MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 44-50
PENYISIHAN LOGAM BERAT DARI LIMBAH CAIR LABORATORIUM
DENGAN METODE PRESIPITASI DAN ADSORPSI
Suprihatin*) dan Nastiti Siswi Indrasti
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680, Indonesia
*)
E-mail: suprihatin@indo.net.id
Abstrak
Limbah cair laboratorium (misalnya sisa analisis parameter chemical oxygen demand/COD) mengandung logam berat
terlarut (merkuri (Hg), perak (Ag), dan krom (Cr)) dalam konsentrasi tinggi dan berpotensi mencemari lingkungan.
Limbah cair laboratorium umumnya dihasilkan dalam jumlah relatif sedikit tetapi limbah ini bersifat sangat toksik.
Untuk mencegah timbulnya masalah akibat limbah tersebut diperlukan suatu metode pengolahan yang sesuai dengan
karakteristik limbah tersebut. Dalam penelitian ini metode presipitasi dan adsorpsi diteliti untuk penyisihan logam Hg,
Ag, dan Cr terlarut untuk menentukan kondisi optimum proses, tingkat penyisihan dan kualitas hasil pengolahan yang
dapat dicapai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyisihan Cr sekitar 97% dapat dicapai pada pH 10, dan
tingkat penyisihan Hg dan Ag 97-99% pada pH 12. Meskipun presipitasi dapat menurunkan konsentrasi logam berat
terlarut cukup signifikan, tetapi konsentrasi logam Hg, Ag, dan Cr terlarut dalam filtrat presipitasi masih relatif tinggi
(0,73-2,62 mg/L) dan membutuhkan penanganan lebih lanjut. Metode adsorpsi dengan karbon aktif untuk mengolah
lebih lanjut filtrat dapat menurunkan konsentrasi logam berat terlarut tersebut hingga sekitar 0-0,05 mg/L, tergantung
pada jenis logam serta jenis dan dosis arang aktif.
Abstract
Removal of Heavy Metals from Liquid Laboratory Waste Using Precipitation and Adsorption Methods. Liquid
laboratory waste (such as residue of chemical oxygen demand/COD analysis) contains high concentration of heavy
metals (mercury/Hg, silver/Ag and chrome/Cr) and has a high potential to pollute the environment. The liquid waste
generated by laboratories is generally in small quantity, but it is extremely toxic. It is urgently in need to find out an
appropriate method to reduce the problems according to the liquid waste characteristics. In this research work,
precipitation and adsorption methods were evaluated to remove Hg, Ag, and Cr from liquid laboratory waste, covering
determination of optimum process conditions, levels of removal and achievable treated waste quality. Results showed
that a Cr removal of 97% was obtained by pH 10, and Hg and Ag removals of 97-99% were reached by pH 12.
Although heavy metals removals using precipitation was very significant, but the concentration of heavy metals in the
treated waste was still high (0.73-2.62 mg/L) and need for further treatment. Applying activated carbon adsorption for
further treatment of the effluent reduced dissolved heavy metals to 0-0.05 mg/L, depending on the type of heavy metals
as well as the type and dosing of activated carbon.
Keywords: activated carbon adsorption, heavy metals removal, liquid laboratory waste, precipitation
biodegradable) logam berat. Jenis logam berat yang
tergolong memiliki tingkat toksisitas tinggi antara lain
adalah Hg, Cd, Cu, Ag, Ni, Pb, As, Pb, As, Cr, Sn, Zn,
dan Mn [1-3].
1. Pendahuluan
Salah satu jenis polutan yang banyak mendapat
perhatian dalam pengelolaan lingkungan adalah logam
berat. Pembuangan limbah terkontaminasi oleh logam
berat ke dalam sumber air bersih (air tanah atau air
permukaan) menjadi masalah utama pencemaran karena
sifat toksik dan takterdegradasi secara biologis (non-
Salah satu sumber polutan logam berat adalah limbah
cair laboratorium, misalnya limbah cair dari residu
analisis parameter chemical oxygen demand (COD).
44
MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 44-50
Limbah cair ini memiliki nilai pH ekstrem rendah (∼1,4)
dan kadar logam berat terlarut sangat tinggi (konsentrasi
Hg: 77,6-392 mg/L). Limbah cair ini hingga saat ini
belum mendapat perhatian yang memadai. Dari sisi
jumlah, limbah cair yang dihasilkan oleh suatu
laboratorium umumnya memang relatif sedikit, akan
tetapi limbah cair ini tercemar berat oleh berbagai jenis
bahan kimia toksik. Secara kolektif dan dalam kurun
waktu yang lama dapat berdampak nyata pada
lingkungan apabila tidak dikelola secara memadai.
