J. Agroland 20 (2) : 99 - 104, Agustus 2013
ISSN : 0854-641X
RESPON DUA VARIETAS KUBIS (Brassica oleracaeL.)
TERHADAP BERBAGAI JENIS MULSA ORGANIK
DI DESA LANGALESO KECAMATAN DOLO
Responses of Two Cabbage (Brassica oleracae L.) Varieties on Various
Organic Mulches in Langaleso Village Dolo District
Muhamad Ridwan1), Rostiati Dg. Rahmatu2), Ramli Ali2)
2)
1)
Mahasiswa pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Jl Soekarno Hatta KM 9 Palu
Sulawesi Tengah. Telp/Fax : 0451-429738. E-mail : muhridwan@yahoo.com.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of different varieties of cabbages and
organic mulches on cabbage growth. The research was carried out in the Langaleso Village, District
of Dolo from October to December 2012. This study used a Randomized Block Design in two
factorial experiment. The first factor was the mulch consisted of control, rice husk, rice straw, and
sawdust. The second factor was the variety of cabbage consisted of Grand 11 and Grand 22. There
fore, there were 8 treatment combinations, each combination was repeated 4 times to obtain 32 unit
experiments. The use of rice straw mulch resulted in better plant heightthan control, while the use
of sawdust mulch produced larger leaf area and leaf number compared to control. The grand 11
varietyhad higher plant height at 22, 29, 36 and 43 days after plantingcompared to the 22 grand
variety. The mulch additionand the cabbage variety showed no interaction effect on the growth
of cabbage.
Key Words : Cabbage, growth, mulching, and variety.
PENDAHULUAN
Kubis
(Brassica oleracea L.)
merupakan salah satu jenis tanaman sayursayuran dari famili Brassicaceae. Tanaman
inisangat potensial untuk dibudidayakan
karena memiliki kandungan gizi yang sangat
tinggi dan juga memiliki nilai ekonomis.
Tanaman ini berasal dari daerah pesisir
sungai sekitar mediteran dan menyebar luas
di daerah tropis seperti India, Nepal,
Malaysia, Philipina dan Indonesia dengan
beberapa jenis kubis yaitu kubis krop, kubis
daun dan kubis bunga (Arief, 1990).
Budidaya tanaman kubis awalnya
hanya ditanam di daerah dataran tinggi.
Dalam perkembangannya, sekarang kubis
mulai banyak ditanam di dataran menengah
dan bahkan di dataran rendah (Pracaya,
2001). Menurut Ramli (2010) bahwa Sentra
99
pertanaman kubis di daerah Sulawesi Tengah
umumnya berada pada daerah ketinggian
antara 500 – 1.200 meter diatas permukaan
laut (mdpl). Kenyataannya kondisi daerah
tersebut pengelolaan tanaman sayur mulai
menunjukkan gejala kerusakan ekosistem,
karena petani terus melakukan perluasan
lahan pertanaman dengan alih guna
lahan yang tidak mempertimbangkan faktor
keseimbangan alam dan kesuburan tanah.
Sementara system budidaya hortikultura di
dataran tinggi saat ini rentan terhadap
kerusakan lingkungan karena pembukaan
lahan baru tidak memperhatikan aspekaspek konservasi.
Daerah dataran rendah umumnya
memiliki suhu cukup tinggi dibandingkan
pada dataran tinggi sehingga diperlukan
upaya pengembangan kubis di dataran
rendah dengan menggunakan varietas kubis
dataran rendah dan memanipulasi iklim
mikro di sekitar tanaman. Salah satu cara
yaitu menggunakan mulsa organik. Mulsa
merupakan material penutup tanaman
untuk menjaga kelembaban tanah, menekan
pertumbuhan gulma dan penyakit. Pemulsaan
dapat mengurangi pemanasan langsung,
suhu tanah tidak naik dan air tidak hilang
karena evaporasi tertahan oleh mulsa yang
menyebabkan lembabnya permukaan tanah
sehingga membuat tanaman tersebut
tumbuh dengan baik (Suhardjo,1993).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
laju infiltrasi minimum tanah meningkat
dengan pemberian mulsa minimal 2,76 ton/ha.
Pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha belum
berpengaruh pada peningkatkan produksi.
Namun, ada kecenderungan peningkatan
pertumbuhan dan produksi dengan meningkatnya
penggunaan mulsa (Boanerges, 2010).
