Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Modul-2 Pengobatan TB RO - Finished - 3112016 - TV

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 189

MATERI INTI - 2

PENGOBATAN PASIEN TB RESISTAN OBAT

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT
JAKARTA
2016

1
TIM PENYUSUN

Pengarah : dr. H. Mohammad Subuh, MPPM


dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes

Penanggung jawab : dr. Asik Surya, MPPM

Editor : Nurjanah, SKM, M.Kes


dr. Yullita Evarini Yuzwar, MARS
dr. Endang Lukitosari, MPH
Kontributor:
1. Afrialiliani, S.Kom
2. Arifin Nawas, dr., Sp. P.
3. Arto Yuwono, dr., Sp.PD
4. Ayu Hartini Pramadyani, dr.
5. Betty Nababan, dr.
6. Dina Frasasti, SKM
7. Diah Handayani, dr. Sp.P
8. Eka Sulistiany, dr.
9. Erlina Burhan, dr. Sp.P
10. Fatiyah Isbaniah, dr., Sp. P
11. Fenny, dr
12. Fita Rosemary, dr
13. Hanifah Rizky PS, SKM
14. Harsini Kusumo, dr. Sp.P
15. HD. Djamal, dr., M.Si
16. Irfan Ediyanto, dr.
17. Jane Sugiri, dr. Sp.P
18. Joko Siswanto, Drs., M. Kes.
19. Katamanis Tarigan, Dra., SKM
20. Merry Samsuri, dr.
21. Mikyal Faralina, SKM
22. Prayudi S, dr., Sp. PD (K)
23. Priyanti Z Soepandi, dr., Sp. P(K)
24. Purwantyastuti, Prof. Dr., Sp. F(K), MSc
25. Ratih Pahlesia, dr., Sp.P
26. Ratna Ekasari, dr
27. Rena Titis Nur, SKM
28. Retno Kusuma Dewi, dr.
29. Ronny Chandra S. Si, M. Biomed
30. Rudy Hutagalung
31. Saida Nurmala Debataradja, SKM
32. Setiawan Jati Laksono, dr.
33. Setya Budiono, dr., MARS
34. Siti Nur Anisah, drg., MPH
35. Soedarsono, dr. Sp.P
36. Sri Prihatini, dr., Sp. P.
37. Sulistyo SKM, M. Epid
38. Surjana, SKM, M.Sc
39. Suwandi, SKM, M. Epid
40. Tiar Salman, ST, MM
41. Tiara Verdinawati, SKM
42. Triana Yuliarsih, SKM
43. Tutik Kusmiati, dr., Sp. P
44. Yusuf Said, SH
45. Zulrasdy Djairas, dr. SKM
DAFTAR SINGKATAN

3TC = Lamivudine
ADSM = Active Drug Safety Monitoring
Am = Amikasin
Amx-Clv = Amoksilin Clavulanat
ART = Anti Retroviral Therapy
ARV = Anti Retroviral (Obat)
ASI = Air Susu Ibu
AZT = Zidovudine
BB = Berat Badan
Bdq = Bedaquilin
BPOM = Badan Pengawas Obat Makanan
BTA = Basil Tahan Asam
CD4 = Cluster of differentiation 4
CEM = Cohort Event Monitoring
Cfz = Clofazimin
Cl = Chlorida
Cm = Capreomycin
CTJ = Ceramah Tanya Jawab
Cs = Sikloserin
Dlm = Delamanid
DM = Diabetes Mellitus
DOT = Directly Observed Treatment
DOTS = Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy
DST + Drug Sensitivity Test
E = Etambutol
EFV = Efavirenz
EKG = Elektro Kardio Grafik
Eto = Etionamid
ESO = Efek Samping Obat
Fasyankes = Fasilitas Pelayanan Kesehatan
FLD = First Line Drug
Gfx = Gatifloksasin
H = Isoniazid
HEPA = High-efficiecy Particulate Absorption
HIV = Human Immunodeficiency Virus
I = Invalid
Ipm = Imipenem-silastatin
IRIS = Immune Reconstitution Inflamantory Syndromes
KIE = Komunikasi Informasi Edukasi
Km = Kanamisin
Lfx = Levofloksasin
Lzd = Linezolid
LPV/r = Lopinavir/ Ritonavir
LSM = LembagaSwadayaMasyarakat
MDR = Multi Drugs Resistance
Mfx = Moksifloksasin
MGIT = Mycobacteria Growth Indicator Tube
Mg = Miligram
M. Tb = Mycobacterium Tuberculosis
MTPTRO = Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberculosis Resistan Obat
Na = Natrium
Neg = Negatif
OAD = Obat Anti Diabetika OAT
= Obat Anti Tuberculosis ODHA =
Orang Dengan HIV/AIDS Ofl =
Ofloksasin
PAS = Para amino salisilat
PCP = Pneumonia Carinii Pneumocystis
PHBS = Perilaku Hidup Bersih Sehat
PMDT = Programmatic Management of Drug-resistant TB
PMO = Pengawas Menelan Obat
PPI = Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPK = Pengobatan Profilaksis Kotrimoksasol
Pto = Protionamid
PV = Pharmacovigilans
R = Rifampisin
RO = Resistan Obat
RR = Rifampisin Resistan
S = Streptomycin
SAES = Serious Adverse Event
SAR = Serious Adverse Reaction
SGOT = Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

5
SGPT = Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SLD = Second-line drugs
SR = Sensitif Rifampisin
SUSAR = Suspected Unexpected Serious Adverse Reaction
TAK = Tim Ahli Klinis
TB = Tuberkulosis
TB RR = TB Resistan Rifampisin
TCM = Tes Cepat Molekuler
TDF = Tenofovir Disoproxil Fumarate
TPK = Tujuan Pembelajaran Khusus
TPU = Tujuan Pembelajaran Umum
TSH = Thyroid stimulating hormon
Trd = Tenzidon
UAR = Unexpected Adverse Reaction
Vit = Vitamin
WHO = World Health Organization
XDR = Extensively Drugs Resistant
Z = Pirazinamid
DAFTAR ISI

I.DESKRIPSI SINGKAT 9
II.TUJUAN PEMBELAJARAN 10
III. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN 10
IV. METODE DAN ALAT BANTU 11
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN 11
VI.URAIAN MATERI
A. Prinsip Pengobatan TB Resistan Obat
1. Penetapan PAsien TB RO Yang Akan Diobati 14
2. Upaya Meningkatkan Kesediaan Pasien Menjalani Pengobatan 16
3. Jenis OAT Untuk Pengobatan TB RO 17
4. Paduan Pengobatan TB RO di Indonesia 33
5. Dosis OAT RO 35
B. Pengobatan TB Resistan Obat
1. Persiapan Awal Sebelum Memulai Pengobatan 37
2. Penetapan Paduan dan Dosis OAT RO di Indonesia 41
3. Tahapan Pengobatan TB RO 45
4. Pemantauan Pengobatan Pasien TB RO 51
5. Tatalaksana Pasien Berobat Tidak Teratur 55
6. Tatalaksana Kasus Gagal Pengobatan 57
7. Penetapan Hasil Pengobatan Pasien TB RO 62
8. Pencatatan dan Pelaporan Pengobatan TB RO 64
C. TATALAKSANA PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT ANAK 94
D. TATALAKSANA PENGOBATAN PASIEN KO-INFEKSI HIV
1. Prinsip Kolaborasi TB RO-HIV 95
2. Persiapan Pengobatan Ko-infeksi TB RO dan HIV 96
3. Tatacara Pengobatan Pasien TB RO-HIV 96
4. Potensi Interaksi Obat Antara OAT RO dan ART 98
5. Potensi Toksisitas Obat Antara OAT RO dan ART 98
6. Monitoring Pengobatan TB RO dan HIV 102
7. Manajemen Sindrom Pemulihan Kekebalan (IRIS) 103
8. Tatalaksana Efek Samping OAT RO dan HIV 103
E. PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT PADA KEADAAN KHUSUS 108
F. PENGOBATAN ADJUVAN PADA TB RESISTAN OBAT 112
G. PENANGANAN EFEK SAMPING OAT RO
1. Prinsip Pemantauan Efek Samping 113
2. Tempat Penatalaksanaan Efek Samping 113
3. Efek Samping OAT RO dan Penatalaksanaannya 113
4. Pelaporan Kejadian Efek Samping 125
H. PESAN KOMUNIKASI EFEKTIF PADA PASIEN TB RO 129
I. DESKRIPSI SINGKAT

Pengobatan pasien Tuberculosis Resistan Obat (TB RO) dapat dilaksanakan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terlatih sesuai dengan tingkat kemampuan
dan sumber daya yang dimiliki. Penetapan diagnosa TB RO dilakukan oleh dokter
terlatih di fasyankes berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan M.tuberkulosis
(M.Tb), baik dengan Tes Cepat Molekuler (TCM) maupun metode biakan konvensional.
Penatalaksanaan pasien TB RO menggunakan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
yang sesuai dengan hasil uji kepekaan obat serta mengikuti pedoman yang diberikan
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pengobatan pasien TB RO terdiri atas 2 (dua) tahap: tahap awal dan tahap lanjutan.
Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (Directly Observed Treatment =
DOT) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) yaitu petugas kesehatan atau kader
kesehatan terlatih sesuai tahap pengobatan dan kewenangannya. Pengawasan
dilaksanakan dengan ketat dalam arti pasien harus dalam pengawasan penuh oleh
petugas atau kader kesehatan terlatih ketika pasien menelan obat.

Pengobatan TB RO memerlukan waktu lebih lama daripada pengobatan pasien TB


bukan RO dengan efek samping yang lebih banyak, tetapi bagi pasien merupakan
pilihan terakhir agar dapat sembuh, bahkan mungkin sebagai pilihan terakhir agar dapat
tetap hidup.

Materi pengobatan Pasien TB RO ini mencakup prinsip pengobatan, pemantauan


kemajuan pengobatan, deteksi efek samping, menetapkan tahapan pengobatan dan
menentukan hasil akhir pengobatan. Selain itu setiap petugas kesehatan harus mencatat
semua tindakan yang diberikan dan hasilnya dalam suatu sistem pencatatan yang baku.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti materi, peserta mampu melakukan tatalaksana pengobatan
pasien TB RO.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti materi, peserta mampu:
1. Menjelaskan Prinsip Pengobatan TB RO
2. Melakukan Pengobatan TB RO
3. Melakukan Tatalaksana pengobatan TB RO pada anak
4. Melakukan Tatalaksana pengobatan pada pasien koinfeksi TB RO dan HIV
5. Melakukan Pengobatan TB RO pada keadaan khusus
6. Melakukan pengobatan adjuvan
7. Melakukan penanganan efek samping OAT TB RO
8. Menjelaskan pesan komunikasi efektif dalam pengobatan pasien TB RO

III. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN


A. Prinsip Pengobatan TB RO
1. Penetapan pasien TB RO yang akan diobati
2. Upaya meningkatkan enrollment dengan 5M (Mengkaji, Menyarankan,
Menyetujui, Membantu, dan Menjadualkan)
3. Jenis OAT untuk pengobatan TB RO
4. Paduan pengobatan TB RO di Indonesia
5. Dosis OAT RO

B. Pengobatan TB RO
1. Persiapan awal sebelum memulai pengobatan TB RO
2. Penetapan paduan dan dosis OAT TB RO
3. Tahapan pengobatan TB RO
4. Pemantauan pengobatan pasien TB RO
5. Tatalaksana pasien berobat tidak teratur
6. Tatalaksana kasus gagal pengobatan
7. Penetapan hasil pengobatan pasien TB RO
8. Pencatatan dan pelaporan

C. Tatalaksana pengobatan TB RO pada anak


D. Tatalaksana pengobatan pada pasien koinfeksi TB RO dan HIV
E. Pengobatan TB RO pada keadaan khusus
F. Pengobatan adjuvan
G. Penanganan efek samping OAT TB RO
H. Pesan komunikasi efektif dalam pengobatan pasien TB RO

IV. METODE DAN ALAT BANTU BAHAN BELAJAR


A. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Pembelajaran Kelompok Kecil
4. Curah Pendapat
5. Tugas baca,
6. Penugasan kasus,
7. Pengisian formulir

B. Alat bantu pembelajaran


1. Flipchart
2. Whiteboard
3. Spidol
4. Modul
5. Lembar Kasus
6. Lembar persetujuan pengobatan
7. Formulir pencatatan TB.05
8. Formulir pencatatan TB. 01 MDR
9. Formulir pencatatan TB.02 MDR
10. Formulir Data Dasar Pengobatan
11. Petunjuk penugasan
12. Audiovisual

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Langkah 1: Penyiapan Proses pembelajaran
Kegiatan Fasilitator:
1. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelompok.
2. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat dan memperkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, dan materi yang akan
disampaikan.
3. Bila belum ada, menugaskan kelompok untuk memilih ketua dan penjaga waktu.
4. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
Pengobatan pasien TB RO dengan metode curah pendapat/ brainstorming.
5. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan ruang lingkup bahasan Pengobatan TB RO
6. Memandu peserta untuk membaca Deskripsi singkat dan Tujuan pembelajaran.

Kegiatan Peserta
1. Mempersiapkan nama untuk ditaruh di meja, serta alat tulis yang diperlukan.
2. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan Fasilitator.
3. Memilih ketua dan pengatur waktu (bila belum terpilih).
4. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
5. Membaca bagian materi sesuai instruksi dari fasilitator.
6. Mengajukan pertanyaan kepada Fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu klarifikasi.

Langkah 2 : Review pokok bahasan


Kegiatan Fasilitator
1. Menyampaikan Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Pengobatan TB RO
secara garis besar dalam waktu yang singkat.
2. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk membaca bagian materi Pokok
Bahasan dan sub pokok bahasan dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
3. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

Kegiatan Peserta
1. Mendengar, mencatat, dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
2. Membaca materi dan mengajukan pertanyaan kepada Fasilitator sesuai materi dan
kesempatan yang diberikan.
3. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Fasilitator.

Langkah 3 : Pendalaman pokok bahasan


Kegiatan Fasilitator
1. Memandu peserta untuk membaca materi dan memberikan bimbingan di dalam
proses pembelajaran.
2. Menugaskan peserta untuk mengerjakan latihan dan studi kasus yang terdapat pada
materi sesuai dengan materi pembelajaran yang telah disampaikan.
Kegiatan Peserta
1. Mendengar, membaca, mencatat dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas pada
Fasilitator.
2. Mengerjakan latihan dan studi kasus sesuai dengan materi pembelajaran dan
penugasan yang terdapat pada materi.

Langkah 4: Pembahasan hasil latihan, studi kasus dan demonstrasi dikaitkan


dengan pokok bahasan serta situasi dan kondisi di tempat tugas.
Kegiatan Fasilitator
1. Memimpin proses penugasan latihan dan demonstrasi sesuai materi pembelajaran
yang sedang dibahas.
2. Memberikan arahan agar peserta dapat mengkaitkan bahan latihan dengan situasi
dan kondisi di tempat kerja.
3. Merangkum hasil pembahasan, dan memberikan penekanan pada hal-hal yang
penting.

Kegiatan Peserta
1. Mengerjakan latihan dan melihat demonstrasi sesuai dengan materi yang sedang
dibahas.
2. Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh Fasilitator.
3. Bersama Fasilitator mengkaitkan hasil latihan dengan situasi dan kondisi di tempat
kerja.

Langkah 5 : Rangkuman dan evaluasi hasil belajar


Kegiatan Fasilitator
1. Melakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sesuai pokok bahasan dan
meminta peserta mengerjakan Evaluasi Akhir Materi.
2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan.
3. Mendiskusikan rangkuman butir-butir penting proses pembelajaran Pengobatan TB
RO.
4. Membuat kesimpulan.
Kegiatan Peserta
1. Menjawab pertanyaan yang diajukan Fasilitator dan mengerjakan Evaluasi Akhir
Modul.
2. Mencatat rangkuman hasil proses pembelajaran kepemimpinan dan gaya
kepemimpinan.
VI. URAIAN MATERI
A. PRINSIP PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT
1. Penetapan pasien TB RO yang akan di obati.
Penetapan pasien dan keputusan untuk memulai pengobatan pasien TB RO
dilakukan oleh dokter terlatih di Fasyankes Rujukan TB RO dan Fasyankes TB
RO yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI melalui Dinas Kesehatan
Provinsi. Dokter terlatih TB RO di Fasyankes dibagi sesuai tingkat layanannya :
a. Tim Ahli Klinis (TAK) untuk Fasyankes Rujukan TB RO
b. Dokter ahli atau dokter umum terlatih TB RO di Fasyankes TB RO

Tim Ahli Klinis (TAK) adalah kelompok fungsional di Fasyankes Rujukan TB RO,
yang memiliki peranan dan bertanggung jawab dalam hal:
a. Menetapkan diagnosis
b. Menetapkan pengobatan
c. Menetapkan paduan dan dosis OAT yang digunakan,
d. Bekerjasama dengan tim terapeutik untuk menangani efek samping berat,
serta masalah yang memerlukan masukan,
e. Menetapkan hasil akhir pengobatan,
f. Melakukan koordinasi melalui jejaring internal dan eksternal,
g. Memastikan keberlangsungan pengobatan di fasyankes yang bersangkutan,
h. Memberikan bimbingan pada Fasyankes TB RO dan satelit yang masuk
dalam jejaringnya.

Catatan :
Pertemuan Tim Ahli Klinis dilaksanakan secara berkala sesuai kebutuhan,
kecuali bila ada hal mendesak yang harus segera diputuskan maka pertemuan
bisa dilakukan di luar jadual.

Dokter terlatih di Fasyankes TB RO memiliki peranan dan bertanggung jawab


dalam hal:
a. Menetapkan diagnosis
b. Melakukan rujukan ke Fasyankes Rujukan TB RO untuk pasien TB pre XDR
dan TB XDR.
c. Menetapkan pengobatan
d. Menetapkan paduan dan dosis OAT
e. Berkonsultasi dengan TAK di Fasyankes Rujukan TB RO untuk tata laksana
efek samping serta komorbid yang tidak bisa ditangani di Fasyankes TB RO,
f. Menetapkan hasil akhir pengobatan,
g. Melakukan koordinasi melalui jejaring internal dan eksternal,
h. Memastikan keberlangsungan pengobatan,
i. Memberikan bimbingan pada fasyankes satelit yang ada dalam jejaringnya.

Dokter di Fasyankes Satelit TB RO memiliki peranan dan bertanggung jawab


dalam hal :
a. Melanjutkan pengobatan yang telah didesentralisasi dari Fasyankes Rujukan
TB RO atau Fasyankes TB RO
b. Berkonsultasi dengan TAK di Fasyankes Rujukan TB RO atau Fasyankes TB
RO untuk tata laksana efek samping serta komorbid yang tidak bisa ditangani
di Fasyankes Satelit,
c. Melakukan monitoring untuk pemeriksaan rutin ke Fasyankes Rujukan TB RO
atau Fasyankes TB RO
d. Melakukan koordinasi melalui jejaring internal dan eksternal,
e. Memastikan keberlangsungan pengobatan.

Pada prinsipnya semua pasien TB RO harus mendapatkan pengobatan dengan


mempertimbangkan kondisi klinis awal. Tidak ada kriteria klinis tertentu yang
menyebabkan pasien TB RO harus dieksklusi dari pengobatan.

Tabel 1. Kriteria untuk penetapan pasien TB RO yang akan diobati.


Kriteria Keterangan
1. Pasien TB RO Pasien dewasa (≥15 tahun) yang terbukti TB RO
berdasarkan pemeriksaan genotipik (tes cepat) atau
pemeriksaan fenotipik (uji kepekaan konvensional).
Pasien anak (0-14 tahun) yang terdiagnosis secara klinis
atau terbukti TB RO menggunakan metode
pemeriksaan genotipik atau fenotipik yang bisa
diaplikasikan pada anak.
2. Bersedia Petugas kesehatan memberikan penjelasan yang
menjalani cukup kepada pasien dan keluarga.
program Pasien yang bersedia berobat menandatangani
pengobatan lembar informed consent.
menandatangani Bagi pasien yang menolak pengobatan
informed consent menandatangani informed refusal
Tabel 2 : Pasien TB RO dengan kondisi khusus
Kondisi Khusus Keterangan
1. Penyakit penyerta Kondisi berat karena penyakit penyerta, berdasar riwayat
yang berat penyakit dan pemeriksaan laboratorium
(contoh: ginjal, hati, epilepsi dan gangguan jiwa)
2. Kelainan fungsi Kenaikan SGOT/SGPT > 3 kali nilai normal atau terbukti
hati menderita penyakit hati kronik
3. Kelainan fungsi kadar kreatinin > 2,2 mg/dl
ginjal
4. Ibu Hamil Wanita hamil trimester pertama
5. Kelainan Endrokrin DM yang tidak terkontrol atau gangguan fungsi tiroid
6. HIV HIV dengan ARV

Kondisi pasien pada tabel 2 adalah kondisi khusus yang harus diperhatikan oleh
Fasyankes Rujukan TB RO dan fasyankes TB RO sebelum memulai
pengobatan. Penetapan untuk mulai pengobatan diputuskan oleh TAK di
Fasyankes Rujukan TB RO dengan masukan dari Tim Terapeutik (bila ada).
Untuk Fasyankes TB RO disarankan untuk melakukan konsultasi dengan TAK
dan atau Tim Terapeutik di Fasyankes Rujukan TB RO yang merupakan
jejaringnya.

Tim Terapeutik adalah kelompok fungsional yang terdiri dari berbagai disiplin
ilmu/ para ahli yang sesuai dengan kebutuhan pasien TB RO. Misalnya : ahli
penyakit dalam, ahli kardiologi, ahli nefrologi, ahli THT, ahli mata, ahli syaraf, ahli
patologi klinik, ahli kesehatan jiwa, ahli psikologi, ahli farmakologi, ahli penyakit
kulit dan kelamin dll.

2. Upaya meningkatkan kesediaan pasien menjalani pengobatan (enrollment)


Pengobatan pasien TB RO memerlukan waktu yang cukup lama. sehingga perlu
upaya khusus dan kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dan pasien
untuk menjalani pengobatan. Upaya khusus tersebut melalui pendekatan 5 M
yaitu :
a. Mengkaji
Melakukan kajian terkait kondisi fisik dan psikososial pasien melalui
wawancara maupun status klinis pasien. Termasuk hasil k unjungan
lapangan atau informasi petugas yang melakukan kunjungan.
b. Memotivasi dan menyarankan
Saran yang diberikan mencakup anjuran pengobatan untuk pasien, edukasi
pasien, menyiapkan pasien dan keluarga untuk dapat menjalani pengobatan
tanpa ada kendala psikososial. Dalam hal menentukan pilihan, sebaiknya
pasien diikutsertakan dalam diskusi keuntungan dan kerugian serta hindari
mendikte.
c. Menyetujui
Pasien menyetujui berarti paham dan bersedia menjalani pengobatan.
Persetujuan pengobatan dalam bentuk dokumen tertulis (inform consent).
Jika pasien belum menyetujui, petugas kesehatan harus tetap memberikan
motivasi sampai pasien bersedia menjalani pengobatan.
d. Membantu
Petugas kesehatan membantu pasien jika pasien memiliki hambatan untuk
memulai pengobatan dengan memberikan saran dan alternatif solusi sesuai
dengan kendala yang dihadapi. Petugas kesehatan dapat membantu
menghubungkan pasien dengan pekerja sosial atau LSM yang terlibat dalam
kegiatan TB RO.
e. Menjadualkan
Petugas kesehatan bersama pasien menyepakati jadual kapan memulai
pengobatan.

