Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Terapi Musik Keroncong

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Firdawati, F. & Riyadi, S., Hubungan Terapi Musik Keroncong Dengan ....

155

Hubungan Terapi Musik Keroncong Dengan Tingkat Depresi


Pada Lansia Di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta 2014
Fanny Firdawati1, Sujono Riyadi2

ABSTRACT
Background : The elderly society assumed as society which is risk health problem, includes
mental health problems that is depression disorder. Depression in the elderly is serious mental
health disorders even though our understanding of the causes of depression and the
development of pharmacological and psychotherapeutic treatment has become more
advanced. There are several treatments that can reduce depression, one of which is with
music. Services are recreational activities that are developed at Panti Wredha Budhi Dharma
is keroncong music therapy activities.
The Aim : To Find out the relationship keroncong music therapy and depression of the elderly
level at Panti Wredha Budhi Dharma.
Methods : This research uses the correlational analytic survey with cross sectional approach.
The study population amounted to 52 elderly people, there are 30 samples elderly people by
sampling methods using purposive sampling method.The research instrument is the
questionnaire, the method of data analysis uses Kendall s tau test.
Results : There is a relationship between the level of keroncong music therapy of depression
in the elderly at Budhi Dharma. It is indicated of Kendall - Tau correlation values ( ) of 0.699
with p value = 0.000
Conclusion : There is a relationship keroncong music therapy and depression of the elderly
level at Panti Wredha Budhi Dharma.
Keywords : The Elderly , Depression Level , Music Therapy keroncong

PENDAHULUAN
Masa lanjut usia oleh sebagian besar orang
dianggap sebagai masa penurunan yang tidak
dapat dihindari oleh setiap manusia. Pada masa
ini terjadi penurunan kondisi fisiologis,
psikologis dan sosial, yang jika tidak dapat dilalui
dengan baik maka akan muncul hambatanhambatan dalam menjalani aktivitas sehari-

hari. Ciri-ciri usia lanjut yang cenderung


menuju pada kesengsaraan serta adanya
penyesuaian diri yang buruk.
Orang-orang pada masa usia lanjut seringkali
membutuhkan bantuan dan dukungan dari
orang lain, khususnya dari orang-orang terdekatnya seperti keluarga, sahabat dan kelompok sosial seusianya.

1. S1 Keperawatan STIKes Yogyakarta


2. Dosen S1 Keperawatan STIKes Yogyakarta

155

156

Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 05 No. 02 Juli 2014

Menurut World Health Organization (WHO)


dalam jangka beberapa tahun terakhir ini
jumlah penduduk dunia yang sudah lanjut usia
mengalami peningkatan yakni pada tahun 2010
penduduk lansia mencapai 350 juta jiwa dan
yang mengalami depresi sekitar 20%.
Sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk dunia yang sudah lanjut usia hanya
sekitar 250 juta jiwa dan yang mengalami
depresi sekitar 19%. Sementara pada tahun 2012
penduduk lansia mencapai 680 juta jiwa dan
yang mengalami depresi sekitar 32%. Perkembangan lansia sangat dirasakan oleh negaranegara berkembang dibanding dengan negaranegara maju di dunia (Ishak, 2013). Kelompok
lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat
yang beresiko mengalami gangguan kesehatan,
termasuk masalah kesehatan jiwa, termasuk
adalah gangguan depresi (DepKesRI, 2004).
Sejauh ini, prevalensi depresi pada lansia di
dunia berkisar 8%-15% dan hasil meta analisis
dari laporan negara-negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada
lansia adalah 13,5% dengan perbandingan
wanita-pria14,1:8,6. Adapun prevalensi depresi
pada Lansia yang menjalani perawatan di RS dan
panti perawatan sebesar 30-45% (Kompas,
2008).
Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia bahwa jumlah
lansia yang ada di Indonesia tiap tahun
mengalami peningkatan. Pada tahun 2008
berjumlah 9,5 juta jiwa dan yang mengalami
depresi sekitar 20%, tahun 2009 berjumlah 11,3
juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar
18%, memasuki tahun 2010 lansia berjumlah
17,2 juta jiwa. Pada tahun 2011 lansia mencapai
19,5 juta jiwa dan yang mengalami depresi
sekitar 32% (Ishak, 2013).
Menurut Data Statistik Indonesia (BPS) pada
tahun 2011, jumlah lansia yang berada di
Yogyakarta berjumlah 425.580 jiwa dan jika lebih
dispesifikan lagi, jumlah lansia yang berada di
Kota Yogyakarta berjumlah 37.934 jiwa dengan
keadaan kesehatan baik 25.671 jiwa, buruk

