d. Kredit modal kerja 25.000.000   e. Nilai sisa 8.012.857.14   Jumlah 329.274.000 525.000.000 525.000.000 533.012.857   Inflow untuk IRR 0 525.000.000 525.000.000 533.012.857 2 Outflow   a. Biaya investasi 43.774.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000   b. Biaya modal kerja 285.500.000   c. Biaya operasional 0 285.500.000 285.100.000 285.100.000   d. Angsuran pokok 0 50.000.000 25.000.000 25.000.000   e. Biaya bunga bank 0 4.500.000 2.250.000 2.250.000   f. Pajak 15% 0 26.789.237 30.876.737 30.876.737   Jumlah 329.274.000 372.039.237 348.476.737 348.476.737   Outflow untuk IRR 329.274.000 317.539.237 321.226.737 321.226.737 3 Total cashflow 0 152.960.763 176.523.263 184.536.120 4 Kumulatif cashflow 0 152.960.763 329.484.026 867.066.671 5 Cashflow untuk IRR -329.274.000 207.460.763 203.773.263 211.786.120 Sumber: Lampiran 9 Untuk menganalisis kelayakan usaha pengolahan minyak daun cengkeh, dapat dihitung nilai Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio, dan Net Present Value (NPV). Perhitungan PBP proyek tidak ditampilkan karena proyek telah menghasilkan keuntungan pada tahun pertama dilaksanakan. Payback Period (PBP) untuk kredit tidak dihitung karena kredit, baik untuk modal investasi maupun modal kerja, lunas dalam satu tahun (jangka waktu kredit 1 tahun). Nilai IRR sebesar 55,66 persen mengimplikasikan bahwa proyek ini layak sampai tingkat bunga mencapai 55,66 persen. Dengan menggunakan discount rate 18 persen, Net B/C ratio memiliki nilai 1,96. Karena Net B/C Ratio > 1 maka usaha ini layak untuk dilaksanakan. Net Present Value juga bernilai positif, yaitu Rp 314.587.336,16 sehingga proyek layak dilaksanakan. Hasil proyeksi kelayakan usaha ditunjukkan pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Kelayakan Usaha Pengolahan Minyak Daun Cengkeh Kriteria Kelayakan Nilai IRR 55,66% Net B/C ratio DF 18% 1,96 NPV DF 18% Rp 314.587.336,16 Sumber: Lampiran 10 Analisa Sensitivitas Dalam analisis kelayakan proyek, banyak asumsi yang digunakan. Penggunaan asumsi ini memiliki ketidakpastian yang sudah diminimalkan berdasarkan nilai aktual yang terjadi di lapangan. Untuk menguji sensitivitas proyek terhadap perubahan asumsi pendapatan dan biaya operasional, digunakan beberapa skenario. Skenario 1. Usaha mengalami penurunan pendapatan sedangkan biaya-biaya dan komponen lain tetap. Penerimaan dapat menurun jika terjadi penurunan hasil produksi dan permintaan konsumen. Skenario 2. Biaya operasional mengalami kenaikan yang mungkin dapat terjadi karena kenaikan harga bahan baku atau peralatan lainnya. Pada kondisi ini diasumsikan komponen lainnya termasuk pendapatan adalah tetap (konstan). Skenario 3. Skenario ketiga ini merupakan gabungan dari skenario 1 dan 2, yaitu diasumsikan pada saat bersamaan pendapatan mengalami penurunan dan biaya operasional mengalami kenaikan. Tabel 5.10. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 1 Kriteria Kelayakan Pendapatan Turun 19% 20% IRR 18,38% 16,18% Net B/C ratio DF 18% 1,01 0,959 NPV DF 18% Rp 2.879.998,16 - Rp 13.537.649,70 Sumber: Lampiran 12 dan 14 Tabel 5.11. Hasil analisis Sensitivitas Usaha Skenario 2 Kriteria Kelayakan Biaya Operasional Naik 35% 36% IRR 18,32% 17,13% Net B/C ratio DF 18% 1,007 0,980 NPV DF 18% Rp 2.423.931,76 - Rp 6.495.022,65 Sumber: Lampiran 16 dan 18 Tabel 5.12. Hasil analisis Sensitivitas Usaha Skenario 3 Kriteria Kelayakan Pendapatan Turun dan Biaya Operasional Naik 12% 13% IRR 19,45% 16,06% Net B/C ratio DF 18% 1,033 0,956 NPV DF 18% Rp 10.898.352,06 - Rp 14.435.123,04 Sumber: Lampiran 20 dan 22 Berdasarkan Tabel 5.10 tampak bahwa pada skenario pertama dengan asumsi terjadi penurunan penerimaan, sampai penurunan hingga 19%, usaha minyak daun cengkeh ini masih layak untuk dilaksanakan. Pada saat pendapatan turun hingga 20%, usaha ini mulai tidak