Setelah memahami proses persiapan pasien TB RO di atas


silahkan lanjutkan ke bagian selanjutnya

3. Jenis OAT untuk pengobatan TB RO.

Tabel 3. Pengelompokan OAT


Grup Golongan Jenis Obat
A Florokuinolon Levofloksasin (Lfx)
Moksifloksasin (Mfx)
Gatifloksasin (Gfx)*
B OAT suntik lini Kanamisin (Km)
kedua Amikasin (Am)*
Kapreomisin (Cm)
Streptomisin (S)**
C OAT oral lini Etionamid (Eto) Terizidon (Trd)*
Kedua Protionamid (Pto)* Clofazimin (Cfz)
Sikloserin (Cs) Linezolid (Lzd)

A D1 OAT lini Pirazinamid (Z)


D pertama Etambutol (E)
D Isoniazid (H) dosis
tinggi
O
N D2 OAT baru Bedaquiline (Bdq)
Delamanid (Dlm)*
A D3 OAT tambahan Asam para Amoksilin
G aminosalisilat (PAS) clavulanat (Amx-
E Imipenem-silastatin Clv)*
N (Ipm)* Thioasetazon (T)*
T Meropenem (Mpm)*
S

Keterangan:
*Tidak disediakan oleh program
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada kondisi
tertentu dan tidak disediakan oleh program

Pengobatan pasien TB RO di Indonesia menggunakan paduan OAT yang


terbagi dalam 7 Grup seperti tabel 3 di atas. Berikut ini adalah penjelasan singkat
mengenai jenis-jenis OAT yang dipakai dalam pengobatan pasien TB RO beserta
informasi farmakologis singkat mengenai obat-obat tersebut.

a. Grup A: Fluroquinolon
Golongan Fluorokuinolon
Jenis Obat Uraian
Levofloxacin Bersifat bakterisidal tinggi.
(Lfx) 2 kali lebih kuat dari ofloxacin.
Berupa tablet dengan kemasan 250 mg
Penyimpanan dalam wadah kedap udara pada suhu kamar (1
25°C).
Pemberian oral jangan bersamaan dengan pemberian
obat yang mengandung Fe, Mg, vitamin, didanosine,
sucralfat. Dapat diberikan bersama susu.
Diserap hampir disemua organ tubuh, 30-50%
terserap oleh selaput otak (meninges) yang
meradang.
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui.
Efek samping: biasanya tidak ada. Kadang dijumpai
keluhan gastro intestinal, sakit kepala, diare,
fotosensitivitas. Sangat jarang dijumpai adanya
neuropati.
Interaksi obat:
o Jangan diberikan pada pasien yang minum obat
anti arritmia: quinidin, procainamid, amiodarone &
sotalol.
o Pemberian sucralfat menurunkan absorbsi
fluoroquinolon.
o Pemberian antasida (seperti: Mg, Al, Calsium atau
Didanosine) akan menurunkan absorbsi dan
menghilangkan efek terapeutik fluoroquinolon.
o Pemberian probenesid akan menurunkan sekresi
fluoroquinolon di ginjal yang mengakibatkan
sekitar 50% peningkatan serum fluoroquinolon.
o Pemberian suplemen vitamin yang mengandung
Zn dan Fe akan mengurangi absorbsinya.
o Pemberian fluoroquinolon bersamaan dengan
mexiletin akan meningkatkan konsentrasi
mexiletin.
Kontra-Indikasi: kehamilan, hipersensitivitas terhadap fluoroquinolon, kelainan
jantung dengan adanya
pemanjangan gelombang QT pada EKG
(Elektrokardiografi).
Tidak perlu pemantauan laboratorium.
Pantau pasien untuk timbulnya:
o Rasa sakit & pembengkakan persendian,
o Kemerahan pada kulit,
o Kekuningan pada mata dan kulit,
o Bingung, diare dan kesulitan bernafas.
Moksifloksasin Bersifat bakterisidal tinggi.
(Mfx) Merupakan generasi kuinolon yang lebih baru
dibanding Levofloksasin.
Berupa tablet dengan kemasan 400mg
Penyimpanan dalam wadah kedap udara pada suhu kamar
(15-25°C).
Memiliki tingkat absorbsi oral yang bagus dengan
tingkat bioavailabilitas mencapai 90%. Diberikan
dengan jeda 2 jam sebelu atau 4 jam sesudah mengkonsumsi
susu, antasid dan obat-obatan yang mengandung kation
divalent (Fe, Mg, Ca, Zn, vitamin, didanosin, sucralfat).
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui. Efek
samping: Yang sering dikeluhkan berupa mual,
diare, sakit kepala dan insomnia. Efek samping berat

yang jarang ditemukan berupa ruptur tendon,


athralgia, hepatotoksisitas, pemanjangan gelombang
QTc dan hiper/ hipoglikemia. Instruksi
kepada pasien:
o Moksifloksasin bisa diberikan dengan makanan, tetapi
tidak dengan susu atau produk olahan susu.
o Pemberian sucralfat dan antasida (seperti: Mg, Al,
Calsium atau Didanosine) akan menurunkan
absorbsi dan menghilangkan efek terapeutik
fluoroquinolon.
o Pemberian probenesid akan menurunkan sekresi
fluoroquinolon di ginjal yang mengakibatkan
sekitar 50% peningkatan serum fluoroquinolon. Pemberian
o suplemen vitamin yang mengandung
Zn dan Fe akan mengurangi absorbsinya.
o Pemberian fluoroquinolon bersamaan dengan
mexiletin akan meningkatkan konsentrasi
mexiletin.
Monitoring efek samping: dengan melakukan

20
monitoring terhadap symtom.
Pantau pasien untuk timbulnya:
o Rasa sakit & pembengkakan persendian dan
tendon terutama pada enkel dan siku.
o Kemerahan pada kulit,
o Kekuningan pada mata dan kulit,
o Bingung, diare dan kesulitan bernafas.

b. Grup B: OAT suntik lini kedua


Golongan Aminoglikosida
Jenis Obat Uraian
Kanamisin Bersifat bakterisidal.
(Km) Sediaan dalam bentuk vial atau ampul,kemasan 1 gr. Berupa obat
suntik bentuk cair atau serbuk yang harus dilarutkan dengan
aqua pro-injeksi untuk penyuntikan, diberikan secara intra
muskuler.
Penyimpanan: bentuk bubuk dan cairan tetap stabil pada suhu
kamar (15-25°C). Setelah dilarutkan harus dipakai pada hari yang
sama.
Penyuntikan dianjurkan bergantian kiri dan kanan, bila disuntikkan
pada tempat yang sama terus menerus dapat mengakibatkan
absorbsi intramuskuler berkurang.
Bisa menembus selaput otak yang meradang.
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui, pasien
dengan penyakit ginjal, penyakit hati serta mereka yang
hipersensitif terhadap aminoglikosida.
Efek samping:
o Paling sering rasa sakit ditempat suntikan,
o Bisa menyebabkan gagal ginjal yang reversibel.
o Kadang terjadi gejala pengurangan pendengaran,
gejala keseimbangan yang menetap, neuropati
perifer.
Pemantauan pemberian kanamisin:
o Pemeriksaan faal ginjal dan elektrolit serum (serum kreatinin
dan Kalium),
o Pemeriksaan fungsi pendengaran sebelum dan

21
selama pengobatan
Kontra-Indikasi: Ibu hamil, hipersensitif terhadap
aminoglikosid, hati-hati pemberian pada pasien dengan kelainan
ginjal, kelainan hati, kelainan pendengaran dan keseimbangan
(saraf-VIII).
Pantau pasien untuk timbulnya gejala: kesulitan bernafas,
pendengaran berkurang, kemerahan, pembengkakan
tempat suntikan, berkurangnya produksi urine.
Streptomisin Bersifat bakterisidal dengan menghambat sistesis
(S) protein. Tidak memiliki resistensi silang yang bermakna terhadap
obat golongan aminoglikosida yang lain.
Sediaan dalam bentuk vial atau ampul,kemasan 1 gr. Berupa obat
suntik bentuk cair atau serbuk yang harus dilarutkan dengan
aqua pro-injeksi untuk penyuntikan, diberikan secara intra
muskuler.
Penyimpanan: bentuk bubuk dan cairan tetap stabil pada suhu
kamar (15-25°C). Setelah dilarutkan harus dipakai pada hari yang
sama.
Penyuntikan dianjurkan bergantian kiri dan kanan, bila
disuntikkan pada tempat yang sama terus menerus dapat
mengakibatkan absorbsi intramuskuler berkurang. Penetrasi
terhadap CSF bervariasi, paling bagus pada selaput otak yang
meradang.
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui, pasien
dengan penyakit ginjal, penyakit hati serta mereka yang
hipersensitif terhadap aminoglikosida. Pemberian pada ibu hamil
harus sedapat mungkin dihindari karena efek gangguan
pendengaran pada janin. Bisa diberikan pada Ibu menyusui.
Efek samping:

o Paling sering rasa sakit ditempat suntikan,


o Bisa menyebabkan gagal ginjal yang reversibel.
o Ototoksisitas dan gangguan vestibular yang bersifat menetap,
o neuropati perifer.
o Gangguan elektrolit: hipokalemia, hipokalsemia dan

22
hipomagnesemia.
Pemantauan pemberian Streptomisin:
o Pemeriksaan serum kreatinin,
o Pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan sebelum
dan selama pengobatan
Kontra-Indikasi: Ibu hamil, hipersensitif terhadap
aminoglikosid, hati-hati pemberian pada pasien dengan kelainan
ginjal, kelainan hati, kelainan pendengaran dan keseimbangan
(saraf-VIII).
Pantau pasien untuk timbulnya gejala: kesulitan bernafas,
pendengaran berkurang, kemerahan (pada tempat
suntikan), pembengkakan tempat suntikan, berkurangnya produksi
urine.
Golongan Polipeptida
Capreomisin Bersifat bakterisidal.
(Cm) Sediaan dalam bentuk vial,kemasan 1 gr
Metabolisme di ginjal, sekresi lewat urin.
Berupa obat suntik bentuk bubuk yang harus dilarutkan dengan
aqua pro-injeksi untuk penyuntikan, diberikan secara intra muskuler.
Penyimpanan: bentuk bubuk tetap stabil pada suhu kamar (15-
25°C). Setelah dilarutkan harus dipakai pada hari yang sama.
Penyuntikan dianjurkan bergantian kiri dan kanan, bila disuntikkan
pada tempat yang sama terus menerus dapat mengakibatkan
absorbsi intramuskuler berkurang.
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui, pasien
dengan penyakit ginjal, penyakit hati serta mereka yang
hipersensitif terhadap Capreomisin sulfat.
Efek samping:

o Paling sering rasa sakit ditempat suntikan, gagal ginjal


yang reversibel.
o Kadang terjadi gejala pengurangan pendengaran,
gangguan keseimbangan yang menetap, neuropati
perifer dan gangguan ginjal.
Pemantauan pemberian Capreomisin :

23
o Pemeriksaan faal ginjal dan serum elektrolit (serum
kreatinin, Kalium),
o Pemeriksaan fungsi pendengaran sebelum dan
selama pengobatan.
Kontra-Indikasi: Ibu hamil, hipersensitif terhadap
kapreomisin sulfat, hati-hati pemberian pada pasien
dengan kelainan ginjal, hati, kelainan pendengaran dan
keseimbangan (saraf-VIII).
Pantau pasien untuk timbulnya gejala: kesulitan bernafas,
pendengaran berkurang, kulit kemerahan,
pembengkakan tempat suntikan dan berkurangnya
produksi urine.

c. Grup C: OAT oral lini kedua


Golongan Karbotionamida
Jenis Obat Uraian
Ethionamid Bersifat bakteriostatik tinggi.
(Eto) Terdapat resistensi silang antara ethionamid dan
prothionamid. Metabolisme sebagian besar di hati. Sediaan
dalam bentuk tablet 250 mg.
Penyimpanan pada suhu kamar (15-25°C), dalam wadah
kedap udara.
Semua organ tubuh dapat menyerap dengan baik
termasuk cairan serebrospinal (LCS).
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan ibu menyusui, pasien
dengan penyakit hati, ginjal dan porphyria.
Efek samping:
o Sering terjadi gangguan sistem pencernaan (mual,
muntah, diare, perut sakit), stomatitis, nafsu makan
menurun, penurunan berat dadan, hipersalivasi dan terasa
logam dilidah.
o Kadang terjadi: reaksi alergi, gangguan jiwa termasuk
depresi, mengantuk, pusing, resah/gelisah, sakit
kepala dan hipotensi postural, gangguan fungsi hati,
ginekomasti, arthralgia, haid tidak teratur, leukopenia
dan hipotiroidisme (terutama bila dikombinasikan

24
dengan PAS) serta neuropati yang dapat dicegah
dengan pemberian vitamin B6.
o Jarang terjadi: gangguan saraf tepi, saraf mata, diplopia,
pandangan kabur dan sindroma kulit termasuk
ruam kulit, fotosensitivitas, trombositopenia dan
purpura.
Interaksi obat:
o Penggunaan bersama sikloserin akan mengakibatkan
peningkatan insidensi gangguan saraf, termasuk
kejang-kejang.
o Ethionamid dapat meningkatkan efek samping OAT
lain.
o Penggunaan bersama PAS kemungkinan akan
meningkatkan keracunan hati dan hipotiroidisme.
Kontra-Indikasi: Pasien dengan gangguan hati berat dan pasien
yang hipersensitif terhadap ethionamid.
Pemantauan:
o Sebelum dan selama pemberian ethionamid harus dipantau
kemungkinan timbulnya gangguan pada mata dan gangguan
fungsi hati.
o Selama pemberian obat ini harus dipantau kadar gula darah,
kadang dapat terjadi hipoglikemi.
Perhatikan bila timbul:
o Semua keluhan pada mata: rasa sakit, pandangan kabur,
buta warna.
o Rasa tebal/baal ditangan dan kaki.
o Pendarahan dan ruam yang tak lazim.
o Perubahan perilaku: depresi, bingung atau agresif.
o Kulit ikterik, urine menjadi berwarna gelap, mual dan muntah.

Golongan Analog D-Alananin


Sikloserin Bersifat bakteriostatik tinggi,
(Cs) Memiliki resistensi silang dengan ethionamid &
prothionamid.
Kemasan bentuk tablet dengan sediaan 250 mg.
Sebaiknya diminum saat perut kosong, karena makanan

25
dalam lambung akan menurunkan absorbsi obat.
Penyimpanan pada suhu kamar (20-25°C), dalam wadah
kedap udara.
Penyerapan disemua organ baik. Terserap 80-100% di
cairan serebrospinal, terutama pada selaput otak yang
meradang.
Hati-hati pada ibu hamil dan ibu menyusui serta pasien
dengan penyakit ginjal.
Efek samping:
o Sering terjadi: gangguan saraf dan kejiwaan, termasuk
sakit kepala, gelisah, gangguan tidur, agresivitas,
depresi, bingung, pusing, mimpi buruk, mengantuk,
sakit kepala hebat, khawatir terus.
o Kadang terjadi: gangguan penglihatan, kelainan kulit,
baal di kulit, tangan dan kaki terasa terbakar, mata
terasa sakit dan ikterus.
o Jarang terjadi: perasaan ingin bunuh diri atau kejang.
Interaksi obat:
o Pemberian bersama dengan INH dan ethionamid akan
meningkatkan efek samping sistem saraf. Dapat
dicegah dengan pemberian vitamin B6.
o Pemberian bersamaan dengan fenitoin akan
meningkatkan kadar fenitoin darah.
o Minuman mengandung alkohol akan memberikan efek
toksis & meningkatkan kemungkinan kejang.
Kontra-Indikasi: pasien dengan hipersensitivitas sikloserin,
epilepsi, depresi, psikosis, insufisiensi ginjal berat dan
pecandu minuman keras (miras)
Pemantauan: bila mungkin dikerjakan pemantauan kadar
sikloserin serum, untuk mencapai dosis ideal. Tidak boleh
lebih dari 30µgr/ml.
Perhatian bila terjadi:
Kejang, gemetar dan sulit bicara, perubahan tingkah laku
misalnya menjadi agresif, depresi & kecenderungan
menyakiti diri sendiri, rasa khawatir, bingung atau hilang
ingatan serta dan sakit kepala.

26
Golongan Oksasolidinones
Jenis Obat Uraian
Linezolid Bersifat bakterisidal dengan menghambat proses sistesis
(Lnz) protein.
Kemasan: dalam bentuk tablet salut 400 mg dan 600 mg.
Penyimpanan: pada suhu kamar 15-25 derajat celcius. Absorbsi:
Dapat diabsorbsi secara hampir sempurna untuk pemberian oral dan
tersebar disemua jaringan.
Pemberian pada kondisi khusus:
o pasien yang sedang hamil dan menyusui mengingat
terbatasnya data.
o Tidak ada rekomendasi untuk melakukan penyesuaian dosis
pada pasien dengan penyakit ginjal, tetapi
metabolit obat dapat terakumulasi.
o Jarang diasosiasikan dengan peningkatan
transaminase.
Efek samping:
o Myelosupresi sehingga menimbulkan penurunan kadar trombosit,
leukosit serta anemia.
o Diare dan rasa mual.
o Neuropati optikal dan peripheral yang sifatnya
irreversible. Pemberian Linezolid harus dihentikan.
o Asidosis laktat yand ditandai dengan mual muntah rekuren,
asidosis atau penurunan kadar bikarbonat yang penyebabnya
tidak diketahui pada pasien yang mendapatkan Linezolid.

Kontra-Indikasi: Hipersensitivitas terhadap oksasolidinones, ada


simptom neuropati di ektremitas. Interaksi obat: hindari pemakaian
bersama obat serotonergik (MAO inhibitor), SSRTI (fluoxetine), anti
depresan trisiklik, lithium, dll, karena bisa menimbulkan reaksi CNS
yang serius seperti sindrom serotonin. Monitoring: monitor untuk
terjadinya neuropati optis dan neuropati perifer setiap 2 bulan atau
bila terjadi simptom. Pemeriksaan hitung darah setiap minggu pada
awal pemberian linezolid dilanjutkan dengan pemeriksaan

27
bulanan dan bila diperlukan/ bila ada simptom.
Instruksi kepada pasien: Linezolid dapat dikonsumsi bersama atau
tanpa makanan. Hindari makanan atau minuman yang
mengandung tiramin, keju, kecap kedele, daging kering, bir dan
anggur. Beri tahu petugas
kesehatan bila pasien mengkonsumsi obat flu/ anti depresi.
Golongan Iminofenazine
Jenis Obat Uraian
Clofazimin Mempunyai aktifitas bersifat in vitro terhadap M.tb,
(Cfz) informasi mengenai aktifitas yang bersifat in vivo masih
sangat terbatas. Biasanya diberikan apabila pilihan
terhadap OAT SLD terbatas jumlahnya. Memiliki waktu paruh selama
70 hari.
Kemasan: dalam bentuk kapsul 50mg dan 100mg. Hanya tersedia
dalam bentuk sediaan oral.
Penyimpanan: pada wadah yang tertutup rapat, pada suhu kamar.
Absorbsi: Tingkat absorbsi sekitar 70% pada pemberian secara oral.
Belum direkomendasikan pemberian kepada wanita hamil dan
menyusui mengingat masih terbatasnya data yang ada. Bisa
menimbulkan hiperpigmentasi pada bayi apabila diberikan kepada ibu
menyusui.
Hati-hati pemberian pada pasien dengan penyakit hati karena sifatnya
yang secara parsial dimetabolisme di hati.
Efek samping:

o Warna merah atau oranye pada kulit, konjunctiva, kornea


dan cairan tubuh.
o Kulit kering, pruritus, bercak kemerahan, xerosis dan ichtitosis.
o Retinopati, perdarahan dan obstruksi saluran cerna dan QT
memanjang (jarang).

Kontra-Indikasi: Pasien dengan hipersensitivitas terhadap


clofazimin.
Interaksi obat: Pemakaian bersama obat-obatan yang bisa
menimbulkan pemanjangan gelombang QT (bedaquilin,

28
delamanid, fluorokuinolon, obat anti jamur golongan azol)
akan menimbulkan tambahan pemanjangan gelombang
QT.

d. Grup D1: OAT oral lini pertama


Golongan analog sintetis nikotinamida
Jenis Obat Uraian
Pirazinamid Bersifat bakterisidal lemah tetapi mempunyai efek
(Z) sterilisasi intraseluler, di lingkungan asam dan wilayah
peradangan. Sangat efektif diberikan pada 2 bulan
pertama pengobatan saat peradangan sedang pada
puncaknya.
Kemasan: dalam bentuk tablet 500 mg.
Penyimpanan: pada wadah yang tertutup rapat, jangan sampai
kena cahaya matahari.
Absorbsi: Mudah diabsorbsi dan tersebar disemua jaringan.
Hati-hati pemberian pada pasien dengan kencing manis, karena
dapat menyebabkan kadar gula darah tidak stabil. Kadang
menyebabkan kekambuhan gout atau dapat terjadi arthralgia.
Efek samping:

o Sering: Intoleransi gastro intestinal (mual, muntah),


hiperurisemia yang asimptomatik dan timbulnya
gout.
o Jarang: anemia sideroblastik, photosensitive
dermatitis dan gangguan hati berat.
Kontra-Indikasi: Pasien dengan gangguan hati terutama yang telah
ada ikterus, hipersensitivitas pirazinamid dan pasien dengan
porphyria.
Golongan etanediamin sintetis
Etambutol Bersifat: bakteriostatik
(E) Kemasan: bentuk tablet 400 mg
Penyimpanan: dalam wadah yang tertutup rapat. Absorbsi:
mudah di absorbsi.
Efek samping:

29
Gangguan fungsi mata yang tergantung besarnya dosis.
Kelainan hati and arthralgia jarang terjadi.
Kontra-Indikasi: pasien dengan hipersensitivas ethambutol serta
pasien dengan radang saraf mata.
Golongan Isonikotinik Asam Hidrazid
Isoniazid Bersifat bakterisidal untuk bakteri yang sedang aktif
(INH) membelah diri.
Sediaan dalam bentuk tablet 50mg, 100mg atau 300mg Penyimpanan
dalam wadah yang tertutup pada suhu ruang (15-27 derajat Celcius)
Absorbsi: mudah diabsorbsi dengan pemberian secara oral, paling
bagus diabsorbsi dalam keadaan perut kosong, kadar konsentrasi
puncak obat dalam darah menurun 50% apabila diberikan bersamaan
dengan makanan berlemak.
Pemberian vitamin B6 dilakukan apabila INH diberikan dalam dosis
tinggi dan pada pasien yang mengalami uremia, DM, HIV, gangguan
kejang, alkoholisme dan neuropati perifer. Dosis normal pemberian
vitamin B6 untuk pasien yang mendapatkan INH adalah 10-26mg/
hari.
Efek samping: Hepatitis (terkait umur), neuropati perifer, reaksi
hipersensitivitas dan reaksi lain termasuk neuritis optic, arthralgia,
diare.
Kontra indikasi: Pasien dengan reaksi alergi terhadap INH. Interaksi
obat: peningkatan konsentrasi phenytoin dan peningkatan resiko
hepatotoksitas dengan karbamazepin. Pantau pasien dan
instruksikan agar melaporkan ke petugas kesehatan apabila
ditemukan: kuning pada kulit dan mata, urin berwarna coklat tua.
Pemakaian dengan hati-hati: pasien dengan riwayat penyakit
hati karena bisa memicu eksaserbasi.

30
Grup D2: OAT jenis baru
Golongan Diarilkuinolin
Jenis Obat Uraian
Bedaquilin Bersifat bakterisidal dengan menghambat sistesi ATP. Memiliki
waktu paruh selama 5,5 bulan.
Kemasan berupa Tablet 100mg.
Penyimpanan dalam suhu kamar.
Dosis pada dewasa 400 mg/ hari pada 2 minggu awal,
dilanjutkan 200mg/ 3 kali seminggu selama 22 minggu.
Diabsorbsi dengan baik secara oral terutama bila
dikonsumsi bersama makanan.
Penetrasi terhadap CNS belum diketahui.
Tidak direkomendasikan untuk pemakaian pada ibu hamil dan ibu
menyusui akibat data keamanan yang masih sedikit.
Hati-hati untuk penggunaan pada pasien dengan gangguan ginjal dan
hati. Penyesuaian dosis tidak diperlukan pada gangguan ginjal ringan
sampai sedang.
Efek samping:

o Sering: Intoleransi gastro intestinal (mual, muntah), nyeri


perut, nyeri pada sendi, nyeri kepala, hemoptisis dan nyeri dada.
o Jarang: Pemanjangan gelombang QT, hiperurisemia,
fosfolipidosis, peningkatan kadar aminotransferase dan
meningkatnya resiko pankreatitis.

Kontraindikasi: terjadi aritmia ventrikuler, Interfat QTcF


>500ms dan gangguan hati berat.
Interaksi obat: Metabolisme terjadi di CYP3A4 sehingga
pemakaian bersama rifampisin, efavirenz akan mengurangi
kadar bedaquilin. Obat-obatan yang yang bersifat inhibitor
terhadap CYP3A4 akan meningkatkan kadar Bedaquilin,
misalnya obat anti jamur golongan Azol, macrolide,
protease inhibitor. Hindari sedapat mungkin penggunaan
bersama obat-obatan yang bisa memperbanjang interval
QT seperti Clofazimin, fluorokuinolon, Azol, Delamanid.

31
Setiap tanda terjadinya sinkop harus ditindaklanjuti dengan
evaluasi menyeluruh dan pemeriksaan EKG.
Monitoring: dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EKG
sebelum memulai pengobatan dan dilanjutkan minimal
pada minggu ke-2, minggu ke-12 dan minggu ke-24 setelah
mulainya pengobatan. Pemeriksaan EKG yang lebih sering
dianjurkan apabila ada riwayat gangguan jantung,
hipotiroidisme dan gangguan elektrolit. Tes fungsi hati
dilakukan setiap bulan selama pengobatan dengan
bedaquilin.

e. Grup D3: OAT tambahan


Golongan Asam Salisilat
Jenis Obat Uraian
Para- Bersifat bakteriostatik tinggi.
Amino Kemasan berupa granula 4 gr/sachet.
Salicylic Penyimpanan tergantung pabrik: bisa tanpa masuk lemari
Acid es dan bisa harus masuk lemari es (refrigerator).
(PAS) Hanya sekitar 60-65% yang dapat diabsorbsi, sehingga kadang
harus meningkatkan dosis agar memenuhi tingkat
terapeutik.
Untuk sediaan berupa granul disarankan untuk
mengkonsumsi PAS dengan minuman bersifat asam. Tersebar baik di
cairan peritoneal, pleura dan sendi, sedikit di empedu dan LCS.
Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan menyusui serta pasien
dengan penyakit ginjal.
Efek samping:

o Sering terjadi gangguan gastro intestinal (anorexia dan diare),

o hypotiroidisme terutama bila bersamaan dengan


pemberian ethionamid.
o Kadang-kadang terjadi: hepatitis (0.3-0.5%), reaksi
alergi, pembesaran kelenjar tiroid, sindroma
malabsorbsi, peningkatan PPT, demam.
o Hati-hati penggunaan pada pasien dengan defisiensi

32
G6PD (glukosa-6-fosfat dehidrogenase).
Interaksi obat:
o Pemberian bersama digoksin akan menurunkan
absorbsi digoksin, sehingga dosis digoksin mungkin
harus dinaikkan agar efek terapeutik tercapai.
o Pemberian bersamaan dengan ethionamid akan
menaikkan keracunan hati serta dapat terjadi
hipotiroidisme.
o Pemberian bersama INH akan menurunkan asetilasi
INH, dan kadar dalam serum meningkat sehingga dosis
mungkin perlu diturunkan.
Kontra-Indikasi: pasien yang alergi terhadap aspirin,
hipersensitif terhadap PAS dan gangguan ginjal berat.
Pantau pasien untuk timbulnya:
o Kemerahan kulit, gatal hebat, perut sakit, mual dan
muntah, nafsu makan hilang, feses kehitaman karena
perdarahan usus.

