Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
VISI DIPLOMA IV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK “Menjadi Institusi Pendidikan Diploma IV Keperawatan yang bermutu Dan Mampu Bersaing Di Tingkat Regional Pada tahun 2020” MISI DIPLOMA IV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan Yang Berbasis Kompetensi Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan yang berbasis penelitian Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat Bidang Diploma IV Keperawatan yang Berbasis IPTEK Dan Teknologi Tepat Guna Mengembangkan Program Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan yang Mandiri,Transparan,dan Akuntabel Mengembangkan Kerja Sama Dalam Pengelolaan Program Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan Di Tingkat Nasional Maupun Regional LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH MANAJEMEN BENCANA “ ANALISIS RESIKO BENCANA “ Mata kuliah : Manajemen Bencana Semester : IV (empat) Prodi : D-IV Keperawatan Pontianak Jurusan : Keperawatan Pontianak, 29 Januari 2019 Penyusun, KELOMPOK 3 Pembimbing Akademik, RIMA RIANTI, S.St, M.MB Ns. HALINA RAHAYU M.Kep KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul “Analisis Resiko Bencana”. Selama pembuatan makalah pun kami juga mendapat banyak dukungan dan juga bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terima kasih kepada : Bapak Didik Hariyadi SGz. Msi selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Pontianak Ibu Ns.Nurbani M.Kep selaku ketua jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes Pontianak Ibu Puspa Wardhani M.Kep selaku ketua prodi D-IV Keperawatan Poltekkes Pontianak Ibu Rima Rianti, S.St, M.MB selaku penanggung jawab mata kuliah Manajemen Bencana yang memberikan bimbingan, saran, dan juga ide Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh karena itu, penulis mohon maaf dan mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan rencana pembelajaran semester ini. Pontianak, 29 Januari 2019 Penyusun Kelompok 3 DAFTAR ISI VISI i LEMBAR PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan 3 D. Manfaat Makalah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 A. Pengantar Analisis Resiko Bencana 4 B. Pengertian Resiko Bencana, Bahaya, dan Kerentanan 5 C. Jenis-Jenis Bencana di Indonesia 8 D. Siklus Bencana dan Penanggulangan Bencana 11 E. Vulnerability / Kerentanan 15 F. Capanility/ Kemampuan 16 G. Risiko (risk) 17 H. Faktor Penentu Risiko Bencana 17 I. Tujuan Analisa Resiko Bencana 19 J. Langkah-Langkah Analisa Resiko 21 K. Peran Perawat Analisis Resiko 21 L. Analisa Bahaya,Kerentanan dan Kapasitas 22 BAB III PENUTUP 26 A. Kesimpulan 26 B. Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 27 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem penyesuaian dalam merespon ancaman. Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya. Masalah bencana akibat lingkungan mulai semakin mencuat ke permukaan,baik yang disebabkan oleh proses alam itu sendiri maupun yang disebabkan karena ulah manusia di dalam membangun sarana dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kasus-kasus mengenai perubahan tata guna lahan di daerah tangkapan air hujan di hulu menjadi padat penduduk karena berubah menjadi pemukiman. Hal tersebut berdampak pada banjir yang sering terjadi di daerah bawahnya atau daerah hilir. Konversi lahan ini sedikit banyak telah berpengaruh terhadap menurunnya kualitas lingkungan. Oleh karena itu di dalam proses pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi risiko terhadap bahaya alam. Sebaliknya tanpa disadari pembangunan dapat menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang telah ada. Persoalan-persolaan yang muncul sebagai akibat dari proses pembangunan ini perlu diarahkan pada suatu paradigma pembangunan yang ramah lingkungan, yaitu “pembangunan yang berkelanjutan” maka pembangunan tersebut harus didasarkan atas pengetahuan yang lebih baik tentang karakteristik alam dan manusia (masyarakat). Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dalam arti mudah difahami dan mudah diterima oleh mereka yang mengalami. Bayangkan saja harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap seketika. Rumusan Masalah Apa pengantar analisis resiko bencana ? Apa pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan? Apa saja jenis-jenis bencana ? Apa saja faktor penentu resiko bencana? Bagaimana tujuan analisis resiko bencana? Bagaimana langkah-langkah analisis resiko? Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum untuk mengetahui konsep tentang pengelolaan/penanganan bencana di berbagai fase (Pre, saat, dan pasca) bencana. Tujuan Khusus Untuk mengetahui pengantar analisis resiko bencana . Untuk mengetahui pengertian resiko bencana, bahaya dan kerentanan. Untuk mengetahui jenis-jenis bencana. Untuk mengetahui faktor penentu resiko bencana. Untuk mengetahui tujuan analisis resiko bencana. Untuk mengetahui langkah-langkah analisis resiko. Manfaat Makalah Diharapkan manfaat dari pembahasan ini adalah dapat menambah pengetahuan pembaca tentang pengelolaan dan penanganan bencana diberbagai fase (Pre, saat, pasca) bencana. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengantar Analisis Resiko Bencana Manajemen Resiko Bencana Proses identifikasi , analisis dan kuantifikasi kebolehjadian kerugian (probability of losses ) agar kebolehjadian Kerugian (probability of losses) agar digunakan untuk mengambil tindakan pencegahan atau mitigasi dan pemulihan. Secara umum, peran manusia dalam bencana meliputi : Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk mencegah atau mengurangi ancaman. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk menghilangkan atau mengurangi kerentanan. Bahkan, manusia seringkali meningkatkan kerentanan dengan berbagai perilaku yang tidak sensiti f terhadap potensi bencana. Bencana Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk meningkatkan kapasitas dalam menghadapi potensi bencana. Sebagaimana penjelasan di atas, maka model yang menjelaskan dinamika bencana sebagai berikut: Ancaman Kerentanan Kapasitas Pengertian Resiko Bencana, Bahaya, dan Kerentanan Secara geografis Indonesia merupakan kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudra Hindia dan lempeng Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari pulau Sumatra-Jawa-Nusa TenggaraSulawesi yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang didominasi rawa rawa. Kondisi tersebut berpotensi sekaligus rawan bencana letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah Alongsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Selain itu wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim, yaitu panas dan hujan dengan ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam mampu menghasilkan kondisi tanah yang subur. Namun disis lain, berpotensi menimbulkan akibat buruk, seperti bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan). Seiring dengan perkembangan jaman, kerusakan lingkungan hidup cenderung parah dan memicu meningkatnya intensitas ancaman. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 tahun 2007) Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Bencana dapat dibedakan menjadi dua yaitu bencana oleh faktor alam (natural disaster) seperti letusan gunungapi, banjir, gempa, tsunami, badai, longsor, dan bencana oleh faktor non alam ataupun faktor manusia (man-made disaster) seperti konflik sosial dan kegagalan teknologi. Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif attas sistem penyesuaian dalam merespon ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan, sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber-sumber kehidupannya (Paripurno, 2002). Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atau aktivitas manusia yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa atau cidera, kerusakan harta-benda, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau peristiwa kejadian potensial yang merupakan ancaman terhadap kesehatan, keamanan, atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi ekonomi masyarakat atau kesatuan organisasi pemerintah yang selalu luas (Lundgreen, 1986). Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang meningkatkan kecenderungan (susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih menekankan aspek manusia di tingkat komunitas yang langsung berhadapan dengan ancaman (bahaya) sehingga kerentanan menjadi faktor utama dalam suatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana lebih tinggi apabila tidak di dukung oleh kemampuan (capacity) seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan, kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang meliputi lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental. Kapasitas (capacity) adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat risiko atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability) rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman. Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity) adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana berbasis masyarakat (Comunity Base Disaster Risk Management). Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu Biotik (makluk hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan Culture (Kebudayaan). Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan pendekatan ekologi (ekological approach) dan pendekatan keruangan (spatial approach) berdasarkan atas analisa ancaman (hazard), kerentanan (vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity) sehingga dapat dibuat hubungannya untuk menilai risiko bencana dengan rumus : RB = HxV/C RB = Risiko Bencana H = Hazard (bahaya) V = Vulnerability (kerentanan) C = Capacity (kemampuan) Jenis-Jenis Bencana di Indonesia Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Hubungan keduanya dapat digambarkan, bila gangguan atau ancaman tersebut muncul kepermukaan tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara bila kondisi masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Bencana dibagi ke dalam tiga kategori yaitu: Bencana Alam : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Di bawah ini akan diperlihatkan. gambar tentang bencana alam yang telah terjadi di Indonesia. Gambar 4.1. Bencana Banjir Terjadi di Jakarta Tahun 2012 Gambar 4.2 Bencana Gunung Merapi, Jawa Tengah yang meletus pada tahun 2010 Bencana non-Alam : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana non-alam termasuk terorisme biologi dan biokimia, tumpahan bahan kimia, radiasi nuklir, kebakaran, ledakan, kecelakaan transportasi, konflik bersenjata, dan tindakan perang. Sebagai contoh gambar 3 adalah gambaran bencana karena kegagalan teknologi di Jepang, yaitu ledakan reaktor nuklir. Gambar 4.3.Ledakan Reaktor Nuklir di Jepang Bencana Sosial : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Misalnya konflik social antar suku dan agama di Poso seperti terlihat pada gambar berikut. Gambar. 