Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
JURNAL KTI (TUGAS PRAKTIK DAN UAS KTI) TELISIK MAKNA HIDUP DAN MATI DALAM AL-QUR’AN DI BERBAGAI TAFSIR HABIEL MUAYYAD (211410165) USHULUDDIN A Institut PTIQ Jakarta habielmuayyad@gmail.com Abstrak: Tujuan dibuatnya jurnal ilmiah ini yaitu mengetahui lebih dalam arti hidup dan mati dalam berbagai perspektif tafsir ulama, serta memberi wejangan kepada para pembaca agar tahu arah, tujuan dan motivasi dari kehidupan dan kematian. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yang mengambil dari berbagai sumber, baik sumber primer maupun sekunder disertai perbandingan antar tafsir ulama. Dalam sumber tafsir yang diambil oleh penulis antara lain; tafsir karya ulama kontemporer terkenal Quraisy Shihab yaitu tafsir Al-Misbah, tafsir karya imam Al-Qurthubi yakni tafsi Al-Qurthubi, tafsir karya Wahbah Az-Zuhaili yakni tafsir Al-Munir serta buku-buku lainnya yang turut disertakan sebagai sumber sekunder dalam jurnal ini. Hasil dari jurnal ini menunjukkan bahwa hakikat hidup dan mati sangat penting untuk diketahui manusia. Mengingat hal tersebut bahwa sebenarnya masih banyak manusia yang belum mengetahui hal tersebut. Hal itu menjadi motivasi ekstra bagi penulis untuk lebih giat dalam menyelesaikan jurnal ini. Kata kunci: Penafsiran dan Perbandingan Tafsir, Makna Hidup, Makna Mati, Tujuan Hidup, Tujuan Mati. ABSTRACT The purpose of making this scientific journal is to know more about the meaning of life and death in various perspectives of ulama's interpretation, as well as to give advice to readers to know the direction, purpose and motivation of life and death. This study uses a library method that draws from various sources, both primary and secondary sources accompanied by comparisons between scholars' interpretations. In the sources of interpretation taken by the author, among others; the interpretation of the work of the famous contemporary scholar Quraish Shihab, namely the interpretation of Al-Misbah, the interpretation of the work of the Imam Al-Qurtubi namely the interpretation of Al-Qurtubi, the interpretation of the work of Wahbah Az-Zuhaili namely the interpretation of Al-Munir and other books which are also included as secondary sources in this journal. . The results of this journal show that the nature of life and death is very important for humans to know. Given this that actually there are still many people who do not know it. This is an extra motivation for the author to be more active in completing this journal. Keywords: Interpretation and Comparison of Interpretation, Meaning of Life, Meaning of Death, Purpose of Life, Purpose of Death. Pendahuluan Hidup manusia telah mencapai histori yang sangat panjang dan rumit, bahkan seperti menembus batas-batas logika kemanusiaan. Hanya sebagian manusia yang paham arti sebenarnya tentang kehidupan. Banyak dari kita lupa makna sebenarnya kita hidup di dunia yang fana ini. Begitupun dengan kematian, sesuatu yang mungkin sangat familiar di telinga kita namun kita tidak tahu sebenarnya makna dari kematian itu. Apalagi kematian adalah suatu hal yang kita tidak pernah bisa menelitinya secara ilmiah. Hidup yang sedang kita alami saja masih banyak hal yang belum kita ketahui, apalagi kematian yang dengannya kita belum pernah merasakan. Dalam kehidupan manusia pasti mengalami pasang surut kehidupan manusia. Banyak dari kita lupa akan makna hidup ketika kita sedang bahagia, lupa akan kehidupan sosial, berinteraksi dengan sesama, dengan sanak saudara bahkan dalam kasus yang lebih parah dapat lupa dengan Sang pencipta kehidupan itu. Namun ketika mengalami ujian seperti kegagalan, kebangkrutan bahkan kehilangan orang tercinta manusia cenderung menyalahkan tuhannya beranggapan bahwa tuhan itu tidak adil. Dalam kondisi-kondisi seperti inilah agama bisa menuntun manusia kembali ke jalan yang seharusnya. Di dalam agama islam arti dari kehidupan dan kematian serta tuntunan menjalani keduanya telah banyak diterangkan dalam Al-Qur’an dan hadits ataupun teks-teks karangan ulama klasik maupun kontemporer. Mereka manusia lupa akan arti kehidupan sebenarnya dengan hanya berorientasi pada kesuksesan kehidupan mereka tanpa berpikir bahwa kematian selalu menghadang mereka kapanpun. Padahal Allah menciptakan manusia di dunia tidak lain dan tidak bukan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Al-Qur’an telah menyeru dan mengarahkan manusia untuk bisa memahami tujuan dari hidupnya, baik itu kehidupan individu maupun kehidupan keluarga; kehidupan masyarakat maupun kehidupan bernegara, juga kehidupan manusia secara menyeluruh di berbagai peranan dan masanya. Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2006 Hal 509 Sebagaimana terkutip dalam Kalam-Nya QS. Ad-Dzariyat (51) Ayat 56 : وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ “Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. Menurut Al-Qurthubi dalam tafsirnya yang berjudul tafsir Al-Qurthubi yang mengambil pendapat dari beberapa ulama bahwa dalam kemahatahuan Allah, ayat tersebut hanya dikhususkan kepada manusia yang menyembah-Nya. Hal ini karena ayat tersebut menggunakan lafadz umum(‘am) dengan makna khusus(khos). Makna tersirat yang dimaksud adalah: tidak Aku ciptakan penduduk surga dari (kalangan) jin dan manusia melainkan hanya untuk menyembah-Ku. Al-Qurthubi, Terjemah Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009 Hal 293-294 Dari paragraph diatas, seharusnya manusia dapat mengambil pelajaran bahwa tujuan Allah menciptakan mereka serta menciptakan bumi dan langit besert isinya tidak lain dan tidak bukan hanya ditujukan untuk mengabdi. Baik mengabdi kepada Allah maupun mengabdi kepada sesama makhluk sebagai makhluk sosial. Abdul Fatah, Kehidupan Manusia Ditengah Tengah Alam Materi. Jakarta: PT. Rineka Cipta 1995 Hal 24 Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang tuntunan dalam menjalani kehidupan. Salah satunya dalam QS. Surah al-Qashas (28): 77 وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”. Menurut Wahab az-Zuhaili dalam tafsirnya yang berjudul tafsir az-Zuhaili bahwasannya kalimat: وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ adalah gunakanlah harta melimpah, nikmat yang banyak yang diberikan Allah kepadamu untuk menaati Allah, mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai macam kegiatan ibadah yang dengannya akan diperoleh pahala di dunia dan akhirat. Karena sungguh dunia ini ladang untuk di akhirat. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir jilid 10 (juz 19-20), Depok: Gema Insani, 2003 hal 428 Berbeda dengan pandangan M. Quraisy Shihab dalam tafsirnya yang berjudul tafsir Al-Misbah menerangkan bahwa kata فِيْمَآ yang dipahami oleh Ibnu Asyur mengandung makna terbanyak atau pada umumnya sekaligus tertancapnya kedalam lubuk hati dalam upaya mencari kebahagiaan akhirat(ukhrowi) melaui apa yang dianugerahkan Allah dalam kehidupan dunia ini. M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an Volume IX, Jakarta: Lentera Hati, 2002 hal 664-665 Kemudian dalam ayat lain yang menjelaskan tentang kehidupan akhirat bagi seorang yang mati dalam keadaan syahid dalam QS. Al-Baqarah(2) ayat 154: وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ “Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. Quraisy Shihab menafsirkan bahwasannya orang-orang yang mati syahid itu hidup. Mereka bahagia disisi Tuhan-Nya bukan disisi manusia. Pada ayat ini,kebanyakan manusia berasumsi bahwa hidup yang dimaksud adalah nama baik yang disandingkan dengan kematian. Dan kebanyakan menduga bahwa gerak mereka telah dicabut. Padahal tidak! Mereka (orang mati syahid) lebih leluasa bergerak ketimbang makhluk yang hidup di bumi. Artinya hakikatnya mereka hidup. M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an Volume I, Jakarta: Lentera Hati, 2002 hal 434-435 Selanjutnya membahas asas-asas akhlak yang luhur, yang menjadi tempat tegaknya bangunan masyarakat muslim. Unsur akhlak merupakan unsur yang mendasar dan mendalam dalam keberadaan tashawwir islami dan keberadaan masyarakat muslim, dimana tidak ada satupun segi kehidupan dan kegiatannya yang sepi dari unsur akhlak ini. Sesungguhnya masyarakat muslim adalah masyarakat yang ditegakkan di atas prinsip ubudiah kepada Allah SWT. Karena itu, mereka adalah masyarakat yang bebas dari penyembahan kepada sesama hamba dalam bentuk ubudiah apapun, yang terwujud dalam semua sistem dan peraturan kehidupan di muka bumi selain sistem yang memfokuskan seluruh aspek ilahiyah hanya untuk Allah semata. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 2004 hal 265 Tujuan terakhir dari kehidupan ialah bertemu dengan yang namanya kematian. Dan tidaklah seorangpun di dunia ini melainkan telas tertulis baginya kematian. Seperti dalam QS. Ali Imran(3) ayat 145: وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ اَنْ تَمُوْتَ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ كِتٰبًا مُّؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۚ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الْاٰخِرَةِ نُؤْتِهٖ مِنْهَا ۗ وَسَنَجْزِى الشّٰكِرِيْنَ “Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. Dalam asbabun nuzul pada ayat ini dalam tafsir nurul qur’an, ketika itu ada rumor palsu tentang kematian Nabi SAW. Pada perang Uhud ini membuat pasukan muslim panic sehingga sebagian dari mereka melarikan diri. Yang lebih mengejutkan, ada sebagian dari mereka yang hendak berpaling dari islam. Dalam ayat ini al-Qur’an memperingatkan dan menyadarkan golongan tersebut, dengan pernyataan Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan atas izin Allah pada waktu yang telah ditentukan. Jadi jika Nabi SAW terbunuh dalam peperangan itu, maka tak lain hal itu adalah berlakunya rencana Allah. Disisi lain, melarikan diri dari perang tidak bisa membuat orang menghindari kematian, demikian pula berjihad tidak dapat mempercepat kematian siapapun. Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al-Qur’an, Jakarta: Al-Huda, 2001 Hal 344-345 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa sekeras-kerasnya usaha manusia untuk menjauhi kematian adalah hal yang tida berguna. Karena sesungguhnya segala kehidupan ini termasuk kematian itu sendiri sudah di atur oleh Allah SWT. Maka dari itu, kita sebagai manusia patut untuk mempersiapkan kehidupan kita di akhirat. Dengan adanya kesadaran bahwa dunia ini hanya sementara, manusia akan selalu merasa takut akan adanya kehidupan setelah kematian. Dengan begitu manusia akan selalu mencari bekal terbaik, dan bekal yang paling baik adalah taqwa. Bertaqwa akan lebih mudah bila kita dapat ‘merasakan’ adanya akhirat, yaitu sebagai terminal akhir tujuan manusia. Seseorang mustahil dapat ‘merasakan’ akhirat, dengan syrga dan nerakanya, tanpa memiliki keyakinan yang kuat bahwa kematian pasti akan datang menjemputnya. Oleh karena itu sering-seringkah kita ingat akan kematian. Permadi Alibasyah, Bahan Renungan Kalbu: Penghantar mencapai Pencerahan Jiwa, Jakarta: Yayasan Mutiara Tauhid, 2001 Hal 345 Kajian Teori Pengertian Hidup dan Mati Hidup dalam Berbagai Tafsir Mati dalam Berbagai Tafsir Metode Penelitian Dalam jurnal ini, peneliti menggunakan metode menelitian kualitatif yang bersifat kajian kepustakaan. Sumber data primer yangdigunakan dalam jurnal ini merupakan buku tafsir uang ditulis oleh M. Quraisy Shihab dan dengan sumber-sumber sekunder lainnya sebagai data penunjang. Metode pengumpulan data ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data darisumber primer maupun sekunder. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA Fatah, Abdul. Kehidupan Manusia Ditengah Tengah Alam Materi, Jakarta: PT. Rineka Cipta 1995 Jazuli, Ahzami Samiun. Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2006 Al-Qurthubi. Terjemah Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009 Az-Zuhaili. Wahbah Tafsir Al-Munir jilid 10 (juz 19-20), Depok: Gema Insani, Shihab, Quraisy. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an Volume IX, Jakarta: Lentera Hati, 2002 Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 2004 Imani, Allamah Kamal Faqih. Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al-Qur’an, Jakarta: Al-Huda, 2001 Alibasyah, Permadi. Bahan Renungan Kalbu: Penghantar mencapai Pencerahan Jiwa, Jakarta: Yayasan Mutiara Tauhid, 2001