4. Paduan pengobatan TB RO di Indonesia.


Pada dasarnya pengobatan pasien TB RO mengacu kepada strategi DOTS,
terutama pada komponen penggunaan OAT yang berkualitas, pengawasan
pengobatan secara langsung dan pencatatan dan pelaporan yang baku.
Dasar- dasar pengobatan TB RO di Indonesia:
a. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB RO, yaitu pasien TB RR,TB
MDR, TB pre XDR maupun TB XDR berdasarkan pemeriksaan uji kepekaan
M.Tb baik dengan TCM TB maupun metode biakan konvensional dapat
mengakses pengobatan TB RO yang baku dan bermutu.
b. Paduan OAT untuk pasien TB RO terdiri dari paduan OAT standar dan
paduan OAT individual. Kedua paduan tersebut merupakan kombinasi dari
OAT lini kedua dan lini pertama.
c. Sesuai rekomendasi WHO 2016, prinsip paduan pengobatan RO harus terdiri
dari kombinasi sekurangnya 5 (lima) jenis OAT pada tahap awal, yaitu:
1) 4 (empat) OAT inti yaitu OAT lini kedua yang terbukti masih efektif atau
belum pernah digunakan, yaitu:
salah satu OAT dari grup A (golongan flurokuinolon)
salah satu OAT dari grup B ( golongan OAT suntik lini kedua)
2 OAT dari grup C (golongan OAT oral lini kedua)
2) 1 (satu) OAT lini pertama yaitu Pirazinamid (grup D1), masuk sebagai
bagian dari 5 obat yang harus diberikan tetapi tidak dihitung sebagai obat
inti.
3) Tidak dihitung sebagai bagian dari 5 (lima) OAT TB RO yang
dipersyaratkan di atas adalah OAT dari grup D1 yang bisa ditambahkan
untuk memperkuat efikasi paduan. Pasien TB RR dan TB MDR akan
mendapatkan Isoniazid dosis tinggi dan atau Etambutol.
4) OAT dari grup D2 dan D3 digunakan untuk paduan OAT individual
sebagai pengganti OAT inti dari grup A,B,C agar syarat 4 (empat) OAT
inti dapat dipenuhi.
d. Paduan OAT standar diperuntukkan bagi pasien TB RR dan TB MDR di
Fasyankes Rujukan TB RO dan Fasyankes TB RO. Berdasarkan durasi
pengobatan, Paduan OAT standar dibedakan menjadi:
Paduan OAT standar konvensional (20-26 bulan)
Paduan OAT standar jangka pendek (9-11 bulan)
e. Paduan OAT individual diperuntukkan bagi pasien TB pre XDR dan TB XDR.
Paduan individual merupakan kombinasi OAT lini pertama,lini kedua dan
OAT jenis baru. Tatalaksana TB RO memakai paduan individual
dilaksanakan di Fasyankes Rujukan TB RO. Durasi pengobatan
menggunakan OAT individual untuk pasien TB pre-XDR dan TB XDR minimal
24 bulan.
f. Paduan OAT standar dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji
kepekaan M.Tb menjadi paduan individual yang ditetapkan oleh dokter
terlatih di Fasyankes Rujukan TB RO.
g. Paduan individual juga diberikan untuk pasien yang memerlukan OAT jenis
baru karena efek samping berat terhadap OAT lini kedua golongan
fluorokuinolon (grup A) atau OAT suntik lini kedua (grup B) sehingga
dikhawatirkan mengurangi efikasi paduan OAT yang diberikan.
5. Dosis OAT RO
Dosis OAT untuk pengobatan pasien TB RO ditetapkan berdasarkan kelompok
berat badan pasien.

Tabel 4. Perhitungan dosis OAT RO untuk dewasa


Jenis OAT Dosis Berat Badan (BB) > 30 kg
Harian 30-35 kg 36-45 46-55 56-70 >70 kg
kg kg kg
Levofloksasin 750-1000 750 mg 750 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg
mg/ hr
Moksifloksasin 400 mg/ 400 mg 400 mg 400 mg 400 mg 400 mg
hr
Kanamisin 15-20 500 mg 625-750 875- 1000 mg 1000 mg
mg/kg/hr mg 1000 mg
Kapreomisin 15-20 500 mg 600-750 750-800 1000 mg 1000 mg
mg/kg/hr mg mg
Streptomisin 12-18 500 mg 600-700 800 mg 1000 mg 1000 mg
mg/kg/hr mg
Sikloserin 500-750 500 mg 500 mg 750 mg 750 mg 1000 mg
mg/ hr
Etionamid 500-750 500 mg 500 mg 750 mg 750 mg 1000 mg
mg/ hr.
Linezolid 600 mg/ 600 mg 600 mg 600 mg 600 mg 600 mg
hr
Klofazimin 200–300 200 mg 200 mg 200 mg 300 mg 300mg
mg/ hr
Pirazinamid 20-30 800 mg 1000 mg 1200 mg 1600 mg 2000 mg
mg/kg/hr
Etambutol 15-25 600 mg 800 mg 1000 mg 1200 mg 1200 mg
mg/kg/hr
Isoniasid 4-6 150 mg 200 mg 300 mg 300 mg 300 mg
mg/kg/hr
Bedaquilin 400 mg/ 400 mg 400 mg 400 mg 400 mg 400 mg
hari
Asam PAS 8 g/ hari. 8g 8g 8g 8g 8g
Sodium PAS 8 g/ hari. 8g 8g 8g 8g 8g
Keterangan :
a. Sikloserin, Etionamid dan asam PAS dapat diberikan dalam dosis terbagi
untuk mengurangi terjadinya efek samping. Selain itu pemberian dalam dosis
terbagi direkomendasikan apabila diberikan bersamaan dengan ART.
b. Sodium PAS diberikan dengan dosis sama dengan Asam PAS yaitu 8gr
kandungan aktif obat dan bisa diberikan dalam dosis terbagi. Mengingat
sediaan sodium PAS bervariasi dalam hal persentase kandungan aktif per
berat (w/w) maka perhitungan khusus harus dilakukan. Misal Sodium PAS
dengan w/w 60% dengan berat per sachet 4 gr akan memiliki kandungan aktif
sebesar 2,4 gr.
c. Bedaquilin diberikan 400 mg/ hari dosis tunggal selama 2 minggu, dilanjutkan
dengan dosis 200 mg intermiten 3 kali per minggu diberikan selama 22
minggu (minggu 3-24). Pada minggu ke 25 pemberian Bedaquilin dihentikan.
d. Klofazimin diberikan dengan dosis 200-300 mg per hari dosis tunggal selama
2 bulan, dilanjutkan dengan dosis 100 mg per hari.
e. Pada pengobatan dengan Paduan OAT standar jangka pendek, Kanamisin
diberikan selama 4 bulan dengan kemungkinan perpanjangan menjadi 6
bulan bila hasil pemeriksaan mikroskopis dahak hasinya masih BTA positif.
Untuk mengurangi toksisitas injeksi Kanamisin dapat diberikan 3 kali
seminggu pada bulan-5 dan 6.

Penentuan dosis OAT TB RO sebaiknya memperhatikan juga kekuatan


sediaan yang tersedia. Hindari dosis yang mengharuskan pasien
memecah tablet OAT

B. PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT


Setelah mendapatkan hasil pemeriksaan TCM atau uji kepekaan, maka petugas di
Fasyankes Rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO :
Menegakan diagnosis
Menetapkan paduan pengobatan dan inisiasi pengobatan yang bisa dimulai di
Fasyankes Rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO.
Memberikan KIE dan meminta pasien memberikan persetujuan pengobatan
(informed consent).
Melakukan persiapan awal sebelum memulai pengobatan.
1. Persiapan awal sebelum memulai pengobatan
Persiapan awal sebelum memulai pengobatan TB RO meliputi :
a. Anamnesis ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya riwayat dan
kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti
hepatitis, diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang,
kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer) dll.
b. Pemeriksaan: pemeriksaan fisik, penimbangan berat badan, fungsi
penglihatan, fungsi pendengaran dengan metode sederhana, jika ada
keluhan atau kelainan dalam pemeriksaan, dokter melakukan rujukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut ke Tim terapeutik yang ada di Fasyankes rujukan TB
RO. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan sambil memulai pengobatan.
c. Pemeriksaan kondisi kejiwaan. Pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan
strategi konseling dan dapat dilaksanakan sambil memulai pengobatan.
d. Memastikan data pasien terisi dengan benar dan terekam dalam sistem
pencatatan yang digunakan (e-TB manager dan pencatatan manual).
e. Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas fasyankes wilayah tempat tinggal
pasien untuk memastikan alamat yang jelas dan kesiapan keluarga untuk
mendukung pengobatan melalui kerjasama jejaring eksternal. Formulir
kunjungan rumah dapat di lihat di Lampiran 1.
f. Pemeriksaan penunjang awal sebelum pengobatan (baseline) meliputi :
1) Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum pengobatan :
- Faal ginjal: ureum, kreatinin

- Faal Hati : SGOT, SGPT


- Tes kehamilan untuk perempuan usia subur
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan kimia darah:
a) Serum elektrolit
b) Asam Urat
c) Gula Darah (Sewaktu dan 2 jam sesudah makan)
- Pemeriksaan penglihatan
- Foto toraks.
- Pemeriksaan EKG
- Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)
- Tes pendengaran: (berdasarkan ketersediaan sarana dan tenaga)*
Pemeriksaan pendengaran sederhana
Pemeriksanaan pendengaran dengan audiometri atau sesuai
indikasi dan ketersediaan
- Thyroid stimulating hormon (TSH)*
- Pemeriksaan kejiwaan.*

Catatan :
*Jika fasilitas tidak tersedia, maka pengobatan dapat dilakukan sambil memonitor
efek samping.

Dalam Waktu 7 (Tujuh) Hari Pasien Sudah Harus Memulai


Pengobatan

Pengobatan untuk pasien TB RO diupayakan diberikan dengan cara pengobatan


rawat jalan (ambulatoir) sejak awal yang diawasi secara langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO).
Untuk tahap awal pengobatan, PMO adalah petugas kesehatan baik di dalam
atau di luar Fasyankes, sedangkan untuk tahap lanjutan PMO dapat dilakukan
oleh petugas kesehatan atau kader kesehatan yang terlatih TB RO.

Inisiasi Pengobatan TB RO
a. Inisiasi Pengobatan di Fasyankes Rujukan TB RO
Pada awal memulai pengobatan, TAK/dokter terlatih TB RO akan
menetapkan apakah pasien memulai pengobatan rawat inap atau tidak.
Rawat Inap:
Beberapa kondisi pasien yang memerlukan rawat inap, antara lain:
Tanda ada gangguan kejiwaan
Pneumonia berat
Pneumotoraks
Abses paru
Efusi pleura
Kelainan hati berat
Gangguan hormon tiroid
Insufisiensi ginjal berat
Gangguan elektrolit berat
Malnutrisi berat
Diabetes melitus yang tidak terkontrol
Gangguan gastrointestinal berat yang mempengaruhi absorbsi obat
Penyakit dasar lain yang memerlukan rawat inap.

Rawat Jalan:
TAK menentukan kelayakan pasien menjalani rawat jalan sejak awal
berdasarkan :
Keadaan umum pasien cukup baik.
Tidak ada kondisi klinis yang memerlukan rawat inap atau kondisi penyulit
telah dapat tertangani.
Pasien sudah mengetahui cara menelan obat dan jadual kontrol ke
fasyankes rujukan.

b. Inisiasi pengobatan di Fasyankes TB RO


Dokter di Fasyankes TB RO akan menetapkan pasien memulai pengobatan
baik secara rawat inap maupun rawat jalan. Jika pasien membutuhkan rawat
inap dan tidak tersedia sarana rawat inap di Fasyankes TB RO tersebut,
maka pasien akan dirujuk ke Fasyankes Rujukan TB RO untuk inisiasi
pengobatan. Pasien akan dirujuk balik ke Fasyankes TB RO asal bila kondisi
pasien sudah memungkinkan berdasarkan keputusan TAK di Fasyankes
Rujukan TB RO. Apabila pasien tidak membutuhkan rawat inap, maka
pengobatan dapat dimulai secara paripurna di Fasyankes TB RO.
ALUR 1: TATALAKSANA INISIASI PENGOBATAN TB RO

KEGIATAN FORMULIR PELAKSANA PENANGGUNG JAWAB

Pasien TB RO

KIE,inform consent, pemeriksaan


awal sebelum pengobatan Informed Consent Petugas Kesehatan TAK di Fasyankes Rujukan TB RO/
Dokter terlatih di Fasyankes TB RO

Penilaian kelayakan menjalani Formulir persetujuan Petugas Kesehatan TAK di Fasyankes Rujukan TB RO/
pengobatan TAK Dokter terlatih di Fasyankes TB RO
Data dasar
Inisiasi pengobatan TB 01 MDR
Rawat Jalan Rawat inap TB 02 MDR
Monitoring Sesuai indikasi TB 03 MDR
Efek samping Pengawasan
KIE menelan obat
Pengawasan
menelan obat Formulir persetujuan Petugas Kesehatan TAK di Fasyankes Rujukan TB RO/
TAK Dokter terlatih di Fasyankes TB RO

- TAK/Dokter di Fasyankes TB RO +
Tim terapeutik

40
2. Penetapan paduan dan dosis OAT TB RO di Indonesia
Pilihan paduan OAT RO yang disediakan oleh Program saat ini adalah:
a. Paduan OAT standar
Paduan OAT standar diberikan kepada pasien TB RR dan TB MDR dengan
jangka waktu sebagai berikut :
pengobatan OAT standar konvensional (20-26 bulan)
pengobatan OAT standar jangka pendek (9-11 bulan).
b. Paduan OAT Individual
Paduan OAT Individual diberikan kepada pasien yang memerlukan
perubahan paduan pengobatan yang fundamental dari pengobatan OAT
standar yang sudah digunakan sebelumnya, misal:
Pasien terkonfirmasi sebagai pasien TB pre-XDR atau TB XDR sejak
awal, atau terjadi resistensi tambahan terhadap OAT lini kedua golongan
fluorokuinolon dan obat suntik lini kedua selama pengobatan OAT standar
diberikan. Lama pengobatan minimal 24 bulan.
Pasien TB RO yang mengalami efek samping berat terhadap OAT lini
kedua golongan fluorokuinolon dan obat suntik lini kedua. Lama
pengobatan sama dengan pengobatan OAT standar konvensional (20-26
bulan) sesuai dengan respon terhadap pengobatan yang diberikan.

Penetapan paduan dan dosis OAT RO dilakukan oleh TAK atau dokter terlatih di
Fasyankes Rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO.

Paduan OAT standar:


a. Paduan OAT standar konvensional yang diberikan adalah :

8-12 Km - Lfx - Eto - Cs - Z- (E) - H / 12-14 Lfx - Eto - Cs - Z - (E) - H

b. Paduan OAT standar jangka pendek yang diberikan adalah:


4-6 Km - Mfx - Eto - Cfz – Z - H / 5 Mfx - Eto - Cfz - Z - H

Kriteria eksusi paduan OAT jangka pendek :


a. Terbukti resistan atau diduga akan terjadi ketidakefektifan terhadap salah
satu obat yang digunakan dalam paduan OAT standar jangka pendek
(kecuali INH).

41
b. Pernah menggunakan satu atau lebih OAT lini kedua yang digunakan dalam
paduan OAT standar jangka pendek (Km, Mfx, Eto dan Cfz) selama lebih dari
1 bulan.
c. Intoleransi terhadap lebih dari 1 OAT yang dipakai dalam paduan OAT
standar jangka pendek, atau terdapat resiko toksisitas karena terjadi interaksi
obat dengan obat lain yang digunakan pasien.
d. Kehamilan
e. Kasus TB ekstraparu
f. Bila ada satu OAT dari paduan OAT standar jangka pendek tidak tersedia.

Ketentuan penggunaan paduan OAT standar:


a. Bila semua kriteria di atas tidak ditemukan pada pasien TB RR atau TB MDR
maka pasien tersebut akan mendapatkan paduan OAT standar jangka
pendek.
b. Bila salah satu dari 6 kriteria tersebut di atas ditemukan pada pasien TB RR
atau TB MDR maka pasien tersebut akan mendapatkan pengobatan dengan
paduan OAT standar konvensional atau pengobatan dengan paduan
individual.
c. Pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan paduan OAT standar
jangka pendek terjadi keadaan sebagai berikut: pengobatan gagal (pasien
tidak mengalami konversi pada akhir bulan ke-6), intoleransi obat, putus
berobat lebih dari 2 bulan dan munculnya salah satu kondisi dari 6 kriteria di
atas; maka pada pasien tersebut dilakukan penggantian paduan menjadi
pengobatan OAT standar konvensional atau pengobatan OAT individual.
d. Penggunaan fluorokuinolon dan obat suntik lini kedua selain jenis yang
digunakan dalam paduan OAT standar jangka pendek tetapi diperkirakan
bisa menimbulkan resistensi silang terhadap obat yang dipakai dapat
digunakan sebagai kriteria ekslusi tambahan.
e. Pengobatan OAT standar jangka pendek juga bisa diberikan pada pasien TB
RO anak dan ODHA.
f. Pemilihan jenis paduan OAT standar dilakukan oleh TAK di Fasyankes
Rujukan TB RO maupun dokter terlatih di Fasyankes TB RO.
g. Dosis atau frekuensi pemberian OAT dapat disesuaikan bila:
o terjadi perubahan kelompok berat badan
o terjadi efek samping berat dan obat pengganti tidak tersedia
h. Piridoksin (vit. B6) ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin
dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin
i. Apabila pasien mengalami gangguan penglihatan disebabkan oleh Etambutol
maka pemberian Etambutol bisa dihentikan.
j. Kementerian Kesehatan RI sedang melakukan persiapan peralihan
penggunaan paduan OAT standar jangka pendek secara bertahap.
Diharapkan pada tahun 2018 paduan tersebut akan tersedia secara merata di
seluruh Indonesia. Pada bulan Juli 2017 penggunaan paduan OAT standar
jangka pendek akan dimulai di beberapa Fasyankes Rujukan TB RO yang
ditunjuk. Fasyankes TB RO dan Fasyankes Rujukan TB RO yang belum
memiliki akses kepada paduan pengobatan OAT standar jangka pendek
masih akan menggunakan paduan OAT standar konvensional.

Paduan OAT individual:


a. Paduan OAT Individual untuk pasien TB MDR yang resistan atau alergi
terhadap fluoroquinolon tetapi sensitif terhadap OAT suntik lini kedua (Pre-
XDR):

Paduan OAT individual untuk pasien baru :


8-12 Km - Mfx - Eto - Cs - PAS - Z- (E) - H / 12-14 Mfx - Eto - Cs - PAS - Z - (E) - H

Alternatif dengan Bedaquilin:


8-12 Km - Eto - Cs - Z- (E) - H + 6 Bdq / 12-14 Eto - Cs - Z - (E) - H

Paduan OAT individual untuk pasien pengobatan ulang :

12-18 Km - Mfx - Eto - Cs - PAS - Z- (E) - H / 12 Mfx - Eto – Cs - PAS - Z - (E) - H

Alternatif dengan Bedaquilin:


12-18 Km - Eto - Cs - Z- (E) – H + 6 Bdq / 12 Eto - Cs - Z - (E) - H

b. Paduan OAT individual untuk pasien TB MDR yang resistan atau alergi
terhadap OAT suntik lini kedua tetapi sensitif terhadap fluorokuinolon (Pre-
XDR) :
Paduan OAT individual untuk pasien baru :

8-12 Cm - Lfx - Eto - Cs - Z- (E) - H / 12-14 Lfx - Eto - Cs - Z - (E) - H


Alternatif dengan Bedaquilin:

8-12 Lfx - Eto - Cs - Z- (E) - H + 6 Bdq / 12-14 Lfx - Eto - Cs - Z - (E) - H

Paduan OAT individual untuk pasien pengobatan ulang :

12-18 Cm - Lfx - Eto - Cs - Z- (E) - H / 12 Lfx - Eto - Cs - Z - (E) - H

Alternatif dengan Bedaquilin:


12-18 Lfx - Eto - Cs - Z- (E) - H + 6 Bdq / 12 Lfx - Eto - Cs - Z - (E) - H

c. Paduan OAT Individual untuk pasien TB XDR:

12-18 Cm - Mfx - Eto - Cs - PAS - Z- (E) - H / 12 Mfx - Eto - Cs - PAS - Z - (E) - H

Alternatif dengan Bedaquilin:


12-18 Eto - Cs - Lnz - Cfz - Z- (E) - H + 6 Bdq / 12 Eto - Cs - Lnz - Cfz - Z - (E) - H

d. Paduan OAT individual untuk pasien dengan alergi atau efek samping berat
terhadap OAT oral lini kedua (Grup C) sedangkan OAT suntik lini kedua dan
golongan fluorokuinolon masih bisa dipakai.

Paduan OAT individual untuk pasien yang alergi/ mengalami efek


samping berat terhadap salah satu dari OAT Grup C yang dipakai (Eto
atau Cs) maka OAT penggantinya diambilkan salah satu OAT Grup C
(Cfz atau Lnz) atau D2 (Bdq) atau D3 (PAS) yang tersedia supaya tetap
memenuhi standar minimal 4 macam OAT inti lini kedua. Contoh: Pasien
mengalami gangguan kejiwaan berat yang diduga disebabkan oleh
penggunaan Sikloserin. Dari semua opsi OAT pengganti tersebut, PAS
merupakan OAT yang paling mudah untuk diperoleh.TAK di Fasyankes
Rujukan TB RO mengganti paduan OAT standar konvensional menjadi:
8-12 Km - Lfx - Eto - PAS - Z- (E) - H / 12-14 Lfx - Eto - PAS - Z - (E) - H
Pasien yang mengalami alergi/ efek samping berat terhadap dua OAT
Grup C (Eto dan Cs) maka alternatif paduan OAT individual yang bisa
digunakan yaitu:

Alternatif paduan individual dengan Bedaquilin


8-12 Km - Lfx - (Lnz/Cfz) - Z- (E) - H + 6 Bdq / 12-14 Lfx - (Lnz/Cfz) - PAS - Z - (E) - H

Alternatif paduan tanpa Bedaquilin:


8-12 Km - Lfx - Lnz - Cfz - Z- (E) - H / 12-14 Lfx - Lnz - Cfz - Z - (E) - H

Alternatif lain paduan tanpa Bedaquilin:


8-12 Km - Lfx - (Lnz/Cfz) - PAS - Z- (E) - H / 12-14 Lfx - (Lnz/Cfz) - PAS - Z - (E) - H

Catatan:
Paduan OAT RO standar konvensional juga akan disesuaikan paduannya
menjadi paduan OAT RO individual jika dicurigai ada resistansi terhadap
OAT lini kedua karena ada riwayat penggunaan paduan OAT selama > 1
bulan, misalnya pasien sudah pernah mendapat fluorokuinolon pada
pengobatan TB sebelumnya maka diberikan Levofloksasin dosis tinggi atau
Moksifloksasin. Sedangkan pada pasien yang sudah mendapatkan
Kanamisin sebelumnya maka diberikan Kapreomisin sebagai bagian dari
paduan OAT yang diberikan. Pengobatan individual akan dikembalikan
kepada pengobatan standar bila terbukti OAT lini kedua tersebut terbukti
masih sensitif.