9.950 jiwa, dan kurang 2.313 jiwa. Pola perkembangan di masyarakat dengan adanya kecenderungan semakin banyak keluarga dengan
berbagai alasan dan pertimbangan memasukan
anggota keluarga yang lanjut usia ke panti
sosial. Lansia dengan banyak keterbatasan
dalam proses daya ingat, kekuatan fisik,
kecepatan gerak, penurunan fungsi indera akan
mempengaruhi fungsi psikososialnya. Tanpa
disadari hal ini menimbulkan permasalahan
tersendiri bagi lansia yang kurang bisa mengantisipasinya sehingga dapat menimbulkan
depresi (Kristian, 2011).
Depresi pada lanjut usia terus menjadi
masalah kesehatan mental yang serius meskipun pemahaman kita tentang penyebab
depresi dan perkembangan pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian
maju. Gejala-gejala ini sering berhubungan
dengan penyesuaian yang terhambat terhadap
kehilangan dalam hidup dan stressor. Stresor
pencetus seperti pensiun yang terpaksa,
kematian pasangan, kemunduran kemampuan
atau kekuatan fisik dan kemunduran kesehatan
serta penyakit fisik, kedudukan sosial, keuangan, penghasilan dan rumah tinggal sehingga mempengaruhi rasa aman lansia dan
menyebabkan depresi (Azizah, L.M. 2011).
Keperawatan gerontik merupakan suatu
bentuk pelayanan keperawatan yang profesional dengan menggunakan ilmu dan kiat
keperawatan gerontik, mencakup biopsikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang
yang telah berusia > 60 tahun, baik yang
kondisinya sehat maupun sakit, yang bertujuan
untuk memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia
menghadapi kematian dengan tenang dan
damai melalui ilmu dan tekhnik keperawatan
gerontik (Siti Maryam, dkk 2011). Salah satu
terapi komplementer yang dapat dilakukan oleh
perawat untuk mengatasi depresi pada lansia
adalah dengan pemberian terapi musik yang
bertujuan membantu pencapaian perubahan
tingkah laku dan alam perasaan lansia dengan
depresi (Mucci & Katte, 2004).

Firdawati, F. & Riyadi, S., Hubungan Terapi Musik Keroncong Dengan ....
Menurut Eliopoulus 2005 dalam buku Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, sifat
asuhan keperawatan gerontik adalah independen (mandiri), interdependen (kolaborasi),
humanistik, dan holistik. Peran dan fungsi
perawat gerontik adalah sebagai pemberi
asuhan keperawatan secara langsung, sebagai
pendidik bagi lansia, keluarga dan masyarakat.
Perawat juga dapat menjadi motivator dan
innovator dalam memberikan advokasi pada
klien serta sebagai konselor.
Ada beberapa pengobatan yang mampu
mengurangi depresi, salah satunya adalah
dengan musik. Musik dapat menghubungkan
antara pikiran dan hati para penderita depresi
sehingga mereka dapat membuka diri. Kehadiran musik sebagai bagian dari kehidupan
manusia bukanlah hal yang baru. Setiap budaya
di dunia memiliki musik yang khusus diperdengarkan atau dimainkan berdasarkan peristiwa-peristiwa bersejarah dalam perjalanan
hidup anggota masyarakatnya (Purbowinoto,
E.S dan Kartinah, 2011).
Saat ini musik sudah sampai pada pengaruh
atau peran musik dalam kehidupan manusia dan
masyarakat. Musik bahkan merambah domain
penelitian mengenai otak dan mendorong
upaya riset yang luas hingga ke aplikasi musik
secara biomedik. Semua jenis bunyi atau bila
bunyi tersebut dalam suatu rangkaian teratur
yang kita kenal dengan musik, akan masuk
melalui telinga, kemudian menggetarkan
gendang telinga, mengguncang cairan di telinga
dalam serta menggetarkan sel-sel berambut di
dalam koklea untuk selanjutnya melalui saraf
koklearis menuju ke otak. Berbagai penelitian
telah menunjukan bahwa terapi musik terbukti
efektif dalam membantu rehabilitasi gangguan
fisik, peningkatan motivasi dalam menjalani
perawatan, memberikan dorongan emosional
untuk pasien dan keluarga, mengekspresikan
perasaan dan membantu dalam berbagai
proses fisioterapi (Djohan, 2006).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19 November 2013