Kubis Grand 11 memiliki daya
adaptasi yang bagus terhadap kondisi
lingkungan setempat, sehingga kubis ini
bias tumbuh optimal meskipun ditanam saat
musim hujan ataupun kemarau. Hanya saja
untuk memperoleh hasil yang optimal
tersebut sebaiknya ditanam di daerah yang
memiliki ketinggian 500 – 1.500 mdpl.
Varietas Grand 22 Cocok ditanam
di dataran menengah sampai tinggi (400 1.000 m dpl), beradaptasi baik di musim
hujan. Tanaman tegak dan seragam, daun
berwarna hijau dengan kepala bulat pipih,
kompak dan sangat keras sehingga baik
untuk pengiriman jarak jauh. Berat kepala
antara 1.5 - 2.0 Kg/kepala. Dapat dipanen
pada umur ± 65 hari setelah pindah tanam.
Kebutuhan benih ± 200 g/Ha (Tanindo,
2012). Berdasarkan uraian di atas, maka
perlu kiranya dilakukan suatu uji coba atau
penelitian tentang penggunanan berbagai
varietas dan mulsa organik sebagai bahan
penutup tanah terhadap perubahan suhu tanah,
pertumbuhan dan hasil tanaman kubis.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Respon Dua Varietas Kubis
Terhadap Berbagai Jenis Mulsa Organik Di
Desa Langaleso Kecamatan Dolo. Manfaat
penelitian ini sebagai bahan informasi
tentang penggunaan varietas dan mulsa
organik terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman kubis pada dataran rendah.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Langaleso Kecamatan Dolo, Kabupaten
Sigi Propoinsi Sulawesi Tengah, pada
bulan Oktober sampai Desember 2012.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah benih kubis varietas grand 11, grand
22, pupuk NPK, mulsa jerami padi, sekam
padi dan serbuk gergaji. Alat-alat yang
digunakan yaitu cangkul, parang, tali rafia,
timbangan, gembor, kertas label, meteran
atau penggaris, kamera, timbangan, termometer,
alat dokumentasi dan alat tulis menulis.
Penelitian
ini
menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dikelompokan berdasarkan varietas dan
jenis mulsa yang berbeda dengan pola
faktorial 2 faktor. Faktor pertama adalah
Mulsa (M) yang terdiri dari 4 macam yaitu:
M0 = Kontrol
M1 = Sekam Padi
M2 = Jerami Padi
M3`= Serbuk Gergaji
Faktor kedua adalah varietas kubis
yang terdiri dari 2 macam yaitu:
V1 = Grand 11
V2 = Grand 22
Dengan demikian terdapat 8 kombinasi
perlakuan, setiap kombinasi di ulang 4 kali
sehingga diperoleh 32 Unit Percobaan.
Pelaksanaan penelitian dengan tahapan
: pengolahan tanah, persemaian/pembibitan,
pemberian Mulsa, penanaman dan pemeliharaan.
Parameter pengamatan penelitian ini adalah :
1. Tinggi tanaman (cm), dilakukan pada
umur tanaman 15, 22, 29, 36 dan 43 HST.
2. Jumlah daun (helai), dilakukan dengan
menghitung jumlah daun yang telah
terbentuk sempurna, dihitung pada umur
tanaman 15, 22, 29, 36 dan 43 HST.
3. Luas daun (cm2), dilakukan pada akhir
pengamatan.
Pengukuran
dengan
menggunakan metode gravimetric diperoleh
dengan rumus:
100
LD =
Wr
x Lk
Wt
Dimana :
LD = Luas daun
Wr = Berat kertas replica daun
Wt = Berat total kertas
Lk = Luas total kertas
Data yang diperoleh akan dianalisis
keragaman dan apabila hasil uji statistik (uji
F 0,05) menunjukkan bahwa perlakuan
yang diberikan berpengaruh nyata, maka
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan
uji Beda Nyata Jujur (BNJ 0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil.
Tabel
1.
Pengamatan Pertumbuhan Dua
Varietas Tanaman Kubis pada
Berbagai Pemberian Mulsa Organik
Parameter
Pengamatan
Tinggi
Tanaman
(cm)
HST
M
V
M.V
15
22
29
36
43
*
*
*
*
*
tn
*
*
*
*
tn
tn
tn
tn
tn
Jumlah Daun
(helai)
15
22
29
36
43
tn
tn
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Luas Daun
(cm2)
57
*
tn
tn
Pembahasan.
