Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

MAKALAH NAAT.docx

BAB I PENDAHULUAN 1.1  Latar belakang Bahasa arab merupakan bahasa yang penting bagi umat islam dalam mempelajari al-Qur’an. Untuk memudahkan dalam mempelajari dan memahami isi dan makna al-Qur’an di perlukannya memahami dan mengerti tentang tata bahasa arab. Salah satunya idhofah yang sebagian orang belum mengerti arti dan cara penggunaan idhofah dalam suatu kalimat. Idhofah merupakan penyandaran suatu isim kepada isim lain sehingga menimbulkan makna yang spesifik. Idhofah terdiri dari mudhof dan mudhof ilaih. Banyak juga yang kurang memahami dan membedakan mudhof dan mudhof ilaih. Dengan membahas idhofah otomatis juga akan membahas mudhof dan mudhof ilaih dan ciri-cirimya. Dan juga dapat membuat kalimat-kalimat dalam bahasa arab dengan baik dan benar, bisa memposisikan idhofah dalam suatu kalimat karena sudah mengetahui mudhof dan mudhof ilaihnya. Adanya makalah yang berjudul “Tata Bahasa Arab Idhofah” akan membahas tentang idhofah, macam-macam idhofah, hukum-hukum idhofah, cara penggunaan dan contoh-contoh idhofah, sehingga dapat dimengerti dan diaplikasikan dalam penggunaan bahasa arab. 1.2  Rumusan masalah Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang diambil ialah :          Apakah pengertian dari idhofah dan bagaimana hukum idhofah?          Apa sajakah macam-macam idhofah beserta contohnya? 1.3  Tujuan Tujuan dari makalah ini ialah dapat menjelaskan pengertian dan macam-macam idhofah beserta contohnya yang disertai dengan hukum-hukum idhafah. untuk dipahami oleh pembaca. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Idhofah Idhofah ( اِلْاِضَافَةُ ) adalah penyandaran suatu isim (kata benda) kepada isim lain sehingga menjadi satu kesatuan dan menimbulkan pengertian yang lebih spesifik. Idhofah tersusun dari dua bagian isim yaitu mudhof dan mudhof ilaih. Bagian yang pertama yaitu kata yang disandarkan disebut mudhof ( اَلْمُضَافُ ), dan bagian yang kedua yaitu kata yang disandari disebut mudhof ilaih ( إِلَيْهِ اَلْمُضَافُ ). Contohnya adalah الْاُسْتَاذِ كِتَابُ . كِتَابُ adalah mudhof. Dan الْاُسْتَاذِ adalah mudhof ilaih. Secara umum, kandungan makna idhofah mempunyai tiga arti : a. Bermakna ﻣِﻦْ (dari) Contoh: ﺧَﺎﺗَﻢُ ﺣَﺪِﻳْﺪٍ (Cincin besi) Maknanya adalah, ﺧَﺎﺗَﻢٌ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳْﺪٍ (Cincin dari besi) . b. Bermakna ﻝِ (milik) Contoh: ﺑَﻴْﺖُ ﻋَﻠِﻲٍّ (Rumah Ali) Maknanya adalah, ﺑَﻴْﺖٌ ﻟِﻌَﻠِﻲٍّ (Rumah milik Ali). c. Bermakna ﻲﻓِ (di dalam) Contoh: ﻋَﺬَﺍﺏُ ﺍﻟﻘَﺒْﺮِ (Azab Kubur) Maknanya adalah, ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﻓِﻲ ﺍﻟﻘَﺒْﺮِ (Azab di dalam kubur). 2.2 Hukum-hukum Idhofah Dalam penulisan idhofah terdapat hukum-hukum atau syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu : a.         Dalam susunan idhofah, mudhof tidak didahului alif lam (ال). Contoh: Mudhof =  الرَّسُوْلُ mudhof ilaih =  اللهُ Susunan idhofahnya adalah,  رَسُوْلُ اللهِ  (Rasulullah) Mudhof = البَابُ  mudhof ilahi = الْمَسْجِدُ Susunan idhofahnya adalah,بَابُ الْمَسْجِدِ  (Pintu Masjid) b.         