3. Tahapan pengobatan TB RO
a. Lama pengobatan pasien TB RO
Lama pengobatan pasien TB RO bisa berbeda antara satu pasien dengan
pasien yang lain karena tergantung pada riwayat pengobatan TB RO, jenis
pengobatan yang diberikan dan kapan bulan konversi pemeriksaan
bakteriologis bisa tercapai, menurut ketentuan sebagai berikut :
1) Pasien baru/ belum pernah diobati dengan pengobatan TB RR/ TB MDR
diobati menggunakan paduan OAT standar konvensional :
Lama pengobatan adalah 18 bulan setelah konversi biakan
Lama pengobatan minimal 20 bulan.
2) Pasien baru/ belum pernah diobati dengan pengobatan TB RR/ TB MDR,
diobati menggunakan paduan OAT standar jangka pendek:
Lama pengobatan dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
bulan ke empat dan atau pemeriksaan dahak bulan ke enam.
Lama pengobatan minimal 9 bulan dan maksimal 11 bulan.
3) Pasien sudah pernah diobati TB RR/ MDR atau pasien TB XDR, diobati
dengan paduan OAT individual:
Lama pengobatan adalah 22 bulan setelah konversi biakan.
Lama pengobatan minimal 24 bulan.

b. Tahap pengobatan
Pengobatan TB RO dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1) Tahap awal
Menggunakan paduan OAT yang terdiri dari OAT oral dan OAT suntik lini
kedua (kanamisin atau kapreomisin). Lama pemberian tahap awal
ditentukan oleh pada riwayat pengobatan TB RO, jenis pengobatan yang
diberikan dan kapan bulan konversi pemeriksaan bakteriologis bisa
tercapai.
a) Pasien baru belum pernah diobati dengan pengobatan TB RR/ TB
MDR diobati menggunakan paduan OAT standar konvensional :
Lama tahap awal adalah 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Diberikan sekurang-kurangnya selama 8 bulan.
b) Pasien baru/ belum pernah diobati dengan pengobatan TB RR/ TB
MDR, diobati menggunakan paduan OAT standar jangka pendek :
Lama tahap awal adalah 4 bulan atau maksimal 6 bulan
Apabila hasil pemeriksaan dahak pada akhir bulan keempat sudah
negatif maka lama tahap awal adalah 4 bulan.
Apabila pemeriksaan dahak akhir bulan keempat masih positif
maka pengobatan tahap awal dilanjutkan sampai 6 bulan. Bila
hasil pemeriksaan dahak akhir bulan keenam sudah negatif maka
pengobatan tahap awal adalah 6 bulan, apabila masih positif
pengobatan dinyatakan gagal.
c) Pasien sudah pernah diobati atau pasien TB XDR diobati
menggunakan paduan OAT standar konvensional:
Lama tahap awal adalah 10 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Diberikan sekurang-kurangnya selama 12 bulan.
2) Tahap lanjutan
adalah pengobatan setelah selesai tahap awal sampai dinyatakan
pengobatan telah selesai secara lengkap.
a) Pasien Baru dengan pengobatan OAT standar konvensional :
Lama tahap lanjutan adalah 12-14 bulan.
b) Pasien Baru dengan pengobatan OAT standar jangka pendek:
Lama tahap lanjutan adalah 5 bulan
c) Pasien pernah diobati TB RR/ MDR atau pasien TB XDR:
Lama tahap lanjutan adalah 12 bulan

Tabel 5. Durasi Pengobatan TB RO


Tipe pasien Bulan Lama Lama Lama
konversi tahap pengobatan tahap
awal (a) (b) lanjutan
(b-a)
1
Baru Bulan 0-2 8 bulan 20 bulan 12 bulan

Bulan 3-4 8 bulan 21 – 22 13 – 14


bulan bulan
Bulan 5-8 9 – 12 23 – 26 14 bulan
bulan bulan
Baru Bulan 4 4 bulan 9 bulan 5 bulan
diobati OAT
Bulan 6 6 bulan 11 bulan 5 bulan
standar jangka
pendek
2
Pernah diobati Bulan 0-2 12 bulan 24 12
atau TB XDR bulan bulan
Bulan 3-4 13 – 14 25 – 26 12 bulan
bulan bulan
Bulan 5-8 15 – 18 27 – 30 12 bulan
bulan bulan

Catatan:
Satuan bulan yang dimaksud adalah bulan sesuai dosis yang diberikan, bukan
bulan kalender tetapi 1 bulan = 4 minggu = 28 hari.
Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT = Directly Observed Treatment dengan PMO diutamakan
adalah petugas kesehatan atau kader kesehatan terlatih.
Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.

c. Cara Pemberian Obat:


1) Tahap awal:
Suntikan diberikan 5 kali seminggu (Senin-Jumat),
Obat per-oral diberikan 7 kali seminggu (Senin-Minggu).
Untuk paduan OAT standar konvensional, jumlah obat oral yang
diberikan dan ditelan minimal 224 dosis dan suntikan minimal 160
dosis.
Untuk paduan OAT standar jangka pendek, jumlah obat oral yang
diberikan dan ditelan minimal 112 dosis dan suntikan minimal 80
dosis.
2) Tahap lanjutan:
Obat per oral diberikan 7 kali dalam seminggu (Senin-Minggu)
Obat suntikan sudah tidak diberikan pada tahap ini.
Untuk paduan OAT standar konvensional, jumlah obat oral yang
diberikan dan ditelan minimal 336 dosis
Untuk paduan OAT standar jangka pendek, jumlah obat oral yang
diberikan dan ditelan minimal 140 dosis.

Pada pengobatan TB RO tahap awal dapat dimulai dengan dosis kecil


yang naik bertahap (ramping dose/incremental dose) yang bertujuan
untuk meminimalisasi kejadian efek samping obat. Tanggal pertama
pengobatan adalah hari pertama pasien bisa mendapatkan obat dengan
dosis penuh. Lama pemberian ramping dose tidak lebih dari 1 (satu)
minggu.
Tabel 6. Dosis Bertahap untuk memulai kembali pengobatan OAT RO
Hari pertama (beri obat
Hari ke- Hari ke-
Hari Nama obat dalam dosis terpisah
dua tiga
pagi & sore)
Hari ke 1-3 Sikloserin 250 mg 500mg Dosis
(125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke 4-6 Levofloksasin 200 mg 400 mg Dosis
(100 mg + 100 mg) penuh
Hari ke 7-9 Kanamisin 250 mg 500 mg Dosis
(125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke Etionamid 250 mg 500 mg Dosis
10-12 (125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke Pirazinamid 400 mg 800 mg Dosis
13-15 (200 mg + 200 mg) penuh

Setelah menyelesaikan materi di atas, silakan peserta latih mengisi


latihan 1 dan latihan 2
ALUR 2. TATALAKSANA PENGOBATAN TB RO (RAWAT JALAN TAHAP AWAL)
KEGIATAN PENANGGUNG
FORMULIR (Terlampir) PELAKSANA
JAWAB
Rawat Jalan (Tahap Awal) ***Jika PPI di fasyankes satelit
sudah baik dan petugas memiliki
Persiapan rujukan lanjutan pengalaman mengobati pasien
pengobatan ke Fasyankes Satelit TB RO maka tahap awal rawat
Kelengkapan formulir2 rujukan jalan bisa dimulai di fasyankes
Supply OAT
satelit sejak awal

Rawat Jalan di fasyankes TB 01 MDR Dokter/perawat unit TAK Fasyankes


Rawat Jalan di Fasyankes satelit ***
Rujukan TB TB 02 MDR Lab Mikrobiologi Rujukan TB RO/
RO/Fasyankes TB RO Setiap hari kontrol Senin- Jum’at Form pengantar melanjutkan Lab Patologi Klinis Dokter Terlatih
untuk disuntik & menelan obat. pengobatan ke fasyankes satelit Farmasi Fasyankes TB RO
Setiap hari kontrol Senin- Sabtu- Minggu menelan obat
Jum’at untuk disuntik & Form serah terima awal OAT RO
saja.
menelan obat. Sabtu-Minggu ke fasyankes satelit
menelan obat saja. Kontrol dokter 1 kali/minggu.
TB 05 TAK/ Dokter
Pemantauan Klinis, Mengingatkan pemantauan klinis, Form Pemeriksaan Terlatih PMO
bakteriologis (BTA & biakan) bakteriologis (BTA & biakan)
setiap bulan sampai konversi
laboratorium RS TB Farmasi
setiap bulan sampai konversi 01 MDR
biakan. biakan.
Kontrol dokter setiap 2 minggu Kontrol ke fasyankes rujukan TB
TB 02 MDR
selama tahap awal. RO atau fasyankes TB RO setiap TB 03 MDR
1 bulan sekali selama tahap awal.
TB 01 MDR Lab Mikrobiologi/ TAK Fasyankes
TB 02 MDR Lab Patologi Klinis Rujukan TB RO/
Obat suntik diberikan sesuai ketentuan (durasi, frekuensi dan
dosis) Dokter Terlatih
TB 05
Fasyankes TB RO
Form Pemeriksaan
laboratorium RS TB
Pemantauan pengobatan di Tahap Awal 01 MDR
TB 02 MDR
TB 03 MDR
Tahap lanjutan

50
4. Pemantauan Pengobatan Pasien TB RO
Pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons terhadap pengobatan
dan mengidentifikasi efek samping pengobatan. Gejala TB adalah batuk,
berdahak, demam dan berat badan menurun, umumnya membaik dalam
beberapa bulan pertama pengobatan. Pemeriksaan penunjang rutin seperti
pemeriksaan radiologis juga bermanfaat untuk membantu klinisi mengambil
keputusan mengenai kondisi pasien.

Penilaian respons pengobatan adalah konversi pemeriksaan dahak secara


mikroskopis dan biakan. Hasil biakan untuk memantau kemajuan pengobatan
dapat diperoleh 2 minggu - 3 bulan setelah pemeriksaan dahak. Beberapa faktor
yang mempengaruhi lama pemeriksaan biakan adalah efektifitas sistem rujukan
contoh uji, metode biakan yang digunakan dan hasil pemeriksaan biakan, dimana
hasil biakan negatif akan memerlukan waktu yang lebih lama bagi laboratorium
untuk mendapatkan hasil dibandingkan hasil positif.

Evaluasi Utama untuk memantau kemajuan pengobatan pada pasien TB RO


adalah:
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis dan biakan
1) Pengobatan OAT standar konvensional dan individual : dilakukan setiap
bulan pada tahap awal dan setiap 2 bulan pada tahap lanjutan.
2) Pengobatan OAT standar jangka pendek: dilakukan setiap bulan pada
tahap awal dan tahap lanjutan.
b. Uji kepekaan obat lini kedua dapat diulang jika pasien diduga akan
mengalami kegagalan pengobatan.
1) Pengobatan OAT standar konvensional dan individual apabila tidak terjadi
konversi biakan sampai bulan ke-4 pengobatan.
2) Pengobatan OAT standar jangka pendek apabila tidak terjadi konversi
pada pemeriksaan mikroskopis sampai akhir bulan ke-6.

Evaluasi Pendukung untuk memantau kondisi pasien yang terkait dengan proses
pengobatan TB RO adalah :
a. Penilaian klinis termasuk berat badan.
b. Pemeriksaan bersifat ad-hoc sesuai indikasi atau penilaian segera bila ada
efek samping.
c. Pemeriksaan laboratorium penunjang sesuai jadual yang ditentukan.

51
Tabel 7a. Pemantauan Pengobatan TB RO menggunakan
Paduan OAT Standar Konvensional dan Individual
Bulan pengobatan
Pemantauan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi Utama
Pemeriksaan apusan
dahak dan biakan √ Setiap bulan pada tahap awal, setiap 2 bulan pada tahap lanjutan
dahak
Evaluasi Penunjang
Evaluasi klinis
Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap
(termasuk BB)
Uji kepekaan obat √ Berdasarkan indikasi
Foto toraks √ √ √ - √
Ureum, Kreatinin √ 1-3 minggu sekali
selama suntikan
Elektrolit (Na, Kalium, √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cl)
EKG √ Setiap 3 bulan sekali
Thyroid stimulating √ - √ √ - √
hormon (TSH)
Enzim hepar (SGOT, √ Evaluasi secara periodik
SGPT)
Tes kehamilan √ Berdasarkan indikasi
Darah Lengkap √ Berdasarkan indikasi
Audiometri √ Berdasarkan indikasi
Kadar gula darah √ Berdasarkan indikasi
Asam Urat √ Berdasarkan indikasi
Test HIV √ dengan atau tanpa faktor risiko
Tabel 7b. Pemantauan Pengobatan TB RO menggunakan
Paduan OAT Standar Jangka Pendek
Bulan pengobatan
Tahap awal 4 bulan Tahap Lanjutan 5
Jenis pemeriksaan (dapat diperpanjang 6 bulan) bulan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9(11)
Riwayat penyakit X
Pemeriksaan fisik (BB) X X X X X X X X X X
Pemeriksaan Mikroskopis X X X X XX* X X X X XX*
Biakan X X X X X X X X X X
Uji kepekaan (DST) X**
EKG X X X X X X X X X X
Pemeriksaan Audiometri *** X X
Rontgen dada X X X
Darah lengkap X
Kadar Gula Darah X
Serum-Ureum Kreatinin X X X X X
Elektrolit X X X X X
SGOT SGPT, Bilirubin Total X X X X X X
TSH/TSHs X X
Tes kehamilan X
Tes HIV X
Catatan:
1. *) Pada bulan ke 4 dan bulan terakhir pengobatan (bulan ke 9 atau bulan ke 11)
serta pada bulan tambahan menggunakan suntikan ( bulan ke 5 dan ke 6)
dilakukan pemeriksaan mikroskopis menggunakan 2 contoh uji, keputusan
diambil berdasrkan hasil pemeriksaan dari 2 contoh uji tersebut.
2. **) Bila biakan positif pada bulan ke-6 atau terjadi rekonversi, uji kepekaan untuk
OAT lini kedua akan diulang dan pasien dikeluarkan dari paduan jangka
pendek.
3. ***) disarankan menggunakan Simple Electronic Audiometry Test (bila tersedia),
bila tidak tersedia maka bisa menggunakan metode tes audiometri yang lain.
4. Pemeriksaan dapat diulang sesuai indikasi (bila diperlukan)
5. Pemeriksaan tes fungsi hati dapat dilakukan apabila ada indikasi sesuai
keputusan TAK
Setelah menyelesaikan materi di atas, Peserta dapat mengisi latihan 3
Alur 3 : TATALAKSANA PENGOBATAN TB RO RAWAT JALAN (TAHAP LANJUTAN)
FORMULIR PENANGGUNG
KEGIATAN PELAKSANA
(terlampir) JAWAB

Tahap Lanjutan

Di Fasyankes Rujukan TB Di Fasyankes satelit TB RO TB 01 MDR


RO atau Fasyankes TB TB 02 MDR Petugas Kesehatan
RO obat di telan setiap hari
didepan PMO/ kader TB 05 (Dokter/perawat/pet
obat ditelan setiap hari didepan kesehatan terlatih Form Pemeriksaan ugas Laboratorium TAK Fasyankes
PMO
boleh kapan
Kontrol saja setiap
ke dokter pada jam2 Kontrol ke dokter setiap bulan laboratorium RS di RS Rujukan / Rujukan TB RO/
bulan (kecuali bila diperlukan Kontrol
(kecualisetiap 2 bulan ke
bila diperlukan)
TB 01 MDR Fasyankes TB RO Dokter Fasyankes TB
kerja) TB 02 MDR RO
fasyankes Rujukan TB RO
Pemantauan Klinis, atau fasyankes TB RO untuk
bakteriologis (BTA & biakan) konsultasi dan pemantauan
TB 03 MDR
setiap 2 bulan pengobatan
Pemeriksaan penunjang
terjadual atau ad-hoc

TB 01 MDR Petugas Kesehatan TAK Fasyankes


Hasil pengobatan TB 03 MDR di RS Rujukan / Rujukan TB RO/
Fasyankes TB RO Dokter Fasyankes TB
RO
Sembuh Gagal
Meninggal

Pengobatan Lengkap Loss to follow up

54
5. Tatalaksana Pasien Berobat Tidak Teratur
Petugas kesehatan harus mengupayakan agar pasien TB RO tidak putus
berobat. Jika pasien TB RO putus berobat, tindak lanjut yang dilakukan harus
mempertimbangkan :
a. Jenis paduan OAT yang digunakan
b. Lama pengobatan yang telah dijalani.
c. Lama putus berobat.
d. Hasil pemeriksaan apusan dahak untuk BTA.
e. Hasil pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.

Pasien TB RO yang putus berobat bila akan melanjutkan pengobatannya


kembali harus dilakukan telaah menyeluruh oleh dokter di untuk mendapatkan
rekomendasi tindakan selanjutnya. Tindak lanjut pasien TB RO yang putus
berobat dalam tabel berikut ini :

Tabel 8.Tatalaksana pasien TB RO yang berobat tidak teratur


Lama Lama
Pasien Pengobatan Tindak Lanjut
Mangkir Sebelumnya
< 4 minggu Berapapun 1. Melakukan konseling intensif kepada pasien dan
lamanya keluarga.
2. Melanjutkan pengobatan sesuai paduan sebelumnya.
4-8 minggu ≤ 4 minggu 1. Melakukan konseling intensif kepada pasien dan
keluarga.
2. Pengobatan diulangi dari permulaan dengan paduan
OAT yang sama.
> 4 minggu 1. Melakukan konseling intensif kepada pasien dan
keluarga.
2. Lakukan pemeriksaan biakan sebelum memulai
pengobatan, disarankan menggunakan metode cair
(MGIT) yang lebih cepat.
3. Sambil menunggu hasil biakan, pengobatan TB RO
dilanjutkan dengan paduan OAT yang sama dengan
yang didapatkan pasien sebelum pasien mangkir.
4. Evaluasi Hasil Biakan :

55
a. Pasien pengobatan tahap awal :
Hasil biakan negatif, lanjutkan pengobatan
sesuai tahapan pengobatan
Hasil biakan positif dan pasien sudah
mengalami konversi sebelumnya, maka
perhitungan tahap awal menunggu konversi
biakan
b.Pasien pengobatan tahap lanjutan
Hasil biakan negatif teruskan pengobatan
Hasil biakan positif pertimbangkan risiko
kegagalan pengobatan
Ada keterangan bahwa pasien pernah mangkir di
TB 01 MDR.
> 8 minggu ≤ 4 minggu 1. Kartu pengobatan TB 01 MDR ditutup, pasien
dinyatakan sebagai lost to follow up (lalai berobat).
2. Pasien mendapatkan KIE ulang yang menekankan
kepatuhan pengobatan.
3. Pasien ditatalaksana sebagai terduga TB RO dari
awal.
Lakukan pemeriksaan tes cepat.
Jika hasil pemeriksaan Resistan Rifampisin (RR)
dilanjutkan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
untuk OAT lini kedua.
4. Pengobatan bisa dimulai dari awal dengan paduan
OAT yang sama tanpa menunggu hasil uji kepekaan.
5. Tipe pasien tetap sama seperti saat awal pengobatan
sebelumnya.

6. Penyesuaian paduan dimungkinkan bila hasil uji


kepekaan lini kedua sudah keluar dengan hasil
resistensi OAT bertambah.

7. Pasien dengan Paduan OAT standar jangka pendek


harus berganti ke paduan OAT standar konvensional.

> 8 minggu > 4 minggu 1. Kartu pengobatan TB 01 MDR ditutup, pasien


dinyatakan sebagai pasien lost to follow up (lalai
berobat).

56
2. Pasien mendapatkan KIE ulang yang menekankan
kepatuhan pengobatan.
3. Pasien ditatalaksana sebagai terduga TB RO dari awal.
Lakukan pemeriksaan konfirmasi dengan tes cepat.
Bila hasil tes cepat Resistan Rifampisin, lakukan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan untuk OAT
lini kedua.
4. Pengobatan dimulai setelah ada hasil uji kepekaan.
5. Tipe pasien adalah pasien yang kembali berobat
setelah putus berobat (lost to follow up) dari
pengobatan dengan OAT lini kedua.
6. Penyesuaian paduan dimungkinkan bila hasil uji
kepekaan lini ke-2 keluar.
7. Jika kondisi pasien memburuk, pasien bisa diobati
dengan pengobatan standar TB RO tanpa menunggu
hasil uji kepekaan, paduan OAT menggunakan obat
golongan injeksi, fluorokuinolon dan OAT lini kedua lain
yang belum dipakai. Berbeda.
8. Pasien dengan Paduan OAT standar jangka pendek
harus berganti ke paduan OAT standar konvensional/
Individual sesuai hasil Uji Kepekaan.

Catatan: Pemeriksaan dahak secara mikroskopis, biakan


dan uji kepekaan dilakukan di laboratorium yang
telah tersertifikasi.
Keputusan pengobatan kembali pasien TB RO
yang berobat tidak teratur diambil oleh TAK di
Fasyankes Rujukan TB RO atau Dokter Terlatih
di Fasyankes TB RO.

6. Tatalaksana Kasus Gagal Pengobatan


Keputusan untuk menetapkan kasus gagal
pengobatan dilakukan oleh TAK di Fasyankes
Rujukan TB RO atau dokter terlatih di Fasyankes
TB RO berdasarkan pertimbangan klinis dan hasil
biakan. Adapun kondisi yang menyebabkan
kasus gagal pengobatan berdasarkan
pertimbangan berikut ini :

57
a yang secara klinis, radiologis, dan biakan
.
menunjukkan penyakit masih aktif
P progresif, atau kondisi klinis kembali
a
memburuk setelah
s
i
e
n

d
e
n
g
a
n

r
i
s
i
k
o

g
a
g
a
l

p
e
n
g
o
b
a
t
a
n
,

y
a
i
t
u
:
P
a
s
i
e
n
58
pengobatan bulan ke-4. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada pasien
dengan resiko gagal pengobatan :
1) Menelaah kartu pengobatan pasien (TB.01 MDR) untuk menilai
kepatuhan pengobatan.
2) Melakukan konfirmasi apakah pasien sudah menelan semua obat yang
diberikan, dengan melakukan wawancara ulang pada pasien.
3) Menelaah ulang paduan pengobatan dan menghubungkannya dengan
riwayat pengobatan, kontak dengan pasien TB RO dan laporan hasil uji
kepekaan. Bila paduan tersebut tidak adekuat maka sebaiknya ditetapkan
paduan yang baru.
4) Menelaah ulang hasil pemeriksaan mikroskopis dahak dan biakan secara
serial serta membandingkannya dengan kondisi klinis pasien dan
gambaran radiologis.
5) Melakukan uji kepekaan ulang untuk OAT lini kedua untuk mengetahui
apakah ada resistensi tambahan terhadap OAT lini kedua.
6) Pasien dengan hasil pemeriksaan mikroskopis dahak dan biakan negatif
tetapi terdapat perburukan klinis mungkin diakibatkan oleh penyakit lain
selain TB RO.
7) Menelaah ulang adanya penyakit lain yang dapat menurunkan absorpsi
obat (seperti: diare kronik) atau penurunan sistem imunitas (misalnya:
infeksi HIV).
8) Perubahan paduan pengobatan ditetapkan oleh Tim Ahli Klinis di
Fasyankes Rujukan TB RO dan dokter terlatih di Fasyankes TB RO
dengan masukan dari TAK fasyankes Rujukan TB RO. Di Fasyankes
Rujukan TB RO pengambilan keputusan dilakukan oleh TAK dengan
masukan dari Tim Terapeutik jika diperlukan. Efektivitas pengobatan ini
baru dapat dinilai setelah 3-4 bulan yaitu dengan melihat konversi biakan.
9) Penatalaksanaan dilakukan seoptimal mungkin, termasuk pertimbangan
tindakan operasi jika memungkinkan.

b. Penghentian Pengobatan sebelum waktu, yaitu:


Pengobatan TB RO dapat dipertimbangkan untuk dihentikan oleh TAK di
Fasyankes Rujukan TB RO atau dokter di Fasyankes TB RO sebelum
waktunya apabila memenuhi kriteria:
1) Pasien dinyatakan “loss to follow up” jika pasien telah berhenti berobat
selama 2 bulan berturut-turut atau lebih. Jika pasien datang kembali
setelah dihentikan pengobatannya, TAK di Fasyankes Rujukan TB RO
atau Dokter di Fasyankes TB RO memperlakukan pasien tersebut
sebagai terduga TB RO dari awal, menutup kartu TB 01 MDR dengan
hasil “loss to follow up” dan membuat kartu pengobatan TB 01 MDR
baru bila pasien akan berobat kembali.
2) Pengobatan dinyatakan “Gagal”, jika pasien memenuhi salah satu dari
kriteria di bawah ini:
pengobatan dihentikan oleh TAK atau Dokter karena terjadi efek
samping obat yang berat yang tidak dapat ditangani.
Pasien membutuhkan perubahan paduan pengobatan TB RO yaitu ≥
2 obat TB RO karena terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap
obat TB RO golongan kuinolon atau obat injeksi lini kedua.
Tidak ada respon yang adekuat terhadap pengobatan yang ditandai
dengan tidak terjadinya konversi sampai dengan akhir bulan ke-8
pengobatan.
Pada pengobatan dengan paduan OAT standar jangka pendek bila
hasil pemeriksaan mikroskopis akhir bulan ke enam masih positif.
Terjadi reversi pada fase lanjutan (setelah sebelumnya konversi).
Reversi adalah kondisi dimana pemeriksaan biakan pada tahap
lanjutan 2 (dua) kali berturut-turut hasilnya positif. Jika pasien dengan
reversi, maka pengobatan dinyatakan gagal.

Setelah pengobatan pasien dinyatakan gagal, pengobatan dapat


dipertimbangkan kembali oleh TAK di Fasyankes Rujukan TB RO atau
dokter terlatih di fasyankes TB RO dengan menggunakan paduan OAT
individual yang masih tersedia dan masih terbukti sensitivitasnya serta
membuka kartu pengobatan TB 01 MDR baru.

