Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai Negara maririm dimana wilayah lautnya mencakupi tiga perempat luas Indonesia. Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan yang sangat melimpah, hasil laut tersebut berpotensi tinggi untuk dikembangkan salah satunya adalah kepiting. Jenis kepiting yang popular dikalangan masyarakat dan juga sebagai bahan makanan dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi yaitu jenis portunus pelagicus atau biasa disebut rajungan yang banyak terdapat di perairan Indonesia. (Dahuri 2003 dalam Mardiana 2011). Komoditas perikanan yang saat ini menjadi salah satu andalan ekspor non migas adalah rajungan (Portunus pelagicus). Rajungan merupakan hasil perikanan yang potensial. Di Indonesia rajungan merupakan komoditas perikanan yang diekspor terutama ke negara Amerika, yaitu mencapai 60% dari total hasil tangkapan rajungan. Rajungan juga diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan yang dalam bentuk olahan diekspor ke Belanda (Juwana dkk, 2002). Komoditas ini merupakan komoditas ekspor urutan ketiga dalam arti jumlah setelah udang dan ikan. Saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan dari hasil tangkapan laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi di alam. Salah satu upaya untuk menghindari kepunahan jenis kepiting ini melalui pengembangan budidaya (Supriyatna, 1999). Pembenihan rajungan merupakan sebuah rangkaian kegiatan mulai dari penyeleksian indukan, pemeliharaan induk, penetasan telur hingga penanganan larva. Beberapa balai penelitian mulai bergerak dalam bidang pembenihan rajungan , diantaranya Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar yang terlatak di desa Mappakalompo, kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan keterangan tersebut perlu diketahui bahwa pengetahuan tentang teknik pembenihan rajungan sangat diperlukan dalam budidaya rajungan sehingga dalam usaha pembenihan mampu memproduksi benih dalam jumlah yang cukup, berkesinambungan dan berkualitas unggul. 1.2. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Lapang Akuakultur (PLA) yaitu untuk mendapatkan keterampilan kerja serta mengetahui secara langsung teknik pembenihan rajungan serta permasalahan yang dihadapi dalam pembenihan rajungan (Portunus pelagicus) di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar. Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Hasil dari praktek lapang akuakultur (PLA) ini diharapkan dapat memberi informasi Sehingga mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam usaha pembenihan rajungan. BAB II METODE PRAKTEK LAPANG AKUAKULTUR 2.1 Waktu dan Tempat Praktek Lapang Akuakultur (PLA) dilaksanankan mulai tanggal 1 juli – 1 agustus 2019 bertempat di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar, yang terletak di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. 2.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam praktek kerja lapang (PLA) yaitu seperti yang tertera dalam tabel berikut : Tabel 1. Nama alat No. Nama Alat Kegunaan 1 Bak Pemeliharaan induk Wadah pemeliharaan induk 2 Bak Penetasan Telur Wadah pemeliharaan telur 3 Bak Pemeliharaan Larva Wadah pemeliharaan larva 4 Bak pakan alami Wadah kultur pakan alami 5 Pipa paralon Tempat sembunyi rajungan 6 Ember Wadah penampung air 7 Gayung Mengambil air 8 9 10 11 12 Pompa air Pompa celup Blower Saringan Batu dan Selang Aerasi Memompa air ke bak pemeliharaan Memindahkan air dari bak 1 ke bak yang lain Alat untuk menyuplai oksigen Untuk menyaring pakan alami Wadah untuk mengalirkan air rasi Tabel 2. Bahan yang digunakan Nomor Bahan 1. Induk Rajungan yang siap bertelur 2. Larva Kepiting 3. Air Laut dan air tawar 4. Pupuk Urea, SP 36 dan ZA 5. Pakan Buatan (Flake) 6. Artemia Salina 7. Rotifer 8. Chlorela 9. Cumi dan Ikan Rucah 10. Kaporit 11. Crumble 2.