PENGARUH PEMBERIAN JUS KUBIS (Brassica oleracea var.
capitata L.) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN
MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GINJAL TIKUS
WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI KUNING TELUR
JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat
sarjana strata-1 kedokteran umum
YURISAL AKHMAD DANY
G2A009137
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL MEDIA MEDIKA KTI
PENGARUH PEMBERIAN JUS KUBIS (Brassica oleracea var.
capitata L.) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN
MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GINJAL TIKUS
WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI KUNING TELUR
Disusun oleh:
YURISAL AKHMAD DANY
G2A009137
Telah disetujui:
Semarang, 14 Agustus 2013
Pembimbing
dr. Yora Nindita, M.Sc
198111112008012014
Ketua Penguji
Penguji
dr. Pudjadi, SU
195002201976031002
dr. Santoso, M.Si.Med
198302132008121001
ii
PENGARUH PEMBERIAN JUS KUBIS (Brassica oleracea var. capitata L.)
DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN
MIKROSKOPIS GINJAL TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI
KUNING TELUR
Yurisal Akhmad Dany1, Yora Nindita2
ABSTRAK
Latar belakang : Sindroma metabolik (SM) merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus tipe 2. Kubis mengandung tinggi
vitamin C yang mampu berperan sebagai antioksidan yang akan termetabolisasi
menjadi oksalat. Ginjal merupakan organ yang berfungsi sebagai eksresi tubuh.
Konsumsi kubis dalam dosis tinggi dapat berpotensi terjadinya kristal kalsium
oksalat yang dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.
Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian jus kubis dosis bertingkat terhadap
gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal tikus wistar jantan yang diinduksi
kuning telur.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan post test
only group design. Subyek penelitian ini adalah 20 ekor tikus wistar jantan.
Secara simple random sampling dibagi menjadi empat kelompok: kelompok
kontrol; kelompok P1 (jus kubis 2,5 ml/hari); kelompok P2 (jus kubis 3,75 ml/hari)
dan kelompok P3 (jus kubis 5 ml/hari). Normalitas data diuji dengan Shapiro-wilk
dan dilanjutkan uji homogenitas varian dengan Levene test. Data diuji beda
dengan Oneway ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc-LSD.
Hasil : Pada gambaran makroskopis tidak terdapat perbedaan antara seluruh
sampel penelitian. Tidak terdapat perbedaan gambaran mikroskopis kelompok P3
dengan K (p =0,068), P1 dengan P2 (p =0,577), P1 dengan P3 (p =0,224) dan P2
dengan P3 (p =0,086), tetapi terdapat perbedaan bermakna pada perbandingan
kelompok P1 dengan K (p =0,005) dan P2 dengan K (p =0,002). P2 memiliki
tingkat kerusakan tubulus proximal yang lebih rendah dari P1 (3,52 ± 0,54).
Simpulan : Jus kubis hingga dosis 5 ml/hari aman terhadap ginjal.
Kata kunci : Jus Kubis, Ginjal, Kuning Telur.
1
2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Staf pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang
iii
EFFECT OF CABBAGE JUICE (Brassica oleracea var. capitata L.)
GRADED DOSE ON MACROSCOPIC AND MICROSCOPIC KIDNEY
REPRESENTATION OF EGG YOLK-INDUCED MALE WISTAR RATS
ABSTRACT
Background : Metabolic syndrome (MS) is a set of symptoms that lead to
cardiovascular disease and type 2 diabetes mellitus. Cabbage contains vitamin C
which can act as antioxidant that metabolized to oxalate. Kidney is body’s organ
which has excretory function. Consumption of cabbage in high doses can
potentially occurrence of calcium oxalate crystals which can cause kidney
damage.
Aims : Analyze the effect of cabbage juice graded dose on macroscopic and
microscopic kidney representation of egg yolk-induced male wistar rats.
Methods : This research was true experimental with a post test only control group
design. Subject in this research are 20 rats. With simple random sampling divided
into four groups: control group; P1 group (2.5 ml/day cabbage juice); P2 group
(3.75 ml/day cabbage juice) and P3 group (5 ml/day cabbage juice). Normality of
the data were analyzed by Shapiro-wilk and then homogeneity variance by Levene
test. All of the data were compared by Oneway ANOVA and then tested by Post
Hoc-LSD.
Result : There is no difference between all sample in macroscopic representation.
