II. LENTURAN
Pembebanan lentur murni yaitu pembebanan lentur, baik akibat gaya
lintang maupun momen bengkok yang tidak terkombinasi dengan gaya normal
maupun momen puntir, ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1(a) disebut
balok kantilever sedangkan jenis yang lain adalah balok-balok dengan tumpuan
elastis sederhana, Gambar 2.1(b). Gaya dalam yang bekerja pada balok-balok
tersebut mungkin akan berupa tegangan normal dan atau tegangan geser.
Bebannya tidak hanya terbatas pada beban merata saja seperti pada gambar,
mungkin juga beban titik.
q
q
L
L
(a) Balok Cantilever
(b) Balok Di atas Dua tumpuan
Gambar 2.1. Pembebanan Lentur
Pendekatan yang dilakukan untuk pemecahan masalah ini digunakan teori
balok menurut makanika klasik. Cara ini dikenal dengan pemecahan pendekatan
karena persoalannya dideskripsikan secara pasti namun kemudian digunakan
asumsi-asumsi. Pendekatan lain adalah penyelesaian menurut teori elastisitas
yang dikenal dengan penyelesaian eksak, karena pada pendekatan ini
persoalannya disederhanakan namun tidak dilakukan asumsi-asumsi. Untuk
kepentingan praktis penyelesaian pendekatan cukup akurat apabila balok tersebut
cukup panjang, L 10 h, dengan h adalah tinggi balok. Untuk balok-balok yang
pendek dan di sekitar titik tumpuan dan titik beban terpusat, penyelesaian eksak
akan memberikan hasil yang lebih akurat. Hal ini sesuai dengan prinsip Saint
Venant, yang pertama kali dikemukakan oleh seorang insinyur Perancis, Barre de
Saint Venant, pada tahun 1855.
24
25
2.1. Momen Lentur dan Distribusi Tegangan Normal
Gambar 2.2(a) di bawah menunjukkan sebuah balok sebelum mendapatkan
pembebanan. Gambar 2.2(b) setelah mengalami perubahan bentuk. Dari dua
gambar tesebut terlihat bahwa panjang titik AB berubah menjadi panjang tititk
A’B’, hal tersebut dapat diartikan bahwa panjang AB mengalami perpendekan,
sedangkan kalau kita lihat panjang titik CD berubah menjadi panjang titik C’D’
adalah mengalami perpanjangan. Kemudian panjang titik GN tidak mengalamai
perubahan, yang berarti bahwa panjang titik GN tidak mengalami perpendekan
maupun perpanjangan.
Y
Mxz
A
B
G
N
C
D
x
Mxz
gn.
(a) Batang Sebelum Terbebani
r
Z
(c) Potongan (d) Distribusi
Melintang
Mxz
Tegangan
Mxz
A’
y
B’
L
C’
D’
(b) Batang Setelah Terbebani
Gambar 2.2. Pembebanan Lentur
Dengan demikian dapat diketahui bahwa serat sepanjang bagian AB
mengalami pembebanan tekan, sedangkan serat sepanjang bagian CD mengalami
26
pembebanan tarik.
Kemudian karena serat sepanjang titik berat penampang
lintang yaitu GN tidak mengalami perubahan panjang, maka sering disebut
dengan garis netral, yaitu suatu bagian yang tidak mengalami tegangan sama
sekali, atau tegangannya sama dengan nol.
Untuk elemen CD yang sangat pendek, maka dapat dipandang sebagai
busur lingkaran sebesar radial dengan jari-jari r, sehingga:
GN C ' D'
C ' D'
y
C ' D'
y
1
1
r
ry
GN
r
GN
r
atau
C ' D'GN panjang setelah pembebanan panjang semula y
GN
panjang semula
r
Sehingga
xx
y
r
(2.1)
Dengan perkataan lain, besar regangan pada suatu serat berbanding lurus
dengan jarak serat tersebut dari sumbu netral.
Selanjutnya, menurut hukum Hooke, besarnya regangan satu dimensi
adalah
xx
xx
E
y
r
Sehingga
E
xx
y
r
(2.2)
dengan: xx = tegangan yang terjadi (N/mm2, MPa)
E = modulus Young, modulus elastisit (N/mm2, MPa)
y = jarak serat dari sumbu netral (mm)
r = jari-jari lengkungan (mm)
Karena untuk suatu bengkokan tertentu pada bahan tertentu, E dan r adalah
konstan, maka jelaslah bahwa tegangan pada suatu serat tertentu merupakan
fungsi linier jarak serat tersebut terhadap sumbu netral. Distribusi tegangan
normal sepanjang sumbu y ditunjukkan pada Gambar 2.2(d).
