Jurnal DIVERSITA
COPING STRESS PADA MAHASISWA YANG BEKERJA
Rahmi Lubis, Nova Hapizsyah Irma, Rafika Wulandari, Khairunnisa Siregar, Nur
Annisa Tanjung, Tia Agustina Wati, Miranda Puspita N, Diah Syahfitri
Fakultas Psikologi Universitas Medan Area
ABSTRACT
This study aimed to describe the coping strategies by working students. Respondents are 5
working students. Data collected by interview and observation methods. The results showed
that of the five respondents note that the source of stress is difficult to manage time on doing
their tasks, workloads and schedules collide, and not easy to get permission to attend the
classes. At respondents 2 and 5, less family support while respondents 4, co-workers who do
not support. Respondents 5, there are transportation constraints. The coping strategies that
do fifth respondent is to be open to the closest associates and families, assertive to the boss,
and try to look at the issues more positively. In the second respondent also doing hobbies with
friends and did not procrastinate. On 3 respondents anticipated by ditching college and make
it a priority. In the fourth respondent, trying to avoid problems with sleep, surrender to God,
and to receive advice from others. While the respondent 5, grateful and try to control his
emotions. Can be seen on the respondents 1 and 3, their own colleagues and family support
them so that they can solve the problems they face.
Keyword: Working, Coping, Stress, College Student.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi coping yang dilakukan oleh
mahasiswa yang bekerja. Responden penelitian adalah 5 orang mahasiswa yang bekerja.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari kelima responden diketahui bahwa sumber stres adalah sulit
membagi waktu dengan banyaknya tugas yang diberikan, beban tugas dan jadwal yang
bertabrakan, dan tidak mudah mendapat izin di dalam pekerjaan. Pada responden 2 dan 5,
keluarga kurang mendukungnya sedangkan responden 4, rekan kerja yang tidak mendukung.
Responden 5, terdapat kendala transportasi. Adapun strategi coping yang dilakukan kelima
responden adalah bersikap terbuka dengan rekan terdekat dan juga keluarga, asertif kepada
atasan, dan mencoba melihat masalah secara lebih positif. Pada responden 2 juga melakukan
hobi bersama teman dan tidak menunda mengerjakan tugas. Pada responden 3 melakukan
antisipasi dengan membolos kuliah dan membuat prioritas. Pada responden 4, berusaha
menghindari masalah dengan tidur, berserah diri pada Tuhan, dan menerima nasehat dari
orang lain. Sedangkan pada responden 5, mencoba bersyukur dan mengendalikan emosinya.
Dapat dilihat pada responden 1 dan 3, mereka memiliki rekan kerja dan keluarga yang begitu
mendukung mereka sehingga mereka dapat menyelesaikan permasalahan yang mereka
hadapi.
Kata kunci: Bekerja, Coping, Stres, Mahasiswa.
48
Volume 1, Nomor 2, Desember 2015
PENDAHULUAN
Kuliah sambil kerja sudah tidak
asing lagi di kalangan mahasiswa. Banyak
pertimbangan yang dijadikan dasar
mahasiswa memilih kuliah sambil bekerja.
Tidak sedikit orang yang memutuskan
untuk bekerja sambil belajar demi
mendapatkan gelar pendidikan yang lebih
tinggi. Tentu saja, keputusan tersebut
bukan tanpa alasan. Selain faktor ekonomi,
masih ada faktor lain yang membuat
seseorang memilih untuk bekerja sambil
kuliah. Fenomena kuliah sambil kerja
banyak dijumpai di berbagai negara. Hal
ini terjadi baik di negara berkembang
maupun di negara maju yang telah mapan
secara ekonomi. Di Indonesia, kondisi
perekonomian yang cukup sulit bagi
sebagian lapisan masyarakat mendorong
mahasiswa mencari solusi dari masalah
keuangan yang dihadapi dengan bekerja.
Sebagian mahasiswa mempunyai masalah
dengan biaya kuliah sehingga berusaha
meringankan beban orangtua dengan
bekerja. Namun, sebagian mahasiswa lain
bekerja dengan alasan kemandirian.
Menurut pengamat pendidikan, Utomo
Dananjaya, kuliah sambil kerja merupakan
upaya membuka gerbang dunia kerja
karena akan mematangkan pola pikir
individu untuk menghadapi dunia kerja,
dapat menumbuhkan jiwa kemandirian,
dan menghubungkan antara teori yang
didapat di kampus dengan kenyataan yang
ada di dunia kerja (Jajang, 2008).