There is no significant difference group on comparison between K with P3 (p
=0.068), P1 with P2 (p =0.577), P1 with P3 (p =0.224) and P2 with P3 (p =0.086),
but there is a significant difference group among K compared to P1 (p =0.005) and
K compared to P2 (p =0.002) in microscopic representation. P2 has proximal
tubular damage rate lower than P1 (3.52 ± 0.54).
Conclusion : Cabbage juice up to 5 ml/day is safe for kidney.
Keywords : Cabbage Juice, Kidney, Yolk.
iv
1
PENDAHULUAN
Obesitas menjadi salah satu faktor risiko, pada masa anak dapat meningkatkan
kejadian diabetes mellitus (DM) tipe 2. Selain itu, juga berisiko untuk menjadi
obesitas pada saat dewasa dan berpotensi mengakibatkan gangguan metabolisme
glukosa dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, penyumbatan
pembuluh darah dan lain-lain1-4. Peran oksidasi lipid melalui generasi Reactive
Oxygen Species (ROS) juga dianggap sebagai faktor penting dalam proses inisiasi
dan progresi dari berbagai macam penyakit5.
Konsumsi sayur-sayuran yang mengandung banyak nutrisi dan health-promoting
phytochemicals seperti vitamin, karotenoid, serat, soluble sugars, mineral,
glukosinolat dan phenolic compounds diduga dapat menurunkan kadar profil lipid
dalam darah6-9. Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) merupakan sayuran
jenis Cruciferae yang dapat berperan sebagai sumber antioksidan alami melalui
tingginya kadar karotenoid, tokoferol, dan asam askorbat, serta bukti epidemiologi
menunjukkan bahwa kandungan tersebut mampu melindungi tubuh melawan
kerusakan akibat ROS12-17.
Baik makanan dan minuman yang dikonsumsi ketika masuk ke dalam tubuh maka
secara farmakologik tiap zat akan mengalami reaksi farmakodinamik dan
farmakokinetik begitu pula dengan jus kubis yang akan mengalami serangkaian
proses pencernaan yang meliputi ingesti, digesti, absorbsi, metabolisme, dan
ekskresi10,11. Hal ini memungkinkan terjadinya suatu efek medik maupun efek
toksik yang disebabkan oleh jus kubis terhadap organ-organ, termasuk ginjal.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh jus kubis terhadap gambaran
makroskopis dan mikroskopis ginjal pada tikus.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan post test only group
design. Penelitian ini dilakukan di dua tempat Laboratorium Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro untuk pembuatan preparat
histopatologi ginjal dan Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang untuk pengandangan, pemberian
2
pakan dan perlakuan hewan coba selama bulan Maret-Juli tahun 2013. Subyek
penelitian ini adalah 24 ekor tikus wistar jantan. Secara simple random sampling
dibagi menjadi empat kelompok: kelompok kontrol; kelompok P1 (jus kubis 2,5
ml/hari); kelompok P2 (jus kubis 3,75 ml/hari) dan kelompok P3 (jus kubis 5
ml/hari). Data diperoleh dari pembuatan preparat histopatologi ginjal tikus wistar
jantan.
Penelitian ini didapatkan 23 tikus wistar jantan yang termasuk kriteria inklusi
dengan berat badan 180-200 gram dan sehat atau tidak cacat, tingkah laku dan
aktivitas tikus normal. Satu tikus wistar jantan mati yang termasuk kriteria
eksklusi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jus kubis dengan variabel
terikat gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal tikus wistar jantan.
Normalitas data diuji dengan Shapiro-wilk dan dilanjutkan uji homogenitas varian
dengan Levene test. Data diuji beda dengan Oneway ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Post Hoc-LSD.
HASIL
Analisis sampel
Perbedaan kadar kolesterol total sebelum dan sesudah perlakuan selama 14 hari
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Uji beda kadar kolesterol total sebelum dan sesudah perlakuan
Kolesterol total
Kontrol
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Perlakuan 3
a)
Paired T Test
b)
Uji Wilcoxon
Rerata (mg/dl) ± SB
Sebelum
Sesudah
36,9 ± 8,20
55,8 ± 16,82
30,0 ± 5,44
39,7 ± 5,44
39,0 ± 2,91
39,8 ± 12,69
43,9 ± 13,13
44,7 ± 13, 98
Nilai p
0,095a)
0,086a)
0,886a)
0,500b)
Tabel 1 menunjukan bahwa setelah dianalisis dengan uji beda didapatkan
perbedaan tidak bermakna pada kadar kolesterol sebelum dan sesudah perlakuan
sehingga sampel penelitian ini belum termasuk dalam status hiperkolesterolemia.
