Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph PRAKTIK BIDAN DALAM PENGGUNAAN ALGORITMA MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA PADA KUNJUNGAN NEONATAL Wahyu Iraningsih1 , dan Muhammad Azinar2 1 Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, Jl. Gatot Subroto No. 26 B, Cilacap Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. 2 Info Artikel Abstrak Sejarah Artikel: Diterima Agustus 2016 Disetujui September 2016 Dipublikasikan Januari 2017 Penurunan kematian neonatal di Indonesia berjalan lambat dan stagnan pada angka 20/1000 KH. Proporsi kematian neonatal di Kabupaten Cilacap tahun 2015 mencapai 69% dari kematian bayi. Kunjungan neonatal berkualitas menurunkan 34-62% kematian, namun belum semua bidan menggunakan algoritma manajemen terpadu bayi muda (MTBM) pada kunjungan neonatal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik bidan dalam penggunaan MTBM pada kunjungan neonatal. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, dengan teknik sampling secara purposive, sehingga diperoleh 60 responden. Data dianalisis dengan uji chi square. Terdapat hubungan antara pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,023), ketersediaan fasilitas (p=0,023), dukungan atasan (p=0,017), masa kerja (p=0,011), dan supervisi (p=0,039) dengan praktik bidan dalam penggunaan MTBM pada kunjungan neonatal. Tidak terdapat hubungan antara umur (p=0,124), status kepegawaian (p=0,124), beban kerja tambahan (p=0,290), dan reward (p=0,053) dengan praktik bidan dalam penggunaan MTBM pada kunjungan neonatal. Faktor yang berhubungan dengan praktik bidan dalam penggunaan MTBM pada kunjungan neonatal adalah pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan atasan, masa kerja, dan supervisi. Keywords: IMNCI Algorithm; Neonatal Care Midwives’ Practice. Abstract Neonatal mortality in Indonesia declined slowly and tended to stagnant in number of 20/1000 live births. Proportion of neonatal mortality in Cilacap Regency at 2015 reached 69% of infant mortality. A quality neonatal care might decrease 34-62% mortality, but not all midwives used integrated management of neonatal and childhood illness (IMNCI) algorithm. This study aimed to figure out factors associated with midwives’ practice on using IMNCI algorithm in neonatal care. This study used cross sectional approach with purposive sampling until 60 respondents were collected. Data were analyzed with chi-square test. There were association between knowledge (p=0.000), attitude (p=0.023), availability of facilities (p=0.023), support from leader (p=0.017), length of work (p=0.011), and supervision (p=0.039) with midwives’ practice on using IMNCI algorithm. There were not assocation on age (p=0.124), employment status (p=0.124), extra work load (p=0.290), and reward (p=0.053). Factors associated with midwives’ practice on using IMNCI algorithm in neonatal care were knowledge, attitude, availability of facilities, support from leader, length of work, and supervision. © 2017 Universitas Negeri Semarang  Alamat korespondensi: Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap Jl. Gatot Subroto No.26 B, Cilacap E-mail: iraningsihwahyu@yahoo.co.id pISSN 2252-6781 eISSN 2584-7604 Wahyu Iraningsih & Muhammad Azinar / Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) berhubungan dengan praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda pada kunjungan neonatal. PENDAHULUAN Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan kesehatan. Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia, Angka kematian bayi sebesar 32/1000 Kelahiran Hidup (KH) dan Angka kematian neonatal sebesar 19/1000 KH. Kemenkes RI menetapkan goal penurunan angka kematian neonatal sebesar 9/1000 Kelahiran Hidup (Kemenkes RI, 2014). Kabupaten Cilacap menempati urutan keempat penyumbang jumlah kematian bayi terbanyak di Jawa Tengah Tahun 2015 yaitu sebesar 207 kasus (7/1000 KH) dengan proporsi sangat tinggi untuk kematian neonatal sebesar 69%. Laporan Kinerja Kesehatan Anak Kabupaten Cilacap Tahun 2015 menyebutkan kematian bayi tertinggi ada di wilayah eks distrik Cilacap dengan angka kematian 10/1000 KH. Masalah utama neonatus adalah karena masa ini merupakan masa