Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI KELAS V MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAJIRIN TELANAIPURA KOTA JAMBI Irma Yulis TPG141114 Abstrak Skripsi ini membahas tentang meningkatkan kecerdasan emosional siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui penerapan model pembelajaran Debat pada siswa klas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanai Kota Jambi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penggunaan model pembelajaran Debat dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa kelas V. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (action research). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi, sedangkan objek penelitian adalah model pembelajaran Debat, peningkatan Kecerdasan Emosional siswa pada materi politik luar negeri indonesia. Data yang diperoleh melalui pengumpulan data berupa observasi, angket, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran debat dengan dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa diukur dari evaluasi siklus I dan siklus II dengan persentase pada siklus I 68.40% dan siklus II 89.09%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran debat dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi. Kata Kunci: Kecerdasan Emosional, Model Pembelajaran Debat. PENDAHULUAN Pendidikan adalah sebuah pembelajaran yang dilakukan baik itu secara individu atau kelompok orang yang sedang belajar. Namun bisa dilakukan melalui bimbingan dari guru, orang tua, lingkungan atau bahkan belajar dengan sendirinya. Pendidikan sangat penting bagi kehidupan setiap manusia tanpa terkecuali, dengan adanya pendidikan maka akan merubah pola pikir, tingkah laku manusia, menjadi lebih maju dan semakin berkembang. Adanya pendidikan akan memberikan pengaruh fositif kepada setiap anak didik yang tentunya akan menjadi generasi penerus bangsa. Adapun defenisi tentang pendidikan yang dijabarkann menurut ahli yaitu, pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatau masyarakat terutama membawa masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban tanggung jawab di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas dari pada proses yang berlangsung didalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks, dan modern. Fungsi pendidikan mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan in-formal di luar sekolah (Richey, 2012, hal. 489). Selanjutnya dari defenisi pendidikan diatas terdapat tujuan pendidikan yaitu, pasal 4 Undang-Undang No. 2/1989 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesiaseutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang matap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut maka dikongkritkan tujuh sasaran pendidikan, yaitu sasaran yang bersifat (1) pengembangan pribadi, (2) hubungan sosial, (3) penguasaan ilmu, teknologi, dan seni, (4) kesadaran dan penguasaan lingkungan, (5) efesiensi ekonomi, (6) tanggung jawab kewarganegaraan, dan (7) komitmen keberagaman (Prayitno, 1999). Kemudian sasaran pendidikan yang bersifat pengembangan pribadi yaitu tujuan-tujuan pendidikan yang berupa pengembangan pribadi setiap peserta didik. Berkembangnya kecerdasan, keterampilan, rasa percaya diri yang kuat, mau bekerja keras, tangguh, sehat, bertanggung jawab dan mandiri. Pada setiap peserta didik merupakan contoh rincian sasaran pendidikan yang bersifat pengembangan pribadi. Sedangkan sasaran pendidikan yang bersifat hubungan sosial meliputi tujuan-tujuan pendidikan yang memungkinkan peserta didik berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain secara efektif. Termasuk kedalam sasaran ini adalah berbagai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berkaitan dengan kaidah dasar hubungan dengan sesama manusia yang ditunjukkan dengan prilaku-prilaku yang saling menghormati, kepandaian bergaul, berpikir win-win sulution dalam menghadapi persoalan bersama, empatik dan bersifat toleran dalam kehidupan bersama. Hal tersebut sesuai dengan salah satu pilar belajar yang diajukan oleh UNESCO yaitu learning to live together yang bermakna belajar untuk mengembangkan kemampuan hidup bersama orang lain: dalam keluarga, kelompok, dan masyarakat yang lebih luas (Soedijarto, 2014, hal.10-18). Namun Pendidikan yang berjalan selama ini telah menjadikan aspek kognitif sebagai panglima dalam pelaksanaannya, kejadian itu berlangsung dalam waktu yang relative lama. Akibatnya secara pelan-pelan semua nilai-nilai pembelajaran lepas dari selasela jemari guru, kecuali nilai-nilai pembelajaran kognitif.Aspek apektif sebagai aspek yang