Dakwah Bi Al-Qolam
Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Ilmu Dakwah
Dosen Pengampu :
Rubiyanah,S. Ag, M.A.
Disusun Oleh :
Anisa Hafifah 11190511000066
Dinda Rachmawati Nurdin 11190511000071
PROGRAM STUDI JURNALISTIK 3B
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
Pendahuluan
Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan bisa terlepas dari proses komunikasi. Komunikasi ialah suatu hal yang pasti dimiliki oleh setiap individu. Ada banyak sekali bentuk komunikasi yang ada, salah satunya yaitu Komunikasi Dakwah. Komunikasi Dakwah merupakan semua bentuk komunikasi yang berkaitan dengan pesan seruan ke jalan Allah SWT atau bentuk mengajak berbuat baik dan meninggalkan keburukan.
Wahyu Ilaihi, “Komunikasi Dakwah”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 17
Metode dalam Komunikasi Dakwah yang digunakan harus mampu disesuaikan dengan keadaan komunikan. Di zaman modern yang dikelilingi teknologi canggih seperti sekarang, Komunikasi Dakwah ini tentu tidak cukup jika hanya dilakukan dengan lisan. Keberadaannya mesti didudukung dengan metode lain yang mampu menjadi penghubung antara komunikator dengan komunikan dengan jangkauan yang lebih luas. Hal ini dapat diperoleh jika komunikasi dakwah juga dilakukan dengan metode berupa Dakwah Bil Qalam. Dakwah Bil Qalam sebagai metode dalam berdakwah membantu memperbaiki kelemahan dakwah yang hanya dilakukan dengan lisan. Dakwah bil lisan yang mempunyai kekurangan pada jangkauan dan waktu, dapat dipenuhi melalui dakwah Bil Qalam. Dakwah bil Qalam memberikan peluang komunikan dalam suatu komunikasi dakwah menuangkan gagasan dan ide secara utuh lewat tulisan. Sehingga efek yang ditimbulkan dari suatu komunikasi dakwah akan bersesuaian dengan yang diharapkan.
Rini Fitria,”Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah”. JURNAL ILMIAH SYIAR Vol. 19, No. 02, Desember 2019; hlm. 224-234
Rumusan Masalah
Apa Pengertian Dakwah Bil Qalam?
Bagaimana Proses Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah?
Apa Peran Dai pada Dakwah Bil Qalam?
Apa fungsi Dakwah bil Qalam?
Apa kekurangan dan kelebihan Dakwah bil Qalam ?
Pembahasan
Pengertian Dakwah Bi Al-Qolam
Secara umum, dakwah adalah ajakan atau seruan kepada hal baik agar individu mampu menjadi lebih baik. Dakwah berisikan ide menyangkut progresivitas, sebuah proses tanpa henti untuk mengajak individu kepada yang baik dan yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan dakwah tersebut. Namun, dakwah pada sisi prakteknya meliputi kegiatan mentransformasikan nilai-nilai agama yang mempunyai arti krusial dan berperan langsung dalam membentuk persepsi umat terhadap berbagai nilai kehidupan.
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah.. hlm. 24 Dapat diartikan pula bahwa dakwah merupakan suatu kegiatan yang mengajak dan menyeru kepada agama Allah SWT, yang meliputi wilayah yang luas dalam semua aspek kehidupan. Dakwah memiliki ragam metode, bentuk, pesan, media, pelaku, serta mitra dakwah. Dakwah dilakukan guna mememperoleh tujuan tertentu. Agar tujuan dakwah dapat tercapai, dibutuhkan metode yang tepat. Salah satunya ialah metode dakwah Bil Qalam.
Pengertian Dakwah bil qalam dapat dirujuk dari asal bahasanya, yaitu bahasa Arab. Dakwah bil qalam jika ditulis sesuai gramatikal bahasa Arab, maka akan ditulis ad-da’wah bi alqalam, terdiri dari dua kata yaitu, da’wah dan qalam. Dakwah Bil Qalam yaitu suatu upaya menyeru manusia menggunakan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah Swt melalui seni tulisan. Pengertian dakwah Bil Qalam menurut Suf Kasman yang dikutip dari Tasfir Departemen Agama RI menjelaskan definisi dakwah Bil Qalam, ialah menyeru manusia secara bijaksana ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah Swt, melalui seni tulisan.