4.4Konflik Sosial di Poso, Sulawesi Tengah pada Tahun 1998 Siklus Bencana dan Penanggulangan Bencana Gambar 4.5. Siklus bencana Siklus bencana dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase pra bencana, fase bencana dan fase pasca bencana. Fase pra bencana adalah masa sebelum terjadi bencana. Fase bencana adalah waktu/saat bencana terjadi. Fase pasca bencana adalah tahapan setelah terjadi bencana. Semua fase ini saling mempengaruhi dan berjalan terus sepanjang masa. Siklus bencana ini menjadi acuan untuk melakukan penanggulangan bencana yang bisa dibagi menjadi beberapa tahap seperti gambar dibawah ini. Gambar 4.6. Siklus penanggulangan bencana Penanganan bencana bukan hanya dimulai setelah terjadi bencana. Kegiatan sebelum terjadi bencana (pra-bencana) berupa kegiatan pencegahan, mitigasi (pengurangan dampak), dan kesiapsiagaan merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi dampak bencana. Saat terjadinya bencana diadakan tanggap darurat dan setelah terjadi bencana (pasca-bencana) dilakukan usaha rehabilitasi dan rekonstruksi.Berikut rincian tentang kegiatan penanggulangan bencana sesuai siklus bencana. Pra Bencana Pencegahan Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energy atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992). Cuny (1983) menyatakan bahwa pencegahan bencana pada masa lalu cenderung didorong oleh kepercayaan diri yang berlebihan pada ilmu dan teknologi pada tahun enam puluhan; dan oleh karenanya cenderung menuntut ketersediaan modal dan teknologi. Pendekatan ini semakin berkurang peminatnya dan kalaupun masih dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini diserap pada kegiatan pembangunan pada arus utama. Mitigasi Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada pengurangan dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian mengurangi kemungkinan dampak negatif pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energy atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992). Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang lebih dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991). Kegiatan-kegiatan mitigasi termasuk tindakan-tindakan non-rekayasa seperti upaya-upaya peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan untuk mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman modal untuk bangunan struktur tahan ancaman bencana dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih tahan ancaman bencana (Smith, 1992). Kesiapsiagaan Fase Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1. pengkajian terhadap kerentanan, 2. membuat perencanaan (pencegahan bencana), 3. pengorganisasian, 4. sistem informasi, 5. pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm, 7. mekanisme tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. gladi resik. Saat Bencana Saat bencana disebut juga sebagai tanggap darurat. Fase tanggap darurat atau tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara kongkret yaitu: 1. Instruksi pengungsian, 2. pencarian dan penyelamatan korban, 3. menjamin keamanan di lokasi bencana, 4. pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, 5. pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat, 6. pengiriman dan penyerahan barang material, dan 7. menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain. Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan membaginya menjadi “Fase Akut” dan “Fase Sub Akut”. Dalam Fase Akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan dan pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka akibat bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut dengan “Fase Akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga perawatan terhadap orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan selama dalam pengungsian. Setelah Bencana Fase Pemulihan Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala (sebelum terjadi bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan secara normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan fase pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang. Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha mengembalikan fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunakan pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif.\ Vulnerability / Kerentanan Kerentanan didefinisikan sebagai sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya - upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman (BNPB, 2008). Kerentanan ini dapat berupa: Kerentanan Fisik Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan struktur bangunan rumah, jalan,jembatan bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya. Kerentanan Ekonomi Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Kerentanan Sosial Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya, kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat, pendidikan) kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan terhadap ancaman bencana. Kerentanan Lingkungan Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan, Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya. Kerentanan masyarakat berkaitan dengan seberapa besar kemampuan (capacity) kekuatan tingkat persiapan masyarakat terhadap kejadian yang menjadi penyebab bencana. Capanility/ Kemampuan Kemampuan adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana. Kemampuan adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting dan sebagai actor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana berbasis masyarakat (Comunity Base Disaster Risk Management). Risiko (risk) Risiko (risk) adalah probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak atau kerugian yang sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya orang-orang, terganggunya harta benda, penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau rusaknya lingkungan) yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara bahaya yang ditimbulkan alam atau diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan (ISDR, 2004). Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yg disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Resiko biasanya dihitung secara matematis, merupakan probabilitas dari dampak atau konsekwensi suatu bahaya (Affeltrnger, 2006). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa risiko adalah kemungkinan kerugian yang dapat diperkirakan akibat kerusakan alam, kesalahan manusia serta kondisi rentan. Faktor Penentu Risiko Bencana Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana. Ancaman/bahaya (Hazard) = H Kejadian yang berpotensi mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa,  kerusakan harta benda, kehilangan rasa aman, kelumpuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan serta dampak psikologis. Ancaman dapat dipengaruhi oleh faktor : Alam, seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung meletus. Manusia, seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah penyakit, kegagalan teknologi, pencemaran, terorisme. Alam dan Manusia, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan, kebakaran hutan. Kekeringan. Menurut United Nations International Strategy for Disaster Redu ction (UN – ISDR), bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia, yang dapat dikelompokkan menja di bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi, dan penurunan kualitas lingkungan. Kerentanan (Vulnaribility) = V Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kema mpuan seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hid up, atau merespon potensi bahaya. Kere ntanan masyarakat secara kultur dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kemis kinan, pendidikan, sosial dan budaya. Selanjutnya aspek infrastruktur yang juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kerentanan. Faktor Kerentanan Fisik: Kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman bencana Sosial: Kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat) terhadap ancaman bencana Ekonomi: Kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya Lingkungan: Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta kerusakan lingkungan yan terjadi. Kapasitas (Capacity) = C Kapasitas adalah ke kuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu dan lingkungan yang mam pu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi dan pulih dari akibat bencana d engan cepat. Risiko bencana (Risk) = R Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya yang ada. Ancaman bahaya ala m bersifat tetap karena bagian dari dina mika proses alami, sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi s ehingga k emampuan dalam menghadapi ancaman bencana semakin meningkat. Prinsip atau konsep y ang digunakan dalamp enilaian risiko bencana adalah: R = H × V C R=Risiko Bencana H = Hazard (bahaya) V = Vulnerability (kerentanan) C = Capacity (kemampuan) Tujuan Analisa Resiko Bencana Pengurangan Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuannya agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar. Dalam tulisan siklus penanganan bencana kegiatan ini ada dalam fase pra bencana . Fokus kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif dari komunitas dimulai dengan koordinasi awal dalam rangka membangun pemahaman bersama tentang rencana kegiatan kajian kebencanaan, yang didalamnya dibahas rencana pelaksanaan kajian dari sisi peserta, waktu dan tempat serta keterlibatan tokoh masyarakat setempat akan sangat mendukung kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu juga di sampaikan akan Pentingnya Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah kita yang rawan akan bencana. Kegiatan PDRA di suatu wilayah diawali dengan memberikan pemahaman tentang Pengurangan Risiko Bencana berbasis masyarakat yaitu upaya