tersisihkan dalam persepsi siswa menjadi semakin kendur dalam pelaksanaanya. Maka berbagai tindakan amoral dan asusila menjadi hal yang bisa terjadi dalam dunia pendidikan. Kemudian dalam dunia praktek pendidikan terdapat kecendrungan keselahan dalam pencapaian tujuan maupun sasaran yang dituju. Sehingga menyebabkan berbagai pristiwa yang tidak diinginkan seperti penggunaan narkoba, krisisnya moral dikalanagan pelajar, tauran antara sekolah, pemerasan antar teman sehingga pelajar sering menjadi buah bibir masyarakat. Dari kenyataan tersebut maka terlihat ada sesuatu yang tidak linier denga normanorma yang telah disebutkan diatas. Dari berbagai fenomena diatas maka dipandang perlu adanya pembenahan pendidikan mulai dari tingkat yang paling rendah sampai dengan perguruan tinggi.Kebermutuan SDM tidak hanya terletak pada kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan sosial dan emosional. Keberhasilan atau prestasi yang dicapai manusia masyarakat global tidak semata-semata ditentukan oleh keceradsan intelektual tapi juga ketentuan, komitmen, motivasi, kesungguhan, disiplin dan etso kerja, kemampuan berempati, berinteraksi dan berintegrasi (Goleman, 1995). Untuk memperbaiki dampak dari kesalahan pencapaian tujuan diatas, maka peneliti menggunakan mata pelajaran PKn dalam pelaksanaanya. Karena dilihat dari tujuan dan karakteristik mata pelajaran ini memiliki kesesuain bila digunakan dalam pembenahan tujuan pembelajaran. Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu, dalam standar kopetensi kurikulum PKn tahun 2004, ditegaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuankemampuan sebagai berikut. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depdiknas, 2006, hal. 46). Kemudian karakteristik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu: (1) PKn termasuk dalam proses ilmu sosial (IPS), (2) PKn diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh program sekolah dasar sampai perguruan tinggi, (3) PKn menanamkan banyak nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, (4) PKn memiliki ruang lingkup merupakan aspek persatuan dan kesatuan bangsa, norma, hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warganegara, pancasila dan globalisasi, (5) PKn memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi seabagai sasaran pembinaan watak bangsa (national and caracter bulding) dan pemberdayaan warga negara, (6) PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di indonesia, (7) PKn mempunyai 3 pusat perhatian yaitu civic intelegence (kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spritual, rasional, emosional maupun sosial), civic participation (kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya baik secara individual, sosial maupun seabagai pemimpin hari depan (Sumantri, 2001, hal.281). Namun terdapat problematika yang dihadapi guru dalam mata pelajaran PKn bahwa banyaknya materi pelajaran yang membutuhkan hafalan, dan cara guru menyampaikan pelajaran sulit diterima, kurangnya keterlibatan mental peserta didik dalam pembelajaran karena guru mengajar hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Apalagi sering didapati di lapangan bahwa pelajaran PKn sering dialokasikan pada jam-jam terakhir atau jam setelah olah raga sehingga ketika para peserta didik mengikuti mata pelajaran PKn mereka selalu lelah, malas berfikir, mengantuk, bercanda dengan teman sebangku, berkelahi, bahkan sampai ada yang membuat gaduh seisi kelas dengan ulahulah mereka. Fenomena diatas terjadi karena rendahnya kecerdasan emosional peserta didik pada kelas tersebut.Terdapat beberapa indikator kecerdasan emosional yang sama dengan fenomena diatas seperti fenomena siswa malas berfikir, mengantuk, hal tersebut sesuai dengan indikator kecerdasan emosional yaitu penguatan diri, siswa tidak dapat menangani emosi sehingga berdampak negatif terhadap pelaksanaan tugas, tidak peka terhadap kata hati dan tidak sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan tidak mampu pulih kembali dari tekanan emosi, serta tidak memiliki kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakan untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepeercayaan diri yang kuat.Dan juga kurangnya motivasi yaitu, menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif, bertindak efektif dan bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Setelah melihat fenomena diatas maka dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa kecerdasan emosional siswa kelas V di MI Muhajirin ini masih rendah dan perlu adanya peningkatan kecerdasan emosional agar menjadi