Abdul Wachid, “Wacana Dakwah Kontemporer”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 223
Mengacu pada arti qalam sebagai tulisan, dakwah bil qalam bisa diidentikkan dengan istilah dakwah bil kitabah. Qalam berarti pena, memiliki konotasi lebih aktif karena sebagai alat. Sedangkan kitabah berarti tulisan, berkonotasi pasif karena tulisan merupakan sebuah produk dari pena (Romli, 2003: 21-22). Maka untuk menghindari kerancuan dalam penggunaan kata kitabah atau qalam, peneliti menggunakan istilah dakwah bil qalam yang merujuk pada istilah dakwah melalui tulisan. Pengertian dakwah bil qalam lainnya yaitu mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah Swt. lewat seni tulisan (Kasman 2004: 120).
Penggunaan nama “qalam” merujuk kepada firman Allah SWT Q.S al Qalam ayat 1 yakni َو َما يَ ۡس ُط ُرو َن ِم قَلَ ۡ َوٱل ٓۚ ن ١ “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.”
Kasman juga mengutip pendapat Ali Yafie yang menyebutkan bahwa, dakwah bil qalam pada dasarnya menyampaikan informasi tentang Allah Swt., tentang alam atau makhluk-makhluk dan tentang hari akhir atau nilai keabadian hidup. Dakwah model ini merupakan dakwah tertulis lewat media cetak (Kasman, 2004: 119-120).
Samsul Munir Amin memberi pengertian dakwah bil qalam adalah dakwah melalui tulisan yang dilakukan dengan keahlian menulis di surat kabar, majalah, buku, maupun internet. Jangkauan yang dicapai dakwah bil qalam lebih luas daripada melalui media lisan. Diperlukan keahlian khusus 48 dalam hal menulis, yang kemudian disebarkan melalui media cetak (printed publications) (Amin, 2009: 11-12). Menurut Ma’arif dakwah bil qalam disebarkan melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, buletin, buku, surat, tabloid, dan jurnal (Ma’arif, 2010: 161). Tetapi menurut Ma’arif, seiring kemajuan teknologi, aktifitas menulis dakwah tidak hanya dilakukan melalui media cetak. Menulis juga dapat dilakukan melalui handphone dan media maya (internet) antara lain melalui fasilitas website, mailiing list, chatting, jejaring sosial dan sebagainya (Ma’arif, 2010: 173).
Dakwah Bil Qalam ini telah diaplikasikan pada zaman Rasulullah. Karena pada saat itu, tradisi tulis menulis sudah berkembang. Terbukti ketika Rasulullah SAW menerima wahyu, beliau langsung meminta para sahabat yang mempunyai kemampuan untuk menulis wahyu yang diterimanya. Padahal di zaman itu secara teknis sangat susah untuk bisa melaksanakan kegiatan tulis-menulis dikarenakan sarana yang belum tersedia seperti kertas dan alat tulis lainnya, disamping budaya yang kurang mendukung. Namun para sahabat tetap berusaha untuk mampu melakukannya.
Ibid., hlm. 223
Bentuk dakwah Dakwah Bil Qalam terbagi menjadi melalui tulisan dan melalui media cetak. Dakwah Bil Qalam melalui tulisan dilakukan dengan cara dimana para penulis (ulama, kyai, dan para pengarang kitab) menyajikan dalam bentuk seperti kitab kuning dan berbagai kitab karangan untuk dipelajari dan di kaji oleh para pelajar, santri maupun yang lainya. Mengingat wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang memerintahkan untuk “Bacalah”, maka diadakanya suatu perintah untuk menulis sesuatu tentang Islam dan hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran supaya dapat di baca para khalayak yang luas.