Pengaruh Mulsa. Hasil analisis BNJ
menunjukkan adanya pertambahan tinggi
tanaman pada minggu ke 15 pada perlakuan
mulsa jerami (M2) dengan nilai rata-rata
tertinggi yaitu 13,61 cm lebih tinggi dibanding
perlakuan lainnya yaitu perlakuan mulsa
sekam (M1), perlakuan mulsa serbuk gergaji
(M3) yaitu 12,49 cm maupun perlakuan tanpa
mulsa yaitu 12,86 cm. Ini menunjukkan
bahwa kerapatan penutup tanah pada awal
pertumbuhan akan mempengaruhi kemampuan
101
benih atau bibit memperoleh cahaya untuk
proses metabolisme tanaman, utamanya proses
pembentukan sel-sel tanaman (anabolisme)
untuk pertumbuhan tanaman. Menurut
Sunghening dkk, (2013), mulsa jerami
bersifat sarang dan dapat mempertahankan
temperatur dan kelembaban tanah (cahaya
yang masuk dapat memenuhi kebutuhan
tanaman untuk pertumbuhan awal), memperkecil
penguapan air tanah sehingga tanaman yang
tumbuh pada tanah tersebut dapat hidup
dengan baik. Hal ini disebabkan karena
akumulasi panas sebagai efek dekomposisi
segera akan dapat ditranslokasikan ke udara,
sehingga akumulasi panas di bawah mulsa
dapat teratasi (stabil). Lanjut diuraikan
bahwa kelembaban tanah di bawah mulsa
yang bersifat sarang umumnya lebih rendah
dari pada kelembaban tanah di bawah mulsa
yang bersifat padat. Selain itu mulsa jerami
juga memiliki kemampuan untuk menyerap
air lebih banyak, serta mampu meyimpan
air lebih lama dibanding mulsa sekam, karena
air sangat berperan terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Selain sebagai
penyusun utama tanaman, air diperlukan
untuk melarutkan unsur hara agar mudah
diserap akar. Dalam tubuh tanaman, air
digunakan sebagai media transport unsur
hara, serta hasil fotosintat.
Data yang diperoleh terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman pada minggu
ke 22, 29, 36 dan 43 HST juga menunjukkan
pengaruh yang sangat nyata pada perlakuan
mulsa jerami, terlihat pada minggu 15, 22
dan 43 HST perlakuan tertinggi diperoleh
pada mulsa jerami terhadap tinggi tanaman
dan jumlah daun sedangkan pada minggu ke
43 HST perlakuan antara mulsa jerami dan
mulsa serbuk gergaji memberikan pengaruh
yang hampir sama atau tidak jauh berbeda.
Menurut Sunghening dkk, (2013), kemiripan
tingkat kesarangan mulsa jerami dan serbuk
gergaji memberikan peluang terjaganya
kelembaban dan intensitas cahaya yang
masuk dibandingkan dengan mulsa sekam
padi dengan struktur fisik yang sangat padat
dan ringan, sehingga mudah terbawa angin
dan berdampak negatif terhadap kelembaban
tanah tempat perumbuhan kubis.
Perbedaan akibat pemberian mulsa
juga terlihat pada pertambahan jumlah daun
dan luas daun, dimana pada minggu ke 15
HST terlihat mulsa jerami berpengaruh
nyata pada jumlah daun kemudian diikuti
perlakuan mulsa serbuk gergaji, sekam padi
dan terendah pada perlakuan kontrol.
Sedangkan pertambahan luas daun pada hari
ke 57 (HST) lebih tinggi pada perlakuan
mulsa serbuk gergaji, namun tidak berbeda
jauh dengan perlakuan mulsa jerami
dibandingkan dengan perlakuan mulsa
sekam padi. Menurut Adiningsih (2008)
dalam Sunghening dkk, (2013), jerami padi
memiliki kandungan hara yakni bahan
organik 40,87%, N 1,01%, P 0,15%, dan K
1,75%. Sedangkan kandungan unsure hara
pada sekam padi : C-organik (45,06%), Ntotal (0,31%), P-total (0,07%), K-total
(O,28%), Ca (0,06 cmol(+).kg -1) dan Mg
(0,04 cmol(+).kg -1). Kandungan N, P, dan
K pada mulsa jerami lebih tinggi disbanding
mulsa sekam padi. Lanjut diuraikan bahwa
walaupun mulsa jerami dan sekam juga
dapat digunakan sebagai penambah bahan
organik, namun kandungan unsur hara
jerami lebih tinggi, serta kemampuan
menyerap dan menyimpan air yang lebih
lama menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kacang hijau yang
diberi mulsa jerami lebih optimal dibanding
kacang hijau yang diberi mulsa sekam.