Keuntungan kuliah sambil bekerja
antara lain dapat membuka wawasan dari
mahasiswa itu sendiri baik dari dunia kerja
maupun dari dunia perkuliahannya untuk
membangun kemandirian dan menjalin
hubungan dengan dunia kerja. Bekerja
adalah aktivitas fisik maupun pikiran
dalam mengerjakan, mendesain serta
menyelesaikan sesuatu, dan jika telah
selesai sesuai dengan kriteria prosedur
yang telah ditetapkan akan mendapatkan
imbalan atau balas jasa baik dalam bentuk
gaji, ataupun penghasilan. Besarnya
manfaat yang diperoleh dari kegiatan
bekerja
sambil
kuliah,
membawa
konsekuensi lain berupa tantangan yang
49
harus dihadapi bagi seorang mahasiswa
yang memutuskan memilih kondisi
tersebut. Tantangan tersebut dapat berupa
keharusan untuk menjalankan tugas yang
lebih banyak, keharusan untuk mengelola
waktu dengan tepat, kemampuan untuk
membagi perhatian dan energi untuk
menuntaskan tugas di pekerjaan maupun
kampus,
serta
kemampuan
untuk
menyesuaikan diri di lingkungan yang
berbeda tersebut. Banyaknya tuntutan dari
dunia kerja dan juga dunia kuliah,
seringkali menyebabkan stress bagi
individu yang menjalaninya.
Stres adalah peristiwa yang
menekan sehingga seseorang dalam
keadaan tidak berdaya dan menimbulkan
dampak negatif, misalnya pusing, tekanan
darah tinggi, mudah marah, sedih, sulit
berkonsentrasi, nafsu makan bertambah,
sulit tidur, ataupun merokok terus. Stres
digambarkan sebagai kekuatan yang
menimbulkan tekanan-tekanan dalam diri,
dalam hal ini stress muncul jika tekanan
yang dihadapi melebihi batas optimal
(Greenberg, 2002).
Lebih
lanjut
Greenberg
menyatakan stres juga dapat diartikan
sebagai suatu kondisi yang menekan
keadaan psikis seseorang dalam mencapai
suatu kesempatan dimana untuk mencapai
kesempatan tersebut terdapat batasan atau
penghalang. Menurut Shabarcq (2003)
menyatakan bahwa adanya sistem kognitif,
apresiasi stress menyebabkan segala
peristiwa yang terjadi disekitar kita akan
dihayati sebagai suatu stress berdasarkan
arti atau interprestasi yang kita berikan
terhadap peristiwa tersebut dan bukan
karena peristiwa itu sendiri.
Menurut Rathus &Nevid (2002)
stres adalah suatu kondisi adanya tekanan
fisik dan psikis akibat adanya tuntutan
dalam diri dan lingkungan. Keadaankeadaan yang dapat menimbulkan stres ini
akan
menstimulasi
individu
untuk
bereaksi. Setiap orang pada hakikatnya
akan bereaksi atau berespon terhadap
setiap tuntutan yang datang atas dirinya
dan akan berusaha mengatasi stres
tersebut.
Jurnal DIVERSITA
Beberapa sumber stres yang
menurut Shabarcq (2003) dianggap sebagai
sumber stres kerja adalah stres karena
pekerjaan, masalah peran, hubungan
interpersonal, kesempatan pengembangan
karir, dan struktur organisasi.Kondisi kerja
yang buruk berpotensi menjadi penyebab
karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres,
sulit berkonsentrasi dan menurunnya
produktivitas kerja.Bayangkan saja, jika
ruangan kerja tidak nyaman, panas,
sirkulasi udara kurang memadai, ruangan
kerja terlalu padat, lingkungan kerja
kurang bersih, berisik, tentu besar
pengaruhnya pada kenyamanan kerja
karyawan. Beban kerja yang berlebih juga
dapat menyebabkan stres, jika banyaknya
pekerjaan yang ditargetkan melebihi
kapasitas karyawan, akan mengakibatkan
karyawan tersebut mudah lelah, sedangkan
beban kerja yang berlebih bila pekerjaan
tersebut sangal kompleks dan sulit,
sehingga menyita kemampuan teknis dan
kognitif karyawan.
Menurut Greenberg (2002) ketika
seseorang dihadapkan pada keadaan yang
menimbulkan stres maka individu itu
terdorong untuk melakukan perilaku
coping. Coping adalah sebuah proses
individu berusaha mengatur pertentangan
atau ketidaksesuaian antara tuntutan
dansumber daya yang ada dalam situasi
yang menimbulkan stres di mana
manajemen ini mengindikasikan bahwa
usaha coping sangat bervariasi dan tidak
secara esensial selalu mengarah pada
pemecahan
masalah.
