Whistleblowing System1
Whistleblowing System1
Whistleblowing System1
Rizki Bagustianto
rizki.bagustianto@yahoo.com
Nurkholis
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
ABSTRACT
This research aims to examine the influence of attitude towards whistle-blowing, organizational commitment,
personal cost,and seriousness of wrongdoing on the whistle-blowing intentions among civil servants in the
Supreme Audit Board of the Republic of Indonesia (BPK RI). This research used primary data collected from
online questionnaire survey. Using a sample of 107 BPK RI’s civil servants from 35 different units, this research
shows that three of the four determinants significantly affect whistle blowing intention. The three affecting
determinants are attitude towards whistle-blowing, organizational commitment, and seriousness of wrongdoing.
This research has implications on literatures by confirming the theory of Prosocial Organizational Behavior;
Theory of Planned Behavior; and The Concept of Organizational Commitment, and is expected to help the
government, particularly BPK- RI, in designing strategies to increase their employees whistle-blowing intention
or in designing or enhancing the institution’s whistle-blowing system. The results have limitations on the
aspects of generalization, selection bias in data collection, and the sensitivity of research’s theme which is
potentially biased with real condition. We suggest the next researcher to explore other whistle-blowing
intention’s determinants, design spesific research on channels and forms of whistle-blowing, re-examine the
consistency of personal cost’s effect, avoid data collection methods that potentially cause selection bias, and
expand the sample.
Key words: whistle-blowing intention, attitude towards whistle-blowing, organizational commitment, personal
cost, seriousness of wrongdoing.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh faktor sikap terhadap whistle-blowing, komitmen
organisasi, personal cost, dan tingkat keseriusan kecurangan terhadap minat whistle- blowing pegawai
negeri sipil di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Data yang
digunakan dalam penelitian merupakan data primer yang dikumpulkan melalui survei kuesioner
secara online. Menggunakan sampel 107 orang pegawai BPK RI yang berasal dari 35 induk unit kerja
yang berbeda, hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga dari empat determinan secara signifikan
berpengaruh terhadap minat whistle-blowing PNS BPK-RI. Ketiga determinan yang dimaksud adalah
sikap terhadap whistle-blowing, komitmen organisasi, dan tingkat keseriusan kecurangan. Penelitian
ini memberikan implikasi pada literatur dengan mengonfirmasi Teori Prosocial Organizational Behavior,
Theory of Planned Behavior, dan konsep Komitmen Organisasi serta diharapkan dapat membantu
pemerintah, khususnya BPK RI, dalam merancang strategi peningkatan minat whistle blowing
pegawainya maupun dalam mendesain atau menyempurnakan whistle-blowing system pada
institusinya. Hasil penelitian memiliki keterbatasan pada aspek generalisasi, selection bias dalam
pengumpulan data, dan sensitifitas tema penelitian yang berpotensi menimbulkan bias dengan
kondisi nyata. Melalui penelitian ini kami menyarankan peneliti berikutnya untuk mengeksplorasi
determinan minat whistle-blowing lainnya, mendesain penelitian yang spesifik pada saluran dan
bentuk whistle-blowing, menguji kembali konsistensi pengaruh variabel personal cost, menghindari
metode pengumpulan data yang memunculkan selection bias, dan memperluas sampel.
276
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 277
Kata kunci: minat whistle-blowing, sikap terhadap whistle-blowing, komitmen organisasi, personal cost,
tingkat keseriusan kecurangan
ungkap beberapa determinan dari minat Keuangan Republik Indonesia, yaitu sikap
whistle-blowing. Penelitian yang dilakukan terhadap whistle-blowing, komitmen organi-
oleh Park dan Blenkinsopp (2008) dan sasi, personal cost, dan tingkat keseriusan
Winardi (2013) menggunakan kerangka kecurangan. Penelitian ini juga dirancang
theory of planned behavior dari ajzen (1991) dengan maksud untuk mengonfirmasi hasil
untuk menjelaskan faktor-faktor individual penelitian sebelumnya. Penggunaan respon-
yang membentuk minat whistle-blowing. den yang berasal dari lingkungan BPK RI
Salah satu faktor individual tersebut adalah dan tambahan pengujian pengaruh faktor
sikap terhadap whistle-blowing (attitude to- komitmen organisasi dalam model peneliti-
wards whistle-blowing) yang menurut dua an diharapkan dapat memperkaya hasil pe-
penelitian tersebut memiliki pengaruh posi- nelitian sejenis di sektor publik di Indonesia
tif terhadap minat whistle -blowing. Selain yang merupakan negara berkembang de-
faktor individual, beberapa penelitian juga ngan karakteristik tingkat korupsinya yang
mengaitkan faktor situasional seperti ting- masih tinggi.
kat keseriusan kecurangan (Kaplan dan
Whitecotton, 2001; Sabang, 2013; Winardi, TINJAUAN TEORETIS
2013)dan personal cost (Kaplan dan White- Prosocial Organizatinal Behavior Theory
cotton, 2001; Winardi, 2013) sebagai faktor Brief dan Motowidlo (1986) mendefinisi-
yang turut mempengaruhi minat whistle- kan prosocial organizational behavior sebagai
blowing. perilaku/tindakan yang dilakukan oleh
Tindakan whistle-blowing juga dapat anggota sebuah organisasi terhadap indi-vidu,
dikaitkan dengan prosocial organizational kelompok, atau organisasi yang dituju kan
behavior theory. Menurut Brief dan Moto- untuk meningkatkan kesejahteraan individu,
widlo (1986), tindakan whistle-blowing me- kelompok, atau organisasi ter-sebut. Perilaku
rupakan salah satu bentuk tindakan pro- prososial bukanlah perilaku altruistik.