lebih baik lagi untuk natinya kelak.Tiada kata terlambat untuk suatu niat yang baik untuk memperbaiki, untuk memunculkan suatu konsep yang diharapkan akan dapat menawarkan keadaan yang telah kering dari nilai-nilai humanis. Kecerdasan emosional telah dipercaya sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Maka usaha penanaman kembali dan pengembanganya menjadi sangat urgen ntuk dilakukan segera. Sekali lagi guru menjadi ujung tombak untuk mengembangan, karena diyakini pada dasrnya telah ada dalam diri manusia, dan peningkatan untuk penyempurnaanya. Maka dalam peningkatan ini guru harus bisa menggunakan model pembelajaran yang sesuai dalam peningkatan kecerdasan emosional ini, adapun model pembelajaran yang sesuaiyang ditawarkan oleh peneliti kepada guru kelas adalah model pembelajaran debat. Alasan menggunakan model pembelajaran debat ini dikarenakan karenakan setelah dianlisis bahwa model pembelajaran debat ini terdapat keterkaitan dan kesesuain untuk peningkatan kecerdasan emosional siswa. Selanjutnya akan dijelaskan keterkaitan model pembelajran debat yang digunakan dengan kecerdasan emosional. Emotional Intelegence (kecerdasan emosional) bukanlah merupakan suatu yang diwariskan tetapi hal ini biasa dipupuk dan dikembangkan melalui pendidikan. Sekolah perlu mengembangkan kecerdasan emosioanl siswa. Kondisi emosioanal yang sehat merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan belajar. Besarnya peran kecerdasan emosional dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam hidup tidak hanya diakui oleh para pakar psikologi saja, tetapi juga oleh pakar di bidang lain (Shapiro, 1977). Selanjutnya terdapat faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional. Perekembangan manusia sangat dipegaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: (1) faktor otak, (2) faktor keluarga, dan (3) lingkungan sekolah (Goleman, 2004, hal. 21). Jadi setelah melihat faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional maka salah satu faktor yang berpengaruh adalah sekolah, jadi peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di lingkungan sekolah. Maka peneliti menggunakan model pembelajaran debat dalam pelaksanaanya. Selanjutnya defenisi model debat, debat pada hakikatnya merupakan saling adau argumentasi antara pribadi atau antara kelompok, dengan tujuan mencapai kemenangan untuk suatu pihak, dan bisa saja menjatuhkan teman demi tercapainya tujuan yang akan dicapai. Model pembelajaran debatadalah salah satu pembelajaran tipe kooperative dimana fungsinya untuk meningkatkan kemampuan siswa baik dari segi akademik maupun non akademik (Hendrikus, 2009, hal. 130). Kemudian model pembelajaran debat memiliki karakteristik, adapun karakteristik model pembelajaran debat yaitu: (1) Perdebatan dapat menjadi sebuah metode berharga untuk mengembangkan pemikiran dan refleksi, khusunya jika para pelajar diharapkan dapat mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya, (2) Perdebatan yang aktif adalah sebuah metode juga merupakan susatu langkah untuk mengaktifkan serta melibatkan semua pelajar didalam kelas, (3) Model pembelajaran debat juga merupakan model pembelajaran berbicara yang tidak hannya monoton satu arah, (4) Model pembelajaran debat mengarahkan sisiwa untuk berbicara dengan beradu pandangan dari dua kelompok yang telah diatur untuk berbeda pendapat, kelompok pertama diminta untuk sealalu setuju (kelompok pro) terhadap masalah yang diberikan, sedangkan kelompok kedua diminta untuk selalu tidak setuju (kelompok kontra) terhadap masalah yang diberikan (Akhyar, 2008). Dirancangnya model pembelajaran debat ini memeiliki tujuan adapun tujuan model pembelajaran debat yaitu: (1) memantapkan pemahaman konsep seseorang terhadap materi atau pelajaran yang telah diberikan, (2) melatih seseorang untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang sudah diberikan, (3) melatih seseorang untuk berani mengemukakan pendapat, (4) melatih seseorang uuntuk mematahkan pendapat lawanyya, (5) meningkatkan kemammpuan merespon terhadap suatu masalah (rebuttal) dikarenakan disini terjadi adanya sebuah proses saling mempertahankan pendapat diantara kedua belah pihak (Tarigan, 2008). Berdasarkan defenisi kecerdasan emosional dan model pembelajaran debat yang telah dipaparkan diatas, diduga model pembelajaran debat mampu meningkatkan kecerdasan emosional siswa dapat dilihat dari keterkaitan kedunya. Dengan diterapkannya model pembelajaran debat dalam rangka utntuk meningkat kecerdasan emosional yaitu, (1) dengan model debat siswa menjadi berkonsentrasi dan fookus