Selain
dapat
mengarah pada perbaikan untuk mengatasi
masalah.Coping juga dapat membantu
individu untuk mengubah persepsinya atas
pertentangan yang ada dalam situasi
stres.Individu dapat melakukan toleransi
dengan menerima bahaya atau tekanan
atau bisa juga melarikan diri atau menolak
situasi tersebut.
Dalam keadaan tidak berdaya
seseorang berada pada kondisi yang lemah
sehingga dapat menimbulkan tekanantekanan dalam diri seseorang dan jika
tekanan
tersebut
melebihi
batas
kemampuan
seseorang
maka
memunculkan dampak negatif (Shabarcq,
2003). Sebagaimana digambarkan oleh
ungkapan ada salah seorang mahasiswa
yang bekerja bahwa dirinya sangat
terbebani ketika menghadapi aktivitas yang
bentrok antara kuliah dan kerja. Berikut
adalah beberapa kutipan wawancara:
“Beban terberat saya selama
bekerja dan kuliah adalah, ketika
menghadapi tugas kuliah dan tugas
dari kerjaan itu bertabrakan,
terkadang saya juga merasa
terbebani karena hal itu. Karena
saya juga takut jika tugas yang ada
di kerjaan tidak saya kerjakan tepat
waktu, saya akan di scorsing. Di sisi
lain juga tugas kuliah juga sangat
penting karena dengan kuliah bisa
menentukan masa depan saya dan
melanjutkan kenaikan pangkat di
kerjaan saya.”
Dari kutipan di atas dapat dilihat
bahwa sumber stres pada individu
disebabkan karena tuntutan lingkungan
yang jika ia tidak memenuhinya maka akan
ada hal yang ditakutinya akan terjadi yaitu
takut kuliahnya terganggu di satu sisi dan
takut kehilangan pekerjaan yang sudah
dijalaninya selama ini di sisi yang lain.
Menghadapi tekanan yang ia rasakan,
mahasiswa tersebut berusaha membuat
tindakan untuk mengatasi stresnya dengan
berbagai cara sehingga dampak ia rasakan
tidak
mengganggu
keseimbangan
psikologisnya dalam menjalankan tugas.
Menurut Lazarus (dalam Davison,
2004), ada berbagai cara seseorang
mengatasi stres atau yang disebut dengan
melakukan strategi coping. Cara pertama
dengan mengatur reaksi emosional yang
muncul karena suatu masalah (emotional
focused coping). Individu berusaha untuk
meminimalkan
kecemasan
melalui
penarikan diri baik mental maupun fisik
atau untuk menghindari masalah. Cara
kedua dengan cara mengubah masalah
yang menyebabkan timbulnya stress
(problem focused coping). Di sini individu
berusaha untuk menghadapi suatu masalah
dengan mengubah situasi. Kedua strategi
ini bisa digunakan secara bersamaan oleh
individu ketika menghadapi sebuah
50
Volume 1, Nomor 2, Desember 2015
masalah, hanya saja kecenderungan
individu untuk menggunakan strategi
coping mana yang lebih dominan kepada
dirinya sendiri.
Lebih lanjut Lazarus mengatakan
bahwa coping adalah dimana seseorang
yang mengalami stres atau ketegangan
psikologik dalam menghadapi masalah
kehidupan sehari-hari yang memerlukan
kemampuan pribadi maupun dukungan
dari lingkungan, agar dapat mengurangi
stres yang dihadapinya. Dengan kata lain,
coping adalah proses yang dilalui oleh
individu dalam menyelesaikan situasi
stressful.
Coping
tersebut
adalah
merupakan respon individu terhadap
situasi yang mengancam dirinya baik fisik
maupun psikologik.
Problem focused coping digunakan
untuk mengurangi stresor, individu akan
mengatasi dengan mempelajari cara-cara
atau keterampilan yang baru individu
cenderung mengubah strategi ini bila
dirinya yakin dapat mengubah situasi.
Sementara emotion focused coping
memungkinkan individu melihat sisi baik
dari suatu kejadian, mengharap simpati dan
pengertian orang lain atau mencoba
melupakan sesuatu yang berhubungan
dengan hal yang telah menekan emosinya
namun hal ini hanya bersifat sementara.
Untuk menghadapi tekanan dan
tantangan itu, selain memiliki kebutuhan,
bakat, minat, cita - cita, sifat, karakteristik,
sikap, pandangan atau penilaian tersendiri,
setiap individual memiliki kekuatan.