Karena sifatnya, limbah laboratorium tergolong dalam
kategori limbah bahan berbahaya dan beracun/B3 [4-5]
dan memerlukan penanganan secara khusus. Akan
tetapi, dalam prakteknya limbah cair laboratorium
hingga saat ini belum dikelola sesuai dengan
persyaratan yang berlaku. Limbah cair laboratorium
sering dibuang langsung ke saluran drainase tanpa
pengolahan yang memadai. Dengan anggapan bahwa
praktek pembuangan limbah cair laboratorium tersebut
terjadi di institusi pendidikan, penelitian dan
pengembangan baik instansi pemerintah maupun
swasta, maka kegiatan akademik dan penelitian
semacam ini sangat berpotensi mencemari lingkungan
mengingat kegiatan laboratorium umum berlangsung
secara rutin dalam kurun waktu yang sangat lama.
Praktek pembuangan limbah cair laboratorium ke
lingkungan tanpa pengolahan yang memadai disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain belum adanya teknik
pengolahan yang efektif dengan biaya terjangkau.
Beberapa laboratorium telah menerapkan praktek
pengelolaan dengan cara memisahkan dan mengumpulkan
limbah cair berbahaya dan beracun terpisah dari limbah
cair yang tidak berbahaya. Akan tetapi, setelah
terkumpul dalam jumlah banyak, masalah sering
muncul berkaitan dengan cara pengolahan/pembuangan
limbah tersebut. Alternatif untuk mengirim limbah
tersebut ke tempat pengolahan limbah B3 milik pihak
ketiga sering menghadapi masalah prosedur dan biaya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode
sederhana yang efektif untuk menyisihkan logam berat
terlarut (Hg, Ag, dan Cr) dari limbah cair laboratorium
dengan metode kombinasi presipitasi dan adsorpsi
dengan kabon aktif, mencakup kondisi proses, tingkat
penyisihan dan kualitas hasil olahan yang dapat dicapai.
Meskipun teknik penyisihan logam berat dengan metode
presipitasi dan adsorbsi telah banyak dikenal, tetapi
informasi dari penelitian ini dapat bermanfaat dalam
pengelolaan limbah cair laboratorium.
45
aktif teknis bentuk granular dan bubuk (powder).
Limbah cair laboratorium yang digunakan untuk
penelitian adalah limbah cair sisa analisis parameter
COD. Akibat dari penggunaan berbagai bahan kimia
dalam analisis tersebut, sisa analisis COD bersifat
sangat asam dan mengandung logam berat Hg, Ag, dan
Cr dalam konsentrasi tinggi. Karakteristik penting
limbah cair tersebut disajikan dalam Tabel 1. Peralatan
yang digunakan dalam penelitian adalah jar test, Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS) dan peralatan
labotarium untuk analisis parameter karakteristik limbah
cair.
Pengolahan limbah cair yang diteliti pada prinsipnya
terdiri atas dua tahap, yaitu tahap presipitasi dan
adsorpsi karbon aktif pada skala laboratorium. Pada
tahap presipitasi, faktor pH diteliti pada 6 taraf antara 2
hingga 12, dan pada tahap adsorpsi diteliti dua jenis
adsorben (karbon aktif granular dan bubuk) dan 9 taraf
dosis arang aktif antara 0 sampai 160 g/L. Parameter
yang diamati difokuskan pada perubahan konsentrasi
logam Hg, Ag, dan Cr terlarut, serta konsentrasi logam
tersebut dalam hasil olahan. Analisis konsentrasi logam
dilakukan dengan AAS sesuai dengan metode American
Public Health Association (APHA) [6] di laboratorium
yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional
(KAN).
Pengaturan pH. Pada tahap awal penelitian
pendahuluan dilakukan untuk mengetahui pola
perubahan pH akibat penambahan sejumlah tertentu
basa atau asam. Dengan diketahuinya pola perubahan
tersebut, maka dapat diketahui jumlah asam atau basa
yang diperlukan untuk membuat larutan memiliki nilai
pH tertentu. Untuk meningkatkan pH ditambahkan
natrium hidroksida (NaOH) 50% (w/v) dan untuk
menurunkan pH digunakan asam sulfat (H2SO4) 1 N.