sosial anggota organisasi untuk menyampai Menurut Staub (1978) yang di-kutip oleh
kan arahan, prosedur, atau kebijakan yang Dozier dan Miceli (1985) bahwa perilaku
menurutnya mungkin tidak etis, ilegal atau prososial adalah perilaku sosial positif yang
membawa bencana bagi tujuan jangka dimaksudkan untuk memberi-kan manfaat
panjang organisasi kepada individu atau pada orang lain. Namun tidak seperti
badan lainnya yang memiliki posisi untuk altruisme, pelaku prososial juga da-pat
melakukan tindakan korektif. Sehingga de- memiliki maksud untuk mendapatkan
ngan mengacu pada prosocial organizational manfaat/keuntungan untuk dirinya juga.
behavior theory, dapat disimpulkan bahwa Prosocial behavior menjadi teori yang
tindakan whistle-blowing seorang pegawai mendukung terjadinya whistle-blowing. Brief
menunjukkan bentuk komitmen pegawai dan Motowidlo (1986) menyebutkan whistle-
tersebut untuk melindungi organisasinya blowing sebagai salah satu dari 13 bentuk
dari ancaman hal-hal yang tidak etis atau prosocial organizational behavior. Hal tersebut
ilegal. Faktor komitmen organisasi tersebut sejalan dengan pendapat Dozier dan Miceli
telah digunakan pula dalam penelitian ter- (1985) yang menyatakan bahwa tindakan
dahulu (Somers dan Casal, 1994; Mesmer- whistle-blowing dapat dipandang sebagai
Magnus dan Viswesvaran, 2005; Ahmad et perilaku prososial karena secara umum
al., 2012), hanya saja belum ada penelitian perilaku tersebut akan memberikan manfaat
yang mengujinya di Indonesia khususnya di bagi orang lain (atau organisasi) disamping
sektor publik. juga bermanfaat bagi whistle-blower itu
Penelitian ini memiliki tujuan untuk sendiri.
menguji empat determinan minat whistle- Prosocial behavior theory memiliki be-
blowing Pegawai Negeri Sipil (PNS) di berapa variabel anteseden yang di-
Indonesia pada lingkup Badan Pemeriksa kelompokkan ke dalam dua kelompok
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 279
ekspektasi personal cost antar pegawai dapat serius dibandingkan dari wrongdoing yang
saja berbeda bergantung penilaian masing- kurang serius (Winardi, 2013).
masing. Namun menurut Miceli dan Near Persepsi tiap anggota organisasi ter-
(1985) keseragaman peran pembalasan tetap hadap tingkat keseriusan kecurangan dapat
dapat ditelusuri. Anggota organisasi yang saja berbeda antara satu dengan yang
kehilangan pekerjaannya atau mendapatkan lainnya. Pembentuk persepsi tingkat ke-
gangguan setelah melaporkan wrongdoing seriusan kecurangan selain berkaitan de-
mungkin akan memandang pelaporan se- ngan besaran nilai kecurangan, juga tidak
bagai tindakan yang harus dibayar mahal dapat dipisahkan dari jenis kecurangan
dan dihukum. Oleh karena itu, tindakan yang terjadi. Miceli, Near dan Schwenk
whistle-blowing akan merupakan fungsi per- (1991) mengatakan bahwa anggota organi-
sepsi (ekspektasi) individu bahwa ke- sasi mungkin memiliki reaksi yang berbeda
mungkinan tindakan whistle-blowing akan terhadap berbagai jenis kecurangan. Walau-
menghasilkan outcome seperti perhatian pun jenis kecurangan berhubungan dengan
manajemen terhadap keluhan, upaya peng- pembentukan persepsi, namun tingkat ke-
hentian wrongdoing, serta tidak ada pem- seriusan kecurangan tidak dapat diukur
balasan. dari jenis kecurangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mes- Ukuran keseriusan kecurangan dapat
mer-Magnus dan Viswesvaran (2005) me- bervariasi. Beberapa penelitian terdahulu
nunjukkan bahwa ancaman pembalasan menggunakan perspektif kuantitatif untuk
memiliki hubungan/korelasi negatif de- mengukur keseriusan kecurangan seperti
ngan minat untuk melakukan whistle- yang dilakukan oleh Schultz et al. (1993) dan
blowing. Penelitian Kaplan dan Whitecotton Menk (2011) yang menerapkan konsep
(2001) juga menunjukkan bahwa personal materialitas dalam konteks akuntansi se-
cost merupakan prediktor signifikan ter- hingga keseriusan kecurangan diukur ber-
hadap minat auditor untuk melaporkan dasarkan variasi besarnya nilai wrongdoing/
auditor lainnya yang melakukan pelanggar- kecurangan/kerugian akibat kecurangan.