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data selama praktek lapang akuakultur mengenai tehnik pembenihan rajungan yang dilaksanakan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar terdiri dari beberapa metode, yaitu : Data pimer : Informasi yang diperoleh melalui metode observasi dan diteruskan dengan mengikuti seluruh rangkaian aktivitas pemeliharaan induk rajungan (Portunus pelagicus) untuk kegiatan pembenihan. Salain itu data primer juga diperoleh dengan menginterview/wawancara secara langsung di lapangan kepada tim Divisi Pembenihan Kepiting Bakau dan Rajungan di BPBAP Takalar. Data sekunder : Data yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi seputar teknik pematangan gonad indukan kepiting rajungan (Portunus pelagicus) melalui studi pustaka pada semua referensi yang relevan dengan kegiatan Praktek Lapangan Akuakultur (PLA). BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Balai Perikanan Budidaya air Payau (BPBAP) Takalar Lokasi dan Letak Geografis BPBAP Takalar BPBAP (Balai Perikanan Budidaya Air Payau) terletak di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar. Wilayah ini berjarak ±30 Km ke arah selatan Kota Makassar dengan batas-batas antara lain, sebelah timur dengan selatan Makassar, sebelah selatan dengan Binangga Sabata, sebelah timur dengan Kecamatan Galesong Utara. Berdasarkan letak geografisnya BPBAP Takalar terletak pada 119o 26, 44 BT dan 25, 45 LS terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Peta lokasi BPBAP Takalar BPBAP Takalar berdiri di atas tanah seluas 2,5 Hektar yang terdiri dari bangunan pembenihan, kantor, perpustakaan, aula, mess, koperasi, perumahan pegawai, asrama, laboratorium (lab. uji, pakan alami, rumput laut, pakan buatan), lokasi pertambakan, dan lapangan olahraga. Selain itu, beberapa tempat seperti lab, mess, dan perpustakaan yang dilengkapi dengan akses internet. Secara umum lokasi menuju BPBAP Takalar mudah untuk dijangkau dengan sarana transportasi yang lancar. Sejarah Singkat BPBAP Takalar BPBAP Takalar merupakan suatu unit pelaksanaan teknis Direktorat Jendral Perikanan Budidaya yang didirikan pada tahu 1983 dengan jalur pembinaan teknis dari BBAP Jepara. BBAP Takalar dulunya adalah sub center udang, oleh pemerintah dianggap penting untuk membentuk struktur yang dapat melaksanakan pengembangan teknologi perikanan payau dan perikanan laut untuk kawasan Indonesia Timur. BPBAP Takalar saat ini terus melakukan upaya dan mendukung pengembangan budidaya perikanan di bagian timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, dan Papua), karena itulah BPBAP Takalar memiliki kewajiban untuk terus meningkatkan perannya dalam masyarakat. Pengembangan tugas BPBAP Takalar menetapkan program kerja yang bertujuan menghasilkan teknologi melalui perekayasaan pada setiap kelompok funngsional yang ada, baik pada pembenihan, budidaya, lingkungan dan penyakit, maupun ahli teknologi. Visi, Misi dan Motto BPBAP Takalar Visi Terwujudnya BPBAP Takalar sebagai pusat pelayanan masyarakat dan penyediaan teknologi terdepan dalam pengembangan budidaya air payau di kawasan Timur Indonesia Misi Pengembangan teknologi budidaya air payau berbasis agribisnis yang berdaya saing, ramah lingkungan dan berkelanjutan; Percepatan ahli teknologi budidaya air payau pada masyarakat dan pembudidaya; Penciptaan peningkatan jumlah paket-paket teknologi budidaya yang efisien, efekif ramah lingkungan dan berkelanjutan; Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan. Motto Kami Bangga Dapat Melayani Anda. Unggul Dalam Kwalitas dan Pelayanan Senyum Pembudidaya adalah motivasi kami Tugas dan Fungsi BPBAP Takalar Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor KEP 26D/Mei 2001 Tanggal 1 Mei 2001, tugas BPBAP Takalar yaitu melaksanakan penetapan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air