Presipitasi. Presipitasi dilakukan dengan menambahkan
NaOH untuk menyisihkan logam berat terlarut. Dalam
konteks ini diinginkan sebanyak mungkin terbentuk
padatan logam hidroksida sehingga dapat dipisahkan
dari cairan secara fisik, misalnya dengan sedimentasi.
Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Laboratorium yang
Digunakan untuk Penelitian
Parameter Satuan
pH
--COD
mg/L
2. Metode Penelitian
Hg
mg/L
Bahan untuk penelitian terdiri atas limbah cair
laboratorium, karbon aktif, larutan basa (NaOH), larutan
asam (H2SO4), dan bahan kimia untuk analisis. Karbon
aktif yang digunakan untuk penelitian adalah karbon
Ag
mg/L
Cr
mg/L
Nilai
1,3-1,4
Metode Analisis
APHA 20th ed.
4500+H, 1998 [6]
320-360 APHA 20th ed. 5220 C,
1998 [6]
77,6-391,6 APHA 20th ed. 3111B,
1998 [6]
2,6-9,1 APHA 20th ed. 3500 Cr
B, 1998 [6]
11,3-21,9 APHA 20th ed. 3111
B, 1998 [6]
MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 44-50
46
Percobaan presipitasi dilakukan dengan penambahan
NaOH, yaitu dengan penambahan sejumlah larutan
NaOH 50% (w/v) ke dalam 300 mL contoh limbah cair
sambil diaduk hingga diperoleh nilai pH 2, 4, 6, 8, 10,
atau 12. Pengaruh peningkatan pH terhadap penurunan
konsentrasi logam berat (Hg, Ag dan Cr) dihitung
dengan menggunakan Pers. (1) dan Pers. (2):
Δc = c − c0
(1)
η=
c0 − c
x100%
c0
(2)
dengan Δc reduksi konsentrasi (mg/L), η persentase
reduksi (%), c0 konsentrasi awal (mg/L), dan c
konsentrasi hasil pengolahan (mg/L).
Adsorpsi. Penelitian adsorpsi dilakukan dengan
menggunakan karbon aktif teknis bentuk granular dan
bubuk secara curah (batch). Sejumlah tertentu kabon
aktif dicampurkan ke dalam 100 mL limbah cair dalam
erlenmeyer 250 mL sehingga diperoleh 9 taraf dosis
karbon aktif antara 0 hingga 160 g/L. Penelitian
adsorpsi dilakukan dengan menggunakan contoh filtrat
hasil presipitasi pada suhu 32-33 oC dan pH 10. Untuk
menjamin adsorpsi telah mencapai kesetimbangan,
adsorpsi dilakukan dalam kurun waktu yang berlebih,
yaitu selama 12 jam [7]. Selama proses adsorpsi
dilakukan pengadukan (pengocokan) dengan shaker.
Setelah itu, contoh limbah cair difiltrasi untuk
memisahkan partikel karbon aktif, dan selanjutkanya
konsentrasi logam dalam filtrat dianalisis menggunakan
AAS sesuai metode APHA [6] untuk menentukan
konsentrasi logam berat Hg, Ag, dan Cr.
Penyisihan logam berat dengan adsorpsi selanjutnya
dievaluasi dengan bantuan model adsorpsi isotherm
Freundlich (ATV [7]; Tumin et al. [1], Esmaeili et al.
[8]). Model Freundlich merupakan model empirik yang
menyatakan hubungan antara massa adsorben yang
ditambahkan (M), massa adsorbat yang teradsorpsi (X)
dan konsentrasi sisa absorbat pada kondisi
kesetimbangan (c):
X
= k.c1/n
M
(3)
dengan k dan n merupakan konstanta untuk kombinasi
jenis adsorben-adsorbat. Nilai k dan n berkaitan dengan
kapasitas dan intensitas adsorpsi. Pers. (3) di atas dapat
dinyatakan dalam bentuk logaritmik:
log
X
= log k + n.log c
M
(4)
dengan X/M adalah massa teradsorpsi per unit massa
adsorben (mg absorbat/g adsorben) dan c menunjukkan
konsentrasi
adsorbat
cairan
dalam
kondisi
kesetimbangan (mg/L). Penyajian data hasil penelitian
dalam bentuk grafik hubungan antara log (X/M) vs log c
akan diperoleh garis lurus dan dari persamaan garis
tersebut dapat ditentukan nilai konstanta k dan n.
Limbah cair laboratorium mengandung berbagai jenis
logam berat terlarut dan masing-masing logam tersebut
saling berkompetisi untuk meraih tempat pada adsorben.