Pertimbangan untuk menghentikan pengobatan, yaitu:


a. Pertimbangan klinis.
Secara klinis, meneruskan pengobatan hanya akan menambah
penderitaan pasien karena efek samping dan tidak ada respons terhadap
pengobatan (gagal).
b. Pertimbangan kesehatan masyarakat (public health).
Meneruskan pengobatan yang cenderung gagal akan menimbulkan
terjadinya resistansi obat yang lebih kompleks dan beresiko terjadinya
penularan bentuk TB yang kompleks tersebut di masyarakat luas.
Tindakan suportif pada pasien yang dihentikan pengobatannya, yaitu:
a. Bila memungkinkan lakukan review menyeluruh mengenai tindakan non
medikamentosa untuk pasien, misalnya tindakan bedah.
b. Berikan obat-obatan simptomatis sesuai indikasi
c. Terapi oksigen untuk pasien dengan sesak napas sesuai indikasi
d. Konsumsi makanan gizi seimbang
e. Kunjungan petugas kesehatan dilakukan secara teratur.
f. Jika diperlukan pasien bisa menjalani rawat inap untuk perbaikan kondisi
klinis
g. Pendidikan kesehatan terutama untuk melakukan pengendalian infeksi di
lingkungannya.

Tatalaksana Pasien dengan hasil biakan berubah dari negatif menjadi


positif
Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis dan biakan) merupakan metode
pemantauan yang paling tepat untuk memonitor keberhasilan pengobatan.
Program Nasional TB menetapkan pemeriksaan follow up setiap bulan
selama tahap awal dan setiap dua bulan untuk tahap lanjutan (setiap bulan di
fase lanjutan untuk pasien dengan paduan OAT standar jangka pendek).
Jika TAK di Fasyankes Rujukan TB RO atau Dokter terlatih di Fasyankes TB
RO menemukan hasil pemeriksaan biakan yang kembali menjadi positif pada
pasien yang sebelumnya sudah negatif ataupun tercapai konversi dan tidak di
dukung dengan perburukan kondisi klinis pasien, langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah :
a. Menelaah kepatuhan dan keteraturan pengobatan dengan melihat kartu
TB 01 MDR
b. Menelaah kondisi klinis dan hasil follow up radiologis.
c. Membandingkan hasil biakan dengan hasil pemeriksaan BTA secara
serial. Bila terjadi reversi biakan biasanya juga akan didapatkan reversi
BTA terlebih dahulu.
d. Melakukan pemeriksaan BTA dan biakan ulang, dari 2 sampel sebagai
konfirmasi untuk menyingkirkan kemungkinan kontaminasi :
Jika hasil negatif maka yang terjadi adalah kontaminasi dan hasil
positif sebelumnya bisa diabaikan.
Jika hasil biakan positif dengan jumlah hitung koloni sama atau lebih
tinggi maka telah terjadi reversi pada pasien bersangkutan.
e. Melakukan pemeriksaan radiologis untuk melihat perkembangan
penyakit.
f. Menelaah ulang adanya penyakit lain yang dapat menurunkan absorpsi
obat.

Alur 4. Tatalaksana pasien dengan hasil biakan berubah dari negatif menjadi positif

EVALUASI :
- Melakukan review kartu pengobatan pasien
- Evaluasi DOT untuk memastikan OAT diminum secara benar

TINDAKAN :
- Ulangi pemeriksaan BTA dan biakan sekurangnya dari 2 sampel
sebagai konfirmasi
- Ulangi pemeriksaan radiologi untuk melihat perkembangan penyakitnya

Hasil Pemeriksaan Biakan


POSITIF
NEGATIF

- Ulang Uji kepekaan M.tuberculosis (FLD dan SLD) Kemungkinan


- Bila hasil berbeda pola resistensi maka kontaminan dan
pertimbangkan kemungkinan reinfeksi, infeksi silang pengobatan dilanjutkan
atau transient resistance
- Lakukan pemeriksaan strain kuman bila fasilitas
tersedia

Sesuaikan paduan OAT dengan pola


resistansi baru
7. Penetapan Hasil Pengobatan Pasien TB RO
a. Sembuh
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman
pengobatan TB RO tanpa bukti terdapat kegagalan, dan
Hasil biakan telah negatif minimal 3 kali berturut-turut dengan jarak
pemeriksaan minimal 30 hari selama tahap lanjutan.
b. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan
TB RO tetapi tidak ada hasil pemeriksaan biakan yang terdokumentasi untuk
memenuhi definisi sembuh maupun gagal.
c. Meninggal
Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB RO.
d. Gagal
Pengobatan TB RO dihentikan atau membutuhkan perubahan rejimen ≥ 2
OAT RO yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di bawah ini
yaitu :
1) Tidak ada respon yang adekuat terhadap pengobatan yang ditandai
dengan tidak terjadinya konversi sampai dengan akhir bulan ke-8
pengobatan.
2) Pada pengobatan dengan paduan OAT standar jangka pendek bila hasil
pemeriksaan mikroskopis akhir bulan ke enam masih positif.
3) Terjadi reversi (hasil biakan kembali menjadi positif) pada fase lanjutan
(setelah sebelumnya konversi).
4) Pengobatan dihentikan oleh TAK atau Dokter terlatih Fasyankes TB RO
karena terjadi efek samping obat yang berat yang tidak dapat ditangani.
5) Pasien membutuhkan perubahan paduan pengobatan TB RO yaitu ≥ 2
OAT RO karena terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap obat
golongan kuinolon dan obat injeksi lini kedua.
e. Loss to follow-up (putus berobat)
Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih.
f. Tidak dievaluasi
1) Pasien yang belum mempunyai hasil akhir pengobatan, misalnya pasien
TB RO yang mendapatkan perpanjangan waktu pengobatan
2) Pasien yang tidak diketahui hasil akhir pengobatan, misalnya pasien TB
RO yang pindah ke Fasyankes rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO
yang berada di wilayah lain dan hasil akhir pengobatannya tidak diperoleh
oleh Fasyankes yang merujuk.

Evaluasi Lanjutan Setelah Pasien Sembuh atau Pengobatan Lengkap


Tujuan utama pengobatan pasien TB RO adalah untuk memastikan kesembuhan
pasien dan mencegah kekambuhan. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan
surveilens berupa pemantauan terhadap efektifitas paduan OAT yang digunakan.
Semua Fasyankes rujukan TB RO dan Fasyankes TB RO wajib melakukan
evaluasi paska pengobatan terhadap pasien TB RO yang telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap sebagai bagian dari tata laksana pasien.
Upaya tersebut dilakukan melalui beberapa langkah di bawah ini:
a. Fasyankes rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO membuat jadual
kunjungan untuk evaluasi paska pengobatan.
b. Evaluasi dilakukan setiap 6 bulan sekali selama 2 tahun kecuali timbul gejala
dan keluhan TB seperti batuk, produksi dahak, demam, penurunan berat
badan dan tidak ada nafsu makan maka pasien segera datang ke Fasyankes
rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO.
c. Memberikan edukasi kepada pasien untuk mengikuti jadual kunjungan paska
pengobatanyang telah ditentukan.
d. Pemeriksaan yang dilakukan adalah anamnesis lengkap, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan dahak, biakan dan foto toraks.
e. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan terjadinya kekambuhan. Jika
terjadi kekambuhan, tatalaksana pasien sebagai Terduga TB RO.
f. Memberikan edukasi kepada pasien untuk menjalankan PHBS seperti olah
raga teratur, tidak merokok, konsumsi makanan bergizi, istirahat dan tidak
mengkonsumsi alkohol.
g. Melakukan pencatatan dalam formulir TB 01 MDR dan TB 03 MDR.
8. Pencatatan dan Pelaporan Pengobatan TB RO
Pencatatan dan pelaporan merupakan komponen penting dalam kegiatan
surveilans TB Resistan Obat. Kedua hal tersebut (pencatatan dan pelaporan)
merupakan dapat menjadi sumber informasi untuk diolah, dianalisis,
diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan sebagai bahan dalam pengambilan
keputusan.

Data yang dikumpulkan dalam surveilans harus valid (akurat, lengkap dan tepat
waktu) sehingga menjamin kualitas pengolahan dan analisis data. Sistem
pencatatan dan pelaporan kegiatan MTPTRO mengacu pada sistem yang sesuai
dengan pencatatan pelaporan strategi DOTS.
a. Jenis Formulir Dalam Kegiatan Pengobatan TB RO
Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan oleh Fasyankes Rujukan
TB RO dan Fasyankes TB RO adalah sebagai berikut :
1) Formulir Kunjungan Rumah
65
66
67
68
Lvnpiran
G.lmb.lr de-nah rumah pasi,e,n :
NJnu :...................................•.•.••.•. No. Regi,Lor ,uspok: .•..•... J I I .
ke Puskesmas Kee.unatM I Pusk!:smu Kthnhan t!tdfbt

NJIT\.l Pusk.esm.u : ---------


AJ.tmat puskesmas • ····················-··-·-··-··-·-·--··-··-·-·············································
Rt. I Rw. : ·····-··-··-·-··- Kellnh.ln : .

69
2) Formulir persetujuan Tim Ahli Klinis

70
71
3) Formulir Data Dasar Pasien

72
Ill. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwa ,at Pengobatan TB sebelumnva (dari pertama hine,ra terakhir
No. Tingcal Dimulai Pttduan din Umi f,1silitis Kes.ehatan DOTS Ha:SilAkhir
(tgl/bln/thn) (bulon) (Y/T) P•ncobihn
(las.mbuh,
2:l)*n,Cobltln
t.nt\lp, 3::gagal,
4:d•fault, 5-ak
ddtetahui)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kontak dengan pasien TB akt� : D Todak Jika lya D MOR D Bukan MOR

Ko-Morbiditas Lamanya Catalan (Pefliobatan, Status, dll)


0 Diabetes Mellitus Tahun
0 Hipertensl Tahun
0 Kanker Tahun
0 lnfeksi HIV/AIDS Tahun status=----------
0 Penyakit Ginjal Tahun
0 Penyakit Paru-paru Lainnya Tahun
0 Hepatitis Krenik Tahun
0 Epilepsi Tahun
0 Kondisi Psikiatrik Tahun
0 Lainnya Tahun

Alergi : (Nania Obat � Tipe Reaksi)


1.
2.
D Obat lain yang sedang dilconsumsi/lamanya : ----------------

Riwayat Operasi : D Tidak Pernah D Pneumonectomy/Lobectomy


O Lainnya, tuliskan _
Tan(ialOperasi:_/_/ Komplikasi: _

IV. RIWAYAT SOSIAL

Rokok Alkohol Narkoba


OSekarang D Sekarane OSekarang
DDulu OOulu D Oulu
D Tidak Pernah O Tidak Pemah D Tidak Pemah
Batang/hari x tahun Jenisfbotol/hari x tahun Jenis (shabu, marijuana, dlij

UntukPerempuan: Haid Terakhir _/_/ G_P_ A_


Kontrasepsi yang dipergunakan (hanya untuk perernpuan) : D No D Ya, tuliskan _

73
74
75
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR DATA DASAR

NO. DATA INSTRUKSI


1. Lokasi RS rujukanTB RO/ Berilah tanda rumput () pada salah satu lokasi yang
RS TB RO merupakan tempat pasien dilakukan skrining
2. No. Register Pasien Isilah dengan kode yang merupakan nomor Pasien
terduga terduga dari Register Pasien terduga TB MDR
RSMDR/NO/BLN/THN
3. Tanggal Isilah dengan format tanggal/bulan/tahun (tgl/bln/thn)
DEMOGRAFI
4. Nama Lengkap Isilah nama lengkap pasien
5. Jenis Kelamin Berilah tanda rumput () pada salah satu jenis kelamin
pasien
6. Usia Isilah usia pasien (lakukan pembulatan kebawah untuk
usia)
7. Tempat Lahir Isilah kab/kota tempat pasien lahir sesuai akte
8. Tanggal Lahir Isilah tanggal lahir pasien dengan format
tanggal/bulan/tahun
9. Status pernikahan Berilah tanda rumput () pada salah satu status
pernikahan pasien
10. Agama Sudah jelas
11. Alamat Lengkap Isilah dengan alamat tetap pasien, tuliskan nama jalan,
blok, nomor rumah, RT., RW., kelurahan, kecamatan,
kota, propinsi dan kode pos
12. Nomor Telepon Rumah Isilah dengan nomor telepon rumah tinggal pasien,
sertakan juga kode area
13. Nomor Handphone Isilah dengan nomor handphone yang dapat dihubungi
14. Pekerjaan Isilah dengan pekerjaan pasien
15. Nama Perusahaan Isilah dengan nama perusahaan tempat pasien bekerja
16. Alamat Kantor Isilah dengan alamat tempat pasien bekerja
17. Telepon Kantor Isilah dengan nomor telepon tempat pasien bekerja
18. Jumlah Tanggungan Isilah dengan jumlah anggota keluarga yang menjadi
tanggungan pasien
19. Nama Istri/Suami Isilah dengan nama istri/suami pasien
20. Nama Ayah/wali Isilah dengan nama ayah kandung/wali pasien

76
21. Nama Ibu Isilah dengan nama ibu kandung pasien
22. Alamat Orang tua Isilah dengan alamat lengkap orang tua pasien. Tuliskan
nama jalan, blok, nomor rumah, rt., rw.,kelurahan,
kecamatan, kota, propinsi dan kode pos
23. Nomor Telepon Isilah dengan nomor telepon dari orang tua pasien yang
dapat dihubungi

24. Penghasilan Keluarga per Berilah tanda rumput () atau isilah berapa jumlah
bulan penghasilan keluarga per bulan. Jika terdapat lebih dari
satu sumber penghasilan, jumlahkan terlebih dahulu.
25. Kerabat yang dapat Tuliskan nama kerabat yang dapat dihubungi bila
dihubungi bila diperlukan diperlukan. Tuliskan hubungan kerabat tersebut dengan
/hubungan/alamat/telepon pasien dan isilah alamat lengkap serta nomor telepon
kerabat tersebut
26. Dirujuk oleh Berilah tanda rumput () pada salah satu dokter praktik
swasta/fasilitas kesehatan yang merujuk pasien. Tuliskan
nama fasilitas kesehatan/dokter tersebut, dan tuliskan
dengan lengkap alamatnya.
27. Jumlah Kontak Serumah Tuliskan berapa jumlah orang satu rumah yang kontak
dengan pasien, kelompokkan berdasarkan usia ≤ atau >
14 tahun.
28. Keluhan Utama Tuliskan keluhan utama pasien
GEJALA KLINIS
29. Berilah tanda rumput () pada setiap gejala klinis yang dirasakan oleh pasien,
lengkapi dengan lamanya gejala dirasakan, dan tuliskan penjelasan dari setiap gejala
yang dirasakan pasien.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
30. Riwayat pengobatan TB Isilah tabel yang tersedia dengan riwayat pengobatan TB
sebelumnya sebelumnya yang pernah diterima oleh pasien, mulai dari
yang pertama hingga terakhir. Tuliskan tanggal dimulai,
paduan OAT dan lamanya, nama FASYANKES/dokter yang
memberikan, apakah dengan DOTS atau tidak dan
bagaimana hasil akhir pengobatannya.
31. Kontak dengan pasien TB Berilah tanda rumput () pada salah satu pilihan yang
aktif sesuai.

77
32. Ko-Morbiditas Berilah tanda rumput () pada ko-morbiditas (penyakit
penyerta) yang juga dialami pasien. Isilah lamanya dan
tuliskan riwayat pengobatan atau status penyakit
penyerta pasien.
33. Alergi Bila pasien memiliki alergi terhadap obat-obatan, isilah
nama obat dan tipe reaksi alerginya (keluhan)
34. Obat lain yang sedang Isilah dengan nama/jenis obat yang sedang dikonsumsi
dikonsumsi
35. Riwayat Operasi Isilah dengan riwayat operasi yang pernah dilakukan
pasien, tuliskan tanggal dan komplikasi yang dialami jika
ada.
RIWAYAT SOSIAL
36. Merokok, Alkohol, Tuliskan riwayat penggunaan, jumlah dan jenisnya
Narkoba
37. Riwayat Obstetri (Hanya Tuliskan Hari Pertama Haid Terakhir, Gravida (G) –
untuk Wanita) Jumlah Kehamilan, Para (P) – Jumlah anak yang dilahirkan
hidup, Abortus (A) – Jumlah anak yang dilahirkan mati

38. Tanda Vital Isilah dengan lengkap seluruh tanda vital pasien,
termasuk tinggi dan berat badan.
39. Pemeriksaan Fisik Umum Lengkapi pemeriksaan fisik umum pasien, deskripsikan
bila terdapat kelainan.
40. Prosedur Laboratorium Tuliskan hasil pemeriksaan laboratorium yang telah
dilakukan oleh pasien (Pemeriksaan Apusan Dahak,
Biakan, dan uji kepekaan), berikan tanggalnya.
41. Hasil Laboratorium Isilah hasil pemeriksaan laboratorium lain (darah, urin)
Lainnya yang telah dilakukan oleh pasien, berikan tanggalnya.
42. Foto Rontgen Dada Isilah dengan tanggal pemeriksaan dilakukan, dan
gunakan kode untuk diisikan pada kotak sesuai dengan
lobus paru dimana kelainan tersebut ditemukan.
PENILAIAN
44. Berilah tanda rumput () pada salah satu kriteria yang sesuai, berikan pula tanda
rumput () pada tipe Pasien terduga. Tuliskan penyakit lain selain TB yang dialami
pasien.

78
RENCANA TINDAK LANJUT
45. Berilah tanda rumput () pada rencana tindak lanjut yang akan dijalankan oleh
pasien, tuliskan jumlah pemeriksaan yang harus dilakukan, paduan obat bila pasien
akan mendapat OAT sementara menunggu hasil pemeriksaan.
46. Dokter Pemeriksa Isilah dengan nama dokter pemeriksa dan tanda
tangannya. Isilah tanggal dilakukan pengisian data dasar.

79
4) TB. 01 MDR
Kartu TB 01 MDR disimpan di Fasyankes Rujukan TB RO atau TB RO, dan
dibuatkan salinannya (copy) apabila pasien melanjutkan pengobatan di
Fasyankes satelit.

80
81
� R:1.-:-
k:n
'
��IILOR.F.:1.-:.)'CI�
'
-
. :,i,i � ��.::.ao::.r.;:•
l*"- a2) I .,_�e:.:c4d: DST I

-
u:, • .a I TOI A.:: :Cl:! T,::.-:.1:
• H4-:all��"

f;!

Fi��
BT....
"""""" !S,TA I
•• • I • • • • • I

I
::!A. I' ffi I'
, ..as
""·
"' """""'" •
D �::turTe Fl. ,_1�.

� ' � u, ltleea�
lrlleladlce

1- 1 � 1a�
]S f f:a)

..... . . -·-
.. I I I
··-

---
I I I I
3
""
M..""'ICC�· M:1:-� H ts:

.
.. c : :.e,,it'b,·:a.:r.a� "�

"""""" I
2


';):t� I
:1�11:1.-:.id :-1(.:.�,c :Ztr.:.
1111:,e,bo,os .....
oc;e,t;
:lnl
•.
e R : l?"..J';.:xs c-=-i Ol'll. : Olk-�
e tE:l�ct;.� .llil.."n'.I::� CL=-.o..'H"::_., �s

,,
'"' � �
�� .. &[;:)

�� p - :

-
'2 Wtee! : iii"t::_. :=,::.;:. oecr.ur.:ti.--
, ._ 82

1:;:.3,3 ··ZC
n
u-=- '1-"l•t·>C ace -
,., $CCl
9l(e:,loN

-
d;:d.3)�
>'S-30�
1-:2":J-1:(C �
1!:,
n
,.. Ti:ID IOccle � BeiC::,i.:.� l�J
Fo:t:>
,ie. !�·
'1 ! 5' =1:-� 7:F'( �
. .. _ 1 : K.:rot"::.:;
�:�k::::::al

....
1:f:F'l (S:�....ei
::::� •Sf:�
2.: t.cc'Ul (i,:J : B'r:::;11 Ac-u;:.
�:3,
:.,:::
:� ... H:Pt :::t:D:,,::
�.
-=··
S.: t...trs�=::t
... ,,� 112: a ,1e::t;:1cer.;

..
,:::
£<,r�F•=I� !1$.:-E

:?.'1:W�A.
K3!�·C'::!!_.....
-""'
,s �:: W�b�:t lladie:l��
�. aa :.lac=.=--

C.IIQlWJ!IIUf .,..,,
� :=:::::t,��• 111..hr..a..a, a- c,,e:n1t�1 � t:,:sed =::c.x:eiw.::.:i:4 oecr,;�ilif,

�.� �'!<tS..•..Nl T.4-HO� �

- H.Oll 2 ,sst ....

82
'
'

-
P �

( T L� - - -
O jl

�-
- �-
JLS�YAM O •

�- - -
• •
MO"i.F4$

- ... .... K=:": :leaillll-�a::>ie! !JS"CC:::-.. 1:-.� �,f#!"II!$.

-
c:c.-

-Q,lu) ..
u,

-
L T.NiUloP A]9AI.. G?:n

""""" , • • ,,,
sJ
• •


2
'
e
'

- = ,,
u u
"" r;
" '"
ti ff

- 0 2' z:,

,..
n
"'
:s ,. ,,, ,.

"' ""' "'


-:,.,,..

.,. z

... 0

-
.

£
, kSll'I _

=- ...._ D! �

11S9-.
- _.

83
-
-

83
84
Petunjuk pengisian formulir TB 01 MDR
Halaman 1
1. Nama Pasien Sudah jelas
2. Alamat lengkap Tulis lengkap
3. Nama PMO Tuliskan nama Pengawas Menelan OAT pasien
secara lengkap, kemudian dalam kurung tulis status
PMO tersebut, misalnya: (petugas kesehatan),
(kader), dll.
4. Alamat lengkap PMO Tulis lengkap
5. Jenis kelamin Beri tanda pada kotak yang sesuai.
6. Umur Tulis umur penderita dalam tahun.
7. Parut BCG Beri tanda pada kotak yang sesuai.
8. Catatan Tulis hasil pemeriksaan lain yang dilakukan
misalnya pemeriksaan lain seperti biopsi,
histopatologi dll.
9. Nama Fasyankes Tulis nama Fasyankes Rujukan/Sub Rujukan TB
Rujukan/Sub Rujukan TB RO tempat pasien berobat
RO
10. Tahun Tahun mulai pengobatan
11. No. Reg.TO RO Fasyankes Tuliskan no register pasien TB RO sesuai
ketentuan :
“AA / BBB”
A : 01 = RS. Persahabatan
02 = RS. Dr. Soetomo
B : Nomor urut pasien sesuai urutan pasien yang
diobati pada tahun tersebut. Misal : 01/010
12a. No.Reg.TB RO Kab/Kota Diisi oleh wasor, sesuai nomor register TB RO
kabupaten/ kota (TB.03 MDR)
12b Provinsi Tulis nama provinsi tempat pasien berobat
13. Tanggal Registrasi Tulis tanggal pasien di registrasi
14. Asuransi kesehatan pasien Beri tanda pada kotak yang sesuai, dan
sebutkan jika ada
15. Pemeriksaan kontak Tulis nama, jenis kelamin, umur dari semua orang
serumah yang tinggal serumah dengan penderita TB RO.
Lakukan pemeriksaan sesuai petunjuk, kemudian

85
tulislah tanggal dan hasil pemeriksaan tersebut.
16. Dirujuk oleh Beri tanda pada kotak yang sesuai dan tuliskan
nama yang sesuai
17. Klasifikasi pasien Beri tanda pada kotak yang sesuai. Pada
pasien Ekstra Paru, tulislah dimana lokasinya,
18. Tipe Registrasi pasien Beri tanda pada kotak yang sesuai.
19. Riwayat pengobatan TB Tuliskan periode pengobatan, rejimen pengobatan
sebelumnya dan hasil pengobatan jika pasien sudah pernah
mendapat pengobatan TB sebelumnya.
Misalnya : “Januari – Juni 2010”
20. Pertemuan Tim Ahli Klinis Tuliskan tanggal, tujuan dan keputusan tim ahli
klinis secara lengkap
21. Apakah pernah Beri tanda pada kotak yang sesuai. Lengkapi
mendapatkan OAT Lini dengan jenis OAT lini kedua dan lamanya
kedua menelan obat tersebut
Halaman 2
22. Hasil pemeriksaan dahak Hasil tersebut harus ditulis sesuai baris dari bulan
pemeriksaan yang dilakukan, misalnya baris bulan D
untuk pemeriksaan awal (kepentingan diagnosis).
Baris bulan ke 1 untuk pemeriksaan pada akhir
bulan ke 1, dan seterusnya.
Pada kolom BTA :
Tulis hasil tingkat positif (gradasi) yang tertinggi
(misal : ++ = ditulis 2+, +++ = ditulis 3+) atau Neg
jika hasil nya negatif.
Pada kolom biakan :

PEMBACAAN PENCATATAN

> 500 koloni 4+


200 – 500 koloni 3+
100 – 200 koloni 2 +
20 – 100 koloni 1 +
1 – 19 koloni Jumlah koloni
Tidak ada pertumbuhan Negatif
23. Hasil rapid test Beri tanda pada kotak yang sesuai
SR : MTB sensitif R

86
RR : MTB resistan R
N : MTB Negatif
I : Invalid/ Error
24. Hasil uji kepekaan OAT Tulis hasil uji kepekaan masing – masing Obat
sesuai kolomnya.
S = sensitif
R = resisten
TD = Tidak dilakukan
25. Kode Hasil Bacaan Foto Tulis tanggal dan kode hasil bacaan foto thorax
Thorax sesuai tabel
26. Catatan Tuliskan catatan apabila ada kejadian khusus dan
penting yang terjadi selama masa pengobatan),
misal efek samping, pasien melanjutkan
pengobatan ke Fasyankes satelit dsb.
Halaman 3
1. 27.
Tuliskan tanggal
Paduan penentuan
TB RO yang atau perubahan
diberikan rejimen baik dosis maupun penghentian salah
satu obat.
2. Tulis berat badan pasien (dalam Kg) pada
tanggal tersebut.
3. Tulislah jumlah tablet/ dosis obat suntik pada
kolom OAT yang diberikan.
4. Beri tanda “X” pada kolom obat yang
dihentikan penggunaannya
28. Tahap awal 1. Kolom Pemberian Obat : Di kolom bulan,
tulis nama bulan pengobatan.
2. Di kotak-kotak tanggal, beri tanda jika
penderita datang mengambil obat atau
pengobatan dibawah pengawasan petugas.
3. Beri tanda O pada tanda jika pada hari itu
pasien juga mendapatkan pengobatan
suntikan.
Contoh:

Tanggal 6 7 8 9 10 11 12 13
Tanda O O O O O

87
Halaman 4
29. Tahap lanjutan Sama dengan kolom pemberian obat tahap
intensif.
30. Catatan akhir pengobatan Tulis pada kolom catatan jika ada kejadian penting
yang menyertai akhir pengobatan, misalnya bila
pasien dinyatakan default, tulis upaya yang telah
dilakukan, hasil pelacakan pasien tersebut.
30 Hasil akhir pengobatan Tuliskan tanggal hasil akhir pengobatan pada
kotak yang sesuai
31 Status HIV pada saat P : positif
diagnosis TB RO N : negatif
TD : tidak diketahui
32 Status HIV pada saat akhir P : positif
pengobatan TB RO N : negatif
TD : tidak diketahui
33 ART Y : ya
T : Tidak

88
5) TB.02 MDR :
Kartu TB.02 disimpan oleh penderita. Setiap kali penderita dating untuk
berobat kartu ini harus dibawa, Petugas berkewajiban mengisi kartu ini
selesai memberikan obat kepada penderita. Selain mencatat identitas
penderita, kartu ini dipakai pula untuk mencatat paduan obat yang
diberikan kepada penderita, jumlah obat yang telah diberikan kepada
penderita, tanggal harus kembali, tanggal pemeriksaan ulang dahak, dan
catatan lain oleh dokter atau perawat. Cara pengisian data pada sampul
depan cukup jelas dan sesuaikan dengan kartu pengobatan pasien (TB
01 MDR).