kritis, sangat rentan, mudah menjadi sakit, jika sakit sulit dikenali, cepat memburuk dan dapat terjadi kematian. Sebagian besar penyebab kematian dapat dicegah dan diobati dengan biaya murah dan efektif. Kunjungan neonatal menggunakan algoritma manajemen terpadu bayi muda (MTBM) dinilai cost effective untuk menurunkan angka kematian neonatus 30-60%. Namun tidak semua bidan di Kabupaten Cilacap melaksanakan kunjungan neonatal secara berkualitas. Hasil evaluasi pada 20 bidan desa tahun 2014 menunjukkan 1 bidan (5%) melaksanakan kunjungan neonatal sesuai standar, 13 bidan (65%) belum melakukan penilaian klinik sesuai standar, 6 bidan (30%) tidak membuat klasifikasi secara benar. Pengetahuan bidan tentang standar, dapat mempengaruhi tingkat kesesuaian kinerja dengan standar yang ada. Hasil survey pendahuluan pada bulan Oktober 2015 pada 10 bidan desa, didapatkan 90% memiliki pengetahuan kurang tentang manajemen terpadu bayi muda dan hanya 30% yang sudah menerapkan pada kunjungan neonatal. Perilaku praktik bidan yang tidak sesuai standar dapat berdampak pada kinerja pelayanan. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian Abu, dkk (2015) yang menunjukkan bahwa pengetahuan atau pemahaman bidan atas standar operasional berdampak pada mutu pelayanan antenatal care. Perilaku kerja tersebut dapat terkait dengan berbagai faktor yang mendorong, memudahkan dan memperkuat individu baik dari dalam maupun luar diri petugas. Oleh karena itu peneliti ingin mengkaji faktor-faktor apa yang METODE Jenis penelitian ini adalah explanatory research, dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh bidan desa di wilayah eks distrik Cilacap berjumlah 65 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, didapat 60 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi (pendidikan minimal D III Kebidanan, pernah mengikuti salah satu pelatihan (Asuhan Persalinan Normal/ Manajemen Asfiksia dan BBLR/ MTBS) serta memiliki sertifkat registrasi (STR) dan surat ijin praktik bidan (SIPB). Variabel penelitian meliputi faktor berkaitan dengan perilaku yaitu pengetahuan dan sikap terhadap manajemen terpadu bayi muda (predispossing factor), ketersediaan fasilitas (enabling factor) dan dukungan atasan (reinforcing factor). Variabel berkaitan kinerja yaitu umur, masa kerja, status kepegawaian (faktor internal) dan beban kerja tambahan, supervisi oleh bidan koordinator serta penghargaan/ reward (faktor eksternal). Teknik pengambilan data dengan observasi, wawancara dan studi dokumentasi menggunakan kuesioner dan cheklist. Analisis data secara univariat dan bivariat dengan uji chi square (฀=0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 1 diketahui lebih dari separuh responden memiliki pengetahuan baik tentang manajemen terpadu bayi muda, lebih dari separuh bersikap lebih mendukung manajemen terpadu bayi muda, sebagian besar memiliki ketersediaan fasilitas lengkap dan sebagian besar mendapat dukungan atasan dalam manajemen terpadu bayi muda. Sebagian responden berumur >30 tahun (sub tahap pemantapan), sebagian besar memiliki masa kerja > 6 tahun, sebagian besar berstatus pegawai tidak tetap (PTT), sebagian besar memiliki beban kerja tambahan normal, sebagian mendapatkan supervisi baik dan hampir semua responden mendapat penghargaan/ reward kurang baik. Dari Tabel 2 diketahui hasil analisis faktor yang berhubungan dengan praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda adalah pengetahuan dan sikap terhadap manajemen terpadu bayi muda, ketersediaan fasilitas, dukungan atasan, masa kerja dan super2 Wahyu Iraningsih & Muhammad Azinar / Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) Tabel 1. Hasil Analisis Univariat Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Bidan No. 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9). 