Masing-masing logam memiliki perilaku adsorpsi
berbeda pada suatu jenis adsorben. Dalam kasus sistem
multikomponen, sering digunakan parameter agregat
untuk mendeskripsikan perilaku adsorpsi [7]. Dalam
penelitian ini, penerapan model isotherm Freundlich
kuantitas logam yang teradsorpsi (X) menggunakan
penjumlahan reduksi konsentrasi logam Hg, Ag, dan Cr
terlarut dalam limbah cair.
3. Hasil dan Pembahasan
Pengaturan pH. Nilai pH digunakan untuk
mendeskripsikan sifat keasaman limbah cair, yaitu
untuk mendeskripsi konsentrasi ion H+ dalam limbah
cair: pH = -log [H+]. Limbah cair yang bersifat sangat
asam atau sangat basa akan merusak properti (bersifat
korosif) dan mengganggu organisme. Sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 1, limbah cair dari laboratorium
yang diteliti memiliki pH 1,3-1,4 dan berpotensi merusak
lingkungan. Oleh karena itu limbah tersebut harus
dinetralkan sebelum dibuang ke lingkungan. Baku mutu
buangan cair untuk parameter pH adalah 6,5-9,0 [9].
Untuk meningkatkan pH dapat digunakan berbagai jenis
basa. Namun karena nilai pH limbah cair laboratorium
sangat rendah, penggunaan kapur untuk peningkatan pH
tidak sesuai untuk kasus ini. Hal penting yang perlu
diketahui adalah pola perubahan pH tidak linier dengan
jumlah penambahan basa sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 1. Untuk menaikkan pH sejumlah 1 L
limbah cair dari pH 1,4 menjadi 6-14 diperlukan sekitar
600 g NaOH. Sebaliknya, untuk menurunkan kembali
limbah cair tersebut dari pH 14 menjadi pH 7
diperlukan sekitar 40 mL H2SO4 1 N (Gambar 2).
Dengan bantuan Gambar 1 dan 2, jumlah larutan basa
atau asam untuk keperluan praktis pengaturan pH dapat
diketahui dengan mudah.
Perlu mendapat penekanan disini bahwa limbah cair
laboratorium menunjukkan karekteristik bufer tinggi
terhadap perubahan pH. Penambahan NaOH hingga
sekitar 600 g/L hampir tidak mengubah nilai pH limbah
cair (Gambar 1). Hal ini terjadi karena limbah cair
laboratorium mengandung kombinasi berbagai macam
garam dan asam dari bahan kimia yang ditambahkan
dalam analisis COD [6], yaitu kalium bikromat
(K2Cr2O7), asam sulfat pekat (H2SO4), raksa sulfat
(HgSO4), perak sulfat (Ag2SO4), ferosulfat (FeSO4.7H2O),
dan fero ammonium sulfat (Fe(NH4)2(SO4).6H2O).
Garam dan asam ini dalam limbah cair tersebut
MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 44-50
Presipitasi. Kelarutan berbagai jenis logam sangat
ditentukan oleh pH larutan. Kecuali logam perak, pola
umum kelarutan logam menurun dengan meningkatkan
pH larutan dan setelah mencapai tingkat kelarutan
minimum kemudian meningkat lagi dengan meningkatnya
pH [10]. Karakteristik ini digunakan sebagai dasar
penyisihan logam terlarut dalam limbah cair, yaitu
dengan cara pengaturan pH limbah cair sehingga logamlogam membetuk fase padatan atau endapan yang relatif
lebih mudah dipisahkan secara fisik misalnya dengan
cara sedimentasi.
14
12
pH
10
8
6
4
2
0
0
100
200
300
400
500
g NaOH / L limbah cair
600
700
Gambar 1. Pola Perubahan pH Akibat Penambahan Basa
(Natrium hidroksida)
14
12
pH
10
8
6
4
2
0
0
50
100
150
mL H 2SO4 1 N / L limbah cair
200
Gambar 2. Pola Perubahan pH Akibat Penambahan
Asam (H2SO4 1 N)
500
Ag
Cr
10
400
Hg
8
300
6
200
4
100
2
0
Konsentrasi Hg (mg/L)
Sebagai hasil dari presipitasi logam berat terlarut adalah
dihasilkannya residu berupa endapan. Endapan ini
banyak mengandung logam berat dan memerlukan
penanganan lebih lanjut. Namun, dengan presipitasi
volume limbah cair dapat direduksi dan residu (limbah
padat/semipadat) dapat ditangani dengan cara relatif
sederhana, misalnya dengan pengeringan dan
solidifikasi (pencampuran dengan semen).
