Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

ANALISIS FISIK DAN MIKROBIOLOGIS MINUMAN BOTOL (YOGHURT

Pada proses pembuatan produk makanan dan minuman dalam kemasan perlu dilakukan analisis secara fisik dan mikrobiologis dari produk tersebut. Analisis secara fisik meliputi pengamatan fisik kemasan produk, sedangkan analisis secara mikrobiologis meliputi inokulasi sampel produk ke dalam berbagai medium selektif untuk mengetahui jenis mikrobia yang ada. Analisis-analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan produk serta mengetahui jenis kerusakan dan kelayakan konsumsi produk sehingga penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikrobia patogen dari produk yang sudah tidak layak konsumsi dapat dihindari. Kerusakan produk dapat disebabkan oleh Bacillus stearothermophillus dan Bacillus coagulans yang terlihat dari kenampakan fisik kemasan produk, serta Clostridium nigricane yang terlihat dari perubahan warna dan aroma produk. Analisis fisik dan mikrobiologis pada praktikum ini menggunakan minuman botol berupa yoghurt. Analisis fisik dilakukan melalui pengamatan fisik botol dan analisis mikrobiologis dilakukan melalui inokulasi sampel yoghurt ke berbagai medium antara lain: medium litmus milk, medium nutrient agar, medium thioglycolate, medium sulfide agar, dan medium DTBPA (dextrose tryptone bromo cresol purple agar). Selain itu, dilakukan pengamatan morfologi koloni dan sel mikrobia pada sampel menggunakan pengecatan Gram.

ANALISIS FISIK DAN MIKROBIOLOGIS MINUMAN BOTOL (YOGHURT) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada proses pembuatan produk makanan dan minuman dalam kemasan perlu dilakukan analisis secara fisik dan mikrobiologis dari produk tersebut. Analisis secara fisik meliputi pengamatan fisik kemasan produk, sedangkan analisis secara mikrobiologis meliputi inokulasi sampel produk ke dalam berbagai medium selektif untuk mengetahui jenis mikrobia yang ada. Analisis-analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan produk serta mengetahui jenis kerusakan dan kelayakan konsumsi produk sehingga penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikrobia patogen dari produk yang sudah tidak layak konsumsi dapat dihindari. Kerusakan produk dapat disebabkan oleh Bacillus stearothermophillus dan Bacillus coagulans yang terlihat dari kenampakan fisik kemasan produk, serta Clostridium nigricane yang terlihat dari perubahan warna dan aroma produk. Analisis fisik dan mikrobiologis pada praktikum ini menggunakan minuman botol berupa yoghurt. Analisis fisik dilakukan melalui pengamatan fisik botol dan analisis mikrobiologis dilakukan melalui inokulasi sampel yoghurt ke berbagai medium antara lain: medium litmus milk, medium nutrient agar, medium thioglycolate, medium sulfide agar, dan medium DTBPA (dextrose tryptone bromo cresol purple agar). Selain itu, dilakukan pengamatan morfologi koloni dan sel mikrobia pada sampel menggunakan pengecatan Gram. B. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk menganalisis minuman botol (yoghurt) secara fisik dan mikrobiologis. II. METODE A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan antara lain: minuman botol (yoghurt), medium litmus milk, medium nutrient agar, medium thioglycolate, medium sulfide agar, medium DTBPA (dextrose tryptone bromo cresol purple agar), alkohol 70%, akuades, cat Gram. B. Alat Alat-alat yang digunakan antara lain: cawan petri untuk mengkulturkan mikrobia, lampu Bunsen untuk sterilisasi, tabung reaksi untuk mengkulturkan mikrobia dan pengenceran, mikropipet dan pipet tip untuk menginokulasi mikrobia, inkubator untuk inkubasi, gelas