Akhiran pada mudhof dalam idhofah tidak boleh tanwin. Contoh: Mudhof =  حَقِيْبِةٌ  mudhof ilaihi =  مُحَمَّدٌ Susunan idhofahnya adalah,حَقِيْبَةُ مُحَمَّدٍ  (Tas Muhammad) Mudhof =  جَوَّالٌ mudhof ilaihi = مُحَمَّدٌ   Susunan idhofahnya adalah,جَوَّالُ مُحَمَّدٍ  (Handphone Muhammad) c.         Membuang nun mutsanna atau jamak pada mudhof dalam idhofah. Contoh: Mudhof = كِتَابَانِ mudhof ilaihi = مُحَمَّدٌ   Susunan idhofahnya adalah ,كِتَابَا مُحَمَّدٍ  (Kitab Muhammad) Mudhof = مُدَرِّسُوْنَ   mudhof ilaihi = مَعْهَدٌ   Susunan idhofahnya adalah,مُدَرِّسُوْ مَعْهَدٍ  (Para pengajar ma’had) Sedangkan aturan mudhof ilaih yaitu: a.         Diawali dengan alif lam (ال). Selalu menempati status majrur (yaitu menggunakan tanda kasrah). Contoh: الجَامِعَةِ, (kampus) ,المَكْتَبِ (kantor)  diawali dengan alif lam dan berharokat kasroh. b. Diawali alif lam (ال) tetapi harokat kasroh tanwin. Contoh : مُحَمَّدٍ (Muhammad), بَيْتٍ (rumah) tidak boleh menggunakan alif lam. c.         Tidak berupa kata sifat, sebab apabila berupa kata sifat, susunannya berupa menjadi bukan lagi idhofah. Contoh idhofah yang lain: مَسْجِدُ الجاَمِعَةِ (Masjid kampus), سُورَةُ الفَاتِحَهِ (Surat Al-Fatihah) dan lain-lain. 2.3 Macam-macam Idhofah Idhofah dibagi menjadi dua, yaitu: 1.         Idhofah maknawiyyah yaitu idhofah yang memberikan faedah mema’rifatkan (sehingga dapat menimbulkan perubahan dari nakiroh menjadi ma’rifat atau sekurang-kurangnya taksis/tidak berarti umum betul). Definisinya adalah keadaan mudhof bukan merupakan isim sifat yang dimudhofkan. Artinya tidak merupakan isim sifat sama sekali. Contoh: البَيْتِ مِفْتاَحُ (kunci rumah) التِلْمِيْذِ كِتاَبُ (Buku murid) مَكْتَبُ بَرِيْدٍ (Kantor pos) 2.         Idhofah lafaziyyah yaitu idhofah yang tidak memberikan faedah mema’rifatkan mudhof (yaitu sekedar untuk meringankan bacaannya saja). Definisinya adalah keadaan mudhof merupakan isim sifat yang di mudhofkan. Contoh: عَظِيْمُ الْاَمَلِ (Yang besar cita-citanya) مُرَوَّعُ الْقَلْبِ (Yang di pelihara hatinya) قَلِيْلُ الْحِيَلِ (Sedikit tipu muslihatnya) Dalam idhofah lafazziyah, penambahan alif lam pada mudhof dibolehkan, karena sesungguhnya dari sisi makna bukanlah mudhof. Contoh:  الْجَعْدُ الشَّعْرِ Rambut yang bergumpal (alif lam berada pada lafaz yang di idhofati oleh mudhof ilaih itu). Adapun adanya alif lam itu pada isim sifat, bisa dianggap cukup (alif lam pada mudhofnya saja, tidak ada pada mudhof ilaihnya), yaitu kalau isim sifat itu tasniyah atau jamak mudzakar salim. Contoh: الْمُعَلِّمُوْ زَيْدٍ Orang-orang (banyak) yang mengajari zaid الْمُعَلِّماَ زَيْدٍ Dua orang yang mengajari zaid. 2.2 Na’at Na’at atau Adjective (keadaan kata benda) ,Menurut syaikh imam ibnu malik dalam kitabnya nadzam alfiyyah, redaksinya sebagai berikut : فَالنَّعْتُ تَابِعٌ مُتِمُّ مَا سَبَقَ # بِوَسْمِهِ اَوْ وَسْمِ مَا بِهِ اعْتَلَقَ Na’at adalah isim yang mengikuti kata sebelumnya yang fungsinya menyempurnakan kata yang diikutinya, baik kepada kata itu sendiri atau dengan kata yang dihubungkan dengan kata yang dina’atinya. Contoh : جَاءَ زَيْدٌ العَاقِلُ Nah , kata العَاقِلُ adalah posisinya sebagai na’at atau adjective. Harkat dan I’robnya