27
Sebagian penampang lintang balok diambil elemen sembarang dA yang
berjarak y dari sumbu netral, Gambar 2.2(e). Besar elemen gaya yang bekerja
pada luasan tersebut adalah
dF xx .dA
(2.3)
Karena jaraknya terhadap sumbu netral, maka elemen gaya tersebut menimbulkan
elemen momen terhadap sumbu netral sebesar
y
d M b y.dF y. x .dA y E dA
r
Sehingga
Mb
Karena
E 2
y .dA
r
(2.4)
2
y . dA I
(2.5)
Mb
(2.6)
maka
EI
r
dengan: Mb = momen bengkok (N.mm)
I = momen lembam linier atau inersia linier (mm4)
r = jari-jari bengkokan (mm)
Dari persamaan (2.6) didapat
r
EI
,
yang kemudian dimasukkan ke
Mb
persamaan (2.2) sehingga didapat
xx
M
b
.y
I
(2.7)
2.2. Momen Lentur dan Distribusi Tegangan Geser
Suatu balok cantilever AB yang digambarkan sebagaimana gambar 2.3,
maka jika diambil potongan kecil CD pada balok tersebut sepanjang dx, maka
gaya normal yang bekerja pada elemen yang diarsir pada sisi kiri adalah
28
Fn1 xx. dA
Mb . y
dA
I
(2.8a)
Gambar 2.3. Elemen Balok yang Mengalami Lenturan
Sedangkan gaya normal pada sisi kanan elemen untuk luasan dan posisi yang
sama akan diperoleh
Fn2 xx d xx. dA xx. dA
Mb d Mb. y
I
dA
(2.8b)
Sedangkan gaya geser pada bidang horisontal yang menyebabkan keseimbangan
pada elemen-elemennya adalah
Ft b dx
(2.8c)
Jumlah gaya yang bekerja pada arah mendatar sama dengan nol, sehingga
Mb d Mb. ydA . b.dx 0
Mb . y
dA
I
I
d Mb.y
. b. dx
dA
I
1 d Mb
. y.dA
I. b dx
Fh 0
( 2.9)
29
dM b
Fv
dx
y. dA Q
(2.10)
(2.11)
Dengan substitusi persamaan-persamaan (2.8) dan (2.9) pada persamaan (2.8)
akan didapat besarnya tegangan geser pada serat C’D’ dalam paskal (Pa)
xy
Fv . Q
I. b
(2.12)
dengan:
Fv = Gaya geser (lintang) yang bekerja pada elemen yang ditinjau
Q = Statis momen luas bidang yang tergeser, terhadap garis netral
I
= Momen Inersia penampang lintang
b
= Lebar bidang geser.
Untuk penampang lintang berbentuk segi empat dengan tebal b (mm) dan
tinggi h (mm) besar Q adalah
b /2 h /2
h /2
b /2 1
2
Q y. dA y (dy. dz) y. dydz
dz
y
2
b / 2 y1
b / 2 y1
b /2
y1
b /2 h /2
Q
2
2
2
h2 4 y1 b /2
h2 4 y1 b /2 h2 4 y1 b b
dz
z
2 2
b
/
2
8
8
8
b /2
h2 4 y b
Q
2
1
8
(2.13)
Dengan substitusi persamaan (2.12) pada persamaan (2.11) akan didapat
besar tegangan geser dalam paskal (Pa) yang bekerja bidang C’D’D”C” yang
berjarak y1 dari sumbu netral, adalah
xy
2
Fv . h 4y1
2
8. I
dengan
Fv = Gaya geser (lintang) yang bekerja pada elemen yang ditinjau
h = tinggi penampang lintang balok
(2.14)
30
y1 = jarak serat dari sumbu netral
I
= Momen Inersia penampang lintang
Perhatikan persamaan tersebut di atas. Untuk suatu penampang lintang
tertentu pada panjang balok, besarnya gaya-gaya vertikal yang bekerja padanya
adalah konstan. Dengan demikian, distribusi tegangan geser pada serat tertentu
pada penampang lintang sepanjang sumbu vertikalnya, sumbu y, merupakan
fungsi parabolik jarak serat tersebut terhadap sumbu netral yang dinyatakan oleh
y12. Sedangkan besarnya tegangan geser maksimum terjadi pada harga y1 = 0 ,
yaitu
xy max
Fv . h
2
1
8 . b. h 3
12
xy max
3 Fv
2 bh
(2.15a)
Sedangkan tegangan geser minimum terjadi bila y1 = h/2 , yaitu
xy min 0
(2.15b)
2.3. Persoalan-persoalan Khusus
Kekhususan dalam hal ini adalah konstruksi titik tumpuan dan jenis beban.
