The Legend of Batu Menangis
The Legend of Batu Menangis
The Legend of Batu Menangis
Sometime in the distant past, there was an old dowager who lived in a little house on the
highest point of a slope with her lovely girl. The old dowager is poor to the point that she
must buckle down consistently. She gathered dry woods in the wilderness and sold them in
the business once per week. She needed to fulfill her girl so she worked increasingly hard
each and every day.
The young lady, the old dowager’s girl, was clearly wonderful. Each man could without
much of a stretch experience passionate feelings for on the off chance that they saw her face.
Lamentably she had a terrible mentality. The young lady was extremely sluggish and never
helped her mom. Consistently she simply prepared and took a gander at the mirror to
appreciate her own particular excellence. She was additionally ruined young lady. The greater
part of his solicitations must be obeyed despite the fact that her mom was poor old woman.
Like normal, in consistently end, the old dowager went down to the business to offer dry
woods. This time, her little girl needed to run with her as well. She needed to purchase new
garments. The old dowager was cheerful to see her own girl went with her together to the
business sector. The old dowager likewise wanted to utilize the cash she got from offering the
wood to purchase new garments for her little girl. She was genuinely needed to see her girl
upbeat.
The business was so distant from their home. They ought to stroll down the slope and pass a
town. The young lady wore pleasant garments and spruce up so the individuals who saw her
will be appreciating her excellence. In opposite, her mom wore grimy garments with a crate
brimming with dry wood on her back. She needed that her mom to stroll behind her so that
individuals would feel that she was not her mom. The young lady can’t acknowledge if
individuals in the town realize that the old dowager was her mom. Without a doubt, none
realize that the young lady and the old dowager were mother and little girl on the grounds
that they lived alone on the highest point of slope.
When they started to enter the town, every one of the individuals who went by were taking a
gander at them. They were so interested by the magnificence of the young lady. They
couldn’t avoid to take a gander at her excellent face. Be that as it may, when individuals saw
an old woman who strolled behind her, it was so contrastive. It made individuals to ponder
who the old messy woman behind her was. Among the individuals who saw it, a young
fellow drew nearer and asked her, “Hey, beautiful young lady. Is that your mom behind you?
The old woman could comprehend why her own little girl said as much. She just pointed the
finger at herself that she couldn’t be the mother that her little girl needed. The old woman just
kept noiseless and proceeded with the trip. Not far from there, a young fellow drew closer
again and asked the young lady the same inquiry.
“Greetings sweetheart. Is it your mom who strolls behind you? ”
Again the young lady dismisses the actuality by saying no the old dowager was her mom.
“No, no, she is not my mom,” said the young lady. “She is my slave!”
The same inquiries proceeded with over and over a few times. Also, the young lady
constantly addressed the inquiries by telling that the old dowager was not her mom. The
primary, second, and the third ones, the old dowager could acknowledge it. However when it
came a few times, it made the old dowager miserable. It hurt the old woman so much that her
own particular little girl did not concede that she was her mom. The noiseless swung to
bitterness. The trouble swung to frenzy. Also, when a mother was frantic, a terrible thing
would take after. At long last, the poor old dowager can’t avoid any longer. The old dowager
appealed to the God to rebuff her insubordinate girl.
“Gracious my God, I was not ready to oppose this affront. Why my own particular little girl
treat her own mom like this. Yes, God rebuff this insubordinate youngster! Rebuff her…. ”
On the force of God Almighty, gradually her body was swung to stone. The change begins
from the feet. At the point when the change has come to a large portion of the body, the
young lady was crying asking absolution to her mom.
“Gracious, my mom, please overlook me. Pardon what I have done to you. It would be ideal
if you mother. I will change, mother. If you don’t mind excuse you’re little girl, your just
girl,” cry the young lady.
The young lady kept on wailing and cry begging his mom. Be that as it may, everything was
past the point of no return. The entire body of the young lady was in the long run transformed
into stone. Notwithstanding when she transformed into stone, individuals still can see the
tears. The stone cries. Accordingly, individuals start to call it “Crying Stone or Batu
Menangis”.
LEGENDA BATU MENANGIS
Suatu ketika, tersebutlah seorang janda tua yang tinggal di sebuah rumah kecil di atas bukit
bersama dengan anak perempuannya yang cantik. Si janda tua tersebut sangatlah miskin
sehingga dia harus bekerja keras setiap hari. Dia mengumpulkan kayu kering di hutan dan
menjualnya di pasar seminggu sekali. Dia sangat ingin melihat anaknya perempuannya
bahagia untuk itu dia bekerja lebih keras dan lebih keras setiap hari.
Si gadis, anak perempuan si janda tua, adalah gadis yang benar-benar cantik. Setiap lelaki
dapat dengan mudah jatuh cinta jika mereka melihat wajahnya. Sayangnya dia memiliki sifat
yang sangat buruk. Si gadis tersebut sangat malas dan tidak pernah mau membantu ibunya.