Menurut Stoltz (2000) berpendapat bahwa
di antara banyak kekuatan yang dimiliki
oleh individual, salah satu kekuatan yang
dimiliki individual adalah seberapa jauh
individual mampu bertahan menghadapi
kesulitan dan kemampuan individual untuk
mengatasi kesulitan. Jika individual
mampu bertahan menghadapi kesulitan dan
mampu mengatasi kesulitan, maka
individual akan mencapai kesuksesan
dalam hidup.
Oleh karena itu, mahasiswa perlu
memiliki strategi yang dapat digunakan
untuk menghadapi situasi menekan yang
setiap saat bisa muncul dan dapat
mengakibatkan stress. Dalam istilah
51
psikologi, cara-cara pemecahan, adaptasi
terhadap situasi yang menekan atau
pengentasan masalah tersebut disebut
dengan strategi coping (Greenberg, 2002).
Coping adalah respon individu untuk
mengatasi masalah, respon tersebut sesuai
dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan
untuk
mengontrol,
mentolerir
dan
mengurangi efek negatif dari situasi yang
dihadapi.
Coping yang efektif menghasilkan
adaptasi yang menetap yang merupakan
kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi
yang lama. Sedangkan coping yang tidak
efektif berakhir dengan mal-adaftif yaitu
perilaku yang menyimpang dan keinginan
normatif yang dapat merugikan diri sendiri
maupun orang lain atau lingkungan.Setiap
individu melakukan coping tidak sendiri
dan tidak hanya menggunakan satu strategi
tetapi dapat melakukannya bervariasi, hal
ini tergantung dari kemampuan dan
kondisi individu.
Banyak definisi yang dilontarkan
oleh para
pakar
psikologi guna
mengartikan coping, bisa diartikan strategi
coping menunjuk pada berbagai upaya ,
baik mental maupun perilaku, untuk
menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau
minimalisasikan suatu situasi atau kejadian
yang
penuh
tekanan.Lazarus
mendefinisikan coping sebagai suatu cara
suatu individu untuk mengatasi situasi atau
masalah yang dialami baik sebagai
ancaman atau suatu tantangan yang
menyakitkan. Dengan perkataan lain
strategi coping merupakan suatu proses
dimana
individu
berusaha
untuk
menanggani dan menguasai situasi stres
yang menekan akibat dari masalah yang
sedang
dihadapinya
dengan
cara
melakukan perubahan kognitif maupun
perilaku guna memperoleh rasa aman
dalam dirinya.
Umumnya coping strategi dapat
didefinisikan
sebagai
kemampuan
seseorang untuk mengatasi berbagai
permasalahan
yang
melingkupi
kehidupannya. dan coping dipandang
sebagai suatu usaha untuk menguasai
situasi tertekan, tanpa memperhatikan
akibat dari tekanan tersebut. Namun ingat
Jurnal DIVERSITA
coping dukanlah suatu usaha untuk
menguasai seluruh situasi yang menekan,
karena tidak semua situasi tertekan dapat
benar-benar dikuasai.
Coping yang efektif umtuk
dilaksanakan
adalah
coping
yang
membantu seseorang untuk mentoleransi
dan menerima situasi menekan dan tidak
merisaukan tekanan yang tidak dapat
dikuasainya (Lazarus dalam Davison,
2004). Seligman menyatakan bahwa anak
yang optimis lebih mungkin untuk
melakukan
coping
secara
afektif
dibandingkan anak yang pesimis.Ketika
anak-anak beranjak dewasa, merekaa bisa
menilai situasi penyebab stress dengan
lebih akurat dan dapat menetukan seberapa
besar control yang mereka miliki terhadap
situasi tersebut. Anak yang lebih tua akan
memiliki alternative coping yang lebih
banyak terhadap kondisi penyebab stress
dan lebih banyak menggunakan streategi
coping kognitif (Santrock; 2002).
Dari gambaran di atas bahwa
mahasiswa
yang
bekerja
perlu
menggunakan coping sebagai upaya
menetralisir beban dan tuntutan yang
menekan sehingga dapat mengakibatkan
stress, oleh karena itu penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai “
Apa saja sumber stress dan bagaimana
Coping Stres Pada Mahasiswa Yang
Bekerja” ?
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
penelitian pendekatan kualitatif. Dalam
penelitian ini peneliti mengambil subjek
berdasarkan kriteria, dimana responden
yang peneliti lakukan adalah mahasiswa
yang bekerja berjumlah 5 orang dengan
teknik
pengambilan
sampel
yaitu
purposive sampling atau pengambilan
responden berdasarkan kriteria yang
ditetapkan
oleh
peneliti.
Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara dan observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun
gambaran
identitas
responden penelitian yang dapat disimak
dalam tabel berikut ini:
Table 1. Identitas Responden Penelitian
Inisial
Seks
Usia
Anak Ke
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
R1
R
Pria
20
Ke 2 dari 5
Mandailing
SMA
Guru/Staf
Islam
R2
D
Pria
21
Ke 1
Jawa
SMA
Staf
Islam
Dari hasil analisis yang dilakukan
dapat diuraikan bahwa dari kelima
responden diketahui bahwa responden 1
dapat kita ketahui sumber stres adalah sulit
membagi waktu dengan banyaknya tugas
yang diberikan, beban tugas dan jadwal
yang bertabrakan, dan tidak mudah
mendapat izin di dalam pekerjaan. Hal ini
sesuai yang dinyatakan oleh Shalvendy
(2006) bahwa kesibukan ataupun aktivitas
R3
EDP
Wanita
19
Ke 1
Padang
SMA
Staf
Islam
R4
U
Wanita
21
Ke 2
Jawa
SMA
SPG
Islam
R5
M
Wanita
19
Ke 3
Jawa
SMA
Staf
Islam
sehari-hari yang padat serta sulit dikelola
dapat menyebabkan stres bagi individu.
Pada responden 2, selain faktor kesibukan
yang ia rasakan, keluarga ternyata kurang
mendukungnya melakukan semua tugastugasnya. Hal ini dapat dipahami bahwa
lingkungan dimana individu berada
khususnya lingkungan terdekat seperti
keluarga sangat menentukan dalam
memberikan dukungan untuk menghadapi
52
Volume 1, Nomor 2, Desember 2015
tekanan yang dialami individu (Shabracq,
dkk, 2003). Pada responden 4, stres juga
disebabkan karena rekan kerja yang
menunjukkan sikap yang tidak senang atau
tidak mendukung dirinya. Sedangkan pada
responden 5, terdapat kendala transportasi
untuk hadir ke kampus dan tempat kerja
dan kurangnya perhatian dari keluarga.
Adapun strategi coping yang
dilakukan kelima responden adalah
bersikap terbuka dengan rekan terdekat
dan juga keluarga, asertif kepada atasan,
dan mencoba melihat masalah secara lebih
positif. Pada responden 2 juga melakukan
hobi bersama teman dan tidak menunda
mengerjakan tugas yang diberikan. Pada
responden 3 melakukan antisipasi dengan
membolos kuliah dan membuat prioritas
yang lebih urgent. Pada responden 4, ia
berusaha mengungkapkan keluhan yang ia
rasakan, berusaha menghindari masalah
dengan tidur, berusaha bersabar, berserah
diri pada Tuhan, dan suka menerima
nasehat dari orang lain. Sedangkan pada
responden 5, mencoba bersyukur atas apa
yang ia alami dan mengendalikan
emosinya. Dapat dilihat pada responden
1,3, dan 5 bahwa mereka memiliki rekan
kerja dan keluarga yang begitu mendukung
mereka
sehingga
mereka
dapat
menyelesaikan permasalahan baik dalam
perkuliahan mereka maupun pekerjaan
mereka. Menurut Shalvendy (2006) orangorang di sekitar seperti teman, sahabat,
guru atau dosen menyediakan dukungan
dan dorongan. Selain itu juga dinyatakan
bahwa orang-orang di sekitar dapat
memberikan efek dukungan yang dapat
meningkatkan
motivasi
sehingga
mengurangi dampak stress serta dapat
meningkatkan
produktivitas.
Seeking
Social Support (Problem-Focused Coping)
adalah berusaha untuk memperoleh
informasi atau dukungan emosional dari
orang lain. Subjek melakukan Seeking
Social Support dengan cara menceritakan
masalahnya kepada orang yang subjek
percaya walaupun orang yang subjek ajak
bertukar pikiran terkadang juga tidak dapat
membantu banyak pada masalah yang
subjek hadapi, tapi subjek merasa lega bisa
berbagi dan punya seseorang untuk dia
53
menceritakan segala masalah yang ia
hadapi selain kepada orang tuanya
(Greenberg, 2002).
Problem Focus Coping (active
coping) pada responden 1 lebih memilih
untuk berbicara kepada atasannya apabila
responden merasa tidak dapat melakukan
pekerjaanya dengan baik dan apabila
mengalami kendala dalam pekerjaanya.