an aturan profesional (dalam bentuk client Perspektif kuantitatif tersebut merupakan
employment). Temuan mengejutkan datang pendekatan yang paling mudah dilakukan
dari penelitian Winardi (2013) yang me- karena indikatornya yang jelas, terukur dan
nyimpulkan bahwa ternyata variabel per- mudah diamati. Penelitian yang dilakukan
sonal cost of reporting tidak mampu menjadi oleh Curtis (2006) menggunakan pendekat-
faktor yang menjelaskan minat whistle- an kualitatif seperti kemungkinan wrong-
blowing pada pegawai negeri tingkat bawah. doing dapat merugikan pihak lain, tingkat
Berdasarkan penjelasan di atas dan kepastian wrongdoing menimbulkan dam-
hasil-hasil penelitian sebelumnya, hipotesis pak negatif dan tingkat keterjadian wrong-
ke tiga yang diajukan ialah: doing.
H3 : Personal Cost berpengaruh negatif ter- Hasil penelitian yang dilakukan oleh
hadap minat pegawai negeri sipil untuk Menk (2011) menghasilkan bukti bahwa
melakukan tindakan whistle-blowing. faktor materialitas permasalahan berpe-
ngaruh positif terhadap posisi etis dan sifat
Tingkat Keseriusan Kecurangan kepribadian, dan melalui keduanya secara
Anggota organisasi yang mengamati konsisten menciptakan perbedaan signifi-
adanya dugaan wrongdoing/kecurangan kan pada minat melaporkan permasalah
akan lebih mungkin untuk melakukan tersebut. Hasil penelitian yang menyimpul-
whistle-blowing jika wrongdoing/kecurangan kan bahwa tingkat keseriusan wrongdoing
tersebut serius (Miceli dan Near, 1985). secara signifikan berpengaruh positif ter-
Organisasi akan terkena dampak kerugian hadap minat whistle-blowing juga ditemukan
yang lebih besar dari wrongdoing yang lebih pada penelitian yang menggunakan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 283
Komitmen Organisasi H2
Minat Melakukan Whistle-
H3 Blowing
Personal Cost
H4
Gambar 1
Rerangka kerja penelitian
Sumber: Analisis Penulis
Berdasarkan hipotesis yang telah uji reliabilitas terhadap data primer yang
dibuat, maka secara umum rerangka kerja dikumpulkan dari responden. Setelah lolos
penelitian ini dapat dilihat pada gambar uji validitas dan reliabilitas maka dapat
diagram 1 di atas. dilanjutkan ke langkah analisis regresi
untuk memperoleh persamaan matematis
METODE PENELITIAN model regresi. Terhadap persamaan regresi
Metode Analisis Data yang dihasilkan kemudian dilakukan pe-
Analisis data dalam penelitian ini ngujian asumsi klasik terlebih dahulu yang
menggunakan alat statistik regresi linier meliputi uji normalitas, uji non-multi-
berganda ( Multiple linier regresion). Alat kolinieritas, dan uji non- heterokedastisitas.
statistik ini dipilih dengan pertimbangan Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk
bahwa hipotesis penelitian dikembangkan memperoleh keyakinan bahwa persamaan
menggunakan empat (>3) variabel inde- regresi yang telah dihasilkan memiliki
penden, sehingga diharapkan melalui ana- ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan
lisis regresi linier berganda mampu men- konsisten. Model persamaan regresi yang
jelaskan hubungan linier antara variabel telah lulus uji asumsi klasik kemudian akan
independen dengan variabel dependen digunakan lebih lanjut dalam pengujian
dalam pengujian hipotesis. Analisis statistik hipotesis.
dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
statistik SPSS versi 17. Populasi dan Sampel
Sebelum melakukan analisis regresi Populasi dalam penelitian ini adalah
linier berganda, peneliti melakukan uji seluruh pegawai negeri sipil yang bekerja
validitas terhadap instrumen kuesioner dan pada berbagai unit kerja di Instansi BPK.
284 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295
Teknik sampling yang digunakan adalah terdahulu. Kuesioner yang digunakan akan
pemilihan sampel menggunakan metode mengukur satu variabel dependen dan
purposive sampling dengan berdasarkan per- empat variabel independen sesuai model
timbangan (judgement) yaitu pemilihan sam- penelitian yang telah ditetapkan. Skala yang
pel yang didasarkan pada tujuan dan masa- digunakan untuk pengukuran adalah skala
lah penelitian. Dalam penelitian ini sampel likert yang dinyatakan dengan rentang
diambil dari pegawai baik di unit kerja angka 1 sampai dengan angka 5.