yang dilakukan sendiri oleh masyarakat untuk menemukenali ancaman yang mungkin terjadi di wilayahnya dan menemukenali kerentanan yang ada di wilayahnya serta menemukenali potensi/kapasitas yang dimiliki untuk meredam/mengurangi dampak dari bencana tersebut. Setelah menemukan kenali ancaman, kerentanan, dan Kapasitas yang ada di masyarakat maka perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat mampu mengurangi risiko bencana itu dengan menggunakan rumus Ancaman x Kerentanan dibagi dengan Kapasitas. Sebelum mengkaji perlu diperoleh data terkini dari wilayah tersebut. Pentingnya data terkini mengenai jumlah KK dan Jiwa, pemilik kendaraan , kerentanan dll, sebagai bahan dasar kajian selanjutnya dalam kegiatan PDRA pengurangan risiko bencana wilayah ini. Kemudian dilakukan Kegiatan Kajian dan analisis Risiko bencana secara partisipasif oleh masyarakat Hal-hal yang dikaji : ancaman, kerentanan dan potensi terhadap bencana untuk wilayahnya. Langkah-Langkah Analisa Resiko Pengenalan dan pengkajian bahaya Pengenalan kerentanan Analisis kemungkinan dampak bencana Pilihan tindakan penanggulangan bencana Mekanisme penanggulangan dampak bencana Alokasi tugas dan peran instansi Peran Perawat Analisis Resiko Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi Analisa Bahaya,Kerentanan dan Kapasitas Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial Dan yang kemungkinan terjadi di poltkkes ini adalah bencana Kebakaran Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung. Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana kebakaran ini serta jika data memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami. Banjir Banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu :hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut. Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah,pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah. Angin puting beliung Dan diantara 3 bencana diatas yang kemungkinan besar terjadi di poltekkes adalah Kebakaran. Analisa Bahaya/Ancaman Berdasarkan hasil analisa kemungkinan bahaya yang muncul akibat kebakaran kampus poltekkes : dokumen-dokumen penting terbakar , Debu ,pernapasan jadi terhambat karna asap . Kajian ancaman berdasarkan dua komponen utama: Kemungkinan Terjadi suatu ancaman Catatan besaran dampak bencana yang pernah terjadi Kajian ancaman menggunakan data sejarah kejadian bencana yang pernah ada di suatu daerah Langkah pelaksanaan: menganalisis peta rawan bencana Analisa kerentenan 1. Kerentanan Fisik Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat/mahasiswa berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan diri nya dalam menghadapi kabut asap yang ditimbulkan dari kebakaran 2. Kerentanan Ekonomi Poltkkes pasti banyak akan merasa rugi akibat banyak dokumen yang terbakar dan alat kesehatan yang terbakar 3. Kerentanan Sosial Kondisi sosial masyarakat pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi 4. Kerentanan Lingkungan Lingkungan poltkkes akan tampak rusak parah Analisa kapasitaas Kapasitas disini meliputi: Sumber daya manusia (relawan terlatih tidak ada . petugas kesehatan hanya yankes, pengetahuan kebencanaan di poltekkes mahasiswa DIV keperawatan sudah ada belajar bencana tetapi untuk prktek langsung nya belum dilakukan) Sumber daya keuangan (dana siaga bencana) tidak terlalu di analisa Sumber daya social (kelompok/organisasi social dan pemerintahan, lembaga ekonomi kelurahan, dll) Sumber daya fisik (sarana dan prasarana kesehatan, Kendaraan, peralatan, sistem peringatan dini, jalur dan tempat evakuasi, dll) Sarana dan prasarana Kesehatan Tersedia 5 Fasilitas Kesehatan: Klinik Yankes Rumah sakit yarsi Puskesmas siantan hilir Puskesmas telaga biru Puskesmas pembantu gg wartawan Analisis kapasitas berdasarkan pengukuran indicator pencapaian ketahanan atau kapasitas dari daerah tersebut, maka kapasitas daerah ini masuk dalam ancaman rendah 1 BAB III PENUTUP Kesimpulan Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas sistem penyesuaian dalam merespon ancaman. Respon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme penyesuaian (coping mechanism) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism). Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji guna menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana. Saran Kita sebagai tenaga kesehatan harus tanggap terhadap resiko terjadinya bencana dan mampu untuk melakukan hal-hal yang dapat mengatasi resiko bencana. Dan sebagai pembaca bisa menerapkan cara-cara menangulangi resiko bencana. DAFTAR PUSTAKA Karnawati, D. 2012 Manajemen Bencana Alam Gerakan Tanah di Indonesia: Evaluasi dan Rekomendasi. Yogyakarta. Nurjannah, dkk. 2011. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta. Hasibuan, M. S. P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Bumi Aksara; Jakarta. Palang Merah Indonesia. 2009. Keperawatan Bencana Manajemen Bencana. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/1932953-manajemen-bencana/ diunduh pada 2 Mei 2011. Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat: Hertanto,Heka. Media Indonesia ;2009 Manajemen Bencana seputar bencana di Indonesia: Teguh Paripurno,eka ;2010 4