preparat untuk tempat menguji sampel, mikroskop untuk mengamati bakteri. C. Cara Kerja a. Analisis fisik minuman botol Informasi minuman botol tersebut dicatat yang meliputi nama produk, isi produk, tanggal produksi, nama pabrik, dan ukuran botol. Selanjutnya, label botol dilepas dan kenampakan fisik botol diamati. b. Analisis mikrobiologis minuman botol Botol dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian tutup botol dibuka. Sampel yoghurt diambil sebanyak 1 ml kemudian dilakukan pengenceran 10-1 sampai 10-6. Sampel sebanyak 1 ml diambil dari pengenceran 10-5 kemudian diinokulasi ke dalam cawan petri dan tabung reaksi. Hal yang sama dilakukan untuk pengenceran 10-6. Perlakuan diulangi 2 kali dan dibuat kontrol. Setelah sampel dari pengenceran 10-5 dan 10-6 diinokulasi, medium ditambahkan secara pour plate. Untuk cawan petri, medium yang ditambahkan antara lain nutrient agar, DTBPA, sulfide agar, dan thioglycolate. Untuk tabung reaksi, medium yang ditambahkan adalah litmus milk. Selanjutnya, masing-masing sampel diinkubasi di suhu 300C dan 550C selama 3 hari. Hasil positif berupa terbentuknya koloni bakteri atau khamir pada masing-masing sampel diamati. c. Pengecatan bakteri Gelas benda dibersihkan dengan alkohol 70% dan dipanggang di atas lampu Bunsen. Selanjutnya, setiap 1 ose koloni bakteri dari sampel yang menunjukkan hasil positif diambil dan diratakan di atas gelas benda. Gelas benda difiksasi kemudian cat Gram A diteteskan pada gelas benda dan didiamkan selama 1 menit. Gelas benda dicuci dengan akuades kemudian cat Gram B diteteskan dan didiamkan selama 1 menit. Gelas benda dicuci dengan cat Gram C, didiamkan selama 30 detik, dan dicuci kembali dengan akuades. Cat Gram D diteteskan pada gelas benda dan didiamkan selama 2 menit, kemudian dicuci dengan akuades. Bakteri hasil pengecatan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Berikut merupakan hasil yang didapat dari praktikum ini. Tabel 1. Analisis kualitas minuman botol (yoghurt) Terbentuknya koloni mikrobia di medium litmus milk ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi merah muda dan penggumpalan, baik di medium dengan inkubasi di suhu 370 C maupun di suhu 550 C. Koloni mikrobia tumbuh di semua medium dengan inkubasi di suhu 370 C, sedangkan koloni mikrobia tidak tumbuh di semua medium suhu 550 C. Tabel 2. Karakterisasi mikrobia di berbagai medium Pengecatan Gram di medium sulfide agar, DTBPA, dan thioglycolate suhu 370 C menunjukkan morfologi bakteri Gram negatif dengan perbesaran 10x10, sedangkan pengecatan Gram di medium nutrient agar suhu 370 C menunjukkan morfologi bakteri Gram positif dengan perbesaran 10x10. B. Pembahasan Analisis kualitas minuman botol (yoghurt) dilakukan melalui pengamatan fisik kemasan dan inokulasi sampel ke berbagai medium yang diinkubasi di suhu 370 C dan 550 C dengan pengenceran 10-5 dan 10-6. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis mikrobia yang terdapat pada sampel berdasarkan pertumbuhan di medium-medium selektif dengan perbedaan suhu. Medium yang digunakan antara lain: medium litmus milk, medium nutrient agar, medium thioglycolate, medium sulfide agar, dan medium DTBPA (dextrose tryptone bromo cresol purple agar). Sebelum sampel diinokulasi, botol minuman dibersihkan dengan alkohol 70% untuk mencegah kontaminan yang dapat mempengaruhi hasil pengujian sampel ke berbagai medium. Medium litmus milk merupakan medium yang selektif untuk pertumbuhan mikrobia yang dapat melakukan fermentasi, reduksi, penggumpalan (clot), digesti, dan pembentukan gas. Litmus milk digunakan untuk identifikasi bakteri asam laktat dan enterococci seperti Enterococcus. Prinsip pengujian menggunakan litmus milk adalah berdasarkan kemampuan mikrobia untuk menfermentasi laktosa. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah muda karena pembentukan asam. Kasein pada susu dikoagulasi sehingga susu semakin padat. Litmus milk mengandung susu skim bubuk, litmus, na-sulfit, dengan pH medium 6,8 (Cheesbrough, 2006; Tille, 2017). Medium nutrient agar merupakan jenis medium kompleks, yaitu kuantitas komponen yang terkandung tidak dapat ditentukan. Medium ini digunakan untuk menumbuhkan berbagai jenis mikrobia. Komponen yang terkandung antara lain: air, ekstrak daging, pepton, dan agar sebagai agen penjendal. Medium thioglycolate merupakan medium yang dapat digunakan untuk berbagai jenis mikrobia, terutama selektif untuk bakteri yang membutuhkan oksigen. Medium ini mengandung garam yang menghambat pertumbuhan beberapa jenis mikrobia dan dapat mendeteksi keberadaan mikrobia dalam jumlah kecil, misalnya mikrobia anaerob. Oksigen bebas dihambat di dalam medium sehingga hanya oksigen baru yang dapat masuk. Komponen yang terkandung antara lain: kasein, sistein, glukosa, ekstrak yeast, dan agar. Sistin, na-sulfit, dan thioglycolate di dalam medium berperan sebagai agen pereduksi. Agar berperan dalam mencegah difusi oksigen sehingga hanya mikrobia anaerob yang tumbuh di dasar medium (Pommerville, 2004; Mahon et al., 2015). Medium sulfide agar merupakan medium selektif untuk pertumbuhan Salmonella sp. Medium ini menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, mikrobia yang menfermentasi laktosa, dan Shigella sp. Koloni Salmonella akan berwarna hitam karena bereaksi dengan hidrogen sulfida dan menghasilkan besi sulfida (ferric sulfide). Medium DTBPA merupakan medium yang digunakan untuk pengujian sampel makanan dengan pH rendah (<4,5). Medium ini selektif untuk pertumbuhan mikrobia termofilik aerobik penyebab flat sour, umumnya Bacillus stearothermophillus yang diinkubasi pada suhu 550 C. Bakteri tersebut menghasilkan asam dari dektrosa dan mengubah warna medium ungu menjadi kuning karena adanya indikator bromocresol ungu. Medium ini juga dapat digunakan untuk menumbuhkan mikrobia mesofilik yang diinkunbasi pada suhu 370 C. Komponen yang terkandung antara lain: agar, pancreatic digest of casein, glukosa, dan bromocresol ungu, dengan pH medium 6,9 (Forsythe & Hayes, 2000; Atlas, 2010; Mahon et al., 2015). Salah satu faktor yang berperan dalam pertumbuhan mikrobia adalah suhu yang terbagi menjadi suhu minimal, suhu optimal, dan suhu maksimal. Suhu minimal merupakan suhu terendah yang mendukung pertumbuhan mikrobia, suhu optimal merupakan suhu yang paling baik sehingga mikrobia dapat tumbuh cepat, dan suhu maksimal merupakan suhu tertinggi yang mendukung pertumbuhan mikrobia. Pertumbuhan akan semakin meningkat dari suhu minimal ke suhu optimal tetapi semakin menurun jika mendekati suhu maksimal. Berdasarkan perbedaan suhu tersebut, mikrobia terbagi menjadi mikrobia psikrofilik (mikrobia yang dapat hidup di suhu rendah, 00 C), mikrobia mesofilik (mikrobia yang dapat tumbuh di suhu sedang, 200 C – 300 C), dan mikrobia termofilik (mikrobia yang dapat tumbuh di suhu tinggi, 500 C – 700 C). Contoh mikrobia psikrofilik adalah Pseudomonas, Achromobacter, Alcaligenes, dan Flavobacterium. Contoh mikrobia termofilik adalah mikrobia yang ada pada tubuh manusia (E. coli), mikrobia patogen, dan mikrobia penyebab kerusakan makanan. Contoh mikrobia termofilik adalah bakteri fotosintetik, bacilli Gram positif dan negatif, sianobakteri (Sumbali & Mehrotra, 2009). Berdasarkan hasil inokulasi sampel, pertumbuhan koloni mikrobia pada