Balok kantilever seperti Gambar 2.1a dan balok di atas dua tumpuan elastis
sederhana seperti Gambar 2.1b
merupakan persoalan yang sering dijumpai.
Sedangkan beban dapat berupa beban terpusat atau beban titik, beban merata baik
yang konstan maupun yang variabel, dan momen bengkok.
a. Balok Kantilever
Gambar 2.4 menunjukkan sebuah balok kantilever dengan berbagai
macam beban. Gaya-gaya F2 dan F3 disamping memberikan beban normal
secara langsung, juga menimbulkan kopel sebesar F2 r2 + F3 r3 yang akan
membengkokkan balok AB. Dengan adanya beberapa beban tersebut, maka
besarnya momen lentur pada balok sepanjang AB dapat dibagi menjadi lima
daerah, yakni daerah AC, CD, DE, EF dan FB.
31
Gambar 2.4. Balok Kantilever dengan Berbagai Macam Beban
0 x a M x F1 . x
a x b M x F1 . x q ( x a ){ ( x a )} F1 . x q x a
1
2
2
b x c M x F1 . x q x a F2 r 2 F3 r 3
1
2
1
2
(2.16a )
c x d M x F1 . x q ( c a ){( x a ) ( c a )} F2 r 2 F3 r 3
d x l M x F1 . x q ( c a ){( x a )
(2.16b)
2
(2.16c)
1
2
1
( c a )} F2 r 2 F3 r 3 F4 ( x d )
2
(2.16d )
(2.16e)
Turunan pertama persamaan-persamaan (2.16a) sampai dengan (2.15e) di
atas berturut-turut adalah
0 x a
axb
bxc
c x d
dxl
dM x
F1
dx
dM x
F1 q ( x a )
dx
dM x
F1 q ( x a )
dx
dM x
F1 q ( c a )
dx
dM x
F1 q ( c a ) F4
dx
(2.17a )
(2.17 b)
(2.17c)
(2.17d )
(2.17e)
32
Selanjutnya perhatikan persamaan (2.7)
dan (2.13).
Ternyata bahwa
distrubusi tegangan normal menurut persamaan (2.7) dipengaruhi oleh torsi akibat
beban F2 dan F3. Sedangkan distribusi tegangan geser menurut persamaan
(2.13) tidak tergantung pada adanya kopel akibat gaya F2 dan F3 tersebut.
b. Balok Di atas Dua Tumpuan Elastis Sederhana
Dengan memendang reaksi titik tumpuan sebagai gaya aksi dan bagian
tengah balok dengan sudut lenturan sama dengan nol sebagai tumpuan jepit,
bagian balok yang akan dicari distribusi gaya normal dan gaya gesernya dari
balok di atas dua tumpuan elastis sederhana dapat diperlakukan sebagai balok
kantilever, karena perilakunya yang sama dalam pembebanan. Jadi perhitungan
momen adalah sama dengan yang telah dilakukan terhadap balok kantilever di
atas.
2.4. Pembebanan Kombinasi Normal dan Lentur
Dalam hal ini suatu batang dismaping menderita beban tarik atau tekan
langsung, juga menderita beban lentur. Pada Gambar 2.5a ditunjukkan bahwa
batang ABCD mendapat beban F1 dan F2 yang tidak sama besarnya pada arah
sumbu x. Gaya-gaya F1 dan F2 disebut gaya normal. Penampang lintang
batang ABCD ditunjukkan pada Gambar 2.5b.
Gambar 2.5. Pembebanan Kombinasi
33
Akibat selisih besar F1 dan F2 maka batang ABCD akan menderita
tegangan normal langsung yang besarnya
xx 1
Fv
A
(2.17)
dengan: xx1 = tegangan normal langsung (MPa)
Fx = jumlah gaya-gaya horisontal, searah sumbu x (N)
A = luas penampang lintang balok (mm2)
Grafik distribusi tegangan normal Gambar 2.5c menunjukkan distribusi tegangan
normal langsung pada setiap serat pada penampang lintangnya.