3
Gambaran makroskopis ginjal
Hasil dari pengamatan gambaran makroskopis ginjal didapatkan gambaran normal
dengan permukaan yang halus dan rata dan tidak ditemukan perbedaan kelainan
antara kelompok kontrol dan seluruh kelompok perlakuan.
Gambar a. Makroskopis kelompok kontrol.
Tampak Normal dengan permukaan halus
dan rata
Gambar b. Makroskopis kelompok perlakuan
1. Tampak Normal dengan permukaan halus
dan rata
Gambar c. Makroskopis kelompok perlakuan
2. Tampak Normal dengan permukaan halus
dan rata
Gambar d. Makroskopis kelompok perlakuan
3. Tampak Normal dengan permukaan halus
dan rata
Gambaran mikroskopis ginjal
Data yang diperoleh berupa temuan tubulus proximal yang rusak pada lima buah
lapang pandang setiap satu sampel pada masing-masing kelompok kemudian
diambil rerata temuan tubulus proximal yang rusak. Data diinput dan dianalisis
dengan uji normalitas Shapiro-wilk. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel
2.
4
Tabel 2. Uji normalitas gambaran mikroskopis tubulus proximal
Skor Rerata
Kelompok
(Tubulus/LPK) ±
SB
*)
Uji Normalitas
(Nilai p)
K
5,92 ± 0,94
0,329*)
P1
3,88 ± 0,67
0,994*)
P2
3,52 ± 0,54
0,980*)
P3
4,68 ± 1,54
0,553*)
Uji normalitas Shapiro-wilk
Tabel 2 menunjukan bahwa setelah dianalisis dengan uji normalitas Shapiro-wilk
didapatkan hasil sebaran data pada kelompok kontrol dan masing-masing
kelompok perlakuan adalah normal (p >0,05). Kemudian dilanjutkan uji
homogenitas varian dengan menggunakan Levene test dan didapatkan hasil yang
homogen (p =0,122). Untuk mengetahui perbedaan antara kelompok kontrol dan
masing-masing kelompok perlakuan dianalisis dengan uji beda Oneway ANOVA
dan didapatkan hasil yang signifikan (p = 0,008). Kemudian dilanjutkan dengan
uji Post Hoc-LSD. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Gambar e. Perbesaran 400x. Mikroskopis
ginjal. Lumen menutup (
). Brush border
(-) (
).
Gambar f. Perbesaran 400x. Mikroskopis
ginjal. Lumen menyempit (
). Fokus
radang (
).
5
Tabel 3. Uji beda gambaran mikroskopis tubulus proximal
Kelompok
K
P1
P2
P3
K
-
0,005*)
0,002*)
0,068
P1
-
-
0,577
0,224
P2
-
-
-
0,086
P3
-
-
-
-
*)
Nilai p <0,05 menunjukan terdapat perbedaan bermakna
Tabel 3 menunjukan bahwa setelah dianalisis dengan uji Post Hoc-LSD
didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan 1 (p =0,005) dan kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 2 (p
=0,002). Dan didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p >0,05) pada
perbandingan kelompok lainnya.
PEMBAHASAN
Gambaran makroskopis ginjal
Berdasarkan dari hasil penelitian ini didapatkan gambaran makroskopis yang
normal dengan permukaan luar yang rata dan halus. Sehingga tidak didapatkan
perbedaan pada perlakuan pemberian jus kubis dosis 2,5 ml/hari; dosis 3,75
ml/hari dan 5 ml/hari dengan kelompok kontrol.
Gambaran mikroskopis ginjal
Berdasarkan dari hasil penelitian ini didapatkan tanda-tanda kerusakan tubulus
proximal pada kelompok kontrol dan seluruh kelompok perlakuan ginjal tikus
wistar seperti protein cast, brush border (-), lumen menutup dan fokus radang.
Tidak ditemukan endapan kristal kalsium oksalat.
Protein cast atau hyalin cast dihasilkan oleh sel epitel tubulus. Umumnya
fisiologis, patologis pada keadaan tinggi protein cast. Brush border adalah
mikrovili yang berada pada epitel dinding lumen yang berfungsi untuk absorbsi.
