BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1. Sinyalemen
Klien bernama Rian Haris datang ke klinik hewan House of pet jalan Brigen Katamso No.474, Kp Baru, Medan Maimun, Medan, pada tanggal 08 September 2018 dengan membawa kucing persia bernama Messi, dengan jenis kelamin betina, umur 5 tahun, berat badan 3 Kg dengan warna Calico, Ras: Persia. Dibawa ke klinik dalam keadaan lemas, dengan keadaan mata kiri menonjol kearah depan.
Gambar 2. Kondisi mata yang mengalami prolapsus
4.1.2. Anamnesa
Berdasarkan hasil anamnesa dari klien bahwa sebelum kondisi kucing mengalami prolapsus. Klien tidak mengetahui secara pasti penyebab terjadi trauma dikarenakan kucing tersebut ditemukan di jalan, klien merasa kasihan dengan kondisi mata kucing yang sudah mengalami prolapsus dan langsung di bawa ke klinik.
4.1.3. Pemeriksaan Klinis
Pasien selanjutnya diperiksa keadaan fisik meliputi suhu tubuh, frekuensi nafas, frekuensi pulsus dengan hasil suhu tubuh 38,30 C. Dengan keadaan mata
kanan yang terdapat dapat discharge menutupi mata, mata kiri tertutup discharge berwarna putih, palpebra bengkak merah, bola mata bengkak atau menonjol ke arah depan (proptopis).
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan haematologi darah untuk mengetahui dari leukosit, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, trombosit dan indeks eritrosit, sehingga sebelum melakukan operasi kita telah mengetahui jumlah dari profil darah tersebut apakah dalam batas normal, rendah atau tinggi. Hal ini sesuai dengan peryataan Menkes RI (2011), menyatakan pemeriksaan haematologi darah terdiri dari eristrosit, indeks eritrosit, leukosit, hemoglobin, trombosit. Pemeriksaan darah lengkap terdiri dari hemogram ditambah leukosit diffrensial yang terdiri dari neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Pemeriksaan hematologi diperoleh dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah Messi
Test
Result
Units
Reference range
Level
WBC
39,1
103/µL
5.5 - 19.5
High
LYM
70,3
%
12.0 - 45.0
High
MONO
6,3
%
2.2 - 1.0
High
GRAN
23,4
%
35,0 - 85.0
Low
HGB
69
g/dL
93 - 153
Low
HCT
23,3
%
28.0 - 49.0
Low
RBC
4,98
106/µL
5.0 - 11.0
Low
MCV
46,9
Fl
39.0 - 52.0
Normal
MCH
13,8
Pg
13.0 - 21.0
Normal
MCHC
296
g/dL
300 – 380
Low
RDW
15,6
%
14,0 - 18,0
Normal
PLT
229
103/µL
100 – 514
Normal
Dari hasil pemeriksaan hematologi dapat terlihat adanya peningkatan total leukosit atau White blood cell (WBC) sehingga dapat didiagnosa bahwa hewan tersebut mengalami infeksi dan disertai dengan peningkatan total limposit yang menandakan adanya masalah pada sistem kekebalan tubuh yang salah satunya akibat adanya infeksi. Hemoglobin, hematokrit dan MCHC rendah.
Monositosis pada umumnya berhubungan dengan adanya infeksi kronis dan inflamasi kronis (Andarsini, 2016). Rendahnya atau menurunnya salah satu dari parameter eritrosit, yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi Hb, dan nilai hematokrit, dalam sirkulasi darah disebut anemia. Anemia merupakan kondisi patologis akibat menurunnya kapasitas angkut O2. Anemia bukan merupakan penyakit melainkan gejala klinis, biasanya muncul sebagai respons sekunder akibat adanya penyakit atau gangguan fungsi organ. Keadaan anemia merupakan salah satu gangguan respon eritrosit yang paling sering dijumpai pada hewan anjing dan kucing (Jain, 1993).