utama (pemeriksa) maupun di unit kerja Minat melakukan tindakan whistle-
penunjang dan pendukung dengan kriteria blowing (variabel dependen) diukur dari
tingkat pendidikan minimal D3 dan peng- seberapa keras usaha yang direncanakan
alaman bekerja minimal satu tahun sehing- PNS BPK untuk mencoba melakukan
ga diharapkan memiliki pengetahuan yang whistle-blowing (Ajzen, 1991). Usaha yang
memadai, pemahaman terhadap kondisi dilakukan oleh calon whistle-blower dapat
lingkungan kerja yang cukup, dan memiliki berupa rencana melakukan whistle-blowing
persepsi dan pertimbangan yang kompre- baik melalui saluran internal maupun
hensif terhadap minat whistle-blowing. Jum- saluran eksternal. Model pengukuran varia-
lah pegawai BPK yang memenuhi kriteria bel minat tersebut mengikuti model kuesi-
sampling tersebut adalah sebanyak 5.389 oner penelitian Ajzen (2002), Park dan
orang dari total 6.205 pegawai aktif BPK Blenkinsopp (2009) dan Winardi (2013) yang
(data per 1 Oktober 2014). Dari jumlah ter- dimodifikasi. Terdapat total lima item per-
sebut, responden yang menjadi sampel nyataan kuesioner untuk menilai apakah
adalah sebanyak 107 orang. Jumlah sampel responden memiliki kecenderungan minat
tersebut masih masuk dalam rentang sam- yang tinggi untuk melakukan whistle blow-
pel untuk penelitian korelasional yaitu > ing. Item pertanyaan tersebut meliputi niat/
dari 30 atau < dari 500 (Sekaran dan Bougie, minat untuk melakukan tindakan whistle-
2010). blowing, keinginan untuk mencoba melaku-
kan tindakan whistle-blowing, rencana untuk
Teknik Pengumpulan Data melakukan tindakan whistle-blowing, usaha
Data yang digunakan dalam penelitian keras untuk melakukan internal whistle-
ini merupakan data primer yang diperoleh blowing dan usaha keras untuk melakukan
langsung dari sumbernya. Data yang di- external whistle-blowing jika internal whistle-
gunakan berupa opini dari subjek penelitian blowing tidak memungkinkan.
yang dikumpulkan dengan menggunakan Instrumen pengukuran sikap terhadap
metode survei yaitu melalui kuesioner. whistle-blowing dalam penelitian ini meng-
Pengumpulan data dilakukan secara online ikuti model kuesioner yang digunakan dalam
(internet based) dengan bantuan layanan penelitian Park dan Blenkinsopp (2009) dan
aplikasi survei online bernama kwiksurveys Winardi (2013). Pertanyaan kuesi-oner
(kwiksurveys.com). Proteksi terhadap link/ dirancang untuk mendapatkan respon atas
alamat website untuk pengisian kuesioner seberapa yakin responden terhadap lima
dilakukan dengan pengaplikasian kode konsekuensi/dampak positif yang menonjol
sandi (password) pada link website kuesioner, (salient belief) dari whistle-blowing yang
sehingga hanya responden BPK saja yang meliputi melindungi organisasi dari dampak
dapat mengakses website kuesioner tersebut. negatif yang lebih besar akibat perilaku
fraud/korupsi, memberantas korup-si,
Desain Kuesioner melindungi kepentingan umum, men-
Peneliti tidak mengembangkan sendiri jalankan kewajiban sebagai seorang pe-gawai
model pertanyaan dalam kuesioner melain- negeri sipil, dan menegakkan ke-wajiban etis
kan menggunakan model pertanyaan yang dan keyakinan moral. Kemudi-an pertanyaan
telah ada dan digunakan pada penelitian juga dirancang untuk
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 285
mendapatkan respon atas seberapa penting rusaknya hubungan kerja dengan rekan
lima konsekuensi/dampak positif tindakan kerja. Pada kedua kasus tersebut, responden
whistle-blowing tersebut menurut penilaian akan ditanyakan penilaiannya terhadap
responden (evaluation of importance). tingkat keseriusan kecurangan dan persepsi
Instrumen pengukuran komitmen risiko personal cost yang digambarkan dalam
organisasi dalam penelitian ini mengikuti kasus. Pada bagian akhir, ditanyakan bagai-
model kuesioner OCQ (The Organizational mana penilaian responden apabila materia-
Commitment Questionnaire) dari Mowday et litas kecurangan diturunkan (menjadi 0,2%).
al. (1979). OCQ digunakan untuk mengukur Pertanyaan berulang terhadap penilaian
tiga faktor komitmen organisasi sebagai- tingkat keseriusan kecurangan ditujukan
mana dijelaskan pada bagian tinjauan teore- untuk menilai konsistensi penilaian tingkat
tis yang meliputi keyakinan yang kuat dan keseriusan kecurangan antara kasus per-
penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai tama dengan kasus kedua dan menghindari
organisasi, kesediaan untuk mengerahkan bias yang disebabkan perbedaan jenis ke-
usaha yang cukup atas nama organisasi, curangan yang digambarkan.
dan keinginan yang kuat untuk memper-
tahankan keanggotaan dalam organisasi ANALISIS DAN PEMBAHASAN
(loyalitas). OCQ menggunakan 15 item per- Deskripsi Karakteristik Responden
nyataan, enam diantaranya berbentuk kali- Jumlah kuesioner terjawab yang masuk
mat negatif dan diukur terbalik (reverse ke dalam aplikasi kwiksurveys adalah se-
scored). Penggunaan pernyataan kalimat banyak 131 kuesioner, dari jumlah tersebut
negatif dilakukan sebagai upaya me- hanya sebanyak 107 kuesioner yang dapat
ngurangi kemungkinan respon yang bias diproses dalam penelitian ini, sedangkan
dan mendeteksi responden yang asal men- sebanyak 24 kuesioner tidak dapat diguna-
jawab atau tidak konsisten. kan dengan rincian sebanyak 17 kuesioner
Pengukuran persepsi personal cost dan tidak terisi secara lengkap dan sebanyak 7
tingkat keseriusan kecurangan mengguna- kuesioner dikeluarkan dari analisis karena
kan model kuesioner dan manipulasi dalam dianggap mengganggu reliabilitas ke-
bentuk kasus cerita yang telah digunakan seluruhan data.