Asep Syamsul M. Romli,“Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 44
Sedangkan dakwah Bil Qalam melalui media cetak, ialah suatu bentuk penyajian dakwah Bil Qalam dengan bahasa dan kemasan yang mudah untuk dipahami dalam suatu media cetak. Seperti halnya buku, koran, majalah, tabloid, benner, pamflet, stiker dan kaos yang mengandung unsur Islam sehingga dapat diterima dengan mudah kepada pembacanya. Dakwah Bil Qalam memiliki efisiensi dalam kegiatan penyampaian kepada para khalayak luas. Para ulama maupun pemimpin menggunakan ilmu jurnalistik untuk mendesain dengan sedemikian rupa sampai akhirnya pembaca suatu buku, surat kabar, majalah, maupun karya tulis lainnya mampu dimasuki unsur Islam maupun dakwah berupa tulisan. Bagaimanapun dinamikanya, dakwah melalui tulisan tetaplah sebuah tantangan untuk para da’i, tulisan seolah menjadi suatu metode serta media yang lebih mampu bertahan jika dibandingkan dengan dakwah secara lisan.
Al-Hasjmy, “Dustur Dakwah dalam Al-Qur’an”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 37. Dakwah bil Lisan bukannya harus ditinggalkan, namun sebaliknya, kita hanya perlu mengambil satu langkah lagi untuk menulis konsep dakwah yang ingin disampaikan secara lisan menjadi sebuah tulisan sehingga dakwah yang kita jalankan semakin efektif.
Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah
Menurut bahasa kata metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Sehingga dapat diartikan bahwa metode atau jalan yang mesti dilewati untuk meraih suatu tujuan. Sumber lain menyebutkan bahwa kata metode berasal dari bahasa Jerman methodicay yang artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani kata metode merupakan akar dari kata methodos yang memiliki arti jalan yang dalam bahasa arab disebut thariq.
Wahidin Saputra, “Pengantar Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 242 Metode ialah tata urutan kerja yang tersistem untuk memudahkan melakukan suatu kegiatan agar mampu memperoleh tujuan yang diinginkan. Metode dakwah atau yang biasa disebut manhaj al-dakwah adalah cara yang digunakan da’i untuk menyampaikan materi dakwah (Islam). Metode dakwah berperan penting dalam aktivitas dakwah. Apabila metode yang digunakan tidak benar, sekalipun materi yang diberikan berisi hal baik, maka pesan baik itu dapat ditolak. Seorang da’i harus jeli serta bijak dalam menentukan metode, sebab metode sangat mempengaruhi kelancaran serta keberhasilan dakwah.
Acep Aripudin, “Pengembangan Metode Dakwah”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 8
Wahidin Saputra dalam buku pengantar ilmu dakwah juga mengemukakan bahwa metode dakwah ialah tata cara tertentu yang dilakukan seorang da’i (komunikator) kepada mad’u agar mampu mencapai tujuan berdasarkan hikmah serta kasih sayang. Hal ini bermakna bahwa pendekatan dakwah mesti bertumpu pada pandangan human oriented yang meletakkan penghargaan mulia atas diri manusia. Samsul Munir Amin mengategorikan dakwah bil qalam dalam pendekatan atau metode dakwah. Pendekatan atau metode dakwah ialah cara-cara yang digunakan dalam menyampaikan dakwah, agar pesan dakwah mudah diterima mad’ū. Amin menyebutkan tiga pendekatan dakwah, antara lain: dakwah bil lisan, dakwah bil qalam, dan dakwah bil hal.
Melalui metode dakwah Bil Qalam, seorang komunikator dalam komunikasi dakwah dapat melakukan komunikasi melalui tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak ataupun konvergensi, sehingga mampu memberikan kesempatan para mad’u memilah pesan dakwah sesuai kebutuhan dan kepentingannya. Selain itu, dengan dakwah bil qalam, pesan dakwah dapat dibaca berulang kali, dapat berhenti, atau melanjutkan ketika ingin mendapatkan pemahaman lebih dan mendetail serta tidak terikat oleh suatu waktu dalam mencapai khalayaknya. Sehingga dapat memperdalam pemahaman mad’ū. Dalam komunikasi dakwah melalui Dakwah Bil Qalam, komunikator mengajak komunikan untuk tiga hal, yakni at-taqrīb (memberi motivasi), at-tahdīd (imbauan peringatan), al-iqnā bi al-fikrah (memersuasi dengan pemikiran dan prinsip agama). Sehingga pada akhirnya tercapai perubahan yang lebih baik pada diri mad’ū atau komunikan.