4.2. Pembahasan
4.2.1. Prolapsus Bulbus Oculi
Berdasarkan anamnesa, temuan klinis serta hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di klinik hewan House of pet, pasien didiagnosa mengalami prolapsus bulbus oculi pada bola mata sebelah kiri. Bolbus oculi biasanya disebabkan karena trauma dan Chlamydiosis. Trauma pada mata dapat diakibatkan benda yang keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adam (2011), ialah trauma pada mata dapat digolongkan menjadi trauma mata tumpul dan trauma mata tajam. Trauma mata tumpul ialah trauma yang disebabkan oleh benda yang keras atau tidak keras yang dapat merusak jaringan bola mata. Sedangkan trauma mata tajam adalah trauma yang disebabkan oleh benda tajam yang dapat merobekan jaringan-jaringan mata secara berurutan, misalnya mulai dari palpebra, kornea, uvea sampai mengenai lensa. Penyebab lain dari prolapsus bulbus oculi selain akibat trauma pada mata, ialah akibat dari Chlamydiosis. Chlamydia merupakan penyebab penyakit conjunctivitis pada kucing yang disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler (bakteri yang hidup dalam sel inangnya).
Chlamydiosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler Chlamydophila. Mikroorganisme ini memiliki siklus hidup yang unik dan bertanggung jawab untuk peradangan yang beragam pada hewan dan manusia (Andreas dkk., 1997). Kucing yang terinfeksi Chlamydiosis memperlihatkan gejala klinis konjungtivitis. Bakteri menginfeksi konjungtiva yang merupakan selaput halus yang melapisi kelopak mata dan menutupi tepi bola mata menyebabkan peradangan yang disebut konjungtivitis. Pada kucing normal konjungtiva tidak mudah terlihat dan memiliki warna pink pucat. Pada kucing dengan konjungtivitis, konjungtiva menjadi bengkak dan memerah. Membran nictitan di sudut bagian dalam mata mungkin menonjol ke sebagian mata dan menjadi merah. Kucing yang terkena awalnya mengeluarkan cairan encer dari mata yang dengan cepat menjadi lebih tebal dan biasanya berwarna kuning atau kehijauan (Studer dan Parker, 2017).
Menurut Ilyas (2004), gejala klinis prolapsus bulbus oculi dapat menimbulkan eritema pada kelopak mata dan konjungtivita, sekret mukopurulent, mata berair, bintik putih pada kornea dan nyeri pada mata. Hal ini sesuai dengan gejala pada kucing yang menderita prolapsus bulbus oculi, pada kedua bola mata terdapat sekret mukopurulent.
4.2.1 Pelaksanaan Operasi
Metode yang digunakan untuk operasi enukleasi ini adalah dengan metode subkonjungtival. Teknik dilakukan dengan cara membuang bola mata, membran nictitans, kelenjar lakrimal dan sedikit kelopak mata dengan meminimalkan pengangkatan jaringan otot supaya kantung mata tidak menjadi kosong, hal ini dilakukan karena sesuai dengan kondisi pada hewan tersebut sehingga faktor estetika tetap terjaga. Keuntungan metode ini yaitu pencapaian saraf optikus maupun pembuluh darah lebih mudah serta estetika tetap terjaga. Operasi enukleasi dengan metode pendekatan subkonjunctival dilakukan pembuangan semua kelenjar air mata apabila tidak dibuang maka kelenjar yang tersisa akan memproduksi air mata sehingga air mata tersebut tidak bisa dibuang, dan air mata tersebut akan mencari jalan lain sehingga membentuk suatu fistula yang menghubungkan antara rongga mata dan hidung.
Setelah memasuki stadium anestesi, pasien dibawa ke meja operasi yang sebelumnya sudah diberikan alas diposisikan lateral recumbency. Desinfeksi dengan alkohol dan iodium tinctur secara sirkular .Operasi dimulai dengan menyayat secara melingkar pada palpebra superior daan interior. Bentley (2013) menyatakan menjahit tepi palpebra superior dan inferior maka akan memudahkan pengangkatan bola mata, akan tetapi pada operasi kali ini karena bola mata sudah mengalami hipertropi sehingga penyayatan langsung dilakukan pada palpebra. Selanjutnya jepit nervus optikus dan buluh darah ke mata dengan menggunakan arteri clamp , lalu ligasi dengan benang chromic dengan kuat dan pastikan tidak longgar. Ligasi pembuluh darah dengan benang chromic bertujuan agar tidak terjadi kebocoran pada pembuluh darah saat klem dilepaskan, Kemudian lakukan pemotongan diatas ligasi, nervus optikus, buluh darah dan mata diangkat, pastikan tidak ada kebocoran pada ligasi, Perdarahan di hentikan dengan memberikan vitamin K yang berguna untuk pembekuan darah, kemudian bersihkan sisa darah dengan kasa steril bilas menggunakan penstrep. Penggunaan penstrep sebagai bakteriostatik terhadap bakteri yang mungkin mengkontaminasi. Selanjutnya otot-otot ekstraokular, periorbita, dan jaringan subkutan dijahit menggunakan cat gut dan dilanjutkan dengan menjahit kulit menggunakan cat gut tipe jahitan simple.