12
Konsentrasi Ag dan Cr (mg/L)
terdisosiasi menjadi ion-ion penyusunnya, dan
membentuk resistensi terhadap perubahan pH akibat
penambahan NaOH. Baru setelah melebihi kapasitas
bufer, penambahan NaOH dalam jumlah relatif sedikit
dapat meningkatkan pH limbah cair secara signifikan.
47
0
0
2
4
6
8
10
12
14
pH
Gambar 3. Konsentrasi Logam Hg (○), Ag (□) dan Cr (∆)
pada berbagai pH
Gambar 3 menunjukkan pengaruh pH pada kelarutan
logam Hg, Ag, dan Cr. Secara umum, kelarutan logam
tersebut menurun dengan meningkatnya pH larutan,
kecuali logam Cr. Tingkat penyisihan dan konsentrasi
minimum logam terlarut tergantung pada jenis logam
dan pH cairan. Tingkat penyisihan tertinggi logam Cr
(97%) dicapai pada pH 10, dan selanjutnya kelarutan
logam Cr meningkat kembali dengan peningkatan pH.
Tingkat penyisihan tertinggi untuk logam Hg dan Ag
(97-99%) baru dicapai pada pH 12. Penurunan konsentrasi
Ag secara nyata baru teramati pada pH lebih dari 12.
Adsorpsi. Meskipun presipitasi dapat menurunkan
konsentrasi logam cukup signifikan (hingga 99%),
tetapi konsentrasi logam masih relatif tinggi. Penelitian
Mamusung [11] menunjukkan penambahan koagulan
(alum dan PAC) tidak dapat menurunkan kadar logam
berat dalam filtrat hasil presipitasi. Salah satu alternatif
untuk menurunkan lebih lanjut kadar logam adalah
adsorpsi. Penelitian adsorpsi logam berat dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai jenis adsorben, misalnya
arang aktif [1,12], biosorben [2,3,13,14], zeolit [15],
atau serat lignoselulosik [16]. Dalam penelitian ini
dilakukan dengan karbon aktif komersial untuk
mengolah lebih lanjut supernatan hasil presipitasi,
dimana kandungan logam Hg, Ag, dan Cr masih cukup
tinggi (0,73-2,62 mg/L).
Gambar 4 menunjukkan pengaruh dosis karbon aktif
terhadap reduksi konsentrasi logam untuk jenis karbon
aktif granular dan bubuk. Semakin tinggi dosis karbon
aktif menyebabkan semakin tinggi tingkat penyisihan
logam terlarut. Hal ini terjadi karena semakin banyak
karbon aktif yang ditambahkan semakin luas permukaan
karbon aktif yang berperan dalam mengadsorpsi logam
terlarut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa adsorpsi
dapat digunakan untuk menurunkan lebih lanjut kadar
logam Hg, Ag, dan Cr dalam filtrat hasil presipitasi.
Tingkat efisiensi penurunan konsentrasi dan konsentrasi
minimum yang dapat dicapai tergantung pada jenis
logam dan dosis karbon aktif. Pada dosis karbon aktif
MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 44-50
48
Hasil penelitian Kim [3] tentang efek inhibisi ion-ion
logam (Pb, Cd, dan Cr) pada penyisihan logam dengan
kulit kepiting menunjukkan bahwa Cr dan Pb dapat
disisihkan dengan mudah apabila dalam sistem ion
tunggal dan ion ini memiliki efek inhibisi pada
penyisihan ion lainnya. Akan tetapi, Cd tidak dapat
dengan mudah disisihkan dalam sistem ion logam
campuran dan pengaruh lemah tehadap penghambatan
penyisihan logam lainnya.