Bambang S. Ma’arif, “Komunikasi Dakwah: Paradigma untuk Aksi”, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2010), hlm. 161.31
Misalnya pemberian motivasi melalui tulisan yang memberikan kabar gembira tentang balasan Allah Swt. terhadap hambanya yang beriman, atau tulisan self help yang membangkitkan semangat pembacanya. Imbauan peringatan misalnya tentang pembalasan Allah Swt terhadap hambanya yang musyrik dan munafik, memberi peringatan tentang kebiasaan masyarakat yang tidak sesuai dengan syariah, dan sebagainya. Kemudian, ajakan untuk memersuasi dengan pemikiran dan prinsip agama misalnya memberi pengetahuan keagamaan atau hal-hal yang sifatnya baru tentang sesuatu yang masih minim diketahui oleh masyarakat namun hal tersebut menjadi penting untuk diketahui masyarakat. Karena tulisan bisa membentuk opini publik yang masif (kuat) dan massal (melibatkan khalayak luas).
.
Peran Dai pada Dakwah Bil Qalam
Dai sebagai subjek dakwah merupakan pelaku dari kegiatan dakwah itu sendiri. Dai melaksanakan dakwah baik melalui lisan, tulisan maupun dengan perbuatan sebagai teladan bagi mad’u. dai dapat dilakukan oleh satu orang, kelompok, maupun melalui organisasi-orgaisasi keagamaan (Munir, 2006: 22). Peran dai sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah berkaitan dengan empat potensi. Empat potensi ini bisa dijadikan dasar untuk berjuang menyiarkan agama Islam, yaitu shiddīq, amanah, fatanah, dan tablīgh. Potensi ini merupakan perpaduan aspek etika dan keahlian. Seorang dai dituntut memiliki sifat shiddīq (kejujuran), amanah (dipercaya), selain itu juga harus bersifat tablīgh (memiliki keahlian komunikasi), serta fatanah (cerdas) (Enjang dan Aliyudin, 2009: 175). Dai juga harus mampu menjadi penggerak yang profesional.
Di samping profesional, kesiapan subjek dakwah baik penguasaan terhadap materi, metode, media dan psikologi sangat menentukan aktifitas dakwah mencapai keberhasilannya (Amin, 2009: 13). Profesional dapat diartikan suatu kegiatan atau pekerjaan berdasarkan keahlian dan kualitas, dengan kata lain pekerjaan yang sesuai bidangnya. Keahlian dan kualitas seseorang biasanya diperoleh dari pendidikan dan pelatihan khusus. Pekerjaan itu menyita waktu (full timer) dan menjadi tumpuan sumber kehidupan sekaligus mempertahankan reputasi, disertai dengan keilmuan dan ketrampilan yang memadai, maka pekerjaan itu termasuk profesi, pelakunya disebut profesional (Enjang dan Aliyudin, 2009: 174). Keprofesionalan memerlukan tiga persyaratan utama, yaitu komitmen, loyalitas atau kecintaan terhadap profesi, keahlian yang berbasis pendidikan dan pelatihan, serta memiliki kebersihan hati serta mental yang positif (Enjang dan Aliyudin, 2009: 176). Begitu juga dengan petugas dakwah (rijāl ad-da’wah), baik guru, mubalig, ulama dan sebagainya mereka dapat digolongkan ke dalam sebuah profesionalitas (Enjang dan Aliyudin, 2009: 174)
Terdapat lima peranan yang dapat dimainkan oleh dai penulis. Antara lain: sebagai muaddib, musaddid, mujadid, muwahid, dan mujahid. Peranan ini sama halnya dengan tujuan yang hendak dicapai dalam melakukan dakwah bil qalam, adapun penjelasannya sebagai berikut:
Muaddib (sebagai pendidik), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Melalui dakwah bil qalam, dai mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu juga mencegah umat Islam dari perilaku menyimpang dari syariat Islam, juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa anti Islam.
Musaddid (sebagai pelurus informasi). Terdapat tiga hal yang harus diluruskan dai melalui dakwah bil qalam. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, penulis muslim dituntut mampu menggali tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia, sehingga informasi tentang Islam dan umatnya tidak manipulatif dan memojokkan Islam. Di sini penulis muslim harus berusaha mengikis fobia Islam, yang memperlihatkan wajah Islam yang tidak humanis menjadi lebih humanis.