oleh Winardi (2013) dan Sabang (2013) Keseluruhan responden yang me-
dalam penelitiannya, namun dimodifikasi menuhi persyaratan untuk dianalisis lebih
sesuai dengan kondisi di BPK. Dua kasus lanjut berasal dari 35 induk unit kerja yang
diceritakan dalam skenario yang realistis berbeda di berbagai kantor BPK RI yang
dan memungkinkan responden untuk me- tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan
nempatkan diri dalam posisi karakter yang letak wilayah kedudukan kantornya,
digambarkan dalam skenario. Kasus per- responden yang berasal dari Kantor Pusat
tama digambarkan sebagai kasus kecurang- BPK RI menjadi penyumbang responden
an belanja fiktif yang umum terjadi di terbanyak yaitu sebesar 38,32%, disusul
lingkup pemerintahan di Indonesia dengan dengan BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh
nilai materialitas 9%. Tipe personal cost yang sebesar 19,63%, dan sisanya berasal dari
digambarkan pada kasus pertama adalah berbagai kantor perwakilan BPK RI lainnya.
hambatan karir/promosi dan pengasingan Sebagian besar responden berjenis kelamin
pegawai melalui mutasi. Kasus kedua di- laki-laki (71,96%), berusia antara 25 tahun
gambarkan sebagai kasus kecurangan mark- sampai dengan 35 tahun (85,98%), memiliki
up realisasi belanja yang juga umum terjadi masa kerja antara 5 tahun sampai dengan 10
di Indonesia dengan nilai materialitas ke- tahun (66,36%), dan merupakan pegawai
curangan yang sama dengan kasus pertama fungsional pemeriksa (59,81%). Berdasarkan
yaitu 9%. Tipe personal cost yang di- jenjang pendidikan terakhir yang telah di-
gambarkan pada kasus kedua ini adalah tempuh, sebesar 31,78% responden ber-
286 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295
Tabel 4
Korelasi Anti-ImageSebelum Item KO_7 Dikeluarkan
Tabel 4 lanjutan
Variabel Independen Kode Ringkasan Item Pertanyaan MSA
Item
KO_12 Seringkali merasa sulit untuk setuju pada 0.551
kebijakan BPK mengenai hal-hal penting yang
berkaitan dengan pegawainya
KO_13 Peduli pada nasib BPK 0.852
KO_14 BPK adalah yang terbaik dibandingkan dengan 0.702
organisasi lainnya
KO_15 Memutuskan untuk bekerja di BPK adalah 0.857
sebuah kesalahan
PC_1 Penilaian seberapa besar resiko yang akan 0.445
dihadapi pada kasus 1
Personal Cost (PC) 0.416
PC_2 Penilaian seberapa besar resiko yang akan
dihadapi pada kasus 2
TKK_1 Penilaian tingkat keseriusan perilaku korupsi 0.682
yang dilakukan oleh pelaku pada Kasus 1
TKK_2 Penilaian tingkat keseriusan perilaku korupsi 0.392
yang dilakukan oleh pelaku pada Kasus 1 jika
Tingkat Keseriusan tingkat materialitas diturunkan
Kecurangan (TKK) TKK_3 Penilaian tingkat keseriusan perilaku korupsi 0.556
yang dilakukan oleh pelaku pada Kasus 2
TKK_4 Penilaian tingkat keseriusan perilaku korupsi 0.419
yang dilakukan oleh pelaku pada Kasus 2 jika
tingkat materialitas diturunkan
Menurut Kline (1994) nilai factor loading Terhadap Whistle-Blowing (SWB), faktor 2
(korelasi antara variabel dengan faktor) di mewakili variabel Komitmen Organisasi
atas 0,6 menunjukkan korelasi yang tinggi, (KO), faktor 3 mewakili variabel Tingkat
di atas 0,3 berarti cukup tinggi, dan kurang Keseriusan Kecurangan (TKK), dan faktor 4
dari 0,3 dapat di abaikan. Berdasarkan hasil mewakili variabel Personal Cost (PC). Ke-
dari analisis faktor konfirmatori (lihat tabel empat faktor tersebut masing-masing mem-
5) dapat disimpulkan bahwa komponen punyai nilai eigenvalue yang lebih besar dari
faktor 1 adalah mewakili variabel Sikap 1.