89
Tanggal Peljanpan
liooi (la,�lxitter, Pertsa IJarg � 15at!il

T� Perierlsalrl
Palm Tmlaigln HiM Cala!!ii
f�dll!ii

l13 lalrill U1 &dj\ ll!lJlIn.Ital d llmli ll!iih'�

90
Petunjuk pengisian Buku pasien TB RO (TB 02 MDR)

Cara pengisian halaman dalam :


Tanggal Tulis tanggal kunjungan sekarang.
Rejimen Tulis kode rejimen OAT yang diberikan
Tanda tangan Tanda tangan petugas kesehatan yang menyaksikan pasien
menelan obat dan petugas yang memberikan suntikan.
Pemeriksaan/ Tulis jadual pemeriksaan follow up (misalnya pemeriksaan biakan
Tindakan dahak, rontgen, pemeriksaan lainnya)
Hasil Tulis hasil peneriksaan / tindakan tersebut
Catatan Jika ada catatan yang perlu diperhatikan pasien

91
6) TB. 03 MDR yaitu Buku register pasien TB MDR (TB.03 MDR berada di
Fasyankes Rujukan TB RO dan fayankes TB RO). Adapun contoh register
Fasyankes yang sudah diisi ada di lampiran.
7) Formulir Melanjutkan Pengobatan
Formulir melanjutkan pengobatan merupakan biasanya digunakan saat akan
mendesentralisasi pasien dari RS TB RO Rujukan/TB RO ke fasyankes satelit.

Setelah menyelesaikan materi di atas, Peserta dapat mengisi


Latihan 4 & Latihan 5
PENGENDALIAN TB NASIONAL

FORMULIR PENGANTAR MELANJUTKAN PENGOBATAN TB MDR


Nama RS Rujukan/Sub Rujukan
Telp. _
Nama Fasyankes Satelit
Telp. _
Nama Pasien
Jenis Kelamin
Alamat lengkap
DL DP Umur tahun

No.Reg.TB MOR Fasyankes


No.Reg.TB MOR Kab
:!
Tanggal mulai berobat
Jjpe regjstrasi pasjen:
----1--1 1--1

D Baru D Pindahan
D Kambuh D Lain - Lain
D Setelah Lalai
D Gagal K1
D Gagal K2

Jumlah dosjs (obat) yang sudah diterjma:


TahapAwal dos is Tahap Lanjutan dosis
Paduan OAT MDR terakhir:
Follow Up dahak terakhir :

Pemeriksaan Bulan ke :
.--....::;:::=:;:::===�;::::=::::::;:===::::;::::::=:::;===:::;
Hasil :! BTA
Tanggal: I 1- - . . . _ . . .I-- . ._ ._ I::== Biakan
._.. . ,. . . . .
.......................... , Tgl. ······················

---------·· ,,,, ,,,,,,


UNTUK DIISI DAN DIKEMBALIKAN KE UNIT PENGIRIM :
Nama Pasien No. Reg. TB. Kab/ Kota
Jenis Kelamin
D L D p Umur tahun
Tanggal pasien melapor
I I 1--1 1--1
Nama unit pelayanan kesehatan (tempat berobat baru) :
�-------------Telp. _

·················;········, Tgl. : .

93
C. TATALAKSANA PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT PADA ANAK.

Prinsip dasar:
Pengobatan diberikan untuk pasien anak terkonfirmasi bakteriologis sebagai
pasien TB RO maupun pasien yang terdiagnosis secara klinis.
Paduan pengobatan untuk anak sama dengan paduan pengobatan TB RO pada
dewasa.
Dosis untuk anak diberikan secara individual disesuaikan dengan berat badan
dan tata cara pemberian OAT pada anak (tabel 11).
Focal point TAK untuk tatalaksana TB RO pada anak adalah dokter ahli anak
dengan dibantu oleh dokter ahli anggota TAK yang lain.

Anak dengan TB RO harus ditata laksana sesuai dengan prinsip pengobatan


pada dewasa. Meskipun demikian ada beberapa ketentuan yang khusus berlaku
untuk pasien TB RO anak :
1. Paduan OAT untuk pasien TB RO terdiagnosis klinis ditetapkan secara empiris
mengikuti paduan OAT yang diberikan kepada index case nya.
2. Paduan OAT RO Anak t e r d i r i d a r i
:
4 obat lini kedua yang masih sensitif, terdiri dari satu OAT grup A
(fluorokuinolon), satu OAT grup B (OAT suntik lini kedua), dua OAT grup C
(OAT oral lini kedua).
Pirazinamid.
Etambutol dan Isoniazid diberikan untuk memperkuat paduan.
3. Gunakan dosis tinggi (high-end dosing) bila memungkinkan.
4. Pemberian obat setiap hari, harus dalam pengawasan PMO.
5. Durasi pengobatan sesuai dengan kriteria pasien dan jenis paduan yang
diberikan.
6. Pemantauan pengobatan TB RO pada anak sesuai dengan alur pemantauan
pengobatan pada pasien dewasa.
7. Paduan OAT individual juga bisa diberikan pada pasien TB RO kelompok anak.
Paduan menggunakan Bedaquilin belum direkomendasikan untuk diberikan pada
pasien anak < 14 tahun.
Tabel 9.Perhitungan dosis OAT RO untuk anak
Jenis OAT Dosis Harian Anak Keterangan
Levofloksasin 15 - 20 mg/ kg/dosis terbagi Untuk anak diatas 5 tahun dosis
untuk anak < 5 tahun tunggal, 10-15 mg/kg/hari
Moksifloksasin 7,5 - 10 mg/ kg/hari
Kanamisin 15-30 mg/kg/hari Dosis harian maksimal 1000mg
Kapreomisin 15-30 mg/kg/hari Dosis harian maksimal 1000mg
Streptomisin 20-40 mg/kg/hari Dosis harian maksimal 1000mg
Sikloserin 10-20 mg/kg/hari. Kapsul bisa dibuka dan
dilarutkan dalam 10ml air. Bisa
dosis terbagi
Etionamid 15-20 mg/kg/hari Dapat diberikan dalam dosis
terbagi
Linezolid 10 mg/ kg/ dosis terbagi 3 kali Dosis maksimum 600mg, Vit B6
sehari harus diberikan
Klofazimin 1 mg/kg/ hari Dosis maksimal 200mg
Pirazinamid 30-40 mg/kg/hari Dosis maksimal 2000mg
Etambutol 15-25 mg/kg/hari Dosis maksimal 1200mg
Isoniasid 7-15 mg/kg/hari Dosis maksimal 300mg
Bedaquilin Belum ada Dosis terbagi pagi sore
Asam PAS 200-300mg/ hari. Dosis terbagi pagi sore
Sodium PAS 200-300mg/ hari.

D. TATALAKSANA PENGOBATAN PADA PASIEN KO-INFEKSI TB RO dan HIV

1. Prinsip Kolaborasi TB RO-HIV :


Prinsip pengobatan TB RO pada pasien dengan HIV sama dengan pasien
TB RO tanpa HIV.
Penanganan pasien TB RO dan HIV memerlukan kerjasama antara TAK atau
dokter terlatih di Fasyankes TB RO dengan Ahli yang memahami manajemen
pasien HIV terutama pada manajemen efek samping, monitoring kondisi
pasien dan penilaian respons pengobatan.
Pemberian dukungan kepada pasien TB RO dan HIV mengikuti skema serta
mekanisme yang sudah berjalan di program TB maupun HIV.
Upaya PPI TB yang terpadu dan efektif harus dilaksanakan baik di sarana
pelayanan TB RO maupun di sarana pelayanan HIV.

95
Keterlibatan semua stakeholder dalam jejaring pengendalian TB RO dan HIV
sangat diperlukan.
Internal Fasyankes : Harus ada kerja sama yang baik antara unit TB RO dan
Unit HIV.
Eksternal Fasyankes: Badan koordinasi yang selama ini terlibat dalam
kolaborasi TB-HIV juga harus diikutsertakan dalam penanganan kasus TB
RO dan HIV. Keterlibatan dan kemitraan dengan unsur masyarakat dan LSM
peduli TB dan HIV juga perlu dikembangkan.

2. Persiapan Pengobatan Ko-infeksi TB RO dan HIV.


Evaluasi tambahan yang harus dilakukan sebagai persiapan pengobatan untuk
ODHA yang terkonfirmasi TB RO adalah :
Detail mengenai riwayat penyakit HIV, termasuk infeksi oportunistik yang
pernah dialami dan penyakit lain terkait HIV yang pernah dialami.
Data pemeriksaan CD4 terkini dan viral load (bila ada)
Riwayat penggunaan ART
Riwayat rawat inap, kontak erat dengan pasien TB RO yang terkonfirmasi
Pemeriksaan fisis yang menjadi bagian dari evaluasi awal harus difokuskan
pada upaya mencari tanda imunosupresi, melakukan penilaian mengenai
status nutrisi dan neurologis pasien serta mencari tanda penyakit TB ekstra
paru.

Pemeriksaan penunjang awal sebelum pengobatan (baseline) ditambahkan


dengan pemeriksaan khusus yaitu :
Pemeriksaan CD4
Pemeriksaan Viral load (berdasarkan indikasi)
Pemeriksaan skrining untuk siphilis
Pemeriksaan serologis untuk Hepatitis B dan C
Pengobatan TB RO dapat dilakukan tanpa menunggu hasil pemeriksaan
baseline lengkap.

3. Tata Cara Pengobatan Pasien TB RO-HIV :


Paduan pengobatan Pasien TB RO dan HIV sama dengan paduan
pengobatan TB RO tanpa HIV.
Paduan ART yang direkomendasikan untuk pasien TB RO adalah
-. ART lini pertama: AZT-3TC-EFV atau
-. ART lini kedua: TDF-3TC-LPV/r.
Pemberian Pengobatan Profilaksis Kotrimoksasol (PPK) sebagai bagian dari
manajemen komprehensif pasien HIV dengan tujuan untuk mencegah infeksi
bakterial, PCP, Toksoplasmosis, Pnemonia dan Malaria.
Untuk mengurangi kemungkinan efek samping maka direkomendasikan
pemberian OAT RO dengan dosis terbagi (obat yang memungkinkan untuk
diberikan secara dosis terbagi adalah etionamid, sikloserin dan PAS). Jika
diberikan dosis terbagi, OAT RO yang diminum pagi hari diberikan di depan
petugas fasyankes sedangkan OAT RO yang diminum malam hari mengikuti
mekanisme pemberian ART.
Pengawasan minum obat baik untuk ART dan OAT harus dilakukan secara
terpadu dengan memperhatikan aturan minum obat maupun faktor interaksi
obat. Untuk ART diminum sesuai mekanisme yang sudah ada. Konseling
kepatuhan sebelum dan selama minum obat harus diperkuat. Kemungkinan
terjadinya IRIS bisa menambah kompleksitas terapi.
Pengobatan TB RO dan HIV yang belum mendapatkan ART.
Pemberian ART pada pasien TB RO setelah OAT RO telah ditoleransi yaitu
sekitar 2-8 minggu. Pemberian ART sangat penting, Bila ART tidak diberikan,
angka kematian sangat tinggi sekitar 91–100 %.
Pengobatan TB RO dan HIV yang sudah mendapatkan ART.
Ada 2 (dua) hal yang perlu dipertimbangkan bila pengobatan TB RO akan
dimulai pada pasien yang sudah mendapatkan ART yaitu :
- Apakah perlu dilakukan modifikasi paduan ART yang diberikan,
mengingat interaksi antar obat atau mengurangi kemungkinan terjadinya
overlapping toksisitas obat.
- Apakah munculnya TB RO menunjukkan kegagalan pengobatan ART
sebelumnya. Bila hasil analisa menunjukkan terjadi kegagalan
pengobatan ART maka tidak direkomendasikan untuk memulai
pengobatan baru menggunakan ART lini kedua pada waktu yang
bersamaan dengan dimulainya pengobatan TB RO. Untuk situasi ini
direkomendasikan untuk meneruskan paduan ART yang telah didapat
dan melakukan perubahan paduan menggunakan ART lini kedua sekitar
2-8 minggu setelah pemberian OAT RO dimulai.
4. Potensi interaksi obat antara OAT RO dan ART yang dipakai di Indonesia.
1) Etionamid dengan ART.
Etionamid dimetabolisme oleh sitokrom P450, sebagaimana juga pada
beberapa tipe ART sehingga diduga terjadi interaksi obat tetapi mengingat
masih terbatasnya informasi mengenai hal tersebut terutama mengenai
enzim mana yang berperan maka belum dapat dipastikan apakah etionamid
ataukah ART yang harus mengalami penyesuaian dosis.
2) Klaritromisin dengan Ritonavir dan Nevirapine/Efavirenz
Klaritromisin merupakan golongan OAT grup lima yang kemungkinan akan
dipakai dalam pengobatan TB XDR. Obat ini merupakan substrat dan
inhibitor dari enzim CYP3A dan memiliki interaksi ganda dengan ART tipe
Protease Inhibitor (ritonavir) dan NNRTI (nevirapine, efavirenz). Pemberian
klaritromisin dengan ritonavir akan meningkatkan kadar klaritromisin dalam
darah meskipun demikian hanya pada pasien dengan klirens kreatinin <
60ml/menit yang memerlukan penyesuaian dosis nevirapine/efavirenz akan
menginduksi metabolisme klaritromisin sehingga kadar dalam plasma akan
berkurang. Hal ini akan berakibat efektifitas klaritromisin akan jauh berkurang.
Oleh karena itu, pemakaian klaritromisin untuk pengobatan pasien ko-infeksi
TB RO–HIV sedapat mungkin dihindari karena efektifitas yang lemah dan
banyak interaksi dengan obat lain.

5. Potensi toksisitas obat dalam pengobatan pasien TB RO dan HIV


Secara umum angka kejadian reaksi obat yang tidak diinginkan akibat
pengobatan TB RO dan HIV lebih tinggi dibandingkan pasien dengan status HIV
negatif. Angka tersebut semakin meningkat bila terjadi penekanan sistem imun
(imunosupresi) lanjutan. Melakukan identifikasi mengenai obat mana yang
menjadi penyebab terjadinya efek samping merupakan hal yang sulit, mengingat
banyak obat baik OAT maupun ART memiliki efek samping yang sama dan
overlapping. Terkadang bahkan tidak memungkinkan untuk menghubungkan
efek samping tersebut hanya dengan satu jenis obat saja.

Penanganan kasus bila terjadi efek samping obat menjadi semakin kompleks.
Pada pengobatan dengan ART tidak memungkinkan dilakukan trial satu per satu
untuk mengetahui obat mana yang menimbulkan efek samping karena potensi
resistansi yang besar. Tabel di bawah ini dapat dipakai untuk memperkirakan
penyebab efek samping.
Tabel 10. Potensi Toksisitas OAT RO dan ART
Toksisitas ART OAT Keterangan
Neuropati d4T, Cs,H, Hindari pemakaian d4T dan ddI bersamaan dengan Cs
perifer ddI Km, Eto, karena secara teoritis bisa menimbulkan neuropati
E perifer. Bila terpaksa digunakan bersamaan dan timbul
neuropati, ganti ART dengan yang kurang neurotoksis.
Toksisitas EFV Cs, H, - Efavirenz (EFV) mempunyai toksisitas besar terhadap
pada saraf Eto, saraf pusat (gejala: bingung, penurunan konsentrasi,
pusat fluorokuin depersonalisasi, mimpi abnormal, sukar tidur dan
olon pusing) pada 2-3 minggu pertama pengobatan yang
akan sembuh dengan sendirinya. Bila tidak hilang,
perlu dipikirkan penggantian EFV. Psikosis jarang
dijumpai pada penggunaan EFV sendiri.
- Cs mempunyai efek samping yang serupa dengan
EFV, pada beberapa pasien pemakaian Cs akan
dampak cukup berat
berupa psikosis.
- Saat ini sangat sedikit informasi mengenai pemakaian
EFV dan Cs secara bersamaan.
Depresi EFV Cs, - 2,4 % dengan EFV menunjukkan depresi berat. EFV
Fluorokui perlu diganti bila ditemukan depresi berat.
nolon, H, - Pemberian Cs bisa memicu terjadinya depresi yang
Eto berat sampai kecenderungan bunuh diri.
- Keadaan sosial ekonomi buruk dengan penyakit
menahun dan ketidaksiapan psikis menjalani
pengobatan dapat juga memberikan kontribusi
terjadinya depresi.
Sakit AZT, Cs - Singkirkan penyebab lain dari sakit kepala sebelum
kepala EFV menetapkan sakit kepala sebagai akibat ART dan
OAT. Sakit kepala karena AZT, EFV dan Cs biasanya
tidak berkepanjangan. Beri analgesik ibuprofen atau
parasetamol.
Mual dan RTV, Eto, PAS, - Mual dan muntah adalah efek samping yang sering
Muntah d4T, H, E, Z terjadi dan dapat diatasi dengan baik.
NVP - Bila muntah berkepanjangan disertai nyeri perut,

99
Toksisitas ART OAT Keterangan
kemungkinan besar karena asidosis laktat dan/atau
hepatitis sekunder karena pengobatan.
Nyeri Semua Eto, PAS - Nyeri perut merupakan efek samping yang banyak
perut ART dijumpai, biasanya tidak membahayakan.
menyeb - Tetapi perlu diwaspadai sebab nyeri perut dapat
abkan sebagai gejala permulaan dari efek samping lain
nyeri seperti pankreatitis, hepa-titis dan asidosis laktat.
perut.
Diare Semua Eto, PAS, - Diare merupakan efek samping umum baik ART
PI, ddl Fluorokui maupun OAT.
(dengan no-lon - Pada pasien HIV, pertim-bangkan terdapatnya infeksi
bufer) oportunistik sebagai penyebabnya atau karena infeksi
Clostridium difficile (penyebab kolitis pseudomembran).

Hepatotok NVP,EF E, Z, - Laksanakan pengobatan untuk hepatotoksistas.


sisitas V, PAS, Eto, - Pikirkan penyebab lain seperti Kotrimoksasol
semua Fluorokui
- Singkirkan juga penyebab infeksi virus seperti
PI, no-lon hepatitis A, B, C dan CMV.
semua
NRTI
(RTV>
dari PI
yang
lain).

Skin rash ABC, Z, PAS, - Tidak boleh dilakukan re-challenge dengan ABC
NVP, Fluorokui karena dapat menyebabkan syok anafilaktik yang
EFV, no-lon dapat fatal.
d4T dan - Tidak boleh dilakukan re-challenge obat yang terbukti
lainnya menimbulkan Steven-Johnson Syndrome.
- Kotrimoksasol bisa menjadi penyebab skin rash bila
pasien juga mendapatkan obat ini.
- Tiasetason tidak boleh diberikan kepada pasien HIV.
Nefrotoksi TDF Km, Cm - TDF dapat menyebabkan kelainan ginjal berupa
sitas

100
Toksisitas ART OAT Keterangan
sindrom Fanconi, hipofos-fatemia, hipourisemia,
proteinuria, normoglikemik glikosuria dan gagal ginjal
akut.
- Belum ada data tentang efek penggunaan TDF
bersamaan dengan Km/Cm, perlu pengawasan
khusus bila pasien mendapat keduanya.
- Meskipun tanpa TDF, pasien HIV mempunyai risiko
nefrotoksisitas lebih tinggi bila mendapatkan Km dan
Cm.
- Perlu pemantauan serum kreatinin dan elektrolit lebih
rutin pada pasien HIV yaitu setiap 1-3 minggu sekali
selama tahap intensif.
Dosis ARV dan OAT yang nefrotoksik harus
disesuaikan bila sudah terjadi insufisiensi ginjal.

Gangguan TDF Cm, Km - Diare dan/atau muntah dapat menyebabkan


elektrolit gangguan elektrolit.
- Meski tanpa TDF, pasien HIV mempunyai risiko
terjadinya gangguan ginjal serta gangguan elektrolit
sekunder yang disebabkan pemakaian Cm dan Km.
Neuritis Ddl E, Eto - Hentikan dan ganti obat penyebab neuritis optikal.
optikal (jarang)
Gangguan PI Eto - PI cenderung menyebabkan resistansi insulin dan
regulasi hiperglikemia.
kadar gula - Eto cenderung menyebabkan kadar insulin pada
darah pasien DM sulit diatur dan dapat menyebabkan
hiporglikemia dan kadar gula darah sulit diatur.
Hipotiro- d4T Eto, PAS - Ada kemungkinan terjadi reaksi saling menguatkan
idisme bila diberikan bersamaan tetapi data yang ada belum
jelas.
- Beberapa penelitian menyebutkan terdapatnya
hipotiroidisme subklinis yang berkaitan dengan
pemberian Stavudin.
- Kombinasi PAS dan Eto dapat menyebabkan
hipotiroidisme.

101
6. Monitoring pengobatan TB RO dan HIV
Monitoring pengobatan TB RO dan HIV sama dengan monitoring pengobatan TB
RO tanpa HIV. Evaluasi tambahan untuk pasien HIV positif meliputi pemeriksaan
CD4, viral load, siphilis, pap smear, dan pemeriksaan serologis untuk Hepatitis B
dan C.

Tabel 11. Jadwal Pemantauan Pengobatan TB RO dan HIV

Bulan pengobatan
Pemantauan
0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi Utama
Pemeriksaan dahak dan biakan Setiap bulan pada tahap awal, setiap 2 bulan pada fase

dahak lanjutan

Evaluasi Penunjang
Evaluasi klinis : Pengobatan konko-
mitan, BB, gejala klinis, kepatuhan Setiap kali kunjungan
berobat
Uji kepekaan obat √ Berdasarkan indikasi
Foto toraks √ √ √ √
Ureum, Kreatinin √ 1-3 minggu sekali
selama suntikan
Elektrolit (Na, Kalium, Cl) √ √ √ √ √ √ √
EKG √ Setiap 3 bulan sekali
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) √ √ √ √
Enzim hepar (SGOT, SGPT) √ Evaluasi secara periodik
Tes kehamilan √ Berdasarkan indikasi
Darah Lengkap √ Berdasarkan indikasi
Audiometri √ Berdasarkan indikasi
Kadar gula darah √ Berdasarkan indikasi
Asam Urat √ Berdasarkan indikasi
Test HIV √ dengan atau tanpa faktor risiko
Evaluasi tambahan untuk pasien HIV positif
Sifilis (VDRL) √ Berdasarkan indikasi
Pap Smear √ Berdasarkan indikasi
Hepatitis B dan C √ Berdasarkan indikasi
CD4 √ √ √ √
Viral load Berdasarkan indikasi

102
7. Manajemen Sindrom Pemulihan Kekebalan (IRIS)
Sindoma pemulihan kekebalan (IRIS) adalah sindrom yang terjadi saat gejala TB
tampak memburuk pada awal pemberian ART, biasanya terjadi pada awal
pemberian ART yaitu pada tiga bulan pertama. Gejala sangat bervariasi dari
ringan sampai berat dan lebih sering terjadi pada pasien dengan angka CD4 <
50. Sindrom ini merupakan tanda bahwa sistem kekebalan tubuh mulai bekerja
kembali sehingga sering disalahartikan bahwa pengobatan TB RO mengalami
kegagalan atau tidak ada respons terhadap pemberian ART.