Karena gaya-gaya F1 dan F2 bekerja berlawanan arah dan adanya jarak
terhadap sumbu netral, maka akan timbul kopel sebesar
Mb = Mx = F1 . a + F2 . b
Akibat momen lentur tersebut, serat pada sisi
sedangkan pada sisi
CD
(2.18)
AB
akan menerima tarikan,
akan menrima tekanan atau desakan.
Menurut
persamaan (2.7) besarnya beban pada serat AB dan CD berturut-turut adalah
xx AB
M b . y1
I
( 2.19a )
xx CD
M b . y2
I
( 2.19b)
Distribusi tegangan yang diberikan oleh persamaan-persamaan (2.19a) dan
(2.19b) digambarkan dalam grafik pada Gambar 2.5d.
Untuk menghitung tegangan total yang terjadi pada setiap serat pada suatu
penampang lintangnya dapat dilakukan dengan menjumlahkan grafik tegangan
Gambar 2.5c dan Gambar 2.5d. Hasil ini ditunjukkan pada Gambar 2.5e.
Dalam perencanaan suatu konstruksi, diambil tegangan total maksimum
terbesar yang terjadi antara serat-serat terluarnya.
Contoh Soal: Sebuah kuda-kuda rumah dibuat dengan rangka kaku bentuk simetri. Panjang
bentangannya 5,6 m dan tingginya 2,1 m. Gaya bekerja pada bubungan atap sebesar 1 kN.
34
Penampang lintang berbentuk empat persegi panjang dengan tebal 8 cm dan tinggi 12 cm.
Hitunglah tegangan maksimum yang terjadi.
Penyelesaian:
max = ?
F = 1 kN = 1000 N
Konstruksi simetri, sehingga RA = RB = R/2 = 500 N.
Dengan dalil Phytagoras, didapat panjang AC = 3,5 m.
RAh = RA cos = 500 (2,1/3,5) = 300 N.
Mb maksimum terjadi di C yang besarnya
Mb = RA . 2,8 = 1400 N.m = 140000 N.cm.
Akibat beban normal, terjadi tegangan normal langsung sebesar
xx-1 = RAh / A = 300 / (12 . 8) = 3,125 N / cm2
F = 1 kN
C
RA
2,1 m
RAv
A
B
Rah
Gambar 2.6. Kuda-kuda Rangka Kaku
2,8 m
2,8 m
RB
Akibat lenturan, terjadi tegangan normal tak langsung sebesar
xx-2 = Mb.y / I
dengan
y = h / 2 = 6 cm.
I = (1 / 12) b h3 = (1 / 12) . 8 . 123 = 1152 cm4.
sehingga
xx-2 = 140000 . 6 / 1152 = 729 N/cm2.
Dengan demikian, tegangan maksimum berupa tegangan desak pada serat bagian atas yang
besarnya
xx-max = xx-1 + xx-2 = 732,125 N/cm2.
2.5. Pusat Geser
Pusat geser, S pada Gambar 2.6 pada halaman depan, adalah titik yang
dilewati garis kerja resultan gaya-gaya geser dalam. Agat tidak terjadi puntiran
maka resultan gaya-gaya luar juga juga harus dilewatkan titik tersebut.
Untuk baja profil pada umumnya b dan h jauh lebih besar dari t1
maupun t2 sehingga distribusi tegangan geser pada bagian hirosontal (flange) dan
35
pada bagian vertikal (web) dari penampang lintangnya seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.6(b). Pada bagian horisontal, tegangan geser maksimumnya akan
terjadi pada pertemuannya dengan bagian vertikal, yang besarnya adalah
1
dengan
F . b. h
I
(2.20a)
1 = tegangan geser maksimum pada penampang bagian horisontal
Fv = Gaya geser (lintang) yang bekerja pada elemen yang ditinjau
I
= Momen Inersia penampang lintang
b
= lebar penampang lintang
h
= setengah tinggi penampang lintang
Gambar 2.7. Lenturan Murni Pada Profil Kanal
Tegangan tersebut akan memberikan total gaya dalam pada bagian
horisontal bagian atas F1 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6(c), yang besarnya
F1
2
1
F . b . h. t1
1 . b. t1
2
2. I
(2.20b)
36
dengan t1 adalah tebal penampang lintang bagian horisontal (mm).