laut serta pelestarian sumberdaya induk dan benih, serta lingkungan meliputi perairan payau di kawasan timur Indonesia. Dalam penyelenggaraan tugasnya, BPBAP Takalar melaksanakan fungsi sebagai berikut: Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau; Pengkajian standar pelaksanaan sertifikat sistem mutu dan sertifikasi personil pembenihan serta pembenihan ikan air payau; Pengkajian sistem jaringan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau; Pelaksanaan pengkajian teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau; Pengkajian teknik standar pengawasan benih pembudidayaan serta pengendalian hama dan penyakit. Struktur Organisasi Struktur organisasi BPBAP Takalar dalam kegiatannya berpedoman pada SK. Menteri Kelautan dan Perikanan No: Kep 26D/Men/2001 Tanggal 1 Mei 2001 tentang organisasi dan tata kerja Balai Budidaya Air Payau terlihat pada Gambar 2. Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Dalam melaksanakan fungsi sebagai unit pelaksanaan teknis ,maka bagian dari struktur organisasi tersebut di atas memiiki tugas – tugas sebagai berikut : Kepala Balai Perikanan Budidaya ikan Air Payau Takalar Kepala Balai Perikanan Budidaya ikan Air Payau (BPBAP) selaku penanggung jawab fungsional dalam bidang administrasi, perencanaan dan pengendalian. Untuk menjalankan fugsinya sebagai kepala di Balai Perikanan Budidaya ikan Air Payau Takalar terkait koordinasi ke pusat, unit balai dan instansi terkait. Seksi Standardisasi dan Informasi Seksi ini bertugas mempersiapkan bahan standar teknik dan pengawasan pembudidayaan di Balai Perikanan Budidaya ikan Air Payau Takalar ini. Selain itu juga bertugas dalam pengendalian hama dan penyakit ikan, lingkungan, sumber daya induk atau benih serta pengolahan jaringan dan perpustakaan. Seksi Pelayanan Teknis Seksi ini bertugas melaksanakan pelayanan teknis kegiatan pengembangan, penerapan serta pengawasan terhadap kegiatan pada lapangan Balai Perikanan Budidaya Ikan Air Payau BPBAP) Takalar. Sub Bagian Tata Usaha Sub bagian tata usaha memiliki tugas dalam mengelola administrasi keuangan, kepegawaian, persuratan, perlengkapan rumah tangga dan pelaporan mengenai kondisi Balai Perikanan Budidaya ikan Air Payau (BPBAP) Takalar. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional, bertugas dalam pelaksanaan kegiatan perekayasaan,pengujian,penerapan,bimbingan.penerapan.air/payau,pengendalian : Sarana dan Prasarana Divisi Hatchery Kepiting dan Rajungan Untuk menunjang kegiatan operasional yang berlangsung pada BPBAP Takalar maka dibutuhkan sarana dan prasarana sebagai berikut. Bak induk 2 unit Bak larva 8 unit Bak plankton 4 unit Bak reservoir 2 unit Bak fibreglass 24 unit Sumber listrik Energi listrik yang digunakan di BPBAP Takalar berasal dari pasokan perusahaan listrik Negara (PLN). Selain itu, balai ini juga menyediakan sumber energi listrik lain berupa 4 unit genset berkapasitas 200-400 KVA sebagai alternative pengganti sumber listik untuk mengatasi apabila terjadi gangguan atau pemadaman dari PLN yang dapat mengganggu jalannya proses produksi. Genset tersebut ditempatkan dalam ruang genset yang berada di lokasi 1 yang merupakan lokasi utama balai tersebut. Sumber air Air laut Air laut merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan kegiatan pemeliharaan larva maupun kegiatan lain. Air yang dibutuhkan tersebut memiliki kualitas tertentu sehingga memberi daya dukung optimal bagi kelangsungan hidup organisme. Air laut sebagai media pemeliharaan harus memenuhi syarat secara kualitas mauun kuantitas dimana air yang digunakan harus jernih dan terbebas dari hama dan penyakit yang dapat mengganggu rajungan, dan juga air laut juga harus mencukupi untuk seluruh kegiatan operasional. Sistem suplai air laut yang digunakan untuk memperoleh air bersih dengan kualitas yang baik adalah dengan