Tabel 5
Hasil Analisis Faktor
pada Variabel Independen
Komponen Faktor
Variabel Independen Kode Item
1 2 3 4
SWB_1 0.768 0.143 0.036 0.150
SWB_2 0.795 0.191 0.128 0.067
Sikap Terhadap SWB_3 0.827 0.100 -0.005 0.046
Whistle-Blowing (SWB) SWB_4 0.526 0.323 -0.062 -0.052
SWB_5 0.827 0.280 0.020 -0.017
SWB_6 0.798 0.199 0.003 -0.037
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 289
Tabel 5 lanjutan
Tabel 7
Korelasi Anti-Image
Variabel Dependen
Tabel 8
Koefisien Reliabilitas Variabel Penelitian
Tabel 9
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
dengan variabel dependen (minat PNS (Ajzen, 1991), jika seorang PNS memiliki
melakukan tindakan whistle-blowing). Semen- keyakinan bahwa tindakan whistle-blowing
tara nilai R2 yang disesuaikan sebesar 0,416 akan memberikan konsekuensi/dampak
menunjukkan bahwa variabel independen positif dan ia memandang bahwa konse-
secara bersama-sama menjelaskan variasi kuensi/dampak positif tersebut penting/
variabel dependen sebesar 0,416 atau 41,6%, diperlukan, maka ia akan memiliki ke-
sedangkan sisanya sebesar 58,4% dijelaskan cenderungan sikap yang positif pula untuk
oleh variable lain yang tidak diteliti dalam mendukung/memihak tindakan whistle-
model penelitian ini. blowing. Kecenderungan sikap mendukung
Nilai F hitung sebesar 19,870 signifikan tindakan whistle-blowing secara logis akan
pada p<0,01, sehingga dapat disimpulkan meningkatkan minat untuk melakukan
bahwa keseluruhan persamaan model re- tindakan whistle-blowing. Temuan penelitian
gresi secara statistik signifikan dalam men- ini memperkuat hasil penelitian sebelum-
jelaskan minat whistle-blowingatau dapat nya (Park dan Blenkinsopp, (2009); Winardi,
diartikan bahwa variabel independen sikap 2013).
terhadap whistle-blowing (SWB), komitmen Hipotesis kedua (H2) menyatakan bahwa
organisasi (KO), personal cost (PC), dan ting- komitmen organisasi berpengaruh positif
kat keseriusan kecurangan secara bersama- terhadap minat PNS melakukan tindakan
sama/simultan berpengaruh terhadap whistle-blowing. Berdasarkan hasil pengujian
varia-bel dependen minat melakukan secara statistik menunjukkan bahwa H2
tindakan whistle-blowing(MWB). diterima. Hasil ini sejalan dengan konsep
Hasi uji t menunjukkan bahwa hanya prosocial organizational behavior dan konsep
variabel personal cost yang memiliki p- komitmen organisasi yaitu bahwa tindakan
value>0,05 (p-value personal cost adalah 0,60). whistle-blowing merupakan peri-laku sosial
Nilai p- value pada variabel personal cost positif yang dapat memberikan manfaat bagi
tersebut sebenarnya masih di bawah 0,1 organisasi dalam bentuk me-lindungi
(p<0,1) atau secara statistik signifikan jika organisasi dari bahaya kecurangan (fraud).
tingkat keyakinan (confidence level) diturun- Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian
kan menjadi 90%. Namun, mengingat pe- Somers dan Casal (1994).
nelitian ini konsisten menggunakan confi- Temuan yang mengejutkan diperoleh
dence level 95%, sehingga secara statistik dalam pengujian hipotesis ketiga (H3) yang
pada penelitian ini hanya variabel personal berkaitan dengan pengaruh personal cost.
cost yang tidak berpengaruh terhadap minat Hasil pengujian menunjukkan bahwa per-
PNS untuk melakukan tindakan whistle- sonal cost tidak berpengaruh terhadap minat
blowing, sedangkan tiga variabel inde- PNS melakukan tindakan whistle-blowing
penden lainnya berpengaruh. atau dengan kata lain PNS BPK RI tidak
mempertimbangkan personal cost sebagai
Pembahasan faktor yang akan mempengaruhi minatnya
Hasil pengujian hipotesis secara statis- untuk melakukan atau tidak melakukan
tik menunjukkan bahwa sikap terhadap tindakan whistle-blowing. Hasil penelitian ini
whistle-blowing berpengaruh positif ter- bertentangan dengan temuan penelitian
hadap minat PNS melakukan tindakan Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005)
whistle-blowing atau dengan kata lain hipo- serta Kaplan dan Whitecotton (2001) yang
tesis pertama (H1) diterima. Jika dilihat dari menyatakan bahwa personal cost memiliki
nilai koefisien regresinya, sikap terhadap hubungan negatif dan merupakan prediktor
whistle-blowing merupakan faktor yang pa- signifikan terhadap minat whistle-blowing.
ling tinggi pengaruhnya dibandingkan Terdapat tiga justifikasi yang mungkin
ketiga variabel independen lainnya. Hasil dapat menjelaskan tidak berpengaruhnya
ini sesuai dengan Theory of Planned Behavior personal cost dalam hasil penelitian ini.