Setiap hari kerjanya hanya bersolek diri dan bercermin untuk mengagumi kecantikannya
sendiri. Dia juga anak yang sangat manja. Semua permintaanya harus dikabulkan meskipun
ibunya adalah wanita tua yang miskin.
Seperti biasa, di setiap akhir pecan, si janda tua akan pergi ke pasar untuk untuk menjual
kayu kering yang dia sudah kumpulkan. Kali ini, anak perempuanya ingin ikut pergi
bersamanya juga. Dia ingin membli pakaian baru. Si janda tua sangat bahagia melihat
anaknya ingin pergi bersama-sama dengannya ke pasar. Si janda tua juga berencana
menggunakan uang yang dia terima dari hasil menjual kayu kering untuk membeli baju baru
untuk anaknya. Dia benar-benar ingin melihat anak perempuannya bahagia.
Letak pasarnya sangat jauh dari rumah mereka. Meraka harus menuruni bukit dan melewati
sebuah desa. Si gadis memakai baju yang sangat bagus dan juga berdandan supaya orang-
orang yang melihatnya akan terpesona akan kecantikanya. Sebaliknya, ibunya hanya
memakai baju lamga yang kotor dengan keranjang penuh kayu kering dipunggungnya. Dia
ingin ibunya berjalan dibelakangnya sehingga orang-orang akan mengira bahwa dia bukan
ibunya. Si gadis tidak bisa terima jika orang-oran di desa mengetahui bawah si janda tua
tersebut adalah ibunya. Memang, tak seorang pun tahu bahwa si gadis dan si janda tua adalah
anak dan ibu karena mereka tinggal sendiri di atas bukit.
Ketika mereka memasuki desa, semua orang yang lewat menatap mereka. Mereka begitu
terpesonda akan kecantikan si gadis itu. Mereka tidak bisa menolak untuk tetap menatap
wajahnya yang cantik. Namun, ketika orang-orang tersebut melihat wanita tua yang berjalan
dibelakangnya, mereka merasa sangat berbeda. Hal itu membuat mereka bertanya-tanya siapa
sebenarnya wanita tua kontor dibelakangnya. Diantara orang-orang tersebu, seorang lelaki
muda menghampirinya dan bertanya, “Hey, gadis cantik. Apakah itu ibu mu dibelakang mu?”
Janda tua itu masih bisa memahami mengapa anak perempuanya berkata seperti itu. Dia
hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena dia tidak bisa menjadi ibu seperti yang
diinginkan anaknya. Si janda tua tersebut tetap diam dan melanjutkan perjalananya. Tidak
jauh dari situ, pria muda yang lain mengampiri dan bertanya pada si gadis pertanyaan yang
sama.
“Hi, sayang. Apakah dia adalah ibu mu?”
Lagi, si gadi itu menolak fakta dengan berkata tidak bawah si jada tua tersebut adalah ibunya.
“Bukan, bukan, dia bukan ibu ku,” kata si gadis. “Dia adalah budak ku!”
Pertanyaan yang sama berlanjut berualng-ulang beberapa kali. Dan si gadis selalu menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan memberitahu bawah si janda tua tersebut bukanlah
ibunya. Yang pertama, yang kedua, ya ketiga, si janda tua masih bisa menerimanya. Akan
tetapi, ketika hal tersebut terus berlanjut, hal itu membuat si janda tua sedih. Apa yang
dilakukan anaknya sangat menyakiti hati si janda tua tersebut dengan tidak mengakui bahwa
dia adalah ibunya. Diam berganti kesedihan. Kesedihan berganti kemarahan. Dan ketika
seorang ibu marah, hal buruk akan mengikuti. Akhirnya, si janda malang tersebut tidak dapat
menahanya lagi.
“Ya Tuhan ku, hamba tidak kuta menahan hinaan ini lagi. Bagaiman mungkin anak hamba
sendiri memperlakukan ibunya seperti itu. Ya, Tuhan tolong hukum anak durhaka ini!
Hukumlah dia…”
Dengan kekuatan Tuhan yang kuasa, secara berlahan tubuhnya berubah menjadi batu.
Perubahan tersebut dimulai dari kaki. Ketika perubahan tersebut mencapai setengah tubunya,
si gadis tersebut menaing dan meminta ampunan pada ibunya.
“Oh, ibu ku, mohon ampunilah aku Ampuni apa yang telah aku berbuat pada mu. Ku mohon,
ibu. Aku akan berubah, ibu. Ku mohon ampunilah anak mu ini, anak perempuan ibu satu-
satunya,” tangis si gadis.
Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya
telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi
batu, namun orang dapat melihat ari matanya. Batu tersebut menaing. Oleh karena itu,orang-
orang kemudian memenyebutnya “Batu Menangis”.