Pada responden 2 ,3 dan 5 ketika
menghadapi masalah mereka melanjutkan
ataupun melakukan dengan hobi mereka
masing-masing. Hal ini mereka lakukan
untuk mengembalikan semangat kerja dan
motivasi untuk mengerjakan tugas-tugas
yang menjadi tanggungjawab mereka
sebagaimana yang disampaikan oleh
Lazarus (dalam Davison, 2004) sebagai
strategi mengelola emosi. Sedangkan
responden 4 ketika ada masalah lebih
memilih untuk tidur agar terlepas sejenak
dari bebannya. Responden yang merasakan
terbebani skripsi yang bersumber dari
lingkungan sosialnya seperti perasaan
tertekan melihat kemajuan skripsi teman,
perasaan bersalah menanggapi pertanyaan
dosen
tentang
kemajuan
skripsi
memberikan efek positif yang membuatnya
termotivasi untuk menghadapi situasi yang
berfokus pada masalahnya (skripsi)
maupun dengan cara mengelola tekanan
emosional atau mengurangi emosi negatif
yang dirasakannya dengan menekuni hobi
saat
bosan
mengerjakan
skripsi,
mendengarkan lagu saat tidak menemukan
ide, memilih chatting, menonton televisi
saat mengalami kebuntuan menulis skripsi.
Dengan demikian tekanan dari lingkungan
sosial yang terkait dengan skripsi dapat
dipersepsikan sebagai hal positif yang
mampu mendorong munculnya tingkah
laku ke arah yang lebih produktif, namun
juga bisa dipersepsikan sebagai hal yang
mengancam, membuatnya tertekan dan
perlu untuk dihindari (Shalvendy, 2006).
Problem Focus Coping (planning)
pada responden 1 dan 3 mereka lebih
memilih untuk menghandle aktivitas lain
agar dapat fokus pada masalah yang
dikerjakan, baik masalah kerja ataupun
masalah perkuliahan. Menurut Lazarus
(dalam Davison, 2006) problem focus
Jurnal DIVERSITA
coping merupakan strategi coping aktif
atau strategi direct action yang digunakan
untuk mengurangi ketidaknyamanan atau
kecemasan dengan cara menghadapi
masalah yang sebenarnya.
Sedangkan pada responden 2, 4 dan
5 yaitu untuk mencoba bertahan dan
berserah diri dalam menghadapi keadaan .
Hal itu sesuai dengan pendapat Lazarus
(dalam Davison, 2006), bahwa coping
yang efektif adalah coping yang dapat
membantu seseorang untuk mentolerir dan
menerima situasi yang menekan serta tidak
merisaukan tekanan yang tidak dapat
dikuasainya. Dapat juga diketahui bahwa
setiap responden mendapatkan rasa simpati
dan dukunga sekitarnya atau Emotional
Focus Coping (seeking social support)
baik yang berasal dari rekan kerja, atasan,
teman dekat, ataupun keluarga. Menurut
Arnold (1995) orang-orang di sekitar
seperti teman, sahabat, guru atau dosen
menyediakan dukungan dan dorongan.
Pada Emotional Focus Coping
(denial) dimana responden 1,2,3 dan 4
tidak
menganggap
bahwa
semua
permasalahan itu bukan sebagai sesuatu
beban yang sulit untuk dikerjakan .
Sedangkan pada responden 5 lebih
menyangkal terhadap masalah yang
dihadapinya . Hal itu sesuai dengan
pendapat Lazarus (dalam Davison, 2004),
bahwa coping yang efektif adalah coping
yang dapat membantu seseorang untuk
mentolerir dan menerima situasi yang
menekan serta tidak merisaukan tekanan
yang tidak dapat dikuasainya.
PENUTUP
Dari penelitian ini dapat disimpulkan halhal sebagai berikit:
1. Coping stres pada mahasiswa yang
bekerja dalam penelitian ini adalah
dengan melakukan problem focused
coping dan emotional focused coping.
Untuk problem focused coping,
dilakukan dengan menyusun jadwal
yang lebih ketat, meminta nasehat dari
orang terdekat, dan segera
mengerjakan tugas tanpa ditunda.
Sedangkan untuk emotional focused
coping dilakukan dengan berusaha
tidak membesar-besarkan masalah,
meluapkan emosi yang tersimpan,
pasrah dan berpikir positif, dan
mengendalikan emosi yang dialami.
2. Sumber stres yang utama pada kelima
responden adalah kesulitan dalam
mengatur jadwal kerja dan kuliah,
tugas – tugas di pekerjaan, kuliah,
serta waktu untuk bersama keluarga.