Granular, logam Hg
Bubuk, logam Hg
Granular, logam Ag
Bubuk, logam Ag
Granular, logam Cr
Bubuk, logam Cr
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
40
80
120
Dosis Karbon Aktif (g/L)
160
Gambar 4. Pengaruh Dosis Karbon Aktif pada Penurunan
Kadar Logam
tinggi, tidak teramati adanya perbedaan nyata
kemampuan reduksi logam berat oleh kedua jenis
karbon aktif. Terutama pada dosis karbon aktif rendah
(< 30 g/L), misalnya untuk kasus Ag, karbon aktif
bubuk menunjukkan kemampuan lebih tinggi dalam
mereduksi logam terlarut. Perbedaan jenis karbon aktif
ini berimplikasi pada perbedaan luas pemukaan aktif
karbon aktif, yang mana keduanya mempengaruhi laju
difusi logam berat terlarut ke dalam pusat karbon aktif
(ATV [7]). Untuk dosis karbon aktif relatif tinggi (> 30
g/L) dan lama waktu adsorbsi tinggi (> 12 jam), dimana
kesetimbangan telah tercapai, perbedaan laju difusi atau
laju penurunan konsentrasi logam terlarut tersebut tidak
teramati pada logam Hg dan Cr. Dalam kasus ini,
jumlah logam teradsorpsi secara kuantitas sama untuk
kedua jenis karbon aktif yang diteliti. Secara umum,
hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi dengan
karbon aktif dapat menurunkan konsentrasi logam berat
hingga 0-0,05 mg/L.
Dosis karbon aktif menentukan kuantitas logam yang
teradsorpsi. Semakin banyak karbon aktif yang
ditambahkan per satuan volume limbah cair akan
meningkatkan massa logam berat terlarut yang
teradsorpsi, akan tetapi massa logam yang teradsorpsi
per satuan berat karbon aktif menurun. Gambar 5 dan 6
menunjukkan perilaku adsorpsi logam berat terlarut
dalam limbah cair laboratorium. Dari gambar tersebut
terlihat bahwa teramati adanya kompetisi antar jenis
logam dalam berdifusi menuju ke dalam pori-pori
karbon aktif. Logam Hg dan Cr menunjukkan sifat lebih
mudah teradsorpsi dibandingkan dengan logam Ag.
Pada dosis karbon aktif yang sama, lebih banyak logam
Hg dan Cr yang teradsorpsi dibandingkan logam Ag.
Hal ini terkait dengan karakteristik hubungan antara
logam-logam tersebut dengan karbon aktif. Fenomena
adsorpsi suatu jenis logam dipengaruhi oleh keberadaan
jenis logam lain juga telah dilaporkan di literatur.
Kapoor et al. [2] melaporkan biosorpsi Pb, Cd dan Cu
oleh biomassa Aspergillus niger menunjukkan urutan Pb
> Cu > Cd, sedangkan Erdem et al. [15] adsorpsi oleh
zeolit memperlihatkan urutan Co > Cu > Zn > Mn.
Penyajian data adsorpsi hasil penelitian dalam bentuk
grafik hubungan antara log (X/M) vs log c sesuai dengan
Pers. (3) dan Pers. (4) menghasilkan hubungan
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7. Dari hasil
tersebut diperoleh persamaan linear dan nilai konstanta
k = 0,1365 dan n = 1,142 untuk karbon aktif granular,
serta k = 0,1563 dan n = 1,028 untuk karbon aktif
bubuk. Dengan nilai k dan n tersebut Pers. (3) dapat
dinyatakan sebagai:
X
= k.c1/n = 0,1365.c 0,876 karbon aktif granular
M
(5)
X
= k.c1/n = 0,1563.c 0,973 karbon aktif bubuk
M
(6)
7
Logam Berat Teradsorpsi (mg/L)
0
Granular, logam Hg
6
Bubuk, logam Hg
5
Granular, logam Ag
4
Bubuk, logam Ag
3
Granular, logam Cr
2
Bubuk, logam Cr
1
Granular, total logam
0
Bubuk, total logam
0
40
80
120
Dosis Karbon Aktif (g/L)
160
Gambar 5. Pengaruh Dosis Karbon pada Massa Logam
Teradsorpsi
1,50
Logam Teradsopsi, X/M (mg/g)
Konsentrasi Logam Terlarut
(mg/L)
3,00
Total logam (Hg, Ag, Cr) teradsopsi
karbon aktif granular
1,00
Total logam (Hg, Ag, Cr) teradsopsi
karbon aktif bubuk
0,50
0,00
0
40
80
120
Dosis Karbon Aktif (g/L)
160
Gambar 6. Pengaruh Dosis Karbon Aktif pada Massa
Logam yang Teradsorpsi per Satuan Bobot
Karbon Aktif
MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 44-50
-1,5
log (X/M)
Model di atas dapat digunakan untuk mendapatkan
secara cepat informasi tentang perilaku adsorpsi
berbagai jenis bahan terlarut maupun berbagai jenis
adsorben. Kebutuhan adsorben dapat diperkirakan untuk
keperluan praktis. Sebagai ilustrasi, kebutuhan karbon
aktif granular untuk menurunkan konsentrasi logam
berat (co) 6 mg/L menjadi konsentrasi (c) 0,1 mg/L
dapat diperkiraan dengan cara sebagai berikut. Sesuai
dengan Pers. (5), untuk mencapai konsentrasi 0,1 mg/L
diperoleh nilai adsorpsi logam berat (X/M) 0,018 mg/g
karbon aktif granular. Hal ini berarti bahwa untuk
mengolah 1 L limbah cair diperlukan, X/(X/M), sekitar
324 g karbon aktif granular.