layak untuk dilaksanakan. Pada Skenario 2 (Tabel 5.11), ditunjukkan bahwa kenaikan biaya operasional hingga 35 persen masih layak untuk usaha ini dan tidak layak pada kenaikan biaya operasional hingga 36%. Perlu diketahui bahwa biaya operasional usaha penyulingan minyak daun cengkeh ini sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku yang merupakan 81 persen dari total biaya operasional. Pada skenario 3 yang diasumsikan terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional hingga 13%, usaha ini sudah tidak layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR, Net B/C ratio, dan NPV secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.10, Tabel 5.11 dan Tabel 5.12. Aspek Sosial EkonomiUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh Usaha penyulingan minyak daun cengkeh merupakan merupakan komoditi yang dapat diunggulkan di pasar internasional. Meskipun kontribusinya relatif rendah dibandingkan komoditi yang lain, namun setidaknya ekspor minyak daun cengkeh ini telah memberikan pemasukan devisa di atas satu juta dolar per tahun sejak tahun 1988. Rendahnya nilai ekspor ini disebabkan karena rendahnya hasil produksi yang sangat dipengaruhi oleh musim. Dari sisi permintaan, permintaan minyak daun cengkeh masih tinggi sehingga peluang untuk mengembangkan dan membuka usaha penyulingan minyak daun cengkeh di daerah lain di Indonesia masih memiliki potensi pasar yang terbuka luas. Dari aspek ketenagakerjaan, usaha penyulingan minyak daun cengkeh ini tidak menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak. Tetapi memiliki pengaruh ke belakang (backward effect) setidaknya pada usaha pembuatan peralatan dan petani cengkeh yang menjadi pemasok bahan baku. Usaha ini pun memiliki nilai tambah yang tinggi. Penyerapan tenaga kerja dari usaha ini dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar di pedesaan yang umumnya petani dan memiliki dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan dan ekonomi mereka. Dengan berkurangnya pengangguran secara langsung akan berdampak pada kondisi sosial masyarakat seperti penurunan tingkat kriminalitas. Aspek Dampak LingkunganUsaha Penyulingan Minyak Daun Cengkeh Usaha pengolahan minyak daun cengkeh menghasilkan limbah cair yang tidak berbahaya dan dapat ditoleransi lingkungan. Limbah cair tersebut adalah air sisa penyulingan. Jika proses pemisahan air dan minyak daun cengkeh berlangsung dengan sempurna, maka air yang tersisa tidak berdampak buruk pada lingkungan. Limbah padat yang lain adalah abu daun kering sisa pembakaran yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Secara umum, usaha penyulingan minyak daun cengkeh ini termasuk usaha yang ramah lingkungan. Lampiran 1 : Asumsi & Parameter untuk Analisis Keuangan Pengolahan Minyak Daun Cengkeh No Asumsi Satuan Jumlah/nilai Keterangan 1 Periode proyek tahunan 5 Periode proyek 5 tahun 2 Luas tanah m2 350 Termasuk dua kolam pendingin    - Luas kolam pendingin m2 60 Terdiri dari dua kolam 3 Harga minyak daun cengkih Rp/kg 25.000   4 Tenaga kerja       a. Tetap (dalam keluarga) orang 2   b. Tidak tetap (luar keluarga)           - Penyulingan orang 3 Untuk satu kali suling per ketel 5 Upah tenaga kerja borongan Rp/kg 1.750   6 Harga bahan baku           - Harga daun cengkeh kering Rp/kg 300   7 Discount Rate persen 18   8 Hari kerja bulan/tahun 6   9 Kapasitas usaha kg/hari 140   10 Jumlah bahan baku Kg/hari 5.200   Lampiran 2 : Biaya Investasi Usaha Pengolahan Minyak Daun Cengkeh No Jenis Biaya Satuan Jumlah Harga/ Nilai Umur Penyusutan Fisik Satuan Rp Ekonomis Rp 1 Perijinan (HO)       200.000     2 Sewa tanah m2/thn 350 18.750 5.250.000 1   3 Konstruksi kolam pendingin (10x3x1)m unit 2 1.000.000 2.000.000 10 200.000 4 kontruksi bangunan   1 12.000.000 12.000.000 7 1.714.286 5 kontruksi tungku   2 200.000 400.000 10 