Pada responden 2 menyatakan mudah
marah karena banyaknya hal yang
harus dipikirkannya sehingga ia
mudah emosional. Pada responden 4
menyatakan ia sulit untuk beradaptasi
dengan jadwal kuliah yang terkadang
yang sama dengan jadwal kerja sedang
untuk izin ke atasannya itu sangat sulit
sehingga responden sering ketinggalan
pelajaran dan ditegur oleh atasannya.
Sedangkan responden 5 menyatakan
bahwa iaa sering kekurangan waktu
bersama bersama keluarga dan waktu
untuk menyelesaikan tugas kuliah.
Dari kesimpulan yang telah dibuat,
dapat disarankan beberapa hal
berikut ini:
1. Kepada responden agar menyusun
ulang jadwal keigatan secara
keseluruhan agar semua tugas dapat
diselesaikan pada waktunya, melihat
hal positif dari tugas yang diberikan
agar suasana hati lebih positif, focus
pada penyelesaian masalah dan
bukannya penyebab masalah agar
jalan keluar segera didapatkan,
menjaga kesehatan fisik dengan pola
makan dan istiraha yang seimbang,
serta membuka diri untuk
mendapatkan dukungan dari
lingkungan dalam menjalani tugastugas yang harus dilakukan.
2. Kepada peneliti selanjutnya agar
meningkatkan kemampuan untuk
menggali aspek emosi dari para
responden penelitian sehingga
fenomena yang ingin dipelajari dari
digambarkan secara lebih detil dan
mendalam.
54
Volume 1, Nomor 2, Desember 2015
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, J.C. & Robertson, I.T. (1995).
Work Psychology Understanding
Human Behaviour In The
Workplace. 2nd ed. London:
Pitman Publishing.
Budiani Sandi, Meita dan Putri, Anggia.
“Pengaruh Kelelahan Emosional
Terhadap Perilaku Belajar Pada
Mahasiswa
Yang
Bekerja”.
Jurnal
Universitas
Negeri
Surabaya,
Desember
2012.
Surabaya.
ejournal.unesa.ac.id/article/3499/
17/article.pdf
Daulay
Fani, Siti dan Rola, Fasti.
“Perbedaan
Self
Regulated
Learning Antara Mahasiswa Yang
Bekerja
Dan
Yang
Tidak
Bekerja”. Jurnal Universitas
Sumatera Utara, http://www.ejurnal.com/2014/12/perbedaanself-regulated-learning.html
Davison,
dkk.
(2006).
Abnormal
Psychology. New York: John
Willey & Sons.
Dudija,
Nidya. “Perbedaan Motivasi
Menyelesaikan Skripsi Antara
Mahasiswa Yang Bekerja Dengan
Mahasiswa Yang Tidak Bekerja”.
Jurnal
Institut
Management
Telkom, Vol 8, No. Agustus
2011. Bandung. http://www.ejurnal.com/2013/09/perbedaanmotivasi-menyelesaikan.html
Fauziah Shifa, Wilda. “Hubungan Motivasi
Belajar
Antara
Mahasiswa
Bekerja Dan Tidak Bekerja
Terhadap
IPK
(Studi
KasusMahasiswa Pendidikan IPS
Semester 6)” Skripsi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah. Jakarta, 2015. H 16.
55
Greenberg. (2002). Handbook Of Stress In
Multi Settings. New York: John
Willey & Sons
Kholifah Nur, Evi dan Albaar, Ragwan.
“Bimbingan Konseling Islam
Dalam Meningkatkan Islamic
Enterpreneurship
Pada
Mahasiswa Yang Bekerja Di Iain
Sunan Ampel Surabaya”. Jurnal
IAIN Sunan Ampel Surabaya, Vol
2, No 1. 2012. Surabaya.
http://www.ejurnal.com/2015/10/bimbingankonseling-islam-dalam.html
Metriana, Maya. “Studi Komparatif
Pengaruh Motivasi, Perilaku
Belajar, Self-Efficacy Dan Status
Kerja Terhadapprestasi Akademik
Antara Mahasiswa Bekerja Dan
Mahasiswa
Tidak
Bekerja”.
Skripsi Universitar Diponegoro,
Semarang, 2014. H 40.
Marianti, Sulis dan Karnawati, Yosevine.
“Model
Strategi
Coping
Penyelesaian Studi Sebagai Efek
Stressor
Serta
Implikasinya
Terhadap Waktu Penyelesaian
Studi Mahasiswa Universitas Esa
Unggul: Studi Pada Mahasiswa
Universitas Esa Unggul Yang
Telah Menyelesaikan Skripsi”.