mengikuti kata sebelumnya. Na’at harus menyesuaikan dengan man’utnya dari segala aspeknya. Seperti yang Syaikh ibn malik tuturkan : وليعط في التعريف والتنكير ما # لما تلا كامرر بقوم كرماء وهو لدى التوحيد والتذكير او # سوى هما كالفعل فاقف ما قفوا II.2. PEMBAGIAN Na’at dapat dikategorikan menjadi 2 bagian : • Ditinjau dari segi amalnya • Ditinjau dari segi jenis kalimat yang posisinya menjadi na’at A. Na’at ditinjau dari segi amalnya Na’at ditinjau dari segi amalnya maka terbagi 2 : I. Naat Haqiqi Yaitu naat yang merafa’kan isim dhomir mustatir (yang di simpan) yang fungsinya isim dhamir (kata ganti) tersebut kembali pada man’ut (kata yang disifati/objek) nya. Contoh : جَاءَ زَيْدٌ العَاقِلُ (telah datang zaid yang berakal) Nah, dalam kata al-aqilu itu sebenarnya menyimpan dhamir (kata ganti) yang dirafakan oleh al-aqilu itu sendiri, yang fungsinya kata ganti tersebut akan kembali kepada man’utnya (subjek yang disifatinya ) yaitu zaid, kata ganti yang seuai adalah هُوَ menunjukan dia seorang laki-laki. Cara mengetahui na’at haqiqi adalah dengan menentukan satu per satu dari 4 poin berikut: • Dalam segi I’rabnya (rafa, nashab, jarnya ) • Dalam segi ma’rifat nakirahnya • Dalam segi mudzakar muannasnya • Dalam segi mufrad , tasniyah atau jama’nya. II. Na’at Sababi Yaitu naat yang merafa’kan isim dzohir setelahnya yang mana isim dzohir tersebut mempunyai isim dhomir , fungsinya untuk kembali pada subjeknya. Atau na’at sababi ini adalah na’at yang mensifati objek dengan kata yang berkaitan dengan objek. Contoh : جَاءَ زَيْدٌ ألعَاقِلَةُ اُمُّهُ (telah datang zaid yang ber’aqal ibunya) Lafadz العاقلة tersebut posisinya adalah sebagai na’at. Na’atnya na’at sababi. Karena merafa’kan isim dzohir setelahnya اُمُّهُ yang mempunyai dhamir untuk kembali kepada subjeknya هُ yaitu زَيْدٌ. Naat sababi bisa diketahui dengan menentukan 2 dari 2 poin berikut : • Dalam segi I’rabnya • Dalam segi ma’rifat nakirahnya Segi mufrad tasniyah jama’nya dan mudzakar muannasnya tidak disebutkan karena naat sababi menyesuaikan dengan isim dzohir yang ia rafa’kan setelahnya. B. Na’at ditinjau dari jenis kalimatnya Na’at jika ditinjau dari jenis kalimatnya (baca: kata ) maka terbagi 2: 1. Na’at Musytaq Yaitu na’at yang diambil dari kata yang dapat berubah-ubah (mutasorrif). Menurut syaikh ahmad ibn abdil bari al-ahdal, dalam kitabnya kawakibuddurriyyah, musytaq disini adalah : مَادَلَّ عَلَى حَدَثٍ وَصَاحِبِهِ وَ تَضَمُّنِ مَعْنَى فِعْلٍ وَ حُرُوْفِهِ Isim yang menunjukan hadats (pekerjaan) dan yang memiliki hadats serta mengandung ma’na fi’il dan huruf-hurufnya. Na’at musytaq berjumlah 4, diantaranya : • Isim Fail, contoh : جَاءَ زَيْدٌ العَاقِلُ • Isim Maf’ul, contoh : هذَا عَمرٌ مَضْروْبٌ • Isim shifat musyabbahat (menyerupai isim fa’il, namun diambil dari fiil lazim), contoh : رَأيْتُ رَجُلًا حَسَنَ الْوَجْهِ • Isim tafdhil (isim yang mengandung makna lebih), contoh : مررت برجل اعلم منك كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : وانعت بمشتق كصعب وذرب # 2. Na’at Muawwal bilMusytaq Yaitu na’at yang diambil/terbuat dari isim-isim yang jamid (ghoir mutasorrif/tetap) . lalu di translate-lah isim-isim