40.000 6 Peralatan utama                     - Ketel unit 2 10.150.000 20.300.000 5 4.060.000 7 Peralatan lainnya                     - garu unit 2 15.000 30.000 5 6.000         - corong minyak unit 2 10.000 20.000 5 4.000         - sekop   2 12.000 24.000 5 4.800 8 Jerigen unit 5 17.000 85.000 5 17.000 9 Timbangan 1 kwintal unit 1 400.000 400.000 10 40.000 10 Kain penyaring unit 1 125.000 125.000 5 25.000 11 Pipa m 70 35.714 2.500.000 10 250.000 12 Drum plastik unit 4 110.000 440.000 10 44.000                   Jumlah biaya investasi       43.774.000   6.405.086                   Sumber biaya investasi               a. Kredit     57,11% 25.000.000       b. Dana sendiri     42,89% 18.774.000             Jumlah 43.774.000     Lampiran 3 : Biaya Operasional Usaha Pengolahan Minyak Daun Cengkeh Tahun No Jenis biaya Sat Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Jumlah 1 1 Bahan Baku                     Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 234.000.000   2 Biaya Bahan Bakar Awal Rp 400.000           400.000   3 Tenaga kerja                     a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 6.000.000     b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 36.750.000   4 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 7.200.000   5 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 900.000   6 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 150.000   7 Biaya pemeliharaan Rp           100.000 100.000     Jumlah Rp 47.900.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.000 285.500.000                       2 1 Bahan Baku                     Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 234.000.000   2 Tenaga kerja                     a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 6.000.000     b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 36.750.000   3 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 7.200.000   4 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 900.000   5 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 150.000   6 Biaya pemeliharaan Rp           100.000 100.000     Jumlah Rp 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.000 285.100.000                       3 1 Bahan Baku                     Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 234.000.000   2 Tenaga kerja   0 0 0 0 0 0 0     a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 6.000.000     b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 36.750.000   3 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 7.200.000   4 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 900.000   5 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 150.000   6 Biaya pemeliharaan Rp           100.000 100.000     Jumlah Rp 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.000 285.100.000                       4 1 Bahan Baku                     Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 234.000.000   2 Tenaga kerja               0     a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 6.000.000     b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 36.750.000   3 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 7.200.000   4 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 900.000   5 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 150.000   6 Biaya pemeliharaan Rp           100.000 100.000     Jumlah Rp 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.000 285.100.000                       5 1 Bahan Baku                     Daun Rp 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 39.000.000 234.000.000   2 Tenaga kerja               0     a. Tetap Rp 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 6.000.000     b. Tidak tetap (borongan) Rp 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 6.125.000 36.750.000   3 