medium litmus milk ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah muda dan penggumpalan sampel. Hal ini dapat dijadikan indikator adanya bakteri asam laktat pada sampel yoghurt yang berperan dalam fermentasi susu. Laktosa pada susu difermentasi sehingga membentuk asam dan penggumpalan disebabkan kasein pada susu yang dikoagulasi (Tabel 1). Sampel yang diinokulasi ke medium sulfide agar dengan inkubasi di suhu 370 C menunjukkan pertumbuhan koloni mikrobia yang berwarna hitam, sedangkan koloni mikrobia tidak tumbuh di medium sulfide agar dengan inkubasi di suhu 550 C. Hal ini dapat dijadikan indikator adanya bakteri Gram negatif (berdasarkan hasil pengecatan Gram (Tabel 2)), mesofilik, dan dapat membentuk besi sulfida pada sampel (Tabel 1). Sampel yang diinokulasi ke medium thioglycolate dengan inkubasi di suhu 370 C menunjukkan pertumbuhan koloni mikrobia, sedangkan koloni mikrobia tidak tumbuh di medium thioglycolate dengan inkubasi di suhu 550 C. Hal ini dapat dijadikan indikator adanya bakteri anaerob pada sampel (Tabel 1). Bakteri yang tumbuh berdasarkan pengecatan Gram adalah bakteri Gram negatif (Tabel 2). Pertumbuhan koloni di medium DTBPA dengan inkubasi di suhu 370 C ditunjukkan oleh terbentuknya koloni berwarna kuning. Hal ini dapat dijadikan indikator adanya mikrobia mesofilik pada sampel. Koloni tidak tumbuh di suhu 550 C sehingga menjadi indikator tidak adanya mikrobia termofilik aerobik penyebab flat sour pada sampel (Tabel 1). Bakteri yang tumbuh berdasarkan pengecatan Gram adalah bakteri Gram negatif (Tabel 2). Koloni mikrobia tumbuh di medium nutrient agar dengan inkubasi di suhu 370 C, sedangkan koloni mikrobia tidak tumbuh di suhu 550 C. Hal ini dapat dijadikan indikator adanya mikrobia aerobik pada sampel (Tabel 1). Bakteri yang tumbuh berdasarkan pengecatan Gram adalah bakteri Gram positif (Tabel 2). Berdasarkan hasil inokulasi ke berbagai medium, koloni-koloni mikrobia hanya tumbuh di medium yang diinkubasi di suhu 370 C, sehingga jenis mikrobia yang ada pada sampel adalah mikrobia mesofilik penyebab kerusakan makanan. IV. KESIMPULAN Kenampakan fisik minuman botol yang dianalisis adalah kembung. Hasil positif pada medium litmus milk menunjukkan adanya bakteri asam laktat pada sampel, hasil positif pada medium sulfide agar menunjukkan adanya bakteri Gram negatif, mesofilik, dan dapat membentuk besi sulfide pada sampel. Hasil positif pada medium thioglycolate menunjukkan adanya bakteri anaerob dan Gram negatif pada sampel, hasil positif pada medium DTBPA suhu 370 C menunjukkan adanya mikrobia mesofilik dan Gram negatif pada sampel, sedangkan hasil negatif pada medium DTBPA suhu 550 C menunjukkan tidak adanya mikrobia termofilik aerobik penyebab flat sour pada sampel. Hasil positif pada medium nutrient agar menunjukkan adanya mikrobia aerobik dan Gram positif pada sampel. V. DAFTAR PUSTAKA Atlas, R. M. 2010. Handbook of Microbiological Media. CRC Press. Florida, p. 588. Cheesbrough, M. 2006. District Laboratory Practice in Tropical Countries. Cambridge University Press. Cambridge, pp. 68-69. Forsythe, S. J., and P. R. Hayes. 2000. Food Hygiene, Microbiology and HACCP. Springer. New York, p. 171. Mahon, C. R., D. C. Lehman, G. Manuselis. 2015. Textbook of Diagnostic Microbiology. Elsevier. Missouri, pp. 978, 991. Pommerville, J. C. 2004. Alcamo’s Fundamentals of Microbiology. Jones & Bartlett Publishers. Massachusetts, pp. 148, 150. Sumbali, G., and R. S. Mehrotra. 2009. Principles of Microbiology. Tata McGraw Hill. New Delhi, pp. 84-86. Tille, P. M. 2017. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. Elsevier. Missouri, p. 227.