157

diperoleh data bahwa 10 lansia dilokasi


penelitian memberikan gambaran bahwa
empat orang menyatakan mereka merasa
kurang puas dengan kehidupannya, dan terkadang merasa sering resah dan gelisah. tiga
orang lansia menyatakan bahwa lebih suka
menyendiri dari pada berkumpul dengan para
lansia lain, dua orang lansia mengatakan takut
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada
suatu saat nanti. dan satu orang lansia menyatakan merasa tidak berguna. Berdasarkan
fenomena yang bermunculan tentang depresi
pada lansia, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan
terapi musik keroncong dengan tingkat depresi
pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
metode Survei Analitik, pengambilan data
berdasarkan pendekatan waktu menggunakan
metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 52 orang lansia yang ada di Panti
Wredha Budhi Dharma Yogyakarta pada bulan
April 2014. Jumlah sampel adalah 30 orang
dengan teknik samplingnya menggunakan
purposive sampling, sampel diambil dengan
kriteria inklusi dan eksklusi.
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat, analisis
univariat menggunakan deskriptif kuantitatif.
Analisis bivariat dilakukan uji hipotesis dengan
kendals tau.

HASIL PENELITIAN
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan sesuai kriteria inklusi yang sudah
ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Dalam
penelitian peneliti dan assistant peneliti
melakukan pendataan dan observasi pada cek
list sesuai dengan petunjuk pengisian, dari hasil
pengolahan data didapatkan hasil sebagai
berikut:

158

Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 05 No. 02 Juli 2014

1. Karakteristik Responden Penelitian


a. Berdasarkan Usia Lansia
Tabel 1.

Distribusi Frekuensi Usia

Tabel 4.1 menunjukkan usia lansia di


Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta
yang sebagian besar berusia antara 70-80
tahun yaitu sebanyak 16 orang (53%),
sedangkan lansia yang berusia antara 60-69
tahun sebanyak 10 orang (33,3 %) dimana
usia termuda adalah 62 tahun yaitu sebanyak
5 orang. Sisanya berusia lebih dari 80 tahun
sebanyak 4 orang (13,3%).

b. Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tabel 2.

Distribusi
Pendidikan

Frekuensi

Berdasarkan

Tabel 4.2 menunjukkan tingkat pendidikan lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta untuk tingkat SD yaitu sebanyak
9 orang (30%), tingkat SMP sebanyak 5 orang
(16,7%), tingkat SMA dan STM masingmasing 2 orang (6,7%) dan 1 orang (3,3%).
Sedangkan sisanya sebagian besar tidak
sekolah atau mencapai 43%.

Yogyakarta. Sebagian besar lansia tinggal di


panti kurang dari 5 tahun (46,7%), sedangkan
lansia yang tinggal antara 5-10 tahun ada 10
orang (33,3%). Lansia yang sudah tinggal di
panti antara 11-15 tahun ada 4 orang (13,3%).
Sedangkan sisanya adalah lansia yang sudah
tinggal lebih dari 15 tahun yakni sebanyak 2
orang (6,7%).
d. Deskripsi Partisipasi Dalam Terapi
Musik
Tabel 4.

Distribusi Frekuensi Partisipasi Lansia


Dalam Terapi Musik Keroncong

Tabel 4.4 menunjukkan partisipasi lansia


dalam terapi musik keroncong di Panti
Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Berdasarkan table 4.4 tersebut diperoleh
informasi bahwa sebanyak 7 orang lansia
(23,3%) tergolong kategori tidak aktif dalam
terapi musik keroncong. Sedangkan 43%
atau sebanyak 13 orang lansia masuk dalam
kategori sedang dalam hal partisipasi pada
terapi musik keroncong. Sisanya sebanyak
10 orang lansia (33,3%) merupakan lansia
yang berpartisipasi aktif dalam terapi musik
keroncong.

2. Deskripsi Tingkat Depresi Pada Lansia


Tabel 5.

Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pada


Lansia

c. Berdasarkan Lama Tinggal Di Panti


Tabel 3.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama


Tinggal di Panti

Tabel 4.3 menunjukkan lama lansia


tinggal di Panti Wredha Budhi Dharma

Tabel 4.5 menunjukkan tingkat depresi


pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta. Berdasarkan tabel 4.5 tersebut
diperoleh informasi bahwa sebanyak 7
orang lansia (23,3%) tergolong kategori
depresi sedang-berat. Sedangkan 40% atau
sebanyak 12 orang lansia masuk dalam

Firdawati, F. & Riyadi, S., Hubungan Terapi Musik Keroncong Dengan ....
kategori depresi ringan. Sisanya sebanyak
11 orang lansia (36,7%) tidak mengalami
depresi.