-1,0
-0,5
1,0
0,0
0,5
0,0
Karbon Aktif Granular:
Log (X/M) = 1,142.log c - 0,8648
2
-0,5
R = 0,9009
-1,0
49
0,5
1,0
1,5
Karbon aktif bubuk
Karbon aktif granular
-1,5
-2,0
-2,5
Karbon Aktif Bubuk:
Log (X/M) = 1,0282.log c - 0,8047
R2 = 0,9249
-3,0
log c
Ilustrasi tersebut menunjukkan kebutuhan karbon aktif
sangat ditentukan oleh kapasitas adsorpsi oleh absorben.
Untuk suatu jenis adsorbat tertentu, kapisitas adsorpsi
pada kondisi kesetimbangan dipengaruhi karakteristik
permukaan adsorben. Penelitian Khalkhali dan Omidvari
[12] menunjukkan bahwa penjeratan ion merkuri dari
cairan oleh karbon aktif dapat ditingkatkan dengan cara
‘pengkayaan‘ (impregnation) karbon aktif dengan bahan
kimia yang sesuai misalnya senyawa mengandung
sulfur. Penelitian lain menunjukkan bahwa afinitas
karbon aktif logam berat, misalnya Ni2+, dapat
ditingkatkan dengan modifikasi permukaan karbon aktif
dengan cara oksidasi dengan hidrogen peroksida,
ammonium persulfat dan asam nitrat [17].
Sebagaimana ditunjukkan pada Pers. (7) kebutuhan
karbon aktif per satuan volume limbah cair (M) sangat
ditentukan oleh konsentrasi logam awal (c0) dan
konsentrasi logam dalam limbah cair hasil pengolahan
(c) yang diharapkan. Semakin rendah konsentrasi logam
dalam hasil olahan yang diharapkan dan semikin tinggi
konsentrasi logam dalam limbah cair yang diolah,
semakin tinggi jumlah karbon aktif yang diperlukan per
satuan volume limbah cair. Minimisasi kebutuhan
karbon aktif dapat dilakukan dengan cara praperlakukan limbah cair, misalnya dengan cara presipitasi.
(c − c)
c −c
X
= k.c1/n = 0
→ M = 0 1/n
M
M
k.c
(7)
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa limbah cair laboratorium dapat diolah dengan
metode presipitasi dan dilanjutkan dengan adsorpsi.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alat yang
sangat membantu dalam menentukan efektivitas dan
kebutuhan biaya pengolahan limbah cair dari
laobartotium. Optimasi lebih lanjut unit operasi adsorpsi
dapat dilakukan, misalnya dengan mengevaluasi
pengaruh parameter nilai pH, lama waktu kontak, dan
temperatur. Untuk limbah cair yang dihasilkan secara
kontinu dalam jumlah besar, kajian secara sinambung
dapat dilakukan untuk optimasi proses.
Gambar 7. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Campuran
Logam Hg, Ag, dan Cr dengan Menggunakan
Karbon Aktif Bentuk Granular dan Bubuk
Perlu dicatat bahwa metode presipitasi dan adsorpsi
tidak menghilangkan logam berat, tetapi hanya
mengubah logam berat terlarut menjadi bentuk padat.
Sebagai akibat dari penyisihan logam berat terlarut
dihasilkan residu berupa endapan logam hidroksida dan
arang aktif bekas, yang keduanya mengandung logam
berat dalam kadar tinggi. Residu ini bersifat toksik dan
memerlukan penanganan secara khusus (misalnya
dengan cara pengeringan dan solidifikasi). Meskipun
demikian, paling tidak, presipitasi dan adsorpsi logam
berat terlarut mengurangi persoalan pengelolaan limbah
cair laboratorium, yang berimplikasi pada reduksi biaya
pengelolaan karena jumlah limbah yang harus dikelola
jauh lebih sedikit.