Konsumsi tenaga kerja Rp 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 7.200.000   4 Biaya Telepon Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 900.000   5 Biaya Listrik Rp 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 150.000   6 Biaya pemeliharaan Rp           100.000 100.000     Jumlah Rp 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.500.000 47.600.000 285.100.000                         Sumber biaya operasional                   a. Kredit 6 bulanan   9% 25.000.000             b. Dana sendiri untuk 6 bulan   91% 260.500.000                   Jumlah 285.500.000           Lampiran 4: Sumber Dana untuk Investasi dan Modal Kerja 6 bln No Rincian Biaya Proyek Total Biaya 1 Dana investasi yang bersumber dari   a. Kredit 25.000.000 b. Dana sendiri 18.774.000 Jumlah dana investasi 43.774.000     2 Dana modal kerja yang bersumber dari   a. Kredit 25.000.000 b. Dana sendiri 260.500.000 Jumlah dana modal kerja 285.500.000     3 Total dana proyek yang bersumber dari     a. Kredit 50.000.000   b. Dana sendiri 279.274.000   Jumlah dana proyek 329.274.000 Lampiran 5 : Perhitungan Angsuran Kredit     Jangka waktu kredit 1 semester         Bunga per 6 bulan 18% flat         Jumlah angsuran 6 bulan               A. Pembayaran Angsuran Kredit Investasi         Tahun Periode Kredit Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir Tahun 0   25.000.000       25.000.000 25.000.000 Tahun 1 Bulan 1   4.166.667 375.000 4.541.667 25.000.000 20.833.333   Bulan 2   4.166.667 375.000 4.541.667 20.833.333 16.666.667   Bulan 3   4.166.667 375.000 4.541.667 16.666.667 12.500.000   Bulan 4   4.166.667 375.000 4.541.667 12.500.000 8.333.333   Bulan 5   4.166.667 375.000 4.541.667 8.333.333 4.166.667   Bulan 6   4.166.667 375.000 4.541.667 4.166.667 0   1 Semester   25.000.000 2.250.000 27.250.000         B. Pembayaran Angsuran Kredit Modal Kerja Jangka Waktu 6 Bulan per tahun   Tahun Periode Kredit Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir Tahun 0   25.000.000       25.000.000 25.000.000 Tahun 1 Bulan 1   4.166.667 375.000 4.541.667 25.000.000 20.833.333   Bulan 2   4.166.667 375.000 4.541.667 20.833.333 16.666.667   Bulan 3   4.166.667 375.000 4.541.667 16.666.667 12.500.000   Bulan 4   4.166.667 375.000 4.541.667 12.500.000 8.333.333   Bulan 5   4.166.667 375.000 4.541.667 8.333.333 4.166.667   Bulan 6   4.166.667 375.000 4.541.667 4.166.667 0   1 Semester   25.000.000 2.250.000 27.250.000                                     C. Jumlah Pembayaran Angsuran Kredit (Investasi dan Modal Kerja)     Tahun Periode Kredit Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo Pokok Bunga Angsuran Awal Akhir Tahun 0   50.000.000       50.000.000 50.000.000 Tahun 1 Bulan 1   8.333.333 750.000 9.083.333 50.000.000 41.666.667   Bulan 2   8.333.333 750.000 9.083.333 41.666.667 33.333.333   Bulan 3   8.333.333 750.000 9.083.333 33.333.333 25.000.000   Bulan 4   8.333.333 750.000 9.083.333 25.000.000 16.666.667   Bulan 5   8.333.333 750.000 9.083.333 16.666.667 8.333.333   Bulan 6   8.333.333 750.000 9.083.333 8.333.333 0   1 Semester   50.000.000 4.500.000 54.500.000 0 0 Lampiran 6 : Produksi dan Penjualan Minyak Daun Cengkeh Produksi  tahun 1 s/d 5 Tahun Hasil Produksi Kg Rupiah 1        21.000   525.000.000 2        21.000   525.000.000 3        21.000   525.000.000 4        21.000   525.000.000 5        21.000   525.000.000       Nilai Sisa   Nilai Sisa Tahun 5       8.012.857,14 Lampiran 8 : Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengolahan Minyak Daun Cengkeh Pajak 15% No Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Jumlah 1 Pendapatan 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 2.625.000.000                 2 Pengeluaran               a. Biaya operasional 285.500.000 285.500.000 285.500.000 285.500.000 285.500.000 1.427.500.000   b. Penyusutan 6.405.086 6.405.086 6.405.086 6.405.086 6.405.086 32.025.429   c. Angsuran pokok 50.