Mujadid (sebagai pembaharu), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam).
Muwahid (sebagai pemersatu), yaitu menjadi penjembatan yang mempersatukan umat Islam.
Mujahid (sebagai pejuang), yaitu pejuang dan pembela Islam. Penulis berusaha membentuk pendapat umum yang mendorong penegakan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan raḥmah li al- ’alamin, serta menanamkan rūḥ al-jihād di kalangan umat.
Asep Syamsul M. Romli, “Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi... hlm. 39-41.
Mengingat kemajuan teknologi informasi yang memungkinkan seseorang berkomunikasi secara intens dan menyebabkan pesan dakwah bisa menyebar seluas-luasnya, maka dakwah bil qalam mutlak dimanfaatkan oleh kemajuan teknologi informasi. Langkah menjadi pendakwah melalui tulisan, antara lain:
a. Menambah wawasan. Cara yang dilakukan untuk hal ini adalah membaca buku atau majalah, memperoleh ide karena ada pertanyaan orang lain, berdiskusi dengan teman sejawat, berdiskusi dengan keluarga, bertemu dengan orang yang lebih ahli dan berdiskusi dengan rang yang berseberangan pendapat.
b. Mengamati relitas dan terlibat langsung. Beberapa alternatif untuk menjalankan hal ini diantaranya: terjun didalam kancah aktivitas tertentu, peka terhadap kejadian didepan mata, sengaja datang ke pusat kegiatan manusia sebagai pengamat.
c. Melakukan aktivitas selingan. Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan antara lain: melakukan aktivitas yang menyenangkan dengan keluarga, melakukan aktivitas lain dibidang penulisan dan mencari suasana baru.
d. Mengintensifkan perilaku ibadah. Dalam hal ini kegiatan yang relevan untuk dilaksanakan yaitu: selalu percaya bahwa ide berasal dari Allah, melakukan salat malam, dan berpuasa
e. Berpikiran dan berperilaku bersih. Teknik ini dilakukan dengan berpikir positif, keikhlasan dan menjaga diri dari perusak keikhlasan, serta sopan santun terhadap orang lain. (Aziz, 2009: 375-376)
4. Fungsi Dakwah Bil Qalam
Dakwah bil qalam memiliki fungsi yang berbeda dengan dakwah bil lisan maupun bila hal. Hartono A. Jaiz menjelaskan fungsi dakwah bil qalam dalam tiga hal, diantaranya
Suf Kasman, “Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prisip Dakwah Bil Qalam dalam Alquran”,(Jakarta: Teraju. 2004), hlm. 124.
:
1. Melayani kebutuhan masyarakat akan informasi Islam. informasi Islam yang dimakud disini adalah informasi yang bersumber dari al-Quran dan Hadits.
2. Berupaya mewujudkan atau menjelaskan seruan al-Quran secara cermat melalui berbagai media cetak untuk mengemabalikannya kepada fikrah dan keuniversalannya serta menyajikan prosuk-produk Islam yang elaras dengan pemikiran.
3. Menghidupkan dialog-dialog bernuansa pemikiran, politik, budaya, sosial, dan lain-lain (Jaiz, 1996: 174).
5. Kelebihan dan Kekurangan Dakwah Bil Qalam
Kelebihan dakwah melalui tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak ataupun konvergensi, yaitu: memberikan kesempatan untuk memilih pesan dakwah sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya. Dapat dibaca berulang kali, dapat berhenti, atau melanjutkan ketika ingin mendapatkan pemahaman lebih dan mendetail. Tidak terikat oleh suatu waktu dalam mencapai khalayaknya. sehingga dapat memperdalam pemahaman mad’ū. Berbeda dengan dakwah melalui ceramah, yang lebih mudah dilupakan oleh mad’ū walaupun dapat menggelorakan jiwa secara langsung.