sistem penyaringan sand filter yaitu sistem penyaring dengan menggunakan pipa paralon, kasa, pasir dan ijuk sebagai alat penyaring air. Air tawar Ketersedian air tawar sangat penting karena sebagai penunjang keberhasilan setiap kegiatan yang dilakukan seperti pengenceran air laut, mencuci bak, mencuci peralatan yang selesai digunakan dan untuk kebutuhan rumah karyawan. Sistem pengadaan air tawar yang digunakan oleh BPBAP Takalar yakni beasal dari air PAM. Sistem Aerasi Suplai aerasi di BPBAP Takalar menggunakan blower sebanyak 2 unit yang di operasikan secara bergantian selama 24 jam. Blower ini berfungsi sebagai penyedia suplai oksigen yang di salurkan melalui pipa paralon 1-1,5 inci yang dilengkapi kran penyetel udara, selanjutnya didistribusikan ke bak-bak pemeliharaan baik indukan maupun larva rajungan. 3.3 Kegiatan yang dilaksanakan 3.3.1 Persiapan Bak Induk Wadah yang digunakan dalam penampungan induk sementara menggunakan bak fiber berbentuk kerucut berkapasitas 250 liter. Wadah yang digunakan terlebih dahulu direndam menggunakan kaporit selama semalam kemudian dibilas dengan menggunakan air bersih. Bak yang telah dibersihkan kemudian dikeringkan selama 1 hari dibawah sinar matahari agar mematikan  serta mengurangi organisme yang menempelkan pada dinding bak sehingga mencegah timbulnya  penyakit. 3.3.2 Persiapan bak larva dan penetasan Bak yang digunakan dalam pemeliharaan larva dan penetasan telur rajungan adalah 32 bak viber berbentuk kerucut dengan volume 500 L. Bak ditempatkan dalam ruangan tertutup dengan atap sen bening agar cahaya dapat masuk. Bak pemeliharaan ini dilengkap dengan system aerasi hal in dilakukan untuk menjaga agar suhu tetap stabil selama pemeliharaan. Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pertukaran zat dari organisme budidaya yakni rajungan. 3.3.5 Pemeliharaan Induk Induk rajungan yang digunakan pada kegiatan pembenihan berasal dari alam hasil tangkapan langsung oleh nelayan yang diperoleh dari pengumpul. Indukan tersebut kemudian diseleksi dengan persyaratan organ tubuh lengkap , tidak cacat, gerakan lincah, berat induk antara 150-250 gram /individu dengan panjang karapas 5-8 cm dan lebar karapas 10-13 cm. Induk tersebut telah mencapai tingkat kematangan ovarium(TKO ) II dan induk yag telah diseleksi kemudian dibawa kelokasi pembenihan, setelah sampai dilokasi pembenihan semua indu rajungan diadaptasi dengan kondisi lingkunga pembenihan.. Upaya untuk menghindari terjadinya dehidrasi selama pengangkutan kepiting, maka dianjurkan melakukan perendaman indukan dengan air laut yang bersih selama 5 menit agar kondisi telur tetap terjaga. Setelah itu induk rajungan direndam dengan Larutan formalin dengan dosis 25 ppm selama 10-15 menit sambil dinyalakan aerasi terus menerus supaya parasit yang menempel pada innduk terlepas atau hilang. 3.3.6 Penetasan Telur Induk yang telah memijah ditandai dengan keluarnya teluryang menempel pada lippatan abdomen. Sebelum dilepaskan keluar tubuh, telur tersebut akan melalui spermateka yaitu kuning sperma yang ada ada bagian peloped betina. Spermateka umumnyatelahterisi sperma jantan yang telah dititipkan saaat terjadiperkawinan atau kopulasi. Umumnya telur yang melewati spermateka secara otomatis akan terbuahi. Telur yang keluar dari tubuh akan terkumpul dengan bantuan peloped dan akan dierami pada bagian bawah abdomen. Masa pengeraman atau inkubasi berkisar 9-10 hari. Perkembangan telurselalu diamati setiap harai dan akan terlihat perubahan wqrna kuning, orange, coklat kemudian berwarna hitam, yang mana warna hitam tersebut merupakan mata dari larva. Adapun warna perkembangan telur rajungan dapat kita lihat seperti pada gambar berikut. 