dalam mengikuti pembelajaran, sehingga dia tidak sibuk sendiri dan tidak menggangu teman yang lain, dan tidak menimbulkan kerusuhan dikelas pada saat proses pembelajaran berlangsung, (2) dengan diterapkannya model pembelajaran debat siswa menjadi terbiasa untuk mengemukakan pendapat, terbiasa berbicara, berani tampil, dan percaya diri, (3) dengan diterapkannya model debat maka akan mampu membina hubungan dengan sesama seperti mampu bekerja sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru, sehingga kan melatih anak ketika kelak mampu membina hubungan dengan masyarakat, (4) dengan diterapkannya model debat siswa menjadi mampu memahami orang lain, memiliki empati terhadap orang lain. Dengan demikian maka Kecerdasan emosional adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan akan berhasi secara akademis. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah apakah penggunaan model pembelajaran debat dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pokok bahasan kebebasan berorganisasi di kelas V MI Muhajirin Telanaipura Kota Jambi?. Berdasarkan identifikasi masalah dan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh penerapan model pembelajaran debat terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan materi kebebasan berorganisasi di kelas V MI Muhajirin Telanaipura Kota Jambi?. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau class room action research. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi dikelas (Suharsimi, Suhardjono, Supardi, 2012, hal.58). Penelitian ini dilaksanakan di MI Muhajirin Telanaipura Kota Jambi, alasan pemilihan lokasi tersebut juga didasarkan beberapa pertimbangan, yaitu: 1) Keterjangkauan lokasi penelitian oleh peneliti, baik dari segi tenaga maupun keefesiennan waktu. 2) Situasi sosial, sebelum mendapatkan izin formal untuk memasuki lokasi tersebut peneliti telah mengadakan komunikasi informal dengan pihak sekolah sehingga mendapatkan izin secara informal. Subjek penelitian adalah siswa kelas V MI Muhajirin pada mata pelajaran PKn. Subjek penelitian yang lain adalah guru dan peneliti itu sendiri. Adapun siswa yang akan menjadi subjek penelitian berjumlah 14 orang yang terdiri dari 9 orang siswa laki-laki, dan 2 orang siswa perempuan. Pada pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan bantuan guru kelas sebagai kolaborasi dijadikan landasan untuk mengetahuipeningkatan kecerdasan emosional siswa dengan menggunakan model pembelajaran debat yang terkait dengan materi ajar pada mata pelajaran PKn kelas Vdi MI Muhajirin Telanaipura Kota Jambi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut: Observasi, angket, dan dokumentasi. Instrumen yang di gunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: 1) Perangkat Penelitian, 2) Lembar Observasi, 3) Tes Quisioner. Tahapan sesudah pengumpulan data adalah analisis data. Dalam peneltian ini, analisis dilakukan peneliti dari awal pada setiap aspek kegiatan penelitian. Metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar juga membutuhkan data yakni hasil adakah peningkatan hasil belajar dari masingmasing siswa, oleh peneliti pada data kualitatif menggunakan analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Kriteria keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila terdapat sedikitnya 60% siswa yang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Keberhasilan peningkatan kecerdasan emosional dilihat berdasarkan hasil tes kuesioner (angket) peningkatan kecerdasan emosional yang diperoleh siswa. Siswa yang memiliki keceradasan emosional tinggin apabila memperoleh nilai 70 dan suatu kelas dikatakan telah berhasil apabila terdapat 75% siswa berhasil dari keseluruhan siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran debat. TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan 1. Pra-siklus Setelah dilakukannya pengisian lemba angket sebelum dilakukannya tindakan, maka didapat skor rata-rata kecerdasan emosional siswa yaitu 36% dan tergolong rendah dalam memiliki kecerdasan emosional. Dengan kata lain proses pembelajaran yang berlangsung hanyya menekankan dari segi kognitif dan kurang menekankan dari segi afektif dan psikomotor. 2. Siklus I Hasil yang diperoleh sebagian besar siswa mennujjukan kecerdasan emosional yang cukup baik dibandingkan sebelum dilakukannya tindakan.Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional siswa pada pembelajaran PKn kelas VI mengalami peeningkatan akan tetapi belum maksimal seperti yang diharapkan. Setelah direfleksi kembali melihat dari perencanaan yang telah dibuat sebagus mungkin, maka peneliti dan guru berdiskusi kembali untuk mengetahui letak kekurangan pada perencanaan yang dibuat. Setelah direfleksi kembali dan kemudian peneliti dan guru menemukan letak kekurangan pada tahap perencanaan yang tidak sesuai dengan pelaksanaan yaitu: 1) Pada tahap perencanaan guru membangkitkan motivasi belajar siswa, dengan pengaplikasian model pembelajaran semenarik mungkin, sedangkan pada tahap pelaksanaan cara guru membangkitkan motivasi belajar siswa tidak terlalu maksimal dan tidak membangkitkan motivasi belajar siswa. 2) Pada tahap perencanaan penempatan kelompok siswa di tempatkan disesuikan dengan karakteristik siswa, sedangkan pada tahap pelaksanaan letak penempatan tempat duduk siswa yaitu: siswa yang memiliki kriteria aktif, fokus, dan bersungguhsungguh dalam belajar mereka ditempatkan pada kelompok yang sama. 3) Ketika pemberian materi pada tahap pelaksanaan ternyata materi yang diberikan terlalu banyak, sehingga siswa sulit menguasi materi pembelajaran yang diberikan. Letak kekurangan-keurangan diatas ditemukan guru dan peneliti pada saat observasi selama proses pembelajaran berlangsung. Dan berdasarkan data dan hasil yang diperoleh selama tiga kali pelaksanaan tindakan siklus I. Setelah peneliti dan guru berdiskusi dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari kegiatan pelaksanaan tindakan dan observasi, diketahui hasil dari peningkatan kecerdasan emosional siswa akhir siklus I dikategorikan siswa dalam kategori cukup meningkat. Kemudian karena setelah dilihat kembali bahwa peningkatan kecerdasan emosional siswa rata-rata hanya dari dua aspek indikator kecerdasan emosional, maka guru dan observer merancang kembali kegiatan pembelajaran dengan menggunakkan model pembelajaran debat, dengan memperhatikan atau menekankan berbagai hal yang telah direfleksikan. Karena dilihat pada siklus I hanya beberapa orang siswa yang mengalami peningkatan kecerdasan emosional pada saat penerapan model pembelajaran pembelajaran debat, kemudian juga peningkatan tersebut hanyya dari beberapa indikator kecerdasan emosional yaitu dari segi mengenali emosi orang lain dan pengendalian emosi diri. Sedangkan dari aspek empati, motivasi diri, serta seni membina hubungan belum terdapat peninngkatanpada saat diterapkan model pembelajaran debat. Untuk mengatasi masalah tersebut akan direncanakan siklus II yaitu dengan merevisi RPP, serta penyesuaikan antara perencanaan dengan pelaksanaan, memperjelas lembar kegiatan dan merubah susunan kelompok tidak secara acak, diharapkan siswa akan lebih bersemangat lagi dalam mengikuti proses pembelajaran dan akan lebih besar lagi peningkatan kecerdasan emosional siswa. 3. Siklus II Tahapan refleksi dilakukan setelah melewati tahap pelaksanaan tindakan dan tahap observasi. Kegiatan refleksi dimaksudkan untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan pada siklus II sudah mengalami peningkatan dari siklus I. Hal ini terlihat pada proses belajar siswa telah memenuhi indikator yang telah ditetapkan, setelah peneliti dan guru berkolaborasi berdiskusi dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari kegiatan pelaksanaan tindakan dan observasi, diketahui hasil siklus II dalam kategori sangat tinggi, yaitu mencapai 100%. Berdasarkan hasil refleksi tersebut penelitian pada siklus IIdikatakan sudah berhasil karena sudah memenuhi indikator keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan, yaitu adanya peningakatan kecerdasan emosional siswa dan adanya peningkatan belajar siswa kedalam kategori sangat tinggi yaitu 100%, maka pemberian tindakan pada penelitian diakhiri pada siklus II. 4. Analisis Data Tahap analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul, data tersebut berupa hasil observasi peningkatan kecerdasan emosional siswa. Hasil data yang diperoleh adalah Hasil pengisisan lembar angket peningkatan kecerdasan emosional siswa pada pra siklus I diperoleh rata-rata persentase sebesar 36%, dan pada siklus I setelah diberikannya tindakan presentase yang diperoleh adalah 79%, kemudian pada siklus II diperoleh rata-rata persentase sebesar 100%. Hal ini menunjukan adanya peningkatan kecerdasan emosional siswa dalam proses pembelajaran PKn dengan menggunakan model pembelajaran debat. 