Moh. Ali Aziz,Op. cit,.(Jakarta: Kencana. 2009). h. 415. Kekuatan lain yaitu dari segi kearsipannya, karena buku bisa diwariskan oleh generasi penerus sehingga kelestarian pemikiran penulis buku terjaga. Hal ini dapat dilihat dari karya-karya pendahulu Islam, misalnya Imam Nawawi al-Bantani yang mengarang kitab Arba’īn anNawawy, Imam al-Ghazali dengan salah satu kitabnya Ihyā’ Ulūm ad-dīn, Imam Suyuti dengan kitab al-Asybah wa al-Nadhāir. Keunggulan lainnya adalah objek dan cakupan dakwah bil qalam lebih banyak dan luas jika dibandingkan dakwah bil lisan. Karena pesan dakwah dan informasi yang dituliskan dapat dibaca oleh puluhan hingga ribuan bahkan jutaan orang
Asep Syamsul M. Romli,op. cit,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 130..
Hingga kemudian dapat membuka jaringan sosial yang lebih luas. Apabila media telah diapresiasi dan disambut baik oleh masyarakat luas, akan terjalin hubungan yang kental antar jemaah. Pemahaman mereka dibentuk dengan cara yang sama dan dibakukan dalam format pengetahuan (kognisi) yang melandasi gerakan suatu komunitas atau jama’ah.
Bambang S. Ma’arif, op.cit., h. 163.
Beberapa kekurangan dari dakwah bil qalam, antara lain:
pertama, tulisan yang disebarkan melalui buku menjadi media massa yang mempunyai sifat paling tidak massal dibandingkan dengan media massa lain dalam menjangkau khalayak. Hal ini dikarenakan hubungan buku dan pembaca bersifat lebih pribadi, orang menentukan untuk membeli dan membaca sebuah buku dikarenakan kebutuhannya. Berbeda dengan televisi, yang bisa sekali memproduksi program bisa didistribusikan kepada jutaan khalayak secara serempak.
Kedua, tulisan tidak dapat secara menyeluruh menjangkau lapisan masyarakat, terutama masyarakat dengan budaya membaca yang lemah. Masyarakat yang lebih menyukai kegiatan menghabiskan waktu dengan menonton televisi biasanya tidak menyukai kegiatan membaca.
Ketiga, tidak semua pemikiran yang dituangkan oleh penulis mendapat respons yang sama oleh para pembaca, sebaliknya tulisan akan menimbulkan kontroversi.
Penutup
Kesimpulan
Pengertian Dakwah bil qalam dapat dirujuk dari asal bahasanya, yaitu bahasa Arab. Dakwah bil qalam jika ditulis sesuai gramatikal bahasa Arab, maka akan ditulis ad-da’wah bi alqalam, terdiri dari dua kata yaitu, da’wah dan qalam. Dakwah Bil Qalam yaitu suatu upaya menyeru manusia menggunakan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah Swt melalui seni tulisan
Melalui metode dakwah Bil Qalam, seorang komunikator dalam komunikasi dakwah dapat melakukan komunikasi melalui tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak ataupun konvergensi, sehingga mampu memberikan kesempatan para mad’u memilah pesan dakwah sesuai kebutuhan dan kepentingannya. Selain itu, dengan dakwah bil qalam, pesan dakwah dapat dibaca berulang kali, dapat berhenti, atau melanjutkan ketika ingin mendapatkan pemahaman lebih dan mendetail serta tidak terikat oleh suatu waktu dalam mencapai khalayaknya. Sehingga dapat memperdalam pemahaman mad’ū. Dalam komunikasi dakwah melalui Dakwah Bil Qalam, komunikator mengajak komunikan untuk tiga hal, yakni at-taqrīb (memberi motivasi), at-tahdīd (imbauan peringatan), al-iqnā bi al-fikrah (memersuasi dengan pemikiran dan prinsip agama). Sehingga pada akhirnya tercapai perubahan yang lebih baik pada diri mad’ū atau komunikan
Terdapat lima peranan yang dapat dimainkan oleh dai penulis. Antara lain: sebagai muaddib, musaddid, mujadid, muwahid, dan mujahid. Peranan ini sama halnya dengan tujuan yang hendak dicapai dalam melakukan dakwah bil qalam, adapun penjelasannya sebagai berikut:
Muaddib (sebagai pendidik), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Melalui dakwah bil qalam, dai mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu juga mencegah umat Islam dari perilaku menyimpang dari syariat Islam, juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa anti Islam.