Jurnal Universitas Esa Unggul,
Jakarta.
digilib.esaunggul.ac.id/.../UEUJournal-4428-688-1505-1-SM.pdf
Nasution, Hilmayani. “Gambaran Coping
Stresspada Wanita Madya Dalam
Menghadapi
Pramenopause”.
Skripsi Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2010. H 14.
Purwanto, Hadi dan dkk. “Perbedaan Hasil
Belajar Mahasiswa Yang Bekerja
Dengan Tidak Bekerja Program
Studi
Pendidikan
Teknik
Bangunan Jurusan Teknik Sipil
Ft-Unp”.
Jurnal
Universitas
Negeri Padang, Vol 1, No 1
Jurnal DIVERSITA
Maret
2013.
Padang.
ejournal.unp.ac.id/index.php/cive
d/article/view/1105
Putra Noviana, Putra. “Strategi Coping
Terhadap Stres Pada Mahasiswa
Tunanetra UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta” Skripsi Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta,
2013. H 65.
Rahmarurrizqi,. “Pengaruh Strategi Coping
Terhadap Tingkat Depresi Pada
Penderita Diabetes Mellitus Di
Puskesmas Lhoksukon Kabupaten
Aceh Utara”. Skripsi Universitas
Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, Malang, 2012. H 19.
Rahmah Dzirwati, Saila. “Strategi Coping
Stres Pada Lanjut Usia Berjenis
Kelamin Perempuan http://bionikith.blogspot.co.id/2013/04/pen
gertian-coping-dan-jenisjenis.html
Rahayu,Fitryani.” Hubungan Tingkat Stres
Dengan Strategi Koping Yang
Digunakan
Siswa-Siswi
Akselerasi
Sman
2
Kota
Tangerang
Selatan”
Skripsi
Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah. Jakarta,
2014. H 9.
Rathus
& Nevid. (2002). Clinical
Psychology. New York: John
Willey & Sons
Rofiah,
Siti
“Hubungan
Antara
Kecerdasan
Emosi
Dengan
Strategi Coping Pada Caregiver
Formal
Lansia”
Skripsi
Universitas Negeri Semarang.
Semarang, 2015. H 11.
Santrock, J.W. (2002). A Topical
Approach
To
Life
Span
Development. Boston: Mc. Graw
Hill.
Shabarcq, dkk (2003). Handbook Of
Health And Work Psychology.
2nd ed. England: John Willey &
Sons.
Shalvendy, G. (2006). Handbook Of
Human Factors And Ergonomics.
3rd ed. New Jersey: John Willey
& Sons.
Sijangga Noerma, Wyllistik “Hubungan
Antara Strategi Coping Dengan
Kecemasan
Menghadapi
Persalinan Pada Ibu Hamil
Hipertensi” Skripsi Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
Surakarta, 2010. H 9.
Soessanto Ekananda, Yulia. “Strategi
Coping
Remaja
Terhadap
Perceraian Orangtua”. Skripsi
Universitas
Katolik
Widya
Mandala, Surabaya, 2011. H 14.
Solihat Utami, Rani “Stres dan Coping
Stres
pada
Guru
Bantu”
file:///E:/data/skripsi%20kualitatif
/Artikel_10502201.pdf
Ulfah
Hadijah, Sitti. “Efikasi Diri
Mahasiswa Yang Bekerja Pada
Saat Penyusunan Skripsi”. Skripsi
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta, 2010. H 18
Yaswinto. “ Perbedaan Coping Stress Pada
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
Adab
Dan
Dakwah
Iain
Tulungagung” Skripsi Institut
Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungangung, 2015. H 12.
Yenjeli, Lusi. “Strategi Coping Pada
Single Mother Yang Bercerai”.
Jurnal Universitas Gunadarma,
Jakarta.
www.gunadarma.ac.id/library/arti
cles/.../Artikel_10502145.pdf
http://dedeh89psikologi.blogspot.co.id/2013/04/
koping-coping-stress.html
56
Volume 1, Nomor 2, Desember 2015
https://azmisahabudin.wordpress.com/2011
/10/17/strategi-coping-dalampsikologi/
http://bpiuinsuskariau3.blogspot.co.id/2011
/03/mekanisme-koping.html
http://www.mcscv.com/produk_detail.php?
page-id=Pengertian-Definisi
Bekerja&rdmt=103165&pid=Abo
ut-JOB
http://pamuncar.blogspot.co.id/2011/01/ten
tang-saya.html
https://www.dropbox.com/s/s8obpmna19zf
59i/jppiodd090007.pdf?dl=0
57