5. Interprestasi Analisis Data Dari hasil analisis data yang dilakukan maka diperoleh informasi bahwa pada pelaksanaan siklus I dari hasil observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran menunjukan kecerdasan emosional siswa belum optimal. Namun terjadi peningakatan kecerdasan emosional siswa setelah dilakukan perbaikan-perbaikan pada siklus II. Lembar observasi digunakan sebagai pedoman bagi observer dalam melakukan pengamatan terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil yang diperoleh dari lembar observasi digunakan peneliti sebagai bahan untuk melakukan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan dan sebagai acuan untuk melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya. Peningkatan aktifitas belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajaran debat dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi selama proses pembelajaran. Peningkatan aktivitas guru dengan menggunakan model pembelajaran debat pada setiap siklusnya. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajaran debat dapat meningkatkan aktivitas guru kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi selama proses pembelajaran. B. Pembahasan Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa dengan menggunakan model pembelajaran debat kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi. Proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran debat telah menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran PKn di kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan peningkatan kecerdasan emosional siswa serta peningkatan aktivitas belajar siswa dan guru dengan mengggunakan model pembelajaran debat. Karena dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran debat siswa sedemikian rupa terlibat aktif dalam pembelajaran. Serta melatih siswa untuk terbiasa bekerja sama, menhargai teman, mampu mengelola emosi diri, serta memiliki empati terhadap teman. Hal ini terbukti berdasarkan hasil observasi aktivitas belajar siswa yang dilakukan pada siklus I mencapai 79% dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 100%. Berdasarkan analisis hasil siklus I dan siklus II, kecerdasan emosional siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi mengalami peningkatan pada setiap indikatornya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran debat dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada MI Muhajirin Telanaipura Kota Jambi, yaitu pada siklus I dan II, kecerdasan emosional siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Maka dapat dikatakan bahwa penerapan model pambelajaran debat dapat meningkatkankecerdasan emosional siswa kelas VI MI Muhajirin Telanaipura Kota Jambi dengan presentase sebagai berikut: Sebelum diterapkan model pembelajaran debat presentase peningkatan kecerdasan emosonal siswa pra siklus didapat presentase 36%, kemudi pada siklus I didapat presentase 79%, dilanjutkanpada siklus II di dapat presentase 100%. Proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran debat pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa pada kelas V Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi. Hal ini terlihat dari peningkatan kecerdasan emosional siswa, berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengisian lembar angket dan aktivitas belajara siswa setiap siklusnya. Pada pra siklus tingkat kecerdasan emosional ratarata siswa hanya 36% dengan jumlah siswa yang 11 siswa dari keseluruhan dengan persentase 100%. Dan setelah dilakukan tindakan siklus I tingkat kecerdasan emosional siswa naik menjadi 79%. Dan meningkat sangat signifikan pada siklus II dengan nilai rata-rata 100% dengan jumlah siswa berhasil 11 dari 11 siswa dengan persentase 100%. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti merekomondasikan saran kepada guru sebagai berikut : 1. Model pembelajaran debat yang telah diterapkan pada siswa kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi dapat m eningkatkan kecerdasan emosional siswa sehingga dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 2. Disarankan kepada guru kelas sebelum mengajar terlebih dahulu menyiapkan rencana pembelajaran, media pembelajaran dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran. Penutup Dengan mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT, bahwa penulis telah dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, namun dalam penulisan karya ilmiah ini tentunya masih terdapat kekurangan-kekurangan, baik dalam sistematika penulisan maupun bentuk kata-kata. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan penulis demi perbaikan penulisan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini.Kemudian penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia memberikan bantuan kepada penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para guru di Madrasah Ibtidaiyah Muhajirin Telanaipura Kota Jambi. DAFTAR PUSTAKA