3. Deskripsi Hubungan Partisipasi Terapi


Musik Dengan Tingkat Depresi Pada
Lansia
Tabel 6.

Tabulasi Silang Terapi Musik Dengan


Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti
Wredha Budhi Dharma Yogyakarta

159

ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, sehingga


hipotesis penelitian yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan terapi musik
keroncong dengan tingkat depresi pada
lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta.

PEMBAHASAN
Pembahasan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan terapi musik
keroncong dengan tingkat depresi pada lansia
di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta
adalah sebagai berikut :

1. Partisipasi Dalam Terapi Musik

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa


lansia yang tidak aktif dalam terapi musik
semuanya mengalami depresi, baik itu
depresi ringan (10%) maupun yang terkena
depresi sedang-berat (13,3%). Sedangkan
untuk lansia yang masuk dalam kategori
sedang pada terapi musik, sebanyak 3 orang
masuk dalam kategori depresi sedang-berat,
delapan orang masuk dalam kategori depresi ringan, dan hanya sebanyak 2 orang (6,7%)
yang tidak mengalami depresi. Kemudian
untuk lansia yang aktif dalam terapi musik,
seluruhnya tidak ada yang mengalami
depresi sedang-berat, walau masih ada
lansia yang masuk dalam kategori depresi
ringan sebanyak 1 orang, sedangkan sisanya
30% tidak mengalami depresi.
Tabel 7.

Hasil Korelasi Kendall-Tau (T) Partisipasi


Terapi MusikDengan Tingkat Depresi Pada
Lansia

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa


nilai korelasi Kendall-Tau () sebesar 0,699
dengan nilai p value 0,000 < = 0,05. Hasil

Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap


terapi musik pada lansia di Panti Wredha Budhi
Dharma Yogyakarta diperoleh informasi bahwa
sebanyak 7 orang lansia (23,3%) tergolong
kategori tidak aktif dalam terapi musik keroncong. Sedangkan 43% atau sebanyak 13 orang
lansia masuk dalam kategori sedang dalam hal
partisipasi pada terapi musik keroncong.
Sisanya sebanyak 10 orang lansia (33,3%)
merupakan lansia yang berpartisipasi aktif
dalam terapi musik keroncong.
Terapi musik, dalam hal ini musik keroncong,
sangat penting dalam mengembangkan potensi
dan atau memperbaiki individu, baik melalui
penataan diri sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain, agar ia dapat mencapai
keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih
baik. Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat
bahwa tingkat partisipasi lansia dalam terapi
musik keroncong masih sangat tinggi yaitu
mayoritas masuk dalam kategori sedang dan
aktif (43% dan 33,3%) sedangkan hanya sebagian
kecil (7 orang) saja yang tidak aktif dalam terapi
musik. Hal ini disebabkan karena bermain musik
dapat menenangkan pikiran, menghilangkan
perasaan bosan dan jenuh, kebebasan dalam
mengekspresikan perasaan ke dalam musik,
baik bernyanyi , menari ataupun dengan hanya
mendengarkan. Sependapat dengan teori
Djohan, (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi

160

Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 05 No. 02 Juli 2014

musikal dengan maksud memulihkan, menjaga,


memperbaiki emosi, fisik, psikologis, dan
kesehatan serta kesejahteraan spiritual.

2. Tingkat Depresi Pada Lansia


Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap
tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha
Budhi Dharma Yogyakarta diperoleh informasi
bahwa sebanyak 7 orang lansia (23,3%) tergolong kategori depresi sedang-berat. Sedangkan 40% atau sebanyak 12 orang lansia
masuk dalam kategori depresi ringan. Sisanya
sebanyak 11 orang lansia (36,7%) tidak mengalami depresi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
lansia masuk dalam kategori depresi ringan
(40%) bahkan sebanyak 23% dari total lansia di
Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta tidak
mengalami depresi, walaupun masih ada lansia
(23,2%) yang masih masuk dalam kategori
depresi sedang-berat. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan dengan mengikuti terapi musik
keroncong ketegangan otot dapat dikurangi,
memperbaiki gerak dan koordinasi tubuh, dan
mengurangi perasaan yang tidak menyenangkan, dan meningkatkan rasa kepercayaan
diri pada lanjut usia. Selain itu juga terapi musik
keroncong merupakan wadah untuk meningkatkan sosialisasi dan keakraban antara sesama
lanjut usia yang berada di panti. Hal ini sependapat dengan pernyataan Djohan (2006) mengenai tiga konsep utama pengaruh musik, yaitu :
(1) Musik penting karena merupakan suatu hal
yang baik, (2) Musik merupakan bagian dari
kehidupan serta salah satu keindahan budaya
manusia, selain terdapat nilai-nilai positif yang
sangat berguna, (3) Dengan mengembangkan
kemampuan musik maka akan dimiliki keunggulan-keunggulan yang menyertainya.