6
Keadaan lumen yang menyempit atau menutup terjadi akibat dari reaksi inflamasi
atau pembengkakan pada sel tubulus proximal. Sebaran sel radang pada daerah
interstisial membentuk daerah fokus radang.
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi dalam
pembentukan batu. Inhibitor pembentuk batu dijumpai dalam air normal. Batu
kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor
(reaktan) dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat, memacu
pembentukan batu kalsium oksalat. Aksi inhibitor dan reaktan belum diketahui
sepenuhnya. Ada dugaan proses ini berperan pada pembentukan awal atau
nukleasi kristal, progresi kristal atau agregasi kristal18-29. Berdasarkan etiologi,
hyperoxaluria dibagi menjadi dua yakni primer dan sekunder. Disebut primer
karena berasal dari autosomal resesif inherited enzymatic deficiencies dan
sekunder oleh sebab diet tinggi oksalat, peningkatan absorbsi oksalat pada saluran
usus dan peningkatan produksi oksalat. Vitamin C termetabolisasi menjadi
oksalat. Selain itu, metabolisme oxalat dipengaruhi multifaktor diantaranya
genetik, diet, aktivitas fisik dan obesitas34.
Kubis (Brassica oleracea var capitata L.) dalam 100 gram terdapat 50 mg vitamin
C35. Rerata kebutuhan vitamin C manusia per hari pada pria 90 mg dan pada
wanita 75 mg36. Oleh sebab kandungan vitamin C yang tinggi, kubis berperan
dalam pembentukan kristal kalsium oksalat. Berdasarkan hasil penelitian ini,
peneliti menguji dosis bertingkat pada tikus wistar jantan dengan tiga perlakuan
mulai dari 2,5 ml/hari; 3,75 ml/hari dan 5 ml/hari. Namun pada seluruh kelompok
perlakuan tidak didapati endapan kristal kalsium oksalat. Hal ini disebabkan
karena pembentukan kristal kalsium oksalat membutuhkan kadar vitamin C yang
sangat tinggi (>1500 mg/hari) sedang kadar vitamin C pada jus kubis masih
tergolong tidak tinggi (±50 mg/saji) yang sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Switzerland tahun 199737. Sehingga pada penelitian ini tidak terdapat
perbedaan bermakna pada kelompok kontrol dan masing-masing kelompok
perlakuan.
Jus kubis dapat menurunkan angka kerusakan tubulus proximal ginjal pada dosis
2,5 dan 3,75 ml/hari secara signifikan. Diduga hal ini akibat peran antioksidan
7
dari vitamin C yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Pakistan tahun
201238. Sehingga jus kubis mungkin bersifat nephroprotectant. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut. Dalam kondisi stres Vitamin C (essential watersoluble vitamin), bertindak sebagai antioksidan utama dalam plasma dan dalam
sel yang mengandung ROS dan berfungsi sebagai kofaktor untuk enzim yang
terlibat dalam sintesis kolagen, neurotransmitter dan carnitine. Dengan demikian
dapat membantu dalam penguatan jaringan. Namun belum diketahui penyebab
kerusakan tubulus proximal ginjal.
Kelemahan penelitian ini adalah pemberian kuning telur selama 14 hari masih
belum dapat mencapai status hiperkolesterolemia secara signifikan dan sesuai
standar. Belum diketahui farmakodinamik, farmakokinetik, waktu paruh dan
jendela terapi pada kubis serta tidak dilakukannya biopsi terhadap ginjal sebelum
melakukan penelitian sebagai kontrol sehingga tidak dapat diketahui senyawa
yang terkandung dalam kubis yang dapat mempengaruhi ginjal secara pasti.
Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui senyawa yang
berpengaruh terhadap ginjal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, tidak terdapat perbedaan antara seluruh
sampel penelitian pada gambaran makroskopis. Tidak terdapat perbedaan
gambaran mikroskopis kelompok P3 dengan K, P1 dengan P2, P1 dengan P3 dan P2
dengan P3, tetapi terdapat perbedaan bermakna pada perbandingan kelompok P1
dengan K dan P2 dengan K. P2 memiliki tingkat kerusakan tubulus proximal yang
lebih rendah dari P1. Sehingga jus kubis hingga dosis 5 ml/hari aman terhadap
ginjal.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh zat aktif dalam jus kubis yang
bersifat nefroprotektan terhadap gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal
tikus wistar jantan, penelitian lebih lanjut pengaruh jus kubis terhadap gambaran
8
makroskopis dan mikroskopis ginjal tikus wistar jantan dengan uji toksisitas serta
perlu dirintis uji pemberian jus kubis pada manusia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Yora Nindita, M.Sc yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing kami dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Tidak lupa kepada dr. Santoso, M.Si.Med dan
dr. Pudjadi, SU selaku penguji dan ketua penguji. Serta pihak-pihak lain yang
telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
9
DAFTAR PUSTAKA
1.