10). Variabel Pengetahuan Baik Kurang baik Sikap Lebih Mendukung Kurang Mendukung Ketersediaan Fasilitas Lengkap Tidak lengkap Dukungan Atasan Lebih Mendukung Kurang Mendukung Umur Sub Tahap Percobaan Sub Tahap Pemantapan Masa Kerja ≤ 6 tahun > 6 tahun Status Kepegawaian PNS PTT Beban Kerja Tambahan Normal/ dalam batas maksimal Melebihi batas maksimal Supervisi Baik Kurang Reward/ Penghargaan Baik Kurang Baik visi oleh bidan koordinator. Faktor yang tidak berhubungan dengan praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda adalah umur, status kepegawaian, beban kerja tambahan dan penghargaan/ reward dari kepala puskesmas. Distribusi Frekuensi N % Total N % 35 25 58,3 41,7 60 100 31 29 51,7 48,3 60 100 46 14 76,7 23,3 60 100 41 19 68,3 31,7 60 100 28 32 46,7 53,3 46 100 9 51 15,0 85,0 46 100 11 49 18,3 81,7 46 100 46 14 76,7 23,3 46 100 30 30 50,0 50,0 46 100 5 55 8,30 91,7 46 100 tahuan dengan kinerja bidan dalam kunjungan neonatal. Pengetahuan tentang manajemen terpadu bayi muda yang kurang baik akan berisiko 4 kali lebih besar untuk terlaksananya praktik yang tidak sesuai standar. Pengetahuan responden yang masih kurang diantaranya adalah tentang tanda neonatus dengan kemungkinan infeksi berat dan cara pencegahan infeksi terkini perawatan tali pusat. Pengetahuan responden yang kurang tersebut dapat menyebabkan tertundanya deteksi dan pengobatan tepat pada neonatus serta menyebabkan ibu postnatal tidak menerima informasi yang relevan tentang tanda bahaya neonatus dan perawatan tali pusat yang benar. Pengetahuan responden yang rendah dapat dikaitkan dengan kurangnya kesempatan bidan desa mendapatkan pelatihan. Pengetahuan perlu dicari melalui usaha seperti pendidikan dan pelatihan. Hasil studi intervensi berupa pelatihan di Afrika Selatan menghasilkan bahwa pelatihan meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan, Pengetahuan tentang Manajemen Terpadu Bayi Muda Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan responden dengan praktik penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Pengetahuan yang baik akan mendukung bidan mempunyai sikap positif dan mempengaruhi niatnya menentukan tindakan terkait penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Saomi, et al (2015) yang menyatakan pengetahuan berhubungan dengan penemuan kasus oleh petugas, sejalan dengan penelitian Suryaningtyas (2012) yang menyatakan ada hubungan penge3 Wahyu Iraningsih & Muhammad Azinar / Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Bidan Praktik Bidan Tidak Sesuai sesuai standar standar n % n % No Variabel 1. Pengetahuan Baik Kurang baik 7 22 20,0 88,0 28 3 2. Sikap Lebih Mendukung Kurang Mendukung 10 19 32,3 65,5 3. Ketersediaan Fasilitas Lengkap Tidak lengkap 18 11 4. Dukungan Atasan Lebih Mendukung Kurang Mendukung 5. 6. Umur Sub Tahap Percobaan Sub Tahap Pemantapan Masa Kerja ≤ 6 tahun > 6 tahun Total p value RP CI 95% N % 80,0 12,0 35 25 100 100 0,000 4,40 2,2338,670 21 10 67,7 34,5 31 29 100 100 0,020 2,03 1,1443,607 39,1 78,6 28 3 60,9 21,4 46 14 100 100 0,023 2 1,2723,157 15 14 36,6 73,3 26 5 63,4 26,3 41 19 100 100 0,017 2,01 1,2413,269 17 60,7 11 39,3 28 100 1,61 0,946- 0,124 12 37,5 20 62,5 32 100 8 21 88,9 41,2 1 30 11,1 58,8 9 51 100 100 0,011 7. Status Kepegawaian PNS PTT 4 25 36,4 51,0 7 24 63,6 49,0 11 49 100 100 0,586 8. Beban Kerja Tambahan Normal 20 Melebihi maksimal 9 43,5 64,3 26 5 56,5 35,7 46 14 100 100 0,290 9. Supervisi Baik Kurang 33,3 63,3 20 11 66,7 36,7 30 30 100 100 10 19 dan peningkatan pengetahuan terbukti meningkatkan keterampilan klinis petugas dalam menerapkan manajemen terpadu bayi muda (Wood, 2010). 0,039 2,771 2,15 1,4453,224 0,713 0,3111,632 0,67 0,4061,127 1,90 1,0703,375 (Ajzen dalam Azwar, 2013). Hasil penelitian ini mendukung penelitian Fountein Yvone (2014) yang menyatakan ada hubungan sikap dengan perilaku bidan. Sikap responden yang kurang mendukung berisiko 2 kali lebih besar untuk terwujudnya perilaku praktik yang tidak sesuai standar. Sikap responden yang kurang mendukung antara lain sebagian besar responden tidak berani memberikan suntikan antibiotik dosis pertama pada bayi muda sakit berat yang akan dirujuk. Hal ini berarti neonatus dengan infeksi berat akan dirujuk ke rumah sakit tanpa perlindungan antibiotika. Hasil studi WHO oleh Lee, et al Sikap terhadap Manajemen Terpadu Bayi Muda Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara sikap responden dengan praktik penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Sikap mempengarui perilaku bidan lewat suatu proses pengambilan keputusan yang beralasan. Sikap terhadap suatu objek akan