292 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295
Pertama, Responden dalam penelitian ini kan karena memang PNS di Indonesia
(pegawai BPK-RI) memiliki karakteristik yang memiliki karakteristik unik yang tidak
unik. Karena latar belakang pendidik- mempertimbangan faktor personal cost da-
an/pelatihan, pengalaman dan pekerjaan lam membuat keputusan whistle-blowing.
yang berkaitan dengan audit, responden Mengacu pada hasil penelitian ini dan
penelitian ini umumnya telah familiar dengan beberapa justifikasi di atas, masih terbuka
fraud dan alur/cara penanganan-nya. Oleh ruang bagi peneliti berikutnya untuk meng-
karena itu tidak sulit bagi respon-den untuk ujicobakan kembali konsistensi pengaruh
memilih jalur pelaporan yang menghindari variabel personal cost terhadap minat whistle-
personal cost saat akan melaku-kan whistle- blowing khususnya pada PNS di luar
blowing, misalnya melalui se-macam upaya lingkup BPK RI. Pendapat ini didasarkan
whistle-blowing anonim atau melalui internal pada argumentasi yang sebelumnya telah
whistle-blowing system. Me-lalui mekanisme dijelaskan pada bagian hasil pengujian
tersebut, identitas pelapor bisa saja hipotesis, bahwa dalam penelitian ini per-
dirahasiakan dan pelapor ter-lindungi dari sonal cost dapat saja dianggap berpengaruh
risiko personal cost. Kedua, dalam desain jika confidence level penelitian diturunkan
penelitian ini minat whistle-blowing tidak dari 95% menjadi 90%. Namun karena alas-
spesifik didefinisikan pada saluran dan an konsistensi, peneliti tidak menurunkan
bentuk whistle-blowing tertentu, seperti minat confidence level. Selain itu kesamaan hasil
whistle-blowing internal atau whistle-blowing dengan penelitian Winardi (2013) juga
eksternal maupun minat whistle-blowing memungkinkan peneliti berikutnya untuk
anonim atau teridentifikasi. Hal ini mungkin mengkaji ulang definisi personal cost khusus-
menyebabkan responden yang diukur minat nya untuk diterapkan di Indonesia, karena
whistle-blowing-nya dapat saja berasumsi berbagai macam faktor/hal seperti kondisi
bahwa ia memiliki minat yang tinggi untuk budaya, lingkungan, dan sebagainya yang
melakukan whistle-blowing namun hanya pada mungkin berbeda dengan kondisi di luar
saluran dan bentuk whistle -blowing yang negeri.
personal cost-nya paling minim atau dapat Hipotesis keempat (H4) dalam peneliti-
dihindari. Ketiga, penelitian Mesmer-Magnus an ini yaitu tingkat keseriusan kecurangan
dan Viswes-varan (2005) serta Kaplan dan berpengaruh positif terhadap minat PNS
Whitecotton (2001) merupakan penelitian melakukan tindakan whistle-blowing. Hasil
yang dilaku-kan di Amerika dengan subjek pengujian menunjukkan bahwa H4 diterima
penelitian non-PNS, sedangkan penelitian ini dan hasil ini konsisten dengan penelitian
dilaku-kan di Indonesia dengan subjek terdahulu (Menk, 2011; Sabang, 2013;
penelitian PNS di BPK RI. Perbedaan kondisi Winardi, 2013) yang juga menggunakan
dan karakteristik responden mungkin menjadi konsep materialitas sebagai pembeda ting-
salah satu faktor penyebab temuan peneliti-an kat keseriusan kecurangan. Temuan ini
Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005) mengkonfirmasi teori prosocial organizational
serta Kaplan dan Whitecotton (2001) tidak behavior. Semakin tinggi tingkat materialitas
dapat digeneralisasikan pada penelitian ini. kecurangan akan semakin meningkatkan
Pendapat ini diperkuat oleh penelitian besarnya konsekuensi (magnitude of conse-
Winardi (2013) yang dilakukan di Indonesia quences) yang merugikan atau membahaya-
dengan subjek PNS tingkat bawah dan kan (Jones, 1991), dan hal itu berarti se-
menghasilkan kesimpulan yang sama de-ngan makin tidak etis tindak kecurangan ter-
penelitian ini yaitu personal cost tidak sebut. Pelanggaran etika merupakan salah
berpengaruh terhadap minat whistle-blow-ing. satu faktor pendorong seseorang yang
Hasil yang sejalan dengan temuan Winardi berperilaku prosocial untuk melakukan pe-
(2013) tersebut mungkin disebab- laporan atau bertindak menjadi whistle
blower (Sabang, 2013).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 293
untuk diuji antara lain faktor iklim The McGraw-Hill Companies Inc. New
organisasi terhadap whistle-blowing, faktor York.
kelengkapan bukti (evidence of wrongdoing), Jones, T. M. 1991. Ethical Decision Making
faktor-faktor demografi whistle-blower, fak- By Individuals in Organizations: An
tor tanggung jawab personal, faktor per- Issue-Contingent Model. Academy of
timbangan etis (ethical judgement), ataupun Management Review 16(2): 366-395.
faktor dukungan rekan kerja/atasan. Kaplan, S. E. dan S. M. Whitecotton. 2001.
An Examination of Auditors’ Reporting
DAFTAR PUSTAKA Intentions When Another Auditor is
Ahmad, S. A., M. Smith., dan Z. Ismail. Offered Client Employment. A Journal
2012. Internal Whistle-Blowing Inten- of Practice and Theory 20(1): 45-63.
tions: A Study of Demographic and Kline, P. 1994. An Easy Guide to Factor
Individual Factors. Journal of Modern Analysis. Routledge. New York.