Rendahnya nilai rata-rata tinggi
tanaman, jumlah daun dan luas daun pada
perlakuan mulsa sekam disebabkan kondisi
mulsa yang mudah hilang. Menurut Sunghening
dkk, (2013), mulsa sekam yang berasal dari
kulit ari padi, berukuran kecil, bersifat padat
namun ringan. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan
sekam yang digunakan sebagai mulsa lebih
mudah hilang akibat terpaan angin. Penggunaan
mulsa sekam pada dataran rendah dengan
komposisi tanah mengandung pasir atau
merupakan lahan kering yang didominasi
angin dengan kecepatan relatif tinggi,
sekaligus beperan dalam hilangnya sebagian
sekam yang digunakan sebagai mulsa. Sekam
yang hilang mengakibatkan permukaan
tanah tidak tertutup sempurna. Dampaknya
evaporasi masih lebih tinggi dibanding
tanah yang diberi mulsa jerami. Tingginya
evaporasi menyebabkan berkurangnya lengas
tanah, menghambat penyerapan unsur hara,
mengganggu proses fotosintesis, sehingga
pada akhirnya dapat menurunkan hasil biji
kacang hijau tanaman lainnya.
Menurut Lakitan (1995), penggunaan
mulsa dapat memberikan keuntungan antara
lain menghemat penggunaan air dengan
mengurangi laju evaporasi dari permukaan
lahan, memperkecil fluktuasi suhu tanah
sehingga menguntungkan pertumbuhan akar
dan mikroorganisme tanah, memperkecil
laju erosi tanah baik akibat tumbukan butirbutir hujan maupun aliran permukaan dan
menghambat laju pertumbuhan gulma. Lanjut
menurut Subhan dan Sumanna, (1994).
Pemberian mulsa organik seperti jerami akan
memberikan suatu lingkungan pertumbuhan
yang baik bagi tanaman karena dapat mengurangi
evaporasi, mencegah penyinaran langsung
sinar matahari yang berlebihan terhadap
tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga,
sehingga tanaman dapat menyerap air dan
unsur hara dengan baik, ketebalan mulsa
organik sebaiknya antara 5-10 cm.
Pengaruh Varietas. Hasil uji BNJ 5%
menunjukkan bahwa penggunaan mulsa
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
umur 22 HST, 29 HST, 36 HST, dan 43
HST tetapi tidak berpengaruh nyata dengan
jumlah dan luas daun. Hal ini disebabkan
beberapa varietas dapat hidup pada suhu udara
10-24 derajat C dengan suhu optimum 17
derajat C. Untuk waktu singkat, kebanyakan
varietas kubis tahan dingin (minus 6-10
derajatC), tetapi untuk waktu lama, kubis
akan rusak kecuali kubis berdaun kecil (<3
>9), merupakan racun bagi akar-akar tanaman.
Kubis Grand 11 memiliki daya
adaptasi yang bagus terhadap kondisi
lingkungan setempat, sehingga kubis ini
bisa tumbuh optimal meskipun ditanam saat
musim hujan ataupun kemarau. Hanya saja
untuk memperoleh hasil yang optimal
tersebut sebaiknya ditanam di daerah yang
memiliki ketinggian 500 – 1.500 mdpl
(Tanindo, 2012).
102
Menurut Ramli (2010) bahwa rendahnya
respon varietas kubis dataran rendah terhadap
perlakuan mulsa jerami dan mulsa plastik
diduga akibat unsur hara yang dibutuhkan
oleh pertumbuhan kubis dimanfaatkan oleh
mikroorganisme tanah untuk melakukan
proses dekomposisi mulsa menjadi bahan
organik. Unsur carbon dalam kandungan
jerami adalah merupakan sumber energi
utama bagi perkembangan mikrobia tanah
selain nutrien dalam tanah. Sementara pada
perlakuan mulsa plastik terjadi variasi suhu
tanah yang tinggi antara 290C – 310C
dibanding perlakuan mulsa jerami dan tanpa
mulsa yang hanya mencapai 250C – 280C.