Gejala yang muncul dan terkait dengan TB antara lain demam, pembesaran
limfonodi, infiltrat meluas, distress pernafasan, nyeri kepala berat dan paralisis.
Tidak disarankan untuk menghentikan ART tanpa berkonsultasi kepada dokter
ahli di unit layanan HIV yang ada di rumah sakit.

Tabel 12. Gejala dan Penanganan IRIS


Gejala Penanganan
Demam Pemberian ibuprofen
Batuk yang memburuk Pemberian prednison, 0,5 mg/kg BB/hari diberikan
dan sesak nafas selama 21 hari
Nyeri kepala hebat, Curiga terjadi meningitis, lakukan punksi lumbal
paralisis
Pembesaran kelenjar Teruskan pemberian OAT dan ART
limfe
Distensi Abdominal Pemberian prednison, bila sangat parah maka
dipertimbangkan penghentian ART

8. Tatalaksana efek samping OAT RO dan obat HIV.


Penanganan efek samping yang adekuat merupakan salah satu upaya untuk
memastikan kepatuhan pasien TB RO dan HIV terhadap pengobatan yang
diberikan. Tabel di bawah ini menjelaskan mengenai beberapa efek samping
yang mungkin terjadi dan cara penatalaksanaannya.
Tabel 13. Penatalaksanaan Efek Samping Pengobatan OAT RO dan ART

Gejala dan Tanda Penatalaksanaan


Nyeri Perut - Bisa disebabkan oleh beberapa obat ART dan OAT.
- Obat diberikan sesudah makan (kecuali untuk ddI).
- Pemberian terapi simptomatis biasanya membantu.
Mual dan Muntah - Bisa disebabkan OAT (Eto, PAS) dan ART (AZT).
- Bila disebabkan OAT biasanya kronik, bila
penyebabnya ART biasanya terjadi pada awal
pengobatan dan biasanya membaik dalam beberapa
minggu.
- Disarankan untuk memberikan OAT dalam dosis
terbagi
Bila gejala ringan minta pasien menelan obat dengan
makanan lunak dan berikan pengobatan simptomatis
- Bila gejala berat berikan pengobatan simptomatis dan
rehidrasi (oral atau IV)
- Bila pasien mendapat d4T mengalami mual, muntah dan
sesak nafas pertimbangkan kemungkinan terjadi asidosis
laktat. Periksa kadar laktat pasien.

Diare Bisa disebabkan oleh ART dan OAT (terutama PAS).


Bila disebabkan PAS biasanya bersifat persisten.
- Pertimbangkan pula penyebab diare persisten akibat
infeksi kronik yang sering dijumpai pada pasien HIV, bila
terbukti karena infeksi kronik maka beri terapi empiris.
- Tingkatkan asupan cairan dan berikan rehidrasi (oral
atau IV) bila dijumpai tanda dehidrasi.
- Berikan obat yang menyebabkan konstipasi kecuali
dijumpai ada lendir/darah, demam dan pasien lansia.
- Lakukan perawatan paliatif untuk daerah rektal
pasien.
- Berikan terapi diet suportif untuk pasien dengan diare
persisten.

104
Letih/ Lesu - Pertimbangkan kemungkinan terjadi hipokalemia
atau gagal ginjal, periksa kreatinin dan kadar kalium.
- Pertimbangkan terjadinya anemia, periksa kadar Hb.
- Pertimbangkan terjadinya hipotirodisme bila pasien
mendapatkan Eto dan PAS, periksa kadar TSH.
Depresi, kecemasan, - Banyak penyebab gangguan kejiwaan yang dialami
mimpi buruk, psikosis pasien, salah satunya adalah efek samping obat.
- Obat yang bisa menyebabkan adalah EFV dan sikloserin.
Bila disebabkan EFV biasanya gejala tidak terlalu berat
- dan akan berkurang setelah tiga minggu, bisa
dipertimbangkan penggantian dengan NVP.
Bila penyebabnya adalah sikloserin gejala biasanya
- berupa serangan panik, waham, paranoia, depresi

berat, koma dan kecenderungan bunuh diri.


Pengurangan dosis bisa dilakukan bila gejala ringan
sampai menengah tetapi harus dipertimbangkan karena
akan mempengaruhi efektivitas pengobatan. Hentikan
segera bila muncul gejala psikotik dan percobaan bunuh
diri, ganti dengan obat lain seperti PAS.

Gatal dan skin rash - Bila gejala ringan berikan antihistamin dan laku-kan
monitoring ketat. Waspada mungkin pertanda
terjadinya Steven Johnson Syndrom.
- Bila pasien baru memulai pengobatan dengan NVP dan
tidak memberikan respons terhadap antihista- min maka
pertimbangkan penggantian NVP ke EFV. Bila timbul
- gejala berat seperti gatal di seluruh tubuh,
kemerahan yang merata, kulit terkelupas dan
keterlibatan mukosa maka hentikan semua obat baik
ART, OAT maupun PPK.
- Bila gejala di atas telah terkendali maka proses
reintroduksi obat dilakukan dengan sangat hati-hati.
Ikterus - Hentikan sementara semua pengobatan dan lakukan
pemeriksaan fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin).

105
- Ikterus bisa disebabkan oleh EFV, NVP, Pirazinamid
dan etionamid. Obat lain juga bisa menimbulkan
gangguan pada hati tetapi kemungkinannya tidak
sebesar 4 obat di atas. Singkirkan terlebih dahulu
penyebab yang lain.
- Ikuti panduan mengenai bagaimana memulai kembali
pengobatan setelah masalah terkendali.
Anemia - Anemia mungkin disebabkan oleh IO yang tidak
terdiagnosis, kurangnya asupan nutrisi maupun efek
dari pengobatan.
- Lakukan pemeriksaan Hb sesuai dengan jadual
pemeriksaan atau pada saat pasien tampak pucat
dan anemis.
- AZT bisa menimbulkan anemia, biasanya terjadi
pada enam minggu pertama pengobatan. Bila Hb
< 8g/dl maka ganti AZT dengan d4T/ TDF.
Neuropati perifer - Bisa disebabkan oleh ART (ddI, d4T) dan OAT
(sikloserin dan obat injeksi).
- ART yang paling sering menimbulkan neuropati
perifer adalah d4T, ganti dengan AZT.
- Pemberian amitriptilin 25 mg pada malam hari akan
sangat membantu bagi pasien yang keluhannya tidak
berkurang setelah penggantian ART.
- Bila penyebabnya adalah OAT maka tingkatkan
dosis vitamin B6 yang diberikan menjadi 200mg/ hari
sampai gejala hilang.
Kejang otot - Kemungkinan disebabkan oleh electrolite wasting
terutama kalium. Cek kadar kalium segera.
- Penggantian kalium dengan pemberian makanan
kaya kalium seperti pisang ambon atau pemberian
suplemen kalium.
Nyeri kepala - Berikan parasetamol.
- Lakukan assessment mengenai kemungkinan
meningitis.
- Bila pasien mendapatkan AZT/ EFV yakinkan

106
kembali bahwa hal tersebut adalah efek samping
yang biasa dan biasanya akan sembuh dengan
sendirinya.
- Bila disebabkan oleh sikloserin biasanya kronik.
Gangguan ginjal - Lakukan pemeriksaan ureum, kreatinin.
(gagal ginjal, edema, - Lakukan penatalaksanaan bersama dengan ahli
retensi urin, hipertensi) nefrologi.
- Bila berat pengobatan yang bersifat nefrotoksik
seperti obat-obat injeksi, kuinolon dan TDF
dihentikan sementara.
- Pengobatan dimulai sesuai dengan kondisi ginjal
pasien, dilakukan dengan pengaturan dosis dan
frekuensi pemberian.
Demam - Bisa disebabkan penyakit lain yang umum, infeksi
oportunistik, IRIS dan efek samping obat.
Bila terjadi setelah pasien menjalani terapi ART
kemungkinan terjadi IRIS
- Berikan parasetamol, hindari dosis yang berlebihan.
- Berikan cairan untuk menghindari dehidrasi.

SETELAH MENYELESAIKAN MATERI DI ATAS,


PESERTA BERLATIH MENGISI LATIHAN 6

107
E. PENGOBATAN TB RESISTAN OBAT PADA KEADAAN KHUSUS
Beberapa keadaan khusus tertentu dapat dialami oleh pasien setelah dan selama
mendapatkan pengobatan TB RO, sehingga pasien perlu mendapatkan penanganan
yang spesifik sesuai dengan kondisinya dan pengobatan TB RO nya tetap dapat
diteruskan sampai selesai. Beberapa kondisi tersebut antara lain adalah :
1. Pengobatan TB RO pada perempuan usia subur
a. Semua pasien TB RO usia subur yang akan mendapat pengobatan dengan
OAT RO, harus melakukan tes kehamilan terlebih dahulu.
b. Bila ternyata pasien tersebut tidak hamil, pasien dianjurkan memakai
kontrasepsi fisik selama masa pengobatan untuk mencegah kehamilan.

2. Pengobatan TB RO pada ibu hamil


a. Kehamilan bukan kontraindikasi untuk pengobatan TB RO. Banyak bukti
menunjukkan bahwa OAT lini kedua relatif aman bagi ibu hamil kecuali
golongan aminoglikosida (kanamisin). Semua OAT yang dipakai dalam
paduan standar TB RO di Indonesia mempunyai kelas keamanan tingkat B
(etambutol) dan tingkat C (Pirazinamid, kuinolon, kapreomisin, sikloserin,
etionamid, PAS). Hanya obat golongan aminoglokosida (kanamisin) yang
memiliki kelas keamanan tingkat D setara dengan Streptomisin dan Amikasin.
b. Bila pasien dalam kondisi hamil sebelum pengobatan TB RO dimulai atau
hamil dalam tahap awal pengobatan, maka alternatif obat injeksi yang dipakai
adalah kapreomisin. Kanamisin tidak direkomendasikan karena bisa
menimbulkan efek teratogenik pada fetus. Diperkirakan 10% dari fetus akan
mengalami gangguan organogenesis terutama pada organ vestibuler bila
mendapatkan kanamisin pada trimester pertama kehamilan. Fakta yang ada
saat ini menunjukkan bahwa pemakaian kapreomisin tidak menimbulkan efek
teratogenik sebagaimana kanamisin dan sudah biasa dipakai di negara-
negara lain yang menjalankan pengobatan TB RO. Menunda pengobatan
sampai pasien melewati trimester pertama kehamilan tidak direkomendasikan
pada pasien hamil dengan keadaan klinis buruk, lesi luas dan pasien HIV
positif. Profil keamanan kapreomisin ada di kelas C yang sama dengan OAT
lini pertama seperti rifampisin dan INH. Perlu dilakukan informed consent
ulang bahwa obat yang diberikan sekarang berbeda dengan yang awalnya
diberikan serta diberikan informasi yang cukup apa akibatnya bila obat injeksi
tidak diberikan sama sekali. Bila pasien hamil mengalami mual muntah
(morning sickness) maka diupayakan pemberian obat pada siang/sore hari.
c. Dosis vitamin B6 maksimum yang bisa diberikan adalah 50-100mg perhari.
Dosis yang lebih tinggi dari 150mg akan mengganggu penyerapan kuinolon
dan menimbulkan gangguan kejang dan neurologis pada bayi baru lahir.

3. Pengobatan TB RO pada ibu menyusui


a. Pasien yang sedang menyusui tetap mendapat pengobatan TB RO penuh.
b. Sebagian besar OAT akan ditemukan kadarnya dalam ASI dengan
konsentrasi kecil sehingga pasien TB RO yang sedang dalam masa
menyusui tetap dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya. ASI
tampung dan susu formula menjadi pilihan lain yang bisa dipilih.
c. Jika pasien tersebut masih BTA positif, upayakan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI) dengan memisahkan bayinya untuk sementara
waktu sampai BTA nya menjadi negatif atau pasien menggunakan masker
N95 selama berdekatan dengan bayinya dan diupayakan dilakukan di ruang
dengan ventilasi yang baik.

4. Pengobatan TB RO pada pasien yang sedang memakai kontrasepsi


hormonal
a. Kontraindikasi penggunaan kontrasepsi oral hanya pada paduan yang
mengandung rifampisin.
b. Disarankan untuk minum OAT tidak bersamaan waktunya dengan
kontrasepsi oral.

5. Pengobatan pasien TB RO dengan Diabetes Mellitus (DM)


a. Diabetes mellitus dapat memperkuat efek samping OAT terutama gangguan
ginjal dan neuropati perifer.
b. Obat Anti Diabetika (OAD) tidak merupakan kontraindikasi selama masa
pengobatan TB RO tetapi biasanya memerlukan dosis OAD yang lebih tinggi
sehingga perlu penanganan khusus. Apabila pasien minum etionamid maka
kadar insulin darah lebih sulit dikontrol, untuk itu perlu konsultasi dengan ahli
penyakit dalam.
c. Kadar Kalium darah dan serum kreatinin harus dipantau setiap minggu
selama bulan pertama dan selanjutnya minimal sekali dalam 1 bulan selama
tahap awal.

6. Pengobatan pasien TB RO dengan gangguan hati


a. OAT lini kedua kurang toksik terhadap hati dibanding OAT lini pertama.
b. Pasien TB RO dengan riwayat penyakit hati dapat diberikan OAT RO (kecuali
pada penyakit hati kronik).
c. Reaksi hepatotoksik lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat
gangguan hati sehingga harus lebih diawasi.
d. Pirazinamid tidak boleh diberikan kepada pasien dengan penyakit hati kronik.
e. Pemantauan kadar enzim hati secara ketat dianjurkan dan jika kadar enzim
meningkat, OAT harus dihentikan dan dilaporkan kepada TAK.
f. Untuk mengobati pasien TB RO selama terjadinya hepatitis akut, kombinasi
empat OAT yang bersifat tidak hepatotoksik merupakan pilihan yang paling
aman.

7. Pengobatan pasien TB RO dengan gangguan ginjal


a. Pemberian OAT TB RO pada pasien dengan gangguan ginjal harus dilakukan
dengan hati–hati, sebaiknya pirazinamid dan etambutol tidak diberikan.
b. Kadar Kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan
c. pertama dan selanjutnya minimal sekali sebulan selama tahap awal.
d. Bila terjadi gangguan ginjal, pemberian obat, dosis dan atau interval antar
dosis harus disesuaikan

Tabel 14. Perubahan dan penyesuaian dosis OAT pada gangguan ginjal
Perubahan Perubahan Dosis yang dianjurkan dan
Obat
frekuensi? dosis? frekuensi
Z Ya Ya 25-35 mg/kg/dosis, 3 x/minggu
E Ya Tidak 15-25 mg/kg/dosis, 3 x/minggu
Lfx Ya Tidak 750-1000 mg/dosis, 3x/minggu
Cs Ya Ya 250 mg sekali sehari, atau 500
mg/dosis 3 x/minggu
Eto Tidak Ya 250 – 500 mg/dosis harian
Km Ya Ya 12 – 15 mg/kg/dosis, 2 - 3x/
minggu
PAS Tidak 2 x 4 gr sehari
Tabel 15. Kadar Kalium dan Penggantiannya
Kadar Kalium Jumlah Waktu untuk
Banyaknya KCL
(meq/L) KCL (meq/) pemeriksaan
> 4,0 Tidak Tidak 1 bulan (ketika masih
mendapat kanamisin)
3,7 – 4,0 Tidak Tidak 1 bulan (ketika masih
mendapat kanamisin)
3,4 – 3,6 20- 40 40 mmol 1 bulan (ketika masih
mendapat kanamisin)

3,0 – 3,3 60 60 mmol 2 mingguan

2,7 – 2,9 80 60 mmol + 400 mg/ 1 mingguan


hari selama 3 minggu

2,4 – 2,6 80 – 120 80 mmol + 400 mg/ Teliti selang 1 – 6 hari


hari selama 3 minggu

2,0 – 2,3 60 meq IV + 80 mmol + 400 mg/ Pertimbangkan rawat


80 meq PO hari selama 3 minggu inap setelah pemantauan
24 jam dengan infus
< 2,0 60 meq IV + 100 mmol + 400 mg/
80 meq PO hari selama 3 minggu

8. Pengobatan pasien TB RO dengan kejang.


a. Anamnesis ulang apakah ada riwayat kejang sebelumnya.
b. Pastikan kejang bisa dikendalikan.
c. Jika kejang tidak terkendali, konsul dengan ahli syaraf sebelum mulai
pengobatan dan selama pengobatan.
d. Pasien dengan gangguan kejang yang aktif dan tidak terkontrol dengan
pengobatan kejang, penggunaan sikloserin harus dihindari.

9. Pengobatan pasien TB RO dengan gangguan jiwa


a. Pasien dengan riwayat gangguan jiwa harus dievaluasi kondisi kesehatan
jiwanya sebelum memulai pengobatan.
b. Keadaan yang memacu timbulnya depresi dan kecemasan pada pengobatan
TB RO sering berkaitan dengan penyakit kronik yang diderita pasien dan
keadaan sosio-ekonomi pasien yang kurang baik.
c. Pada pasien dengan gangguan psikiatris, diperlukan pemantauan ketat jika
diberi sikloserin.
d. Dalam mengobati pasien TB RO dengan gangguan jiwa, harus melibatkan
ahli jiwa.

F. PENGOBATAN ADJUVAN PADA TB RESISTAN OBAT


Pengobatan adjuvan akan diberikan sesuai indikasi yang ditentukan oleh TAK di
Fasyankes rujukan TB RO atau dokter terlatih di Fasyankes TB RO berupa:
1. Nutrisi tambahan :
a. Pengobatan TB RO pada pasien dengan status gizi kurang, keberhasilan
pengobatannya cenderung meningkat jika diberikan nutrisi tambahan berupa
protein, vitamin dan mineral.
b. Pemberian mineral terutama yang menghasilkan kation tidak boleh
bersamaan dengan fluorokuinolon dan Bedaquilin karena akan mengganggu
absorbsi obat, pemberian masing–masing obat dengan jarak paling sedikit 2
jam sebelum atau sesudah pemberian fluorokuinolon.
2. Kortikosteroid.
Kortikosteroid diberikan pada pasien TB RO dengan gangguan respirasi berat,
gangguan susunan saraf pusat atau perikarditis. Kortikosteroid yang digunakan
adalah Prednison 1 mg/kg, apabila digunakan dalam jangka waktu lama (5-6
minggu) maka dosis diturunkan secara bertahap (tappering off). Kortikosteroid
juga digunakan pada pasien dengan penyakit obstruksi kronik eksaserbasi.

G. PENANGANAN EFEK SAMPING OAT RO.


Semua OAT yang digunakan untuk pengobatan pasien TB RO mempunyai
kemungkinan untuk menimbulkan efek samping baik ringan, sedang, maupun berat.
Pemantauan terjadinya efek samping sangat penting karena dalam paduan OAT RO
selain menggunakan kombinasi beberapa jenis obat juga terdapat beberapa OAT lini
kedua yang memiliki efek samping yang lebih banyak dibandingkan dengan OAT lini
pertama.

Jika muncul efek samping pengobatan, kemungkinan pasien akan menghentikan


pengobatan tanpa memberitahukan TAK atau petugas fasyankes, sehingga KIE
mengenai gejala efek samping pengobatan harus dilakukan sebelum pasien memulai
dan selama pengobatan. Penanganan efek samping yang baik dan adekuat adalah
kunci keberhasilan pengobatan TB RO.

1. Prinsip pemantauan efek samping selama pengobatan.


a. PAHAMI, Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas
kesehatan yang menangani pasien dan juga oleh pasien serta keluarganya.
b. TATALAKSANA, Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat
penting karena semakin cepat ditemukan dan ditangani maka prognosis
akan lebih baik. Untuk itu, pemantauan efek samping pengobatan harus
dilakukan setiap hari saat mendampingi pasien menelan obat.
c. CATAT, Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat
di TB 01 MDR atau pada lembar pemantauan khusus efek samping yang
disediakan.

2. Tempat penatalaksanaan efek samping


a. Fasyankes menjadi tempat penatalaksanaan efek samping pengobatan
tergantung pada berat atau ringannya gejala.
b. Dokter Fasyankes Satelit akan bertanggungjawab menangani efek samping
ringan sampai sedang serta melaporkannya ke Fasyankes rujukan TB RO
atau Fasyankes TB RO.
c. Pasien dengan efek samping berat dan pasien yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah penanganan efek samping ringan atau sedang harus
segera dirujuk ke Fasyankes rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO.
d. Alur rujukan tata laksana efek samping harus mengikuti alur jejaring yang
telah disepakati antara pengelola program TB, penyedia layanan dan
mekanisme pembayaran layanan kesehatan yang dimilik oleh pasien TB RO.

3. Beberapa efek samping OAT RO dan penatalaksanaannya :

Tabel 16. Efek Samping Ringan dan Sedang Yang Sering Muncul.
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
1 Reaksi kulit Z, E,Eto, PAS, - Lanjutkan pengobatan.
alergi ringan Km, Cm - Berikan Antihistamin p.o atau hidrokortison krim
- Minta pasien untuk kembali bila gejala tidak hilang
atau menjadi bertambah berat
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
Reaksi kulit Z, E,Eto, PAS, - Hentikan semua OAT dan segera rujuk ke Fasyankes
alergi sedang Km, Cm TB RO/Fasyankes Rujukan TB RO.
dengan/ tanpa - Jika pasien demam berikan parasetamol (0.5 – 1 g,
demam tiap 4-6 jam).
- Berikan kortikosteroid suntikan yang tersedia misalnya
hidrokortison 100 mg im atau deksametason
10 mg iv, dan dilanjutkan dengan preparat oral
prednison atau deksametason sesuai indikasi.
2 Neuropati H, Cs, Km, Eto, - Pengobatan tetap dilanjutkan.
perifer Lfx - Bila memungkinkan turunkan dosis H
- Tingkatkan dosis piridoksin sampai dengan 200 mg
perhari.
- Rujuklah ke ahli neurologi bila terjadi gejala neuropati
berat (nyeri, sulit berjalan), hentikan semua
pengobatan selama 1-2 minggu.
- Dapat diobati dulu dengan amitriptilin dosis rendah
pada malam hari dan OAINS. Bila gejala neuropati
mereda atau hilang OAT dapat dimulai kembali
dengan dosis uji.
- Bila gejalanya berat dan tidak membaik bisa
dipertimbangkan penghentian sikloserin atau
etionamid dan mengganti dengan PAS.

- Hindari pemakaian alkohol dan rokok karena akan


memperberat gejala neuropati.
3 Mual muntah Eto, PAS, Cfz, H, - Pengobatan tetap dilanjutkan.
ringan Z, E, Lfx. - Pantau pasien untuk mengetahui berat ringannyanya
keluhan.
- Singkirkan sebab lain seperti gangguan hati, diare
karena infeksi, pemakaian alkohol atau merokok atau
obat-obatan lainnya.
- Berikan domperidon 10 mg 30 menit sebelum minum
OAT.
- Untuk rehidrasi, berikan infus cairan IV jika perlu.

114
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab

- JIka berat, rujuk ke Fasyankes TB RO/Fasyankes


Rujukan TB RO
Mual muntah Eto, PAS, Cfz, H, - Rawat inap jika diperlukan
berat Z, E, Lfx. - Jika mual dan muntah tidak dapat diatasi TAK
menghentikan etionamid sampai gejala berkurang
atau menghilang kemudian dapat ditelan kembali.
- Jika gejala timbul kembali setelah etionamid kembali
ditelan, hentikan semua pengobatan selama 1 minggu
dan mulai kembali pengobatan seperti dijadualkan
untuk memulai OAT RO dengan dosis uji yaitu dosis
terbagi
Jika muntah terus menerus beberapa hari, lakukan
pemeriksaan fungsi hati, kadar kalium dan kadar
kreatinin.
- Berikan suplemen kalium jika kadar kalium rendah
atau muntah berlanjut beberapa hari. Tata cara
pemberian kalium dapat di pelajari di lampiran 3.
- Bila terdapat tanda-tanda akut abdomen, penggunaan
Clofazimin harus dihentikan
4 Anoreksia Z, Eto, Lfx - Pengobatan tetap dilanjutkan
- Perbaikan gizi melalui pemberian nutrisi tambahan
- Konsultasi kejiwaan untuk menghi-langkan dampak
psikis dan depresi
- KIE mengenai pengaturan diet, aktifitas fisis dan
istirahat cukup.
5 Diare PAS - Pengobatan tetap dilanjutkan
- Rehidrasi oral sampai dengan rehidrasi intravena bila
muncul tanda dehidrasi berat.
- Penggantian elektrolit bila perlu
- Pemberian loperamid, norit
- Pengaturan diet, menghindari makanan yang bisa
memicu diare.