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 150.000.000   d. Bunga bank 4.500.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 13.500.000   Jumlah 346.405.086 319.155.086 319.155.086 319.155.086 319.155.086 1.623.025.429   Laba sebelum pajak 178.594.914 205.844.914 205.844.914 205.844.914 205.844.914 1.001.974.571   e. Pajak 15% 26.789.237 30.876.737 30.876.737 30.876.737 30.876.737 150.296.186                 3 Laba rugi 151.805.677 174.968.177 174.968.177 174.968.177 174.968.177 851.678.386                 4 Profit margin % 28,92% 33,33% 33,33% 33,33% 33,33% 32,44%                   BEP (nilai penjualan) 133.508.017 73.774.196 73.774.196 73.774.196 73.774.196 428.604.802   BEP (produksi minyak daun cengkeh) 5.340 2.951 2.951 2.951 2.951 17.144   BEP Rp/kg berdasarkan                 - Biaya operasional 13.595 13.595 13.595 13.595 13.595 67.976     - Total biaya 16.495 15.198 15.198 15.198 15.198 77.287 Lampiran 9 : Proyeksi Arus Kas dan Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Minyak Daun Cengkeh No Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 1 Inflow               a. Pendapatan 0 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000   b. Dana sendiri 279.274.000             c. Kredit investasi 25.000.000             d. Kredit modal kerja 25.000.000             e. Nilai sisa             8.012.857.14   Jumlah 329.274.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 533.012.857   Inflow untuk IRR 0 525.000.000 525.000.000 525.000.000 525.000.000 533.012.857 2 Outflow               a. Biaya investasi 43.774.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000   b. Biaya modal kerja 285.500.000             c. Biaya operasional 0 285.500.000 285.100.000 285.100.000 285.100.000 285.100.000   d. Angsuran pokok 0 50.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000   e. Biaya bunga bank 0 4.500.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000 2.250.000   f. Pajak 15% 0 26.789.237 30.876.737 30.876.737 30.876.737 30.876.737   Jumlah 329.274.000 372.039.237 348.476.737 348.476.737 348.476.737 348.476.737   Outflow untuk IRR 329.274.000 317.539.237 321.226.737 321.226.737 321.226.737 321.226.737 3 Total cashflow 0 152.960.763 176.523.263 176.523.263 176.523.263 184.536.120 4 Kumulatif cashflow 0 152.960.763 329.484.026 506.007.289 682.530.551 867.066.671 5 Cashflow untuk IRR -329.274.000 207.460.763 203.773.263 203.773.263 203.773.263 211.786.120 Lampiran 10: Analisis Kelayakan Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV IRR 55,66% B/C Ratio       - Benefit DF 18% 1.645.267.279,70     - Cost DF 18% 1.330.679.943,54 B/C ratio DF 18% 1,24 Net B/C ratio 1,96 NPV DF 18% 314.587.336,16 Lampiran 12 : Analisis Kelayakan Perhitungan IRR, B/C ratio, dan Net B/C Ratio dan NPV IRR 18,38% B/C Ratio       - Benefit DF 18% 1.333.331.970,36     - Cost DF 18% 1.330.451.972,21 B/C ratio DF 18% 1,002 Net B/C ratio 1,009 NPV DF 18% 2.879.998,16 Lampiran 14 : Analisis Kelayakan Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV   IRR 16,18% B/C Ratio       - Benefit DF 18% 1.316.914.322,50     - Cost DF 18% 1.330.451.972,21 B/C ratio DF 18% 0,990 Net B/C ratio 0,959 NPV DF 18% (13.537.649,70) Lampiran 16 : Analisis Kelayakan Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV IRR 18,32% B/C Ratio       - Benefit DF 18% 1.645.267.279,70     - Cost DF 18% 1.642.843..347,94 B/C ratio DF 18% 1,001 Net B/C ratio 1,007 NPV DF 18% 2.423.931,76 Lampiran 18 : Analisis Kelayakan Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV IRR 17,13% B/C Ratio       - Benefit DF 18% 1.645.267.279,70     - Cost DF 18% 1.651.762.302,35 B/C ratio DF 18% 0,996 Net B/C ratio 0,980 NPV DF 18% (6.495.022,65) Lampiran 