Penampakan suatu varietas akibat
pengaruh lingkungan lebih disebabkan oleh
lingkungan mikro tanaman dan sifat ini
disebut sebagai sifat kuantitatif (Puspodarsono,
1988). Hasil penelitian Nathoo dkk.,(1998)
pada KK-Cross yang ditanam pada daerah
dengan iklim antara 18,6 – 26,9 0C mencapai
berat 2.52 kg/krop. Menurut Ramli (2010)
bahwa rendahnya respon varietas kubis
dataran rendah terhadap perlakuan mulsa
jerami akibat unsur hara yang dibutuhkan
oleh pertumbuhan kubis dimanfaatkan oleh
mikroorganisme tanah untuk melakukan
proses dekomposisi mulsa menjadi bahan
organik. Unsur carbon dalam kandungan
jerami adalah merupakan sumber energi
utama bagi perkembangan mikrobia tanah
selain nutrien dalam tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunanaan mulsa sekam padi
(M1), jerami padi (M2), serbuk gergaji
(M3) dan varietas grand 11 (V1) dan grand
22 (V2) tidak terjadi interaksi terhadap
pertumbuhan tanaman kubis.
Penggunaan mulsa jerami padi (M2)
lebih baik dibandingkan tanpa mulsa (M0)
pada pengamatan tinggi tanaman, sedangkan
penggunaan mulsa serbuk gergaji (M3)
lebih baik di bandingkan tanpa mulsa (M0)
pada pengamatan luas daun dan jumlah daun.
Penggunaan varietas grand 11 (V1)
memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman umur 22 HST, 29 HST, 36 HST,
dan 43 HST, dibandingkan varietas grand
22 (V2).
Saran
Diharapkan
selanjutnya
dapat
melakukan penelitian dengan menggunakan
varietas kubis dataran rendah selain grand
11 dan grand 22 dengan kombinasi jenis
mulsa organik yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Arifin. 1990. Hortikultura. Andy Offset. Yogyakarta.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Badan Litbang, 1986. Ringkasan Bercocok Tanam, Tanaman Perkebunan dan Industri,Buah-buahan dan
Sayuran. BIPP Timor-Timur.
Boanerges S. D. D., 2010. Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah
dan Laju Infiltrasi pada Latosol Darmaga (Studi pada Tanaman Kacang Tanah). Institut Pertanian
Bogor (IPB): Bogor.
Direktorat Tanaman Sayuran, Tanaman Hias dan Aneka Tanaman. 2002. Profil Komoditi Kubis. Direktorat
Jenderal BinaProduksi Hortikultura, Jakarta. 30 hlm.
Fithriadi R.,dkk., 1997). Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia; Kumpulan Informasi. Hal 80 81. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kehutanan.
Lakitan, B. 1995. Hortikultura Teori, Budidaya, dan Pasca Panen. Radja Grafindo, Jakarta. h. 69-83.
103
Mariano, A. S. A. 2003. Pengaruh Pupuk Phonska dan Mulsa Jerami terhadap Beberapa Sifat Fisik dan
Kimia Tanah serta Produksi Kedelai (Glycine L Merr). Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Nathoo, M., R. Nowbuth, C.L. Cangy. 1998. Brassica Production Introduction and Evaluation Of Varieties.
Amas. Food Agriculture Research Council, Reduit, Mauritius. h. 167-173.
Pracaya. 2001. Kol Alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta.
______. 2003. Kol Alias Kubis. PT Penebar Swadaya, Jakarta.96 hlm.
Puspodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas-IPB, Bogor. h. 82-95.
Ramli, 2010. Respon Varietas Kubis (Brassica olaracea) Dataran Rendah Terhadap Pemberian Berbagai
Jenis Mulsa. J. AgrolandVol. 17 No. 1. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Kampus Bumi
Tadulako Tondo Palu. Palu.
Rizka, 2009. Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran Produk Fungisida Akar Gada
(Studi Kasus Pt Agricon, Bogor). Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sinukaban, N. 2007. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi dan Pemberian Mulsa Jerami terhadap
Produksi Tanaman Pangan dan Erosi Hara. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan
Berkelanjutan. Direktorat Jenderal RLPS. Bogor
Suhardjo, H.,M. Soepartini, dan U. Kumiah, 1993. Bahan Organik Tanah dalam Informasi Penelitian Tanah,
Air, Pupuk dan Lahan. S. Pop Bogor.
Sunghening W., Tohari, dan Shiddieq .Dj., 2013. Pengaruh Mulsa Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tiga Varietas Kacang Hijau) Vigna Radiate L.Wilczek) di Lahan Pasir Pantai Bugel. Kulon Progo.
Sunarjono, H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. 58 hlm.
Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan Usahatani
Tanaman Semusim. Disertasi Doktor Program Pascasarjana. IPB. Bogor.
Tanindo, 2012, F1 - GRAND 11. http:// www. tanindo.com /index.php? option=com_content&view
=section&layout=blog&id= 48&Itemid=52. Diakses 1 Maret 2013.
104