Dalam keadaan seimbang, jumlah gaya-gaya horisontal harus sama dengan
nol, maka pada bagian horisontal bawah akan timbul gaya horisontal F 3 yang
sama besar dengan F1 namun dengan arah yang berlawanan, sehingga secara
matematis
F1 = -F3
(2.20c)
Pada ujung-ujung bagian vertikal akan dibangkitkan tegangan geser
sebesar
2
F . b. h .t1
I. t 2
(2.21a)
dengan t2 adalah tebal penampang lintang bagian vertikal (mm). Tegangan
tersebut sepanjang sumbu y berdistribusi secara parabolik sepert ditunjukkan
pada Gambar 2.6(b). Total gaya akibat tegangan tersebut pada luasan penampang
lintang bagian vertikalnya adalah F2 seperti pada Gambar 2.6(c) yang besarnya
dapat dicari dengan prinsip keseimbangan gaya-gaya vertikal
Fv 0 F2 F
(2.21b)
Keseimbangan rotasi mensyaratkan
M A 0 F. e F1 .2h 0
F .2h
atau
e 1
F
( 2.22 )
Substitusi persamaan (2.20b) pada persamaan (2.22) akan didapat
b h t1
e
I
2
2
(2.23)
37
Sedangkan besarnya
I
1
1
3
3
. t 2 . 2h 2. b t1 2b t1 . h 2 , namun karena t1
12
12
jauh lebih kecil dari b maupun h maka harga
1
bt 3
12 1
sangat kecil dan dapat
diabaikan terhadap harga I secara keseluruhan, sehingga
I . t 2 . h 3 2 b t1 . h 2
2
3
(2.24)
Substitusi persamaan (2.24) pada persamaan (2.23) akan diperoleh
2 b h t1
e
3 h. t 2 3b. t1
2
2
(2.25)
2.6. Arus Geser
Arus geser pada lenturan dapat didefinisikan sebagai hasil perkalian antara
tegangan geser, , dengan tebal dinding pada balok berpenampang ‘profil’, t,
yang mendapatkan pembebanan lentur. Jadi, besarnya arus geser dalam N/mm
pada prifil adalah adalah
q = .t
dengan adalah tegangan geser (Pa, N/mm2)
t adalah tebal dinding (m, mm).
Gambar 2.8. Arus Geser
(2.26)
38
Besarnya arus geser dapat dicari dengan penerapan prinsip keseimbangan
gaya-gaya pada arah horisontal pada Gambar 2.8b.
Fh 0 H F H' 0
atau
F = H’ - H
(2.27)
F = q dx
H xx. dA
(2.28a)
M b .y
. dA
I
H xx d xx. dA
M b d M b.y .dA
I
(2.28b)
(2.28c)
Dengan substitusi persamaan-persamaan (2.28a), (2.28b) dan (2.28c)
M b d M b M b .y.dA 1
pada persamaan (2.27) akan diperoleh
q. dx
atau
q
dengan
I
I
dM b . ydA
1 dM b
y. dA
I dx
(2.29)
dM b
Fv adalah jumlah gaya-gaya vertikal pada penampang tersebut.
dx
y. dA Q adalah momen bidang di luar serat itu terhadap sumbu netral.
Dengan demikian, besarnya arus geser di titik A adalah
q . t
Fv . Q
I
Gambar 2.9. Distribusi Arus Geser pada Berbagai Bentuk Penampang
(2.30)
39
Contoh Soal: Balok pipa berpenampang segi empat dengan ukuran seperti pada Gambar 2.10(a)
menerima beban geser sebesar 10 kN. Tentukan distribusi arus geser pada penampang
tersebut !
Gambar 2.10. Profil Pipa Segi Empat dengan Beban Lentur
(Ukuran dalam milimeter)
Penyelesaian:
Karena terdapat dua sumbu simetri, maka sumbu netral akan melewati perpotongan kedua
sumbu simetri tersebut. Jadi hanya arus geser di titik-titik B, C dan D saja yang perlu
dicari, sedangkan distribusinya linier pada bagian horisontal dan parabolik pada bagian
yang vertikal.
I = (1/12)(60.803 - 40.603) = 1 840 000 mm4
Di titik B:
AB = 0 sehingga
QB
qB
F v QB
0
I
Di titik C:
QC = y AC = 35 (50 x 10) = 17 500 mm3
qC
Fv QB 10.000x17500
99,11 (N/mm)
I
1840000
Di titik D:
QD = ( y AD ) = 20 (40 x 10) + 35 (40 x 10) + 20 (40 x 10) = 30 000 (mm 3)
qD
Fv QD 10.000x30000
163 (N/mm)
I
1840000