Oktaviani WD, Saraswati LD, Rahfiludin MZ. Hubungan Kebiasaan
Konsumsi Fastfood, Aktivitas fisik, Pola Konsumsi, Karakteristik Remaja
dan Orang Tua dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Studi Kasus Pada Siswa
SMA Negeri 9 Semarang Tahun 2012). Jurnal Kesehatan Masyarakat
[Internet]. 2012 [cited 2013 Feb 15]; 1(2):542-553. Available from:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/ index.php/jkm/article/view/1152
2.
Centers for Disease Control and Prevention. Growth charts for the United
States: methods and development. Washington: Department of Health and
Human Services, 2000.
3.
Dewi M. Resistensi Insulin terkait Obesitas: Mekanisme Endokrin dan
Intrinsik Sel. Jurnal Gizi dan Pangan [internet]. 2007 [cited 2013 Feb 15];
2(2): 49-54. Available from: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/
article/viewFile/4423/2975
4.
Sunarsih ES, Hakim L, Sugiyanto, Sumantri. Senyawa Aktif Sayuran
Cruciferae dan Perubahan Kadar Kolestrol Serta Vitamin C pada Tikus
Hiperkolestrolemia. Media Medika Indonesiana [Internet]. 2011 [cited 2012
Nov
14];
45(3):151-157.
Available
from:
http://ejournal.undip.ac.id/
index.php/mmi/article/view/3235
5.
Muhammad A, Yasir M. Anti-platelet, Anti-hypercholesterolemic and Antioxidant Effects of Ethanolic Extracts of Brassica oleracea in High Fat Diet
Provided Rats. World Applied Sciences Journal [Internet]. 2010 [cited 2012
Nov 14]; 8(1):107-12. Available from: idosi
6.
Cartea ME, Fransisco M, Soengas P, Velasco P. Phenolic Compounds in
Brassica Vegetables. Molecules [Internet]. 2011 [cited 2012 Nov14]:16: 251280. Available from: http://www.mdpi.com/1420-3049/16/1/251
7.
Third report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert
Panel on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Cholesterol in
Adults (Adult Treatment Panel III). Executive Summary. 2001 [cited 2013
10
Jan 17]. Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/cholesterol/
atp3xsum.pdf
8.
Almatsier S. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2006.
9.
Sargowo D, Andarini S. Pengaruh Komposisi Asupan Makan terhadap
Komponen Sindrom Metabolik pada Remaja. Jurnal Kardiolologi Indonesia.
2011; 32:14-23.
10. Guyton, Arthur C, Hall JE. Fisiologi Kedokteran Ed. 9. 1997. Jakarta: EGC;
1997.
11. Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008.
12. ATP III, US Department of Health and Human Service Public Health,
National Institute of Health, National Health and Blood Institute. PLANTS
Profile for Brassica oleracea (cabbage). 2013 [updated 2013 Jan 15; cited
2012
14
November];
Available
from:
http://plants.usda.gov/java/
profile?symbol=BROL.
13. Pilar S, Tamara S, Pablo V, Maria E. Antioxidant Properties of Brassica
Vegetables. Functional Plant Science and Biotechnology [Internet]. 2011
[cited 2012 Nov 26]; 5(2):43-55. Available from: http://www.global
sciencebooks.info
14. Winarsi H. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius;
2007.
15. Meydani et al. Antioxidants and Immune Response in Aged Persons:
Overview of Present Evidence. American Journal of Clinical Nutrition
[internet]. 1995 [cited 2013 Jan 17]; 62(6):1462S-1476S. Available from:
http://ajcn.nutrition.org
16. Pejic RN, Lee DT. Hypertrigliseridemia. Journal of The American Board of
Family Medicine [Internet]. 2006 [cited 2012 Nov 14];
19(3):310-316.