Gambar 3. Persiapan hewan yang akan dioperasi
Gambar 4. Musculus disekitar mata dipotong dan mata dikeluarkan
Gambar 5. Penjahitan kulit dengan pola jahitan simple interupted
Metode jahitan yang digunakan untuk menutupi jaringan mata yaitu dengan metode jahitan simple interupted. Teknik ini relatif aman dilakukan karena apabila satu jahitan terputus jahitan lainnya tidak terganggu. Kerugian dari jahitan ini adalah waktu yang dibutuhkan cukup panjang dan memiliki resiko lebih besar dalam meninggalkan bekas jahitan. Jahitan pada kulit menggunakan benang chromic catgut. Chromic catgut ialah benang catgut yang telah dikombinasi dengan garam-garam krom. Fungsi garam-garam krom adalah menunda proses proteolisis yang menyebabkan catgut dapat direabsropsi, sehingga memperpanjang waktu agar benang dapat dipertahankan dalam jaringan bersama-sama selama proses penyembuhan. Chromic catgut bersifat diserap oleh tubuh, dengan lama penyerapan ialah 20 hari (Scoot, 2002).
4.3. Perawatan Pasca Operasi
Setelah operasi selesai, pasien ditempatkan di kandang yang kering dan bersih. Hal ini bertujuan agar proses penyembuhan luka tidak terkontaminasi oleh bakteri dan jamur yang dapat menghambat proses penyembuhan karena tempat yang lembab dan kotor. Pasien dipasangkan elizabeth collar pada bagian leher. Area jahitan secara rutin dibersihkan dengan menekan-nekan daerah operasi secara perlahan, hal ini bertujuan untuk mengurangi akumulasi cairan yang dapat menghambat penyembuhan
Berdasarkan hasil pengamatan pasca operasi, pasien mengalami demam, nafsu makan menurun, serta perlu dilakukan pengeluaran serum pada luka mata, agar tidak terakumulasi didalam luka mata. Luka jahitan dibersihkan menggunakan Nacl fisiologis setiap hari lalu diolesi dengan salap mata gentamicin. Kondisi hari ke 2 pasca operasi suhu tubuh kucing sudah kembali normal dan serum pada luka mata ketika dikeluarkan sudah tidak ada . pada hari dan nafsu makan sudah membaik. Pada hari ke 4 kucing sudah dipulangkan karena kondisi dari kucing sudah kembali normal.
Terapi yang diberikan adalah tolfenamic acid. Tolfenamic acid merupakan golongan obat non-streroid anti-inflamasi yaitu dari golongan anthranilic acid (fenamat) yang secara struktut kimianya mirip meclofenamic acid, dapat digunakan sebagai anti-inflamasi, analgesi dan antipiretik. Kerja dari obat ini sebagai potensial inhibitor dari cyclooxigenase yang akan meghambat secara langsung pada daerah reseptor prostaglandin. Obat ini juga akan menghambat langsung pada daerah reseptor prostaglandin. Durasi kerja obat ini adalah 24-36 jam sehingga pemberian obat ini adalah 1-2 hari sekali (Plump, 2008).
Pemilihan obat anti-inflamasi non-steroid karena obat golongan non-steroid tidak menyebabkan imunosupresi dibandingkan dengan golongan obat streoid. kucing diberikan tolfenamic acid untuk menurunkan demam serta untuk mengurangi rasa sakit pasca operasi. Terapi yang diberikan lainnya adalah antibiotik berupa cefotaxime tablet dengan rentang waktu 12 jam setiap pemberiannya yang diberikan selama 3 hari. Vitamin C sebagai terapi suportif dan pemberiannya yang diberikan selama 3 hari
Vitamin C diberikan sebagai terpi suportif, yang berperan dalam proses penyembuhan luka untuk meningkatkan system imun pasien pasca operasi dan membantu proses sintesis pada kolagen untuk proses penyembuhan luka. Vitamin C diperlukan untuk hidrolisis prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin, bahan penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon.Vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit dan perdarahan gusi (Tjay dan Rahardja, 2015).
Gentamicin salap merupakan antibiotik topikal golongan aminoglikosida yang merupakan golongan antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Bekerja langsung pada ribosom bakteri,membran sel dan dapat menghambat sintesa protein sehingga protein akan mati.
?
?
1