3. Hubungan Partisipasi Terapi Musik


Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia
Hasil analisa bivariat terapi musik dengan
tingkat depresi pada lansia menunjukkan
bahwa lansia yang tidak aktif dalam terapi
musik semuanya mengalami depresi, baik itu

depresi ringan maupun yang terkena depresi


sedang-berat. Sedangkan untuk lansia yang
aktif dalam terapi musik, seluruhnya tidak ada
yang mengalami depresi sedang-berat, walau
masih ada lansia yang masuk dalam kategori
depresi ringan sebanyak 1 orang, tetapi sisanya
mayoritas tidak mengalami depresi. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa terapi musik
keroncong memiliki hubungan dengan tingkat
depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi
Dharma Yogyakarta. Hal tersebut dikuatkan
dengan hasil uji korelasi atau hubungan
menggunakan teknik Kendal tau.
Nilai korelasi Kendall-Tau (T) sebesar 0,699
dengan nilai p value 0,000 < = 0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa terapi musik keroncong
memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha
Budhi Dharma Yogyakarta. Nilai koefisien
korelasi yang positif mempunyai arti bahwa
meningkatnya partisipasi lansia pada terapi
musik keroncong akan berakibat pada tingkat
depresi lansia yang semakin membaik. Nilai
tersebut jika di bandingkan dengan kekuatan
hubungan menurut sugiyono (2010) yaitu : 0,000
sampai 0,199 dikategorikan sangat rendah,
0,200 sampai 0,399 rendah, 0,400 sampai 0,599
sedang, 0,600 sampai 0,799 kuat, dan 0,800
sampai 1,000 sangat kuat. Maka nilai koefisien
korelasi (r) pada angka 0,699 pada level kuat.
Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian Shalehuddin (2011), yaitu Pengaruh
Terapi Musik Gamelan Jawa Terhadap Depresi
pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia
Pasuran. Hasil penelitian menunjukan adanya
persamaan antara Hasil statistik menunjukan
tingkat signifikan 0,000 yang dapat disimpulkan
bahwa musik gamelan jawa digunakan sebagai
terapi memiliki efek pada penurunan jumlah
orang yang mengalami depresi di kalangan
orang tua. Uji rank wilcoxon menunjukan bahwa
pada perlakuan musik pop memiliki rata-rata
terkecil dalam menurunkan tingkat depresi
dengan hasil 0,667. Hasil ini berbeda halnya
dengan penelitian yang dilakukan oleh Chan et
all (2009) yang meneliti mengenai Effect of

Firdawati, F. & Riyadi, S., Hubungan Terapi Musik Keroncong Dengan ....
music on depression levels and physiological
responses in community-based older adults.
Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengurangan
tingkat depresi antara orang tua dalam intervensi musik kelompok dan orang-orang dalam
kelompok control dan tidak ada perubahan
yang signifikan pada tingkat depresi.
Berbeda halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Purbowinoto (2011) yaitu dari
uji normalitas data diperoleh data distribusi
dengan p = 0,016 (p < 0,05), sehingga keputusan
yang diambil adalah Ho ditolak. Ho ditolak
berarti ada Pengaruh terapi musik terhadap
perubahan tingkat depresi pada lansia di PSTW
Budhi Luhur Kasongan Bantul. Hal ini memberikan bukti ilmiah pentingnya terapi musik
keroncong terhadap tingkat depresi pada
lansia. Alasan terapi musik keroncong memiliki
hubungan yang signifikan dengan tingkat
depresi pada lansia karena dengan meningkatnya partisipasi lansia pada terapi musik
keroncong akan berakibat pada tingkat depresi
lansia yang semakin membaik.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan pada tujuan penelitian,
pembahasan, dan hasil penelitian yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya, maka dalam
penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Diketahui hubungan terapi musik keroncong dengan tingkat depresi pada lansia di
Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta.
Diketahui gambaran terapi musik pada
lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta. Diketahui tingkat depresi pada
lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta.
2. Mayoritas lansia masuk dalam kategori
depresi ringan (40%) bahkan sebanyak 23%
dari total lansia di Panti Wredha Budhi
Dharma Yogyakarta tidak mengalami depresi, walaupun masih terdapat lansia

161

(23,2%) yang masih masuk dalam kategori


depresi sedang-berat.
3. Terdapat hubungan antara terapi musik
keroncong dengan tingkat depresi pada
lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta yang ditunjukkan dengan p value
0,000.