Musaddid (sebagai pelurus informasi). Terdapat tiga hal yang harus diluruskan dai melalui dakwah bil qalam. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, penulis muslim dituntut mampu menggali tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia, sehingga informasi tentang Islam dan umatnya tidak manipulatif dan memojokkan Islam. Di sini penulis muslim harus berusaha mengikis fobia Islam, yang memperlihatkan wajah Islam yang tidak humanis menjadi lebih humanis.
Mujadid (sebagai pembaharu), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam).
Muwahid (sebagai pemersatu), yaitu menjadi penjembatan yang mempersatukan umat Islam.
Mujahid (sebagai pejuang), yaitu pejuang dan pembela Islam. Penulis berusaha membentuk pendapat umum yang mendorong penegakan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan raḥmah li al- ’alamin, serta menanamkan rūḥ al-jihād di kalangan umat.
Dakwah bil qalam memiliki fungsi yang berbeda dengan dakwah bil lisan maupun bila hal. Hartono A. Jaiz menjelaskan fungsi dakwah bil qalam dalam tiga hal, diantaranya:
1. Melayani kebutuhan masyarakat akan informasi Islam. informasi Islam yang dimakud disini adalah informasi yang bersumber dari al-Quran dan Hadits.
2. Berupaya mewujudkan atau menjelaskan seruan al-Quran secara cermat melalui berbagai media cetak untuk mengemabalikannya kepada fikrah dan keuniversalannya serta menyajikan prosuk-produk Islam yang elaras dengan pemikiran.
3. Menghidupkan dialog-dialog bernuansa pemikiran, politik, budaya, sosial, dan lain-lain (Jaiz, 1996: 174).
Kelebihan dakwah melalui tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak ataupun konvergensi, yaitu: memberikan kesempatan untuk memilih pesan dakwah sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya. dapat membuka jaringan sosial yang lebih luas. Sedangkan kekurangannya ialah :
Pertama, tulisan yang disebarkan melalui buku menjadi media massa yang mempunyai sifat paling tidak massal dibandingkan dengan media massa lain dalam menjangkau khalayak. Hal ini dikarenakan hubungan buku dan pembaca bersifat lebih pribadi, orang menentukan untuk membeli dan membaca sebuah buku dikarenakan kebutuhannya. Berbeda dengan televisi, yang bisa sekali memproduksi program bisa didistribusikan kepada jutaan khalayak secara serempak.
Kedua, tulisan tidak dapat secara menyeluruh menjangkau lapisan masyarakat, terutama masyarakat dengan budaya membaca yang lemah. Masyarakat yang lebih menyukai kegiatan menghabiskan waktu dengan menonton televisi biasanya tidak menyukai kegiatan membaca.
Ketiga, tidak semua pemikiran yang dituangkan oleh penulis mendapat respons yang sama oleh para pembaca, sebaliknya tulisan akan menimbulkan kontroversi.
Daftar Pustaka
Al-Hasjmy, “Dustur Dakwah dalam Al-Qur’an”, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
Amin, Samsul Munir. “Ilmu Dakwah”, Jakarta: Amzah, 2009.
Aripudin, Acep. “Pengembangan Metode Dakwah”, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Aziz, Moh. Ali. “Ilmu Dakwah”, Jakarta: Kencana, 2004.
Fitria,Rini. ”Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah”. JURNAL ILMIAH SYIAR Vol. 19, No. 02, Desember 2019
Ilaihi, Wahyu. “Komunikasi Dakwah”, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.
Kasman, Suf, “Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prisip Dakwah Bil Qalam dalam Alquran”, Jakarta: Teraju. 2004.
Ma’arif, Bambang S. “Komunikasi Dakwah: Paradigma untuk Aksi”, Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2010
Ma’arif, Bambang S. “Komunikasi Dakwah: Paradigma untuk Aksi”, Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2010.
Munir dan Wahyu Ilaihi, “Manajemen Dakwah”, Jakarta: Kencana, 2006.
Romli, Asep Syamsul M. “Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam”, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
Saputra, Wahidin. “Pengantar Ilmu Dakwah”, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Wachid, Abdul. “Wacana Dakwah Kontemporer”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.