menentukan niatnya (intention) untuk melakukan perilaku 4 Wahyu Iraningsih & Muhammad Azinar / Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) (2014) menyatakan manajemen kasus bayi muda dengan infeksi berat di fasilitas tingkat pertama ini dapat mengurangi angka kematian neonatal sebesar 34% -62%. Sikap yang kurang mendukung terhadap pemberian antibiotika dapat berkaitan dengan pengetahuan responden tentang tatalaksana infeksi bayi muda yang masih kurang, tidak tersedianya obat antibiotika injeksi di fasilitas pelayanan bidan desa dan belum adanya dukungan atasan dalam pelimpahan wewenang terhadap tindakan kedaruratan bayi muda khususnya pemberian antibiotika injeksi pra rujukan. bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Dukungan yang positif dari pimpinan dan segenap pegawai akan menciptakan situasi kerja yang kondusif dan pegawai akan terpacu bekerja lebih baik. Hasil ini mendukung penelitian Suryaningtyas (2012) yang menunjukkan dukungan kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja bidan dalam pelayanan kunjungan neonatal. Wujud dukungan atasan dalam pelaksanaan manajemen terpadu bayi muda adalah pemberian sosialisasi, menanyakan kesulitan, koordinasi, merencanakan kebutuhan logistik, dan membuat kebijakan serta evaluasi. Dukungan atasan yang kurang terhadap pelaksanaan manajemen terpadu bayi muda dapat berisiko 2 kali lebih besar terjadinya pelaksanaan praktik yang tidak sesuai standar. Dukungan atasan dalam pelimpahan wewenang secara tertulis terkait pemberian antibiotik dan pemberian obat anti kejang pada penelitian ini masih kurang. Hal ini berdampak pada sikap responden yang tidak berani memberikan antibiotik pra rujukan dan tidak tersedianya antibiotika injeksi di fasilitas bidan desa. Dukungan lain yang dirasakan masih kurang adalah dalam pemenuhan permintaan form bayi muda, hanya 47% yang mendapat dukungan atasan. Pemenuhan form bayi muda yang kurang dapat menyebabkan pelaksanaan pendokumentasian hasil tatalaksana bayi muda belum maksimal. Ketersediaan Fasilitas untuk Kunjungan Neonatal Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Hasil penelitian Puspitarini (2013) menyebutkan kurangnya sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program manajemen terpadu balita sakit menyebabkan para petugas kurang dapat menjalankan tugasnya dalam menerapkan manajemen terpadu balita sakit di puskesmas. Ketersediaan fasilitas yang tidak lengkap akan berisiko 2 kali lebih besar untuk pelaksanaan praktik yang tidak sesuai standar. Ketidaktersediaan vitamin K1 injeksi di fasilitas dapat berdampak pada penentuan tindakan pemberian injeksi vitamin K1 dan penentuan klasifikasi bayi muda yang kurang tepat. Ketersediaan fasilitas yang tidak lengkap diakibatkan dari berbagai faktor seperti pengetahuan dan sikap terhadap penggunaan antibiotika injeksi yang kurang baik, dukungan atasan yang kurang dalam pemenuhan kebutuhan logistik bidan desa, serta pelaksanaan supervisi oleh bidan koordinator kabupaten yang belum dilakukan secara rutin. Ketersediaan fasilitas bukan tanggung jawab petugas kesehatan semata, namun merupakan komponen sistem manajemen yang harus dipenuhi oleh suatu organisasi dalam hal ini puskesmas dan dinas kesehatan. Bhandari Nita et al (2012) menyebutkan bahwa setelah intervensi pelaksanaan manajemen terpadu bayi muda di India, dapat terlihat praktik pelaksanaan manajemen terpadu bayi muda meningkat dan pasokan dari semua obat yang direkomendasikan meningkat. Umur Bidan Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara umur responden dengan praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Hasil ini sejalan dengan penelitian Suryaningtyas (2012) yang menyebutkan bahwa dari hasil uji regresi logistik didapatkan tidak ada pengaruh antara umur dengan kinerja bidan dalam pelayanan kunjungan neonatal. Pelaksanaan praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda lebih dipengaruhi oleh faktor lain diluar umur responden seperti faktor pengetahuan, sikap, masa kerja bidan, dukungan atasan maupun supervisi oleh bidan koordinator. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Saomi, et al (2015) yang menyatakan umur petugas berhubungan dengan penemuan kasus TB Paru. Semakin bertambah umur diharapkan kinerja bidan semakin meningkat, namun perlu dipahami bahwa perkembangan karier pada masa tahap penetapan merupakan masa transisi. Pada periode umur ≤ 30 tahun bidan akan menetapkan apakah pekerjaan tersebut cocok un- Dukungan Atasan (Kepala Puskesmas dan Bidan Koordinator Puskesmas) Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara dukungan atasan dengan praktik 5 Wahyu Iraningsih & Muhammad Azinar / Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) tuknya atau tidak, sedangkan pada usia > 30 tahun bidan sudah mulai menetapkan perencanaan karier. Peningkatan usia akan membuat orang melakukan penilaian kembali atas kemajuan dan ambisinya. Sering ditemukan mereka tidak ingin mewujudkan impian mereka atau jika impian sudah tercapai, impian tersebut bukan segalagalanya yang mereka inginkan (Dessler, 1997). Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa dengan bertambahnya umur tidak serta merta kinerja seseorang meningkat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan individu menyesuaikan diri dengan masa transisi. Keberhasilan penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh ketahanan fisik, kemampuan motorik, mental, motivasi dan model peran. najemen terpadu bayi muda. Praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda lebih dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengetahuan, sikap, dukungan atasan, ketersediaan fasilitas, masa kerja maupun supervisi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Husna (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan antara status kepegawaian (PNS/PTT) dengan kinerja bidan namun tidak mendukung hasil penelitian Wati (2014). Bidan PNS memang memiliki perbedaan hak dibanding bidan PTT (Bidan PNS diberikan hak termasuk berbagai tunjangan dan cuti, sedangkan bidan PTT tidak mendapat tunjangan dan hak cuti seperti bidan PNS), namun keduanya memiliki kewajiban yang sama dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi, sehingga bidan harus tetap melaksanakan tugas profesinya dengan baik sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan tanpa memandang status kepegawaian. Kebijakan dan janji pemerintah saat ini yang akan memperhatikan nasib pegawai tidak tetap, juga menumbuhkan semangat baru bidan PTT yang sebelumnya berada dalam ketidakpastian jenjang karier serta berpotensi mengurangi kesenjangan status antara bidan desa PNS dan PTT. Sandra (2004) menyatakan suasana yang tidak kondusif karena kesenjangan status kepegawaian menimbulkan kecemburuan, kekecewaan dan ketidakbertahanan bidan desa serta berdampak pada kinerja. Masa Kerja Bidan Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara masa kerja dengan praktik penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Hal ini berarti bidan yang memiliki masa kerja lebih lama menunjukkan perilaku praktik yang sesuai standar dibanding bidan dengan masa kerja lebih sedikit. Hasil penelitian ini mendukung studi Fountein Yvone (2014) dan Suryaningtyas (2012) bahwa masa kerja berhubungan dengan kinerja bidan dalam kunjungan neonatal. Masa kerja menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya. Semakin lama bekerja, kemampuan dan pengetahuan praktisnya akan bertambah. Pengetahuan praktis diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung (Ivancevich, 2007). Pengalaman langsung menyebabkan bidan lebih terampil menghadapi berbagai persoalan di lapangan. Ketrampilan ini dipelajari melalui pengalaman menghadapi ratusan persoalan ketika menghadapi pasien dan masyarakat. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Indrawati (2009) yang mendapatkan bahwa variabel lama kerja tidak berhubungan secara bermakna dengan praktik bidan, tidak sejalan dengan hasil penelitian Prasastin (2013) yang menyatakan bahwa lama kerja tidak berhubungan dengan kinerja petugas puskesmas. Masa kerja berkaitan dengan pengalaman, sehingga untuk mendorong perilaku, pengalaman harus terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional sehingga pengalaman akan lebih mendalam, berbekas dan akan membentuk perilaku seseorang (Azwar, 2013). Beban Kerja Tambahan Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara beban