Available from: http://www.jabfm.org/content/19/3/310.full
17. Silalahi, Jansen. Makanan Fungsional. Jakarta: Penerbit Kanisius; 2010.
18. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to System. Cetakan I. Jakarta:
EGC; 2001.
11
19. Sya’bani M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ketiga. Balai
Jakarta: Penerbit FK UI; 2001.
20. Hesse A, Goran H, Jahnen A. Urinary Stone Diagnosis, Treatment and
Prevention of Recurrence: 2nd edition. 2002.
21. Menon M, Resnick, Martin I. Urinary Lithiasis: Etiologi and Endourologi, in:
Chambell’s Urology, 8th ed, Vol 14, W.B. Philadelphia: Saunder Company;
2002
22. Soepriatno AT, Rifki M. Pola Penderita Batu Saluran Kencing di RSUP
Dr.Kariadi Tahun 1996-1998 Naskah lengkap MABI XII. Jakarta: 1999.
23. Drach, George W. Urinary lithiasis, in Chambell’s Urology, 5th ed.W.B.
Philadelphia: Saunders Co; 1996.
24. Maragela M, Vitale C, Petrulo M. Et al. Renal Stone: from Metabolic to
Physicochemical Abnormalisies. How useful are Inhibitor. Journal of
Nephrology. 2000;13(Suppl 3):S51-S60.
25. Kajander OE, Ciftcioglu N. Nanobacteria: An alternative mechanism for
pathogenic intra-and extracellular calcfication and Stone Formation.
Proceedings of the National Academy Science of USA, Vol 95:14 (1998),
8274-8279.
26. Ciftcioglu N, Bjorklund M, Bergsom K, Kajander OE. Nanobacteria: an
infections
causes
kidney stone
formation.
Http://www.nanobac.com/
klin%20lab/.
27. Stoler M, Maxwell VM, Harrison AM, Kane JP. The Primary Stone Event: A
New Hypotesis Involving a Vasculer Etiology. Journal of Urology. 2004.
171(5):1920-1924.
28. Kim SC, Coe FL, Tinmouth W et al. Stone Formatioan Proortion to Papier
Surface Coverage by Randall’s Plaque. Journal of Urology. 2005, 173(1):
117.
29. John JP, Amir AR, Nepholitiasis: Clinical Manual of Urology MC. GrawHill; 2001; 9:231-252.
30. Organization WH. General Guidelines for Methodologies on Research and
Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: WHO; 2001.
12
31. Maliya A. Perbedaan Profil Lipid Serum dan Perkembangan Lesi
Aterosklerotik Aorta Abdominalis Antara Kelompok yang Diberi Perasan
Pare (Momordica charantia) dan Kontrol. Semarang: Universitas Diponegoro;
2006.
32. Yuniastuti A, Purwaningsih E. Pengaruh pemberian susu fermentasi
lactobacillus casei galur shirota terhadap kadar fraksi lipid serum dan jumlah
coliform serta lactobacili pada feses tikus hiperkolesterolemi. Media Medika
Indonesiana [Internet]. 2004 [cited 2013 Feb 2]; 39(4)
33. Nurrochmad A, Nugroho AE, Hakim L, Donatus IA, Sugiyanto, Wahyono D,
Nurlaila. Petunjuk Praktikum Farmakologi ed.7. Yogyakarta: Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada;
2006.
34. Lamarche J, Nair R, Peguero A, Courville C. Case Report: Vitamin C –
Induced Oxalate Nefropathy. International Journal of Nephrology [Internet].
2011
[cited
2013
Jul
31].
Available
from:
http://www.hindawi.com/journals/ijn/2011/146927/
35. Direktorat Gizi Depkes R.I 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta
: Bhratara Karya Aksara.
36. Life Sciences Research Office: Third Report on Nutrition Monitoring in the
United States.Washington, DC: US Government Printing Office;1995
37. Gerster H. No contribution of ascorbic acid to renal calcium oxalate stones.
Annals of Nutrition & Metabolism [Internet]. 1997 [cited 2013 Jul 31]; 41(5).
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9429689
38. Saleem U et al. Nephro-protective effect of vitamin C and Nigella sativa oil
on gentamicin associated nephrotoxicity in rabbits. Pakistasn Journal of
Pharmaceutical Sciences [Internet]. 2012 [cited 2013 Jul 31]; 25(4). Avaiable
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23009987