20 : Analisis Kelayakan Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV IRR 19,45% B/C Ratio       - Benefit DF 18% 1.448.255.505,38     - Cost DF 18% 1.437.357.153,33 B/C ratio DF 18% 1,008 Net B/C ratio 1,033 NPV DF 18% 10.898.352,06 Lampiran 22 : Analisis Kelayakan Perhitungan IRR, B/C ratio, Net B/C Ratio dan NPV IRR 16,06% B/C Ratio       - Benefit DF 18% 1.431.837.857,52     - Cost DF 18% 1.446.272.980,57 B/C ratio DF 18% 0,990 Net B/C ratio 0,956 NPV DF 18% (14.435.123,04) Daftar Pustaka Bugno, A., Nicoletti, M.A., Almodovar, A.A.B, Pereira, T.C., and Auricchio, M.T. 2007. Antimicrobial effi cacy of Curcuma zedoaria extract as assessed by linear regression compared with commercial mouthrinses, Braz. J. Microbiol. Vol.38 no.3.\ Dewi. 2013. Bab IV Pembuatan Minyak Atsiri. https://dewismkn1tmg.wordpress.com/2013/04/12/bab-iv-pembuatan-minyak-atsiri/ diakses pada tanggal 27 Februari 2016 Feriyanto, Hadi. 2013. Peluang dan Tantangan Pengembangan Minyak Atsiri. http://bbppketindan.bbppsdmp.pertanian.go.id/blog/peluang-dan-tantangan-pengembangan-minyak-atsiri diakses pada hari Kamis 7 April 2016 Ficker, C.E., Smith, M.L., Susiarti, S., Leaman, D.J., Irawati, C., and Arnason, J.T. 2003. Inhibition of human pathogenic fungi by members of Zingiberaceae used by the Kenyah (Indonesian Borneo), Journal of Ethnopharmacology, Vol. 85, Issue 2-3, p. 289-293. Hernani dan Tri Marwati. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor. Kim, S.G., Kim, Y.H., Seo, J.A et al., 2005. Relationship between serum adiponectin concentration, pulse wave velocity and non-alcohol ic fatty liver disease. Eur J Endocrinol; 152: 225-31. Lutony, T.L., dan Rahmayati, Y. (2000). Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 2. Muhamed, N.A (2005) Study On Important Parametrs Affecting The Hydro-Distillation For Ginger Oil Production, Master Thesis, Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering,University Teknologi Malaysia. Saraswati, Riana. 2015. Minyak Atsiri. http://www.rianasaraswati.com/minyak-atsiri/ diakses pada hari Selasa 5 April 2016 Sianipar, Mindo S, 2008. Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Pasal 25 Berdasarkan Laba Komersial dengan Laba Fiskal pada PT Indograha Nusa Sarana Medan, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pasto. D. J, 1992,Experiments and Techniques in Organic Chemistry, New Jersey,Prentice Hall, Englewood Cliffs Wilson, B., Abraham, G., Manju, V.S., Mathew, M., Vimala, B., Sundaresan, S., and Nambisan, B. 2005. Antimicrobial Activity of Curcuma zedoaria and Curcuma malabarica tubers, Journal of Ethnopharmacology, Vol. 99, Issue 1, 147-151. https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/kebijakan-pengembangan-minyak-atsiri/mindo-sianipar/ diakses pada hari Selasa 5 April 2016 http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/wr285068.pdf Wikipedia. 2016. Minyak Atsiri. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri diakses pada hari Rabu 6 April 2016 https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/ https://zenithtaciaibanez.wordpress.com/category/bioprocess-engineering/ http://heropurba.blogspot.ae/?m=1: https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/kebijakan-pengembangan-minyak-atsiri/mindo-sianipar/ http://agribisnis.deptan.go.id/ (http://www.kabblitar.go.id/). https://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_atsiri http://lansida.blogspot.co.id/2012/06/apakah-minyak-atsiri-itu.html http://manfaat.co.id/manfaat-minyak-atsiri http://atsiri-magelang.blogspot.co.id/2012/04/minyak-atsiri-antara manfaat-dan.html https://widhaaprilandini.wordpress.com/2010/12/30/minyak-atsiri/ http://andrewopunk.blogspot.co.id/2010_07_01_archive.html https://www.goodreads.com/author_blog_posts/6112104-mengenal pengemasan-produk-bahan-makanan