4. Simpulan
Tingkat penyisihan Cr setinggi 97% dicapai pada pH
10, dan tingkat penyisihan Hg dan Ag antara 97-99%
dapat dicapai pada pH 12. Adsorpsi menurunkan lebih
lanjut kadar logam Hg, Ag dan Cr dalam filtrat hasil
presipitasi. Tingkat efisiensi penurunan konsentrasi dan
konsentrasi minimum yang dapat dicapai tergantung
pada jenis logam dan dosis karbon aktif. Tergantung
pada jenis logam serta jenis dan dosis arang aktif,
adsorpsi dengan karbon aktif dapat menyisihkan logam
Hg, Ag, dan Cr terlarut dari 0,73-2,62 mg/L hingga
konsentrasi sekitar 0-0,05 mg/L. Logam Hg dan Cr
relatif lebih mudah teradsorpsi dibandingkan dengan
logam Ag. Dosis karbon aktif menentukan kuantitas
logam yang teradsorpsi. Semakin banyak karbon aktif
yang ditambahkan per satuan volume limbah cair akan
meningkatkan massa logam berat terlarut yang
teradsorpsi, akan tetapi massa logam yang teradsorpsi
per satuan berat karbon aktif menurun. Hasil penelitian
dapat dideskripsikan dengan model isotherm
Freundlich.
MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 44-50
50
Metode presipitasi dan adsorpsi dapat digunakan untuk
mengolah limbah cair laboratorium (misalnya sisa
analisis parameter COD) skala kecil di tingkat
laboratorium penghasil limbah tersebut, sehingga
pencemaran lingkungan akibat dari logam berat limbah
cair laboratorium dapat dihindari. Optimasi lebih lanjut
pada unit operasi adsorpsi dapat dilakukan, misalnya
optimasi parameter nilai pH, lama waktu kontak, dan
temperatur. Untuk limbah cair yang dihasilkan secara
kontinu dalam jumlah besar dan perlu diolah secara
kontinu, kajian secara sinambung perlu dilakukan untuk
optimasi proses.
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih disampaikan kepada Sdr. Jamhari, STP.
atas bantuannya dalam penyiapan sampel limbah cair
dan persiapan pekerjaan laboratorium.
[11]
[12]
Daftar Acuan
[13]
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
N.D. Tumin, A.L. Chuah, Z. Zawani, S.A.
Rashid, Journal of Engineering Science and
Technology, 3/2 (2008) 180.
A. Kapoor, T. Vararaghavan, D.R. Cullimore,
Bioresource Technology 70 (1999) 95.
D.S. Kim, Bioresource Technology 87 (2003)
355 [http:/www.sciencedirect.com].
Peraturan Pemerintah No. 18, tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, Jakarta, 1999.
Peraturan Pemerintah No. 85, tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun, Jakarta, 1999.
[14]
[15]
[16]
[17]
APHA, Standard Methods for the Examination of
Water and Wastewater. 20th, ed. American Public
Health Association (APHA), Washington DC,
1998.
ATV, Industrieabwasser, Grundlage. 4. Auflage.
Ernst & Sohn, Berlin, 1999 (in German).
A. Esmaeili, S. Ghasemi, A. Rustaiyan, J. Agric.
& Environ. Sci. 3/6 (2008) 810.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
51/MENLH/1995 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Kegiatan Industri, Jakarta, 1995.
D.M. Ayres, A.P. Davis, P.M. Gietka, Removing
Heavy Metals from Wastewater, Engineering
Research Center Report. University of Maryland,
http:/www.mtes.org/documents/pmg_metal_preci
p_man1.pdf, 1994.
E.A.L. Mamusung, Magister Thesis, Sekolah
Pascasarana Institut Pertanian Bogor, 2009.
R.A. Khalkhali, R. Omidvari, Polish Journal of
Environmental Studies, 14/2 (2005) 185.
W.C. Leung, M.F. Wong, H. Chua, W. Lo,
P.H.F. Yu, C.K. Leung, Water Science and
Technology, 41/12 (2000) 233.
B. Silva, H. Figueiredo, C. Quintelas, I.C. Neves,
T. Tavares, Materials Science Forum Vols. 587588 (2008) 463, http://www.scientific.net.
E. Erdem, N. Karapinar, R. Donat, Journal of
Colloid and Interface Science 280 (2004) 309
B.G. Lee, R.M. Rowell, Journal Natural Fibers
1/1 (2004) 97, http://hawworthpress.com/web/
JNF.
A.E. Vasu, E-Journal of Chemistry 5/4 (2008)
814, http://www.e-journals.net.