B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan di atas dan
pengamatan penulis di lokasi penelitian, maka
penulis mengajukan saran ke beberapa pihak
sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta
Sebaiknya para petugas mengemas teknis
pelaksanaan terapi musik keroncong
dengan lebih menarik agar meningkatkan
partisipasi aktif dari lansia yang ada di sana.
2. Bagi Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta
Sebaiknya lebih mengikutsertakan diri
secara aktif dalam terapi musik yang
dilakukan di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta.
3. Bagi Profesi Keperawatan Gerontik
Sebagai masukan tentang hubungan terapi
musik dengan tingkat depresi pada lanjut
usia di panti dan dapat digunakan sebagai
referensi dan acuan tambahan untuk penelitian lebih lanjut mengenai terapi musik.
4. Bagi Institusi Terkait (STIKes Yogyakarta)
Diharapkan akan lebih mengembangkan
penelitian lebih lanjut mengenai terapi
musik keroncong dengan tingkat depresi
sehingga dapat dijadikan referensi dan
bahan bacaan bagi institusi pendidikan.
5. Bagi Peneliti Lainnya
Diharapkan lebih mengembangkan penelitian untuk bisa menggali lebih dalam lagi
faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat depresi maupun pengaruh
dari terapi musik terhadap responden lain.

162

Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 05 No. 02 Juli 2014

KEPUSTAKAAN
Arikunto, S. (2006) Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta.
Arikunto, S. (2010) Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta.
Azizah, L.M. (2011) Keperawatan Lanjut Usia.
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Chan, M.F, et.al. (2009) Effect of music on
depression levels and physiological
responses in community-based
older adults. (internet). LibMed.
Yogyakarta.
http://
libmed.ugm.ac.id ( Accessed 11
November 2013)
Djohan. (2005) Psikologis musik. Penerbit Buku
Baik. Yogyakarta.
Djohan. (2006) Terapi musik. Galang press.
Yogyakarta.
Handayani, S, Riyadi, S. (2011) Pedoman
Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bidang
Kesehatan. Samodera Ilmu Press.
Yogyakarta.
Hardianto. (2013) Sejarah Musik Keroncong di
Indonesia. (internet) http://
wordpress. com (Accessed 10
Desember 2013)
Ishak. (2013) Gambaran Tingkat Depresi Pada
Lansia.
(internet)
http://
wordpress.com (Accessed 08
Desember 2013)
Johnson. (2012) Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. EGC. Jakarta.
Kelana. (2012) Seputar Asal Usul Musik
Keroncong. http://wordpress.com
(Accessed 08 Desember 2013)
Mujahidullah, K. (2012) Keperawatan Gerontik

Merawat Lansia Dengan Cinta Dan


Kasih Sayang. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. (2005) Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, S. (2010) Metode Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Priyantari, W dan Murwani, A. (2010) Gerontik
Konsep Dasar dan Asuhan
Keperawatan Home Care dan
komunitas. Fitramaya. Yogyakarta.
Purbowinoto, E.S, Kartinah. (2011) Pengaruh
Terapi Musik Keroncong Terhadap
Penurunan Tingkat Depresi Pada
Lansia. (internet). Yogyakrta. http:/
/publikasiilmiah.ums.ac.id
(Accessed 09 November 2013)
Rachmawati, Y. (2005) Musik Sebagai
Pembentuk Budi Pekerti. Jalasutra.
Yogyakarta.
Rizka, (2012) Hubungan Antara Tingkat Depresi
Dengan Tingkat Kemampuan
Melakukan Aktivitas Dasar Seharihari pada Lansia.(internet) http:/
/repository.
unand.ac.id
(Accessed, 18 Maret 2014)
Stanley, M. (2012) Buku ajar Keperawatan
Gerontik. EGC. Jakarta.
Sugiyono. (2010) Statistik untuk Penelitian.
Alfabeta. Bandung.
Sugiyono. (2013) Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Sutanta. Ed. (2013) Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah Tugas Akhir/Skripsi. LP3M
STIKes Yogyakarta. Yogyakarta.

You might also like