3.3.7 Pemeliharaan Larva 3.3.7.1 Pemeliharaan Stadia Zoea Penanganan larva stadia zoea diguanakan wadah pemeliharaan berupa bak viber berbentuk tabung yang pada bagian bawahnya berbentuk kerucut dengan kapasitas 250 L untuk lebih memudahkan penanganan dan pengawasan sertaa mencegah kontaminnasi penyakit individu. Bak yang digunakan adalah bak yang telah dibersihkan menggunakan detergen kemudian dibilas . Setelah itu dikeringkan lalu diisi air laut dan dilengkapi juga dengan sistem aerasi guna menciptakan sirkulasi air pada meda pemeliharaan serta untuk mempercepat proses penguapan gas beracun hasil pembususkan sisa pakan dan kotoran. Kekuatan aerasi juga perlu diatur sedemikian rupa sehingga tekanan tidak terlalu kuat ataupun lemah. Larva yang telah ditebar ke bak pemeliharaan dilakukan pengontrolan perkembangan stadia zoea setiap hari dengan melihat perubahan bentuk dari marfologi zoea. Pengamatan perkembangan zoea ini penting dilakukan karena berhubungan dengan jenis dan dosisi pakan yang akan diberikan untuk menentukan tingkat kelangsungan hiduplarva rajungan. Stadia zoea 1 berlangsung selama 2-3 hari, Zoea 2 selama 2 hari, zoea 3 selama 2 hari dan zoa 4 selama 3 hari kemudian bermetamorfosis menjadi megalopa selama 4-5 hari kemudian berubah menjadi stadia crablet. Adapun perkembangan dan pertumbuhan zoea dapat dilihat seperti pada tabel berikut Tabel 3. Perkembangan dan Pertumbuhan larva NO Stadia Waktu pergantian stadia Ciri cirri 1 Zoea 1 2-3 hari Nampak bahwa karapas mempunyai sepasang mata yang tak bertangkai, sepassang spina lateralis disamping kiri dan kanan yang pendek dan tajam, sebuah spinadorsalis dibagian punggung dan sebuah spina mirip rostum yang lebih pendek dari spina dorsalis. Abdomen terdiri dari 5 ruas dan diujung abdomen terdapat telson yang terdiri dari dua furca. 2 Zoea 2 2 hari Mata mulai bertangkai dan pada telson terlihat tambahan sebuah rambut sederhana (simple setae) tepat dibagian tengah lengkungan sebelah dalam. Pada bagian vetral cephalotorax, Nampak tonjolan pada periopod1 hingga ke 5. Pada kondisi optimal 3 Zoea 3 2 hari Abdomen telah bertambah menjadi 6 uas, tonjolan pada periopod 1 nampak berkebang lebih besar dibandng yang lain . Sela itu, terlihat pula tonjolan pleopodmpada baguan abdomen 4 Zoea 4 2 hari Periopod 1 mulai membesar berbentuk capit sedngkan pleopod ke 2 hingga ke 5 akan berkembang semakin panjang Selama pemeliharaan larva rajungan pada stadia zoea 1 dan 2 diberi pakan rotifer yang diperkaya dengan kepadatan 1-15 ekor /ml sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi hari jam 09.00 dan sore hari pukul 15.00, pada stadia zoea 3 dan zoea 4 mulaidiberi tambahn pakan artemia sebayak 2 kai pemberian yaitu pukul 12.00 dan 21.00 dengan kepadatann 0,5-1 ekor /ml. Pergantan air dilakukan setiap pagi hari setelah memasuki zoea 2 dan dilakukan peyiponan untuk membuang kotoran yang menempel pada dinding dan dasar bak. Air pada media pemeliharaan digunakan adalah air laut yang bersalinitas 30-32 ppt yang telah ditreatment. Sebelum penenbaran larvadiusahakan dapat mempertahankan suhu air yang konstan yaitu berkisar 30-32 ̊ c, saliitas 30-34 ppt, pH air7,5-8,5, Oksigen terlarut 4,5-5,2 mg/l. 3.3.8 Pemeliharaan Megalopa Setelah melalui fase zoea dengan cara 4-7 kali moulting (gantikulit) yang terjadmselama ± 10 hari terbentuklah fase megalopa . Metamorfosa zoea dilakukan melalui perobekan lapisan kulit bagian punggung yaitu antara cephalothorax dan abdomen. Pada fase ini megalopa bentuknya sudah mulai mirip rajungan dewasa, tubuhnya makin lebar, kaki dan capitnya sudah jelas wujudnya. Matanya menjadi sngat besar bahkan lebih besar dari pada mata dewasa. Salah satu cirri bahwa megalopa telah melakukan metamorfosis adalah timbulnya kanibalisme. Pada fase megalopa tidak terdapat sub stadia seperti zoea dan sudah bersifat menetap didasar substrat. Setelah 5-6 hari maka megalopa akan berubah menjadi crab atau rajungan muda. Pada fase megalopa sebelum penebaran kedalam