kerja tambahan dengan praktik penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Perilaku responden dalam menjalankan praktik tidak tergantung seberapa besar beban kerja yang dimiliki, namun lebih disebabkan oleh faktor lain di luar beban kerja tambahan. Hasil penelitian ini didukung penelitian Knape, et al (2014) dan Fountein-Kuipers (2014) yang menyatakan bahwa beban kerja tidak berhubungan praktik bidan. Hal ini dapat dijelaskan, ada sistem pengaturan waktu pelaksanaan tugas tambahan yang sudah disepakati dengan tim puskesmas sehingga beban kerja tambahan tidak terlalu mengganggu pelaksanaan tugas-tugas pokok bidan, disamping itu durasi/ waktu penyelesaian tugas untuk satu kali pelaksanaan beban kerja tambahan tidak terlalu lama sehingga dapat diselesaikan dalam satu waktu pelaksanaan kegiatan. Jenis beban kerja tambahan yang diberikan pada responden meliputi posyandu lansia, penjaringan kesehatan anak sekolah, surveilans wabah/ KLB, serta kun- Status Kepegawaian Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara status kepegawaian dengan praktik bidan dalam penggunaan algoritma ma6 Wahyu Iraningsih & Muhammad Azinar / Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) jungan rumah pasien (Home Care). Supervisi oleh Bidan Koordinator Kabupaten dan Bidan Koordinator Puskesmas Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara supervisi dengan praktik penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Supervisi sangat terkait dengan perbaikan mutu pelayanan yang akan mendorong pelayanan kesehatan diberikan sesuai standar. Hasil penelitian ini sesuai penelitian Suryaningtyas (2012) dan Bhandari, et al (2012) yang menyatakan bahwa supervisi berpengaruh terhadap kinerja bidan dalam kunjungan neonatal dan penerapan manajemen terpadu bayi muda. Supervisi oleh bidan koordinator yang kurang akan berisiko 2 kali lebih besar untuk pelaksanaan praktik yang tidak sesuai standar. Bidan desa yang kurang mendapat supervisi dapat berdampak pada kurangnya tingkat kepatuhan terhadap pelaksanaan manajemen terpadu bayi muda (Haryani, 2013). Pelaksanaan supervisi oleh bidan koordinator yang masih kurang adalah kunjungan bikor kabupaten yang belum dilakukan secara rutin/ berkala serta. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Titaley, et al (2014) di Propinsi Jawa Barat yang menyebutkan bahwa 22% tenaga kesehatan tidak pernah menerima pengawasan dan 30% kepala puskesmas tidak pernah menerima kunjungan pengawasan dari dinas kesehatan kabupaten. Pelaksanaan supervisi oleh bidan koordinator yang juga masih kurang adalah dalam pemantauan laporan kemajuan hasil pembinaan. Hasil pemantauan yang tidak ditindaklanjuti, dapat menyebabkan hasil supervisi kurang dirasakan manfaatnya oleh bidan desa dan tujuan supervisi untuk meningkatkan kinerja tidak tercapai. mendapat salah satu jenis reward saja. Imbalan memiliki potensi untuk memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku individu. Namun di sisi lain tugas melaksanakan kunjungan neonatal (profesi) harus berorientasi pada pengabdian sehingga tanggung jawab profesi tidak diukur dengan materi atau penghargaan semata. Bidan di desa masih bisa mendapatkan keuntungan lain dari praktik penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda yaitu bahwa setiap kegiatan kunjungan neonatal merupakan salah satu angka kredit bagi bidan desa yang akan digunakan untuk pengajuan perpanjangan surat tanda registrasi bidan, maupun digunakan untuk kenaikan pangkat dan golongan bagi bidan berstatus PNS. Penghargaan/ Reward dari kepala puskesmas Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara penghargaan/ reward dengan praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mardiah (2011) yang menyatakan tidak ada hubungan antara imbalan dengan kinerja bidan di desa dalam inisasi menyusu dini. Praktik yang dikaji dalam penelitian ini merupakan salah satu tugas pokok bidan, sehingga tidak adanya reward tidak serta merta mempengaruhi praktiknya menjadi tidak baik. Disamping itu berkaitan pula bahwa reward dikatakan baik jika responden menerima dua jenis reward yaitu finasial dan non finasial, sedangkan dalam penelitian ini sebagian besar responden hanya Abu, A.D.H., Kusumawati, Y., Werdani, K.E. 2015. Hubungan Karakteristik Bidan dengan Mutu Pelayanan Antenatal Care Berdasarkan Standar Operasional. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10 (1): 94-100 SIMPULAN Faktor yang berhubungan dengan praktik bidan dalam penggunaan algoritma manajemen terpadu bayi muda pada kunjungan neonatal adalah pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan atasan, masa kerja dan supervisi. Faktor yang tidak berhubungan adalah umur, status kepegawaian, beban kerja tambahan dan reward. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap yang telah memberi ijin melakukan penelitian di wilayah kerja Kabupaten Cilacap, Badan PPSDM Kementrian Kesehatan RI selaku pemberi dana penelitian, serta seluruh responden atas kesediaan berpartisipasi dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. 2013. Sikap Manusia, Teori, dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bhandari, N., et al. 2012. Effect of implementation of integrated management of neonatal and childhood illness (IMNCI) programme on neonatal and infant mortality: cluster ramdomised controlled trial. BMJ, 344: e1634 Dessler, G. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid 2. Jakarta: PT Prenhallindo 7 Wahyu Iraningsih & Muhammad Azinar / Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) Fountein-Kuipers, Y.J., Bude, L., Ausems, M., de Vries, R., Nieuwenhuijze, M.J. 2014. Dutch midwives’ behavioural intention of antenatal and factor influencing these intention: An explanatory survey. Midwifery Journal, 30 (2): 234241 Mardiah. 2011. Kinerja Bidan Dalam Mendukung Program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kota Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6 (2): 62-66 Prasastin, O.V. 2013. Faktor – faktor yang berhubungan dengan Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi Penyakit Malaria Tingkat Puskesmas di Kabupaten Kebumen Tahun 2012. Unnes Journal of Public Health, 2 (4): 190-200 z Puspitarini, D. 2013. Evaluasi Pelaksanaan MTBS Pneumonia di Puskesmas di Kabupaten Lumajang Tahun 2013. Jurnal Berkala Epidemiologi, 1 (2): 291-301 Haryani, F. 2014. Korelasi Motivasi Diri dan Supervisi Bidan koordinator dengan Kepatuhan Bidan dalam Melaksanakan MTBM. Jurnal Husada Mahakam, 3 (8): 389-442 Husna, A. 2009. Kinerja bidan di desa dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 4 (1): 1823 Sandra, F. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kesediaan Bidan di Desa untuk Tetap Bekerja di Kabupaten Tangerang Propinsi Banten Tahun 2003. Jurnal Makara Kesehatan, 8 (1): 7-13 Indrawati, T. 2009. Pengaruh Umur, Pengetahuan, dan Sikap Bidan Praktik Swasta Pada Penggunaan Partograf Di Kota Semarang. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 4 (2): 122-126 Ivancevich, J., et all. 2007 Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga Saomi, E.E., Cahyati, W.H., Indarjo, S. 2015. Hubungan Karakteristik Individu dengan Penemuan Kasus TB Paru di Eks Karesidenan Pati Tahun 2013. Unnes Journal of Public Health, 4 (1): 20-30 Kemenkes RI. 2014. Rencana Aksi Nasional Kesehatan Neonatal. Jakarta: Kemenkes RI Suryaningtyas, F. 2012. Faktor terkait kinerja bidan desa dalam kunjungan neonatal di Kabupaten Pati Tahun 2012. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 4 (4): 180 Knape, N., Mayer, H., Schnepp, W., zu Szayn-Wittgenstein, F. 2014. The association between attendance of midwives and workload of midwives with the mode of birth: in the German healthcare system. BMC Pregnancy and Childbirth, 14: 300 Titaley, C.R., et al. 2014. Implementation of IMCI in West Java Province, Indonesia. WHO SouthEast Asia Journal of Public Health, 3 (2): 161-170 Wati, S.F. 2014. Perbedaan faktor perilaku bidan desa UCI dan Non UCI. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2 (1): 130-140 Lee, AC., Chandran, A., Herbert, HK., Kozuki, N., Markell, P., Shah, R., et al. 2014. Treatment of Infections in Young Infants in Low- and Middle-Income Countries: A Systematic Review and Meta-analysis of Frontline Health Worker Diagnosis and Antibiotic Access. PLoS Med, 11 (10): e1001741 Wood, D.L. 2010. IMCI revisited. The South African Journal of Child Health, 4 (2): 28-30 8