Accounting and Auditing 8(11): 1632- Kuryanto, A. D. 2011. Pengaruh Inde-
1645. pendensi Auditor, Komitmen Organi-
Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned sasi, Gaya Kepemimpinan, dan Pe-
Behaviour. Organizational Behaviour and mahaman Good Corporate Governance
Human Decision Processes 50:179-211. Terhadap Kinerja Auditor Eksternal
Ajzen, I. 2002. Constructing a TpB Question- (Studi pada Kantor Akuntan Publik di
naire: Conceptual and Methodological Indonesia). Tesis. Program Pasca Sarja-
Considerations. na Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uni-
http://chuang.epage.au.edu.tw/ezfiles/168/1 versitas Brawijaya. Malang.
168/attach/20/pta_41176_7688352_57138. Menk, K. B. 2011. The Impact of Materiality,
pdf. Diakses tanggal 26 Oktober 2014. Personality Traits, and Ethical Position
Association of Certified Fraud Examiners. on Whistle-Blowing Intentions. Diser-
2014. Report to The Nation 2014 on tasi. Program Doctor of Philosophy in
Occupational Fraud and Abuse. Austin Business Virginia Commonwealth Uni-
USA. versity. Virginia.
Bouville, M. 2007. Whistle-Blowing and Mesmer-Magnus, Jessica R. dan C. Viswes-
Morality.Journal of Business Ethics 81: varan. 2005. Whistleblowing in Organi-
579–585. zations: An Examination of Correlates
Brief, A. P. dan S. J. Motowidlo. 1986. of Whistleblowing Intentions, Actions,
Prosocial Organizational Behaviours. and Retaliation. Journal of Business
Academy of Management Review 11(4): Ethics 52: 277-297.
710-725. Miceli, M. P. dan J. P. Near. 1985. Character-
Curtis, M. B. 2006. Are Audit-related Ethical istics of Organizational Climate and
Decisions Dependent upon Mood?. Perceived Wrongdoing Associated with
Journal of Business Ethics 68: 191-209. Whistle-Blowing Decisions. Personnel
Diniastri, E. 2010. Korupsi, Whistleblowing Psychology 1985(38): 525-544.
dan Etika Organisasi. Skripsi. Jurusan Miceli, M. P., J. P. Near, dan C. R. Schwenk.
Akuntansi Fakultas Ekonomi Uni- 1991. Who Blows The Whistle and
versitas Brawijaya. Malang. Why?. Industrial & Labor Relation Review
Dozier, J. B dan M. P. Miceli. 1985. Potential 45(1): 113-130.
Predictors of Whistle-Blowing: A Pro- Mowday, R. T., R. M. Steers dan L. W.
social Behavior Perspective. Academy of Porter. 1979. The Measurement of
Management Review 10(4): 823-836. Organizational Commitment. Journal of
Gibson, J. l., J. M. Ivancevich, J. H. Donnelly- Vocational Behavior 14: 224-247.
Jr., dan R. Konopaske. 2012. Organi- Park, H dan J. Blenkinsopp. 2009. Whistle-
zations: Behavior, Structure, Processes. blowing as Planned Behaviour – A
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 295
Survey of South Korean Police Officer. Blowing: A Test of The Reformer and
Journal of Business Ethics 85: 545-556. The Organization Man Hypotheses.
Parmerlee, M. A., J. P. Near, dan T. C. Group & Organization Management 19(3):
Jensen. 1982. Correlates of Whistle- 270-284.
blowers’ Perceptions of Organizational Susmanschi, G. 2012. Internal Audit and
Retaliation. Administrative Science Quar- Whistle-Blowing. Economics, Manage-
terly 27(1): 17-34. ment, and Financial Markets 7(4): 415–
Rothschild, J dan T. D.Miethe. 1999. Whistle 421.
-Blower Disclosures and Mana-gement Sweeney, P. 2008. Hotlines Helpful for
Retaliation. Work and Occupa-tions 26: Blowing The Whistle. Financial Execu-
107–128. tive 24(4): 28-31.
Sabang, M. I. 2013. Kecurangan, Status Transparency International. 2013. Corrup-
Pelaku Kecurangan, Interaksi Individu- tion Perceptions Index 2013. http://
Kelompok, dan Minat Menjadi Whistle- www.transparency.org/cpi2013/results.
blower (Eksperimen pada Auditor Diakses tanggal 2 Februari 2016.
Internal Pemerintah. Tesis. Program Transparency International. 2014. Corrup-
Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi dan tion Perceptions Index 2014. http://
Bisnis Universitas Brawijaya. Malang. www.transparency.org/cpi2014/results.
Secord, P. F. dan C. W. Backman. 1964. Diakses tanggal 2 Februari 2016.
Social Psychology. The McGraw-Hill Transparency International. 2015. Corrup-
Book Company. New York. tion Perceptions Index 2015. http://
Sekaran, U dan R. Bougie. 2010. Research www.transparency.org/cpi2015#results-
Methods for Business: A Skill Building table. Diakses tanggal 2 Februari 2016.
Approach. 5th ed. Wiley. Chichester. Winardi, R. D. 2013. The Influence of
Schultz-Jr., J. J., D. A. Johnson., D. Morris Individual and Situational Factors on
dan S. Dyrnes. 1993. An Investigation of Lower-Level Civil Servants’ Whistle-
The Reporting of Questionable Acts in Blowing Intention in Indonesia. Journal
an International Setting. Journal of of Indonesian Economy and Business 28(3):
Accounting Research 31: 75-103. 361-376.
Somers, M. J. dan J. C. Casal. 1994. Organi-
zational Commitment and Whistle-