bak pemeliharaan , dilakukan pemasangan shelter atau waring dan dipasang keseluruh permukaan bak. Ukuran shelter atau waring yang telah dipotong adalah 30 x 40 cm lebar pada shelter hitam dan 70 x 80 cm untuk waring berwarna biru. Pemasangan shelter dilakukan pada pergantian air prtama dengan cara melempar kedasar bak dimana shelter berfungsi sebagai tempat persembunyian larva dari sifat saling mencapit dan kanibalisme. Untuk mmemindahkan larva megalopa kedalam bak pemeliharaan , terlebih dahulu dipanen menggunakan seser kemudian ditampung kedalam baskom berisi air dihitung dan dilakukan grading untuk menyeragamkan ukuran benih. Selama pemeliharaan dilakukan pergantian air setiap pagi hari sampai 100 % dengan cara membuka saluran pembuangan air yang sudah dipasang saringan untk encegah megalopa terbawa air. Setelah dibuang kemudian dilakukan pembersihan bak dengan cara menyemprot shelter agar kotoran yang menempel dapat terlepas. Setelah dibersihkan kemudian dilakukan pengisian air kembali. Pada stadia ini pakan yang diberikan berupa akan buatan berbentuk flake dan setelah memasuki hari ke empat tidak agi diberika pakan alami . Pemberian rotifer dihentikan karena sudah tidak sesuai dengan bukaan mulut megalopa. Suhu air pemeliharaan stadia megalopa 29 º-32 ºc denga sainitas 28-32 ppm. 3.3.9 Pemeliharaan stadia Crablet Larva yag telah mencapai stadia crablet ditandai dengan pajaang karapasa yag lebih pendek disbanding lebarnya, dua ruas terminal yaitu propodus dan dactylus pada pasangan peropod ke 5 sudah sangat memipih dan berfungsi untuk berenang. Abdomen sudah terlihat mengecil dan terlipat dibagian bawahcephalothorax. Crab muda terlihat suka membenamkan diri dalam substrat pasir Selama proses tumbuh menjadideasa, rajungan akan mengalami beberapa kali pergantian kulit atau molting. Pergantian kulit terjadi karena ragka luar pembungkus tubuhnya tidak lagi dapat membesar sehingga perlu dibuang dan diganti dengan yang lebih besar. Pergantian karapas dimulai dengan pembelahan sel-sel epidermis secara mitosis menjadi bentuk yang lebih padat, rapat dan kolumner. Pembelahan sel-sel epidermis menyebabkan terjadinya teganga pada permukaan sel-sel sehingga menyebabkan kutikua terpisah dari cairan epidermis. Cairan ganti kulit disekresikan pada ruang antara kutikula dan epidermis hingga kutikula yang baru terbentuk sempurna. 3.3.10 Kultur Pakan Alami 3.3.10.1 Chlorella Sp Chlorella Sp merupakan salah stu paka alami organisme air yang berasal dari jenis alga hijau renik besel tunggal yang dialam yang termasuk organisme fitoplaknton. Alga termasuk kedalam family chlolareacea kelompok chlorophyceae yang merupakanorganisme salah satu jenis pakan alami dalam budidaya ikan maupun rajungan, dan dapat juga digunakan sebagai pakan alami rotifer. 3.3.10.2 Rotifer Rotifer merupakan pakan alami jenis Zooplankton yang dikultur pada bak beton berkapasitas 8 ton dengan ketinggian 120 cm. Bak kultur rotifer terdiri atas 4 buah yang mana dari ke 4 bak hanya satu bak yang digunakan sebagai wadah kultur sedangkan tiga yang lai untuk pemeliharaan clhorella yang merupakan pakan agi rotifer. Proses pemberia pakan rotifer dan cara pemanenannya cukup dengan menyambugka pompa dan dialirkan. 3.3.4.3 Artemia Salina Artemia salina yang digunakan dalam bentuk telur istirahat atau kista yang diberi perlakuan dekapsulasi sebelum dikultur. Metode dekapsulasi dimaksudkan untuk meningkatkan daya tetas artemia dalam proses melepaskan lapisan luar (khorion) yang keras sebelum penetasan sehingga mempercepat proses penetasan. Proses penetasan artemia dilakukan dengan menggunakan wadah berupa galon yang dipotong bagian bawahnya dan diletakkan pada rak yang telah disediakan dengan posisi terbalik kemudian dibagian bawahnya dipasangi keran dan pipa pendek. Setelah wadah disterilkan, selanjutnya diisi air laut yangtelah melalui proses treatment sebanyak 12 liter dan diberikan aerasi. Kemudian dimasukkan bibit artemia yang telah melewati proses dekapsulasi sebanyak yang diperlukan dan dikultur sampai 12 jam. Pemanenan artemia hasil kultur dilakukan dengan terlebih dahulu mematikan aerasi hingga media air budidaya tenang supaya hasil penentasan artemia dapat mengendap dan terpisah dari cangkangnya yang umumnya berada dibagian permukaan dapat mengendap. Pemanenan dilakukan dengan cara menyipon bagian dasar wadah. 