jamid yang menjadi na’at itu ke isim musytaq. Karena sejatinya na’at itu terbuat dari isim musytaq, maka di upayakanlah agar na’at yang terbuat dari isim jamid pun bisa sejajar dengan naat musytaq dengan cara di ta’wil. Pengertian na’at musytaq : يُفِيْدُ الْمَعْنَى الْمُشْتَق مَا Yaitu na’at yang mengandung makna isim musytaq. Na’at muawwal bil musytaq ada 6, diantaranya : • Isim Isyarah (kata tunjuk) , contoh : مَرَرْتُ بِزَيْدٍ هَذَا bentuk isim musytaqnya : الحاضر • Isim Maushul (kata sambung ), contoh : مَرَرْتُ بِزَيْدٍ الَّذِيْ قَامَ bentuk isim musytaqnya : القائم • ذُوْ bermakna “punya / milik “, contoh : بِزَيْدٍ ذِيْ مَالٍ مَرَرْتُ bentuk isim musytaqnya : مال صاحب • Isim Nasab (nisbat / hubungan / bangsa ) atau yang berakhiran huruf يّ , contoh : مررت برجل دمشقيّ bentuk musytaqnya : الى دمشق منسوب كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : وشبهه كذا وذي والمنتسب • Jumlah , tapi naat yang terbuat dari jumlah mempunyai criteria tertentu : o Man’utnya harus dari isim nakirah o Jumlahnya bukan dari jumlah tholabiyah (kata perintah) Contoh :واتقوا يوما ترجعون فيه الى الله bentuk musytaqnya : راجعكم كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : ونعتوا بجملة منكّرا # فأعطيت ما أعطيته خبرا وامنع هنا ايقاع ذات الطلب # وان اتت فالقول اضمر تصب • Masdar , criteria nya harus mufrad mudzakar (muthlaq. Meski man’utnya bukan mufrad mudzakar) . contoh : مررت برجل عدل bentuk musytaqnya : ذو عدل كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه ونعتوا بمصدر كثيرا # فلتزموا الافراد والتذكير II.3. Fungsi Na’at Na’at mempunyai fungsi tersendiri jika di sandarkan pada kalimat-kalimat tertentu. Diantara fungsinya adalah sebagai berikut ; – Menkhususkan man’ut (تخصيص المنعوت ) dengan syarat man’utnya harus dari isim nakirah . contoh : مررت برجل صالح – Menjelaskan man’ut (توضيح المنعوت ) dengan syarat man’ut harus dari isim ma’rifat . Contoh : جاء زيد العالم – Hanya memuji ( مجرّد المدح). Contoh : بسم الله الرحمن الرحيم – Hanya mencela ( مجرّد الذمّ). Contoh : اعوذ بالله من الشّيطان الرجيم – Prihatin (ترحم ). Contoh : اللهمّ ارحم عبدك المسكين – Menegaskan (للتوكيد ). Contoh : تلك عشرة كامل II.4. KAIDAH-KAIDAH NAAT • Jika ada sifat / na’at lebih dari satu dan berbeda man’utnya , maka, na’at tersebut harus dipisahkan dengan haraf athaf. Contoh : مررت بالزيدين الكريم والبخيل كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : ونعت غير واحد اذااختلف # فعاطفا فرّقه لا اذاأتلف • Jika ada na’at dari 2 ma’mul (objek ) yang sama predikatnya (secara ma’na) maka I’rabnya mengikuti man’ut baik itu rafa’, nasab atau jer. Contoh : ذهب زيد و انطلق عمرو العاقلان • Tapi jika berbeda predikatnya (berlawanan) , maka I’rabnya mesti Qatha’ dan dilarang itba’. Contoh : qata’ ke nashob (menjadi maf’ul dari fiil fail yang disimpan) جاء زيد وذهب عمرو العاقلين اي اعني العاقلين Qata’ ke rafa’ (menjadi khabar dari mubtada yang disimpan) جاء زيد وذهب عمرو العاقلان اي هما العاقلان كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : ونعت معمولي وحيدي معنى # وعمل اتبع بغير إستثناء • Jika na’at nya berulang-ulang (banyak) karena man’ut tidak bisa dijelaskan kecuali dengan menggunakan