3.3.11 Manajemen Kualitas Air Kualitas air yang optimal merupakan salah satu hal sangat penting untuk diperhatikan dalam pemeliaraan larva rajungan. Penurunan mutu air dapat terjadi karna kelebihan sisa pakan yang membusuk. Oleh karena itu untuk menjamin kualitas air yang baik pergantian air sangat penting untuk dilakukan setiap harinya. Beberapa parameter kualitas air yang perlu diperhatikan yaitu salinitas, suhu, pH, dan oksigen terlarut. Pergantian air dan penyponan yang terdapat pada bak pemeliharaan yang dilakukan ddari zoea 2 sampai crab let cablet 15. Berikut volume pergantian air selama pemeliharaan larva sebagai berikut: Tabel 4. Volume pergantian air No Stadia Pergantian air Keterangan 1. Zoea 2 – zoea 4 30% - 70% Pergantian air dilakukan setiap hari 2. Megalopa 1 20% Pergantian air dilakukan setiap hari 3. Megalopa 3 25% Pergantian air dilakukan setiap hari 4. Crab 11 - 12 20% Pergantian air dilakukan setiap hari 5. Crab 15 25% Pergantian air dilakukan setiap hari 3.3.12 Pemanenan Pemanenan dilakukan pada masa rajungan memasuki stadia crablet yang telah mencapaiukuran lebar karapas 1,5-2 cm atau mencapai crablet 5, yang dilakukan pada pukul 03.00 dinihari . Crab yang akan dipane terlebih dahuliu dipuasakan dengan harapan pada saat penganngkutan tidak mengeluarkan feses atau kotoran. Panen dilakukan dengan terlebih dahulu mengurangi volume air di dalam bak melalui aliran pembuangan yang terlebih dahulu dipasangi waring. Crab kemudian dipanen dan dikumpulkan dalam wadah kemudian dilakukan penghitungan Penangan pasca panen dilakukan langsung dengan mengemas benih menggunakan kantong plastic berkapasitas 5 liter. Kepadatan benih dalam satu Styrofoam 200-250 individu/ kantong, oksigen diinjeksikan masuk ke kantong dengan perbandingan antara oksigen dan air laut 2:1 selanjutnya kantong plastic di ikat rapat dengan karet gelang. Untuk mempermudah pengangkutan benih maka dilakukan pengemasan dalam kardus / sterofoam kemudian ditutup dan diikat rapat dengan karet gelang guna mencegah kebocoran selama proses pengangkutan dan selanjutnya benih siap didistribusikan melalui transportasi darat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Menentukan jumlah formulasi yang tepat dalam pembuatan pakan sangat penting dilakukan mengingat keberhasilan budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan yag diberikan. Penggunaan bahan alternatif tepung ikan teri bertujuan untuk mengurangi penggunaan tepung ikan. Pakan yang berkualitas adalah pakan yang bahan-bahannya memiliki kandungan gizi yang tinggi yaitu kaya akan protein, Lemak, Karbohidrat, Vitamin dan mineral. 5.2 Saran Sebaiknya untuk kegiatan selanjutnya, dilakukan pengontrolan dan pengecekan larva rajungan agar kondisi lingkungan tetap terjaga dan membagi setiap anggota dibagian tertentu dan bergilir agar pengetahuan yang didapat bisa diterapkan. DAFTAR PUSTAKA BPBAP Takalar. 2015. Laporan tahunan. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar. Kabupaten Takalar. Juwana, S. dan K. Romimohtarto. 2000. Rajungan; Perikanan, Cara Budidaya dan Menu Masakan. Djambatan. Jakarta. 47 hal. Supriyatna, A. 1999. Pemeliharan Larva Rajungan (Portunus pelagicus) Dengan Waktu Pemberian Pakan Artemia Yang Berbeda. Prossiding Seminar Nasional Puslitbangkan Bekerjasama dengan JICA ATA. 173-178. 22