na’at yang banyak, maka semua I’rab na’at tersebut diikutkan ke man’ut. Contoh : جاء زيد الفقيه الظريف العالم كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : وان نعوت كثرت وقد تلت # مفتقرّا لذكرهنّ اتبعت • Jika na’atnya berulang-ulang maka, : – Jika man’ut sudah jelas tanpa harus memakai semua naat , maka naat yang ada, I’rabnya boleh qatha’ boleh itba’. Contoh : Dalam lafadz :الله الرحمن الرحيم بسم – Tapi jika man’ut itu tidak bisa dijelaskan kecuali dengan memakai satu na’at yang ditentukan (muayyan), na’at sisanya hanya pelengkap, maka na’at yang ditentukan tersebut I’rabnya mesti itba’, dan na’at pelengkap I’rabnya boleh qatha’ boleh itba’. Contoh : misalnya ada 2 zaid, yang satu pintar yang lainnya bodoh. Tapi dalam kedermawanannya derajatnya sama. Maka bodoh dan pintar itu posisinya sebagai na’at muayyan dan dermawan menjadi pelengkap. جاء زيد العالمُ الكريمُ الكريمَ جاء زيد البالد الكريمُ الكريمَ كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : واقطع اواتبع ان يكن معيّنا # بدونها او بعضهااقطع معلنا • Jika I’rab na’at di qatha’, maka : – Bisa diqatha’ke Nashob, dengan menyimpan fiil dan fail, maka na’at itu kedudukannya sebagai maf’ul. Contoh : مررت بزيد الكريمَ اي اعني الكريمَ – Bisa diqatha ke Rafa’, dengan menyimpan mubtada, maka na’at kedudukannya menjadi khabar. Contoh :بزيد الكريمُ اي هو الكريمُ مررت كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : وارفع اونصب ان قطعت مضمرا # مبتدأ او ناصبا لن يظهرا Catatan : jika na’at I’rabnya sudah diqatha’ (rofa / nashob) dan faidah naatnya memuji, mencela, dan mengasihani, maka hukum menyimpan fiil / mubtada adalah wajib. Tapi jika faidahnya mengkhususkan maka menyimpan mubtada atau fiil-fail hukumnya tidak wajib. • Man’ut bisa dibuang dan hanya menetapkan na’at, jika ada dalil yang menunjukan adanya man’ut. Contoh : قوله تعالى : إن اعمل سابغات أي دروعا سابغات • Begitu juga na’at bisa dibuang dan hanya menetapkan man’ut, jika ada dalil yang menunjukan adanya na’at. Tetapi itu hanya minoritas. Contoh : قوله تعالى : قالوا الأن جئت بالحقّ اي البين كما قال الشيخ ابن مالك في كتابه : وما من المنعوت والنعت عقل # يجوز حذفه وفي النعت يقل BAB III KESIMPULAN NA’AT Na’at adalah isim yang mengikuti kata sebelumnya yang fungsinya menyempurnakan kata yang diikutinya, baik kepada kata itu sendiri atau dengan kata yang dihubungkan dengan kata yang dina’atinya. SKEMA PEMBAGIAN NA’AT Isim Fail Isim Maf’ul Shifat Musyabahat Isim Tafdhil Isim Dhamir Isim Isyaroh Isim Nisbat ذو بمعنى صاحب Masdar Jumlah IDHOFAH الإضــــافة menghubungkan satu isim dengan isim lain di belakang, dengan memperkirakan jalinan hubungan itu dengan huruf Jar, isim yang pertama ( مضـــاف ) dan kedua dinamakan ( مضــاف إلية ). Dengan istilah yang lebih mudah ( مضـــاف ) yang dimiliki ( مضــاف إلية ) yang memiliki.     DAFTAR PUSTAKA Darsono, dkk. 2009. Fasih Berbahasa Arab 3. Tiga Serangkai : Solo Anggini, Dian. 2013. Makalah Idhofah. (diluvtaec.blogspot.com/2013/06/makalah-idhofah.html?m=1, diakses 30 Oktober 2013.) Badar Online. 2010. Syarat-syarat Idhofah. (badaronline.com/dasar/bahasa-arab-dasar-118-syarat-syarat-idhofah.html, diakses 30 Oktober 2013.)