115
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab

- Pengurangan dosis PAS selama masih memenuhi


dosis terapi
6 Nyeri kepala Eto, Cs - Pengobatan tetap dilanjutkan
- Pemberian analgesik bila perlu (aspirin, parasetamol,
ibuprofen).
- Hindari OAINS pada pasien dengan gastritis berat dan
hemoptisis.
- Tingkatkan pemberian piridoksin men-jadi 300 mg bila
pasien mendapat Cs.
- Bila tidak berkurang maka pertimbangkan konsultasi
ke ahli jiwa untuk mengurangi faktor emosi yang
mungkin berpengaruh.
- Pemberian paduan parasetamol dengan kodein atau
amitriptilin bila nyeri kepala menetap.
7 Vertigo Km, Cm, Eto - Pengobatan tetap dilanjutkan
- Pemberian antihistamin-anti vertigo : betahistin
metsilat
- Konsultasi dengan ahli neurologi bila keluhan
semakin berat
- Pemberian OAT suntik 1 jam setelah OAT oral dan
memberikan etionamid dalam dosis terbagi bila
memungkin-kan.

8 Artralgia Z, Lfx - Pengobatan dilanjutkan.


- Pengobatan dengan OAINS akan membantu
demikian juga latihan/ fisioterapi dan pemijatan.
- Lakukan pemeriksaan asam urat, bila kadar asam
urat tinggi berikan alopurinol.
- Gejala dapat berkurang dengan perjalanan waktu
meskipun tanpa penanganan khusus.
- Bila gejala tidak hilang dan mengganggu maka pasien
dirujuk ke Fasyankes TB RO/Fasyankes Rujukan TB
RO untuk mendapatkan rekomendasi penanganan oleh
TAK bersama ahli rematologi atau ahli penyakit

116
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
dalam. Salah satu kemungkinan adalah pirazinamid
perlu diganti.
9 Gangguan Lfx, Moxi - Pengobatan tetap dilanjutkan
Tidur - Berikan OAT golongan kuinolon pada pagi hari atau
jauh dari waktu tidur pasien
- Lakukan konseling mengenai pola tidur yang baik
- Pemberian diazepam
10 Gangguan Km, Cm - Pengobatan tetap dilanjutkan
elektrolit ringan - Gejala hipokalemi dapat berupa kelelahan, nyeri otot,
: Hipokalemi kejang, baal/numbness, kelemahan tungkai bawah,
perubahan perilaku atau bingung
- Hipokalemia (kadar < 3,5 meq/L) dapat disebabkan
oleh:
Efek langsung aminoglikosida pada tubulus ginjal.
Muntah dan diare.
- Obati bila ada muntah dan diare.
- Berikan tambahan kalium peroral sesuai keterangan
tabel di lampiran.
- Jika kadar kalium kurang dari 2,3 meq/l pasien
mungkin memerlukan infus IV penggantian dan harus
di rujuk untuk dirawat inap di fasyankes Rujukan/Sub
rujukan.
- Hentikan pemberian kanamisin selama beberapa hari
jika kadar kalium kurang dari 2.3 meq/L, laporkan
kepada TAK.
- Berikan infus cairan KCl: paling banyak 10 mmol/jam
Hati-hati pemberian bersamaan dengan levofloksasin
karena dapat saling mempengaruhi.
11 Depresi Cs, Lfx, Eto, H - Pengobatan tetap dilanjutkan.
- Lakukan konseling kelompok atau perorangan.
Penyakit kronik dapat merupakan fakor risiko depresi.
- Rujuk ke Fasyankes Rujukan TB RO, jika gejala
menjadi berat dan tidak dapat diatasi di fasyankes

117
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
satelit/ Fasyankes TB RO.
- TAK bersama dokter ahli jiwa akan menganalisa lebih
lanjut. dan bila diperlukan akan mulai pengobatan anti
depresi.
- Pilihan anti depresan yang dianjurkan adalah
amitriptilin atau golongan SSRI
(Sentraline/Fluoxetine)
- Selain penanganan depresi, TAK akan merevisi
susunan paduan OAT yang digunakan atau
menyesuaikan dosis paduan OAT.
- Gejala depresi dapat berfluktuasi selama pengobatan
dan dapat membaik dengan berhasilnya pengobatan.
- Riwayat depresi sebelumnya bukan merupakan
kontra indikasi bagi penggunaan obat tetapi berisiko
terjadinya depresi selama pengobatan.
12 Perubahan Cs, H - Sama dengan penanganan depresi.
perilaku - Pilihan obat adalah haloperidol
- Pemberian 50mg B6 setiap 250mg Cs
13 Gastritis PAS, Eto,Z - Pengobatan dilanjutkan.
- Pemberian PPI (Omeprazol)
- Antasida golongan Mg(OH)2
- H2 antagonis (Ranitidin)
- Antasid harus diminum 2-3 jam setelah OAT agar
tidak mengganggu absorbsi OAT
- Etionamid dihentikan selama 1-7 hari dan penurunan
dosis Etionamid (bila memungkinkan) akan
membantu.
14 Nyeri di tempat Km, Cm - Pengobatan dilanjutkan.
suntikan - Suntikan diberikan di tempat yang bergantian
- Pengenceran obat dan cara penyuntikan yang benar
- Berikan kompres dingin pada tempat suntikan
15 Metalic taste Eto - Pengobatan dilanjutkan.

118
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
- Pemberian KIE bahwa efek samping tidak berbahaya
16 Gatal Cfz - Hentikan Cfz bila gatal sangat hebat
17 Penuaan warna Cfz - Bersifat reversibel
kulit - Berikan penjelasan pada pasien terutama pasien
wanita.

Tabel 17. Efek Samping Berat Yang Sering Muncul


Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
1 Kelainan fungsi Z, H, Eto, - Hentikan semua OAT, rujuk segera pasien ke
hati PAS, E, Lfx, Fasyankes TB RO/Fasyankes Rujukan TB RO
Mfx - Pasien dirawat inapkan untuk penilaian lanjutan jika
gejala menjadi lebih berat.
- Periksa serum darah untuk kadar enzim hati.
- Singkirkan kemungkinan penyebab lain, selain
hepatitis. Lakukan anamnesis ulang tentang riwayat
hepatitis sebelumnya.
- TAK akan mempertimbangkan untuk menghentikan
obat yang paling mungkin menjadi penyebab.
- Mulai kembali dengan obat lainnya, apabila dimulai
dengan OAT yang bersifat hepatotoksik, pantau
fungsi hati.
2 Kelainan fungsi Km, Cm - Pasien berisiko tinggi yaitu pasien dengan diabetes
ginjal melitus atau riwayat gangguan ginjal harus dipantau
gejala dan tanda gangguan ginjal : edema,
penurunan produksi urin, malaise, sesak nafas dan
renjatan.
- Hentikan semua OAT, Rujuk ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO bila ditemukan gejala
yang mengarah ke gangguan ginjal.
- TAK bersama ahli nefrologi atau ahli penyakit dalam
akan menetapkan penatalaksanaannya.
Jika terdapat gangguan ringan (kadar kreatinin 1.5-

119
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
2.2 mg/dl), hentikan kanamisin sampai kadar
kreatinin menurun. TAK dengan rekomendasi ahli
nefrologi/penyakit dalam akan menetapkan kapan
suntikan akan kembali diberikan.
- Untuk kasus sedang dan berat (kadar kreatinin > 2.2
mg/dl), hentikan semua obat dan lakukan
perhitungan GFR.
- Jika GFR atau klirens kreatinin (creatinin clearance)
< 30 ml/menit atau pasien mendapat hemodialisa
maka lakukan penyesuaian dosis OAT sesuai tabel
penyesuaian dosis.
- Bila setelah penyesuaian dosis kadar kreatinin tetap
tinggi maka hentikan pemberian kanamisin,
pemberian kapreomisin mungkin membantu.
3 Perdarahan PAS, Eto, H,Z - Hentikan perdarahan lambung.
lambung - Hentikan pengobatan, Rujuk ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO
- Hentikan pemberian OAT sampai 7 hari setelah
perdarahan lambung terkendali.

- Dapat dipertimbangkan untuk mengganti OAT


penyebab dengan OAT lain selama standar
pengobatan TB RO dapat terpenuhi.
4 Gangguan Cm, Km - Hentikan pengobatan, Rujuk ke Fasyankes TB
Elektrolit berat RO/Fasyankes Rujukan TB RO
(Bartter like - Merupakan gangguan elektrolit berat yang ditandai
syndrome) dengan hipokalemia, hipokalsemia dan
hipomagnesemia dan alkalosis hipoklorik metabolik
secara bersamaan dan mendadak.
- Disebabkan oleh gangguan fungsi tubulus ginjal
akibat pengaruh nefrotoksik OAT suntikan.
- Lakukan penggantian elektrolit sesuai pedoman.
- Berikan amilorid atau spironolakton untuk
mengurangi sekresi elektrolit.

120
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
5 Gangguan Km, Cm - Rujuk ke fasyankes Fasyankes TB RO/Fasyankes
pendengaran Rujukan TB RO
- Periksa data baseline untuk memastikan bahwa
gangguan pendengaran disebabkan oleh OAT atau
sebagai perburukan gangguan pendengaran yang
sudah ada sebelumnya.
- Rujuk pasien segera ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO untuk diperiksa
penyebabnya dan di konsulkan kepada TAK.
- Apabila penanganannya terlambat maka gangguan
pendengaran sampai dengan tuli dapat menetap.
- Evaluasi kehilangan pendengaran dan singkirkan
sebab lain seperti infeksi telinga, sumbatan dalam
telinga, trauma, dll.
- Periksa kembali pasien setiap minggu atau jika
pendengaran semakin buruk selama beberapa
minggu berikutnya hentikan kanamisin.
6 Gangguan E - Rujuk ke Fasyankes TB RO/Fasyankes Rujukan TB
penglihatan RO
- Gangguan penglihatan berupa kesulitan
membedakan warna merah dan hijau.Meskipun
gejala ringan, etambutol harus dihentikan segera.
Obat lain diteruskan sambil dirujuk ke fasyankes
Rujukan/sub rujukan.
- TAK akan meminta rekomendasi kepada ahli mata
jika gejala tetap terjadi meskipun etambutol sudah
dihentikan.
- Aminoglikosida juga dapat menyebabkan gangguan
penglihatan yang reversibel: silau pada cahaya yang
terang dan kesulitan melihat.
7 Gangguan Cs Fasyankes Satelit/ Fasyankes TB RO :
psikotik (Suicidal - Jangan membiarkan pasien sendirian, apabila akan
tendency) dirujuk ke fasyankes Rujukan harus didampingi.

121
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab

- Hentikan sementara OAT yang dicurigai sebagai


penyebab gejala psikotik, sebelum pasien dirujuk ke
fasyankes Rujukan TB RO. Berikan haloperidol 5 mg
p.o
Fasyankes Rujukan TB RO:
- Pasien harus ditangani oleh TAK melibatkan dokter
ahli jiwa, bila ada keinginan untuk bunuh diri atau
membunuh, hentikan sikloserin selama 1-4 minggu
sampai gejala terkendali dengan obat-obat anti-
psikotik.
- Berikan pengobatan anti-psikotik dan konseling.
- Bila gejala psikotik telah mereda, mulai kembali
sikloserin dalam dosis uji.
- Berikan piridoksin sampai 200 mg/ hari.
- Bila kondisi teratasi lanjutkan pengobatan TB RO
bersamaan dengan obat anti-psikotik.
8 Kejang Cs, Lfx - Hentikan sementara pemberian OAT yang dicurigai
sebagai penyebab kejang.
- Berikan obat anti kejang, misalnya fenitoin 3-5 mg/
hari/kg BB atau berikan diazepam iv 10 mg (bolus
perlahan) serta bila perlu naikkan dosis vitamin B6
s/d 200 mg/ hari.
Setelah stabil segera rujuk ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO
- Penanganan pasien dengan kejang harus di bawah
pengamatan dan penilaian TAK di Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO.
- Upayakan untuk mencari tahu riwayat atau
kemungkinan penyebab kejang lainnya (meningitis,
ensefalitis, pemakaian obat, alkohol atau trauma
kepala).

- Apabila kejang terjadi pertama kali maka lanjutkan


pengobatan TB RO tanpa pemberian sikloserin

122
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
selama 1-2 minggu. Setelah itu sikloserin dapat
dberikan kembali dengan dosis uji /ramping.
- Piridoksin (vit B6) dapat diberikan sampai dengan
200 mg per hari.
- Berikan profilaksis kejang yaitu fenitoin 3-5
mg/kg/hari. Jika menggunakan fenitoin dan
pirazinamid bersama-sama, pantau fungsi hati,
hentikan pirazinamid jika hasil faal hati abnormal.
- Pengobatan profilaksis kejang dapat dilanjutkan
sampai pengobatan TB RO selesai atau lengkap.
9 Tendinitis Lfx, Mfx - Singkirkan penyebab lain seperti gout, arthritis
rematoid, skleroderma sistemik dan trauma.
- Untuk meringankan gejala maka istirahatkan daerah
yang terkena, berikan termoterapi panas/dingin dan
berikan OAINS (aspirin, ibuprofen).
- Suntikan kortikosteroid pada daerah yang meradang
akan membantu.
- Bila sampai terjadi ruptur tendon maka dilakukan
tindakan pembedahan.

10 Syok Anafilaktik Km, Cm - Hentikan pengobatan.


- Tangani Syok anafilaktik.
- Berikan pengobatan segera seperti tersebut di
bawah ini, sambil dirujuk ke fasyankes Rujukan/sub
rujukan:
1. Adrenalin 0,2 – 0,5 ml, 1:1000 SC, ulangi jika
perlu.
2. Pasang infus cairan IV untuk jika perlu.
3. Beri kortikosteroid yang tersedia misalnya
hidrokortison 100 mg im atau deksametason 10
mg iv, ulangi jika perlu.
- Segera rujuk pasien ke Fasyankes TB
RO/Fasyankes Rujukan TB RO.

123
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab
11 Reaksi alergi Semua OAT - Hentikan pengobatan.
toksik yang digunakan - Berikan segera pengobatan seperti di bawah ini,
menyeluruh dan sambil dirujuk ke fasyankes Fasyankes TB
SJS RO/Fasyankes Rujukan TB RO, segera:
1. Berikan CTM untuk gatal-gatal
2. Berikan parasetamol bila demam.
3. Berikan prednisolon 60 mg per hari atau
suntikan deksametason 4 mg 3 kali sehari jika
tidak ada prednisolon
4. Ranitidin 150 mg 2x sehari atau 300 mg pada
malam hari
- Di Fasyankes TB RO/Fasyankes Rujukan TB RO:
1. Berikan antibiotik jika ada tanda-tanda infeksi
kulit.
2. Lanjutkan semua pengobatan alergi sampai ada
perbaikan, tappering off kortikosteroid jika
digunakan sampai 2 minggu.
3. Pengobatan jangan terlalu cepat dimulai
kembali. Tunggu sampai perbaikan klinis. TAK
merancang paduan pengobatan selanjutnya
tanpa mengikutsertakan OAT yang diduga
sebagai penyebab.
- Pengobatan dimulai secara bertahap dengan dosis
terbagi terutama bila dicurigai efek samping terkait
dengan dosis obat. Dosis total perhari tidak boleh
dikurangi (harus sesuai berat badan) kecuali bila ada
data bioavaibilitas obat (terapeutic drug monitoring).
Dosis yang digunakan disebut dosis uji (tabel 3) yang
diberikan selama 15 hari.
12 Hipotiroid PAS, Eto - Gejala dan tandanya adalah kulit kering, kelelahan,
kelemahan dan tidak tahan terhadap dingin.
- Penatalaksanaan dilakukan di fasyankes Rujukan
oleh TAK bersama seorang ahli endokrinologi atau ahli
penyakit dalam.

124
Kemungkinan
No Efek samping Tindakan
OAT Penyebab

- Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasar


peningkatan kadar TSH (kadar normal < 10 mU/l).
- Ahli endokrin memberikan rekomendasi pengobatan
dengan levotiroksin/ natiroksin serta evaluasinya.

4. Pelaporan Kejadian Efek Samping


Pelaporan kejadian Efek Samping Obat (ESO) di Indonesia saat ini masih
bersifat voluntary, sejak tahun 2014, Kementerian Kesehatan bersama dangan
Badan Penilaian Obat dan Makanan (BPOM) memperkenalkan sistem
Pharmacovigilance secara Cohort Event Monitoring (CEM) untuk penggunaan
OAT baru.

World Health Organization (WHO) mendefinisikan farmakovigilans sebagai


keilmuan dan aktifitas pendeteksian, penilaian, pemahaman dan pencegahan
efek samping dan permasalahan lainnya dalam penggunaan suatu obat.
Pemantauan aspek keamanan obat harus secara terus menerus dilakukan untuk
mengevaluasi konsistensi profil keamanannya. Untuk dapat melakukan evaluasi
risiko – manfaat diperlukan sistem pemantauan dan pelaporan efek samping
yang terstruktur dan terstandar. Sistem ini telah disederhanakan dan disesuaikan
untuk penggunaan rutin.

Program TB Nasional saat ini telah menggunakan obat TB yang baru seperti
Bedaquiline, Clofazimine dan linezolid sebagai bagian paduan obat yang akan
digunakan untuk mengobati pasien TB Pre/XDR. Dikarenakan data keamanan
obat TB yang baru tersebut masih sedikit maka WHO mensyaratkan penerapan
“Active Drug Safety Monitoring and Management (aDSM) atau monitoring dan
manajemen keamanan obat secara aktif.

Penerapan aDSM tersebut digunakan untuk :


a. pasien MDR dan XDR yang mendapatkan obat TB baru (Bdq,Cfz,Lzd)
b. Pasien MDR yang mendapatkan pengobatan paduan/rejimen obat baru
seperti “Shorter Regiment”
c. Semua pasien XDR yang mendapatkan pengobatan obat TB lini kedua.

125
Karena pasien XDR biasanya mendapatkan obat yang bukan untuk
pengobatan TB atau “repurposed drug”.

Dalam penerapannya terdapat 3 tingkatan aDSM yaitu


a. Core package : Monitoring dan pelaporan hanya untuk Serious Adverse
Event (SAEs) atau Kejadian Tidak Diinginkan Serius (KTD serius).
b. Intermediate package: Monitoring dan pelaporan SAEs dan adverse
event yang diinginkan.
c. Advanced package : Monitoring dan pelaporan semua Adverse Events

Tabel 18. Istilah dan definisi dalam Farmakovigilans (PV)


untuk Paduan OAT RO
Istilah Definisi
Kejadian Tidak Setiap kejadian medis yang tak diinginkan yang terjadi pada
Diinginkan (KTD) pasien atau subjek uji klinis yang mendapatkan pengobatan,
termasuk kejadian yang belum tentu disebabkan oleh atau
berhubungan dengan produk tersebut.
Adverse Reaction Setiap kejadian yang tak diinginkan dan respon yang tidak
(AR) diinginkan untuk produk obat yang diteliti terkait dengan setiap
dosis yang diberikan.
Unexpected Reaksi efek samping obat, yang sifat atau keparahannya tidak
Adverse Reaction konsisten dengan informasi tentang produk obat yang bersangkutan
(UAR) yang telah terdapat dalam ringkasan karakteristik produk (atau
brosur) untuk produk tersebut.
KTD Serius atau Secara berurutan; setiap peristiwa yang merugikan, reaksi yang
Serious Adverse merugikan atau reaksi yang merugikan tak terduga yang
Reaction (SAR) menyebabkan :
atau Suspected Kematian
Unexpected Mengancam kehidupan
Serious Adverse Memerlukan rawat inap atau perpanjangan rawat inap yang
Reaction ada
(SUSAR) Cacat persisten atau signifikan atau menyebabkan
ketidakmampuan
Bawaan anomali atau cacat lahir
Tabel 19. Klasifikasi hubungan kausal paduan OAT RO
Hubungan Deskripsi
Unassessable Tidak terdapat cukup data untuk membuat penilaian
Unclassifiable Tidak terdapat cukup data untuk membangun/menentukan
suatu hubungan
Unlikely Terdapat (hanya) sedikit bukti yang menunjukkan ada
hubungan sebab-akibat (misalnya peristiwa itu tidak terjadi dalam
waktu yang wajar setelah pemberian obat percobaan). Terdapat
penjelasan lain yang masuk akal untuk kejadian tersebut (misalnya
kondisi klinis pasien, pengobatan lain yang bersamaan).

Possible Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan hubungan sebab


akibat (misalnya karena peristiwa itu terjadi dalam waktu yang wajar
setelah pemberian obat percobaan). Namun, pengaruh faktor lain
mungkin berkontribusi pada event (misalnya kondisi klinis pasien,
pengobatan lain yang bersamaan).
Probable Terdapat bukti yang menunjukkan hubungan sebab akibat dan
pengaruh faktor-faktor lain tidak mungkin.
Certain Terdapat bukti jelas yang menunjukkan hubungan sebab
akibat dan kontribusi faktor lain yang mungkin dapat
dikesampingkan.

Catatan: Akan dijelaskan lebih lanjut dalam diseminasi atau pelatih khusus PV

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Pengobatan TB RO membutuhkan keteraturan serta ketepatan paduan dan cara
pemberian OAT. Dukungan dari keluarga, PMO dan petugas kesehatan berperan
penting dalam keberhasilan pengobatan.
2. Keputusan mengenai pengobatan dilakukan oleh Dokter terlatih (TAK di Fasyankes
Rujukan TB RO dan Dokter Terlatih di Fasyankes TB RO).
3. Pencatatan kartu TB.01 MDR harus diisi lengkap dan benar. Perhatikan bahwa semua
informasi sesuai rekomendasi TAK/ Dokter Terlatih harus terdokumentasi sesuai
ketentuan.
4. Semua pasien TB RO harus tercatat dalam register TB.03 MDR di eTB Manager,
sehingga secara berkala perlu dilakukan validasi data untuk memastikan hal tersebut.
5. Berikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien dan keluarga secara
berkesinambungan sehingga mereka bisa memahami penyakit, dampak penyakit serta
pentingnya menyelesaikan pengobatan.
6. Perhatikan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) TB serta berikan kenyamanan
pelayanan kepada pasien TB RO.
7. Umumnya pasien TB RO akan mengalami kejadian yang berkaitan dengan efek
samping OAT yang diberikan, tetapi hanya sebagian kecil saja yang memerlukan
penghentian pengobatan. Sehingga penanganan efek samping secara cepat, tepat dan
benar sangat diperlukan.
8. Kemajuan pengobatan harus selalu dipantau, pemeriksaan apusan dahak dan biakan
adalah alat evaluasi utama yang digunakan. Pemantauan pengobatan dilakukan secara
berkala: tahap awal setiap bulan dan tahap lanjutan setiap 2 bulan (setiap bulan pada
tahap lanjutan untuk pasien dengan paduan OAT standar jangka pendek.
9. Ketika pasien menyelesaikan proses pengobatannya, tentukan hasil akhir pengobatan
dan catat hal tersebut dalam TB.01 MDR. Penentuan hasil akhir pengobatan merupakan
kewenangan Tim Ahli Klinis di Fasyankes Rujukan TB RO dan dokter di fasyankes TB
RO.
10. Dokter di Fasyankes Satelit bertanggungjawab dalam memastikan tata laksana pasien
diberikan sesuai dengan rekomendasi dokter/ TAK.

SETELAH MENYELESAIKAN MATERI INI


PESERTA MENGERJAKAN LATIHAN 6
H. PESAN KOMUNIKASI EFEKTIF PADA PASIEN TB RESISTAN OBAT
Informasi dasar tentang TB RO sudah disampaikan kepada pasien pada saat
ditetapkan menjadi terduga TB RO Namun sebaiknya diulangi kembali ketika pasien
ditetapkan menjadi pasien TB RO. Komunikasi efektif dengan menerapkan
keterampilan dasar komunikasi motivasi perlu disampaikan oleh petugas kesehatan
sesuai dengan tahapan pengobatan.
Komunikasi efektif disampaikan pada :
Pasien TB RO
Keluarga Pasien TB RP
Pengawas Menelan Obat (PMO)
Masyarakat

1. Langkah-langkah memberikan informasi dan edukasi kepada pasien TB RO


adalah :
a. Sampaikan kepada pasien informasi tentang definisi TB RO dengan bahasa
yang sederhana sehingga dapat dimengerti pasien (Contoh pesan dapat
dilihat pada bagian informasi pada pasien terduga).
b. Sampaikan kepada pasien bahwa dari hasil pemeriksaannya ia positif
mengidap TB RO (Contoh dapat dilihat pada bagian informasi pasien
terduga).

2. Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien TB RO adalah :


a. Pernyataan kesediaan menjalani pengobatan (Informed Consent)atau
pernyataan menolak pengobatan (Inform refusal)
Sebelum menjalani pengobatan, petugas harus menyampaikan tentang
pernyataan kesediaan pasien untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan
pengobatan. Jelaskan secara rinci isi dan manfaat serta konsekuensi dari
pernyataan kesediaan yang ditandatanganinya. Berikanlah kesempatan
kepada pasien untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.Untuk
pasien yang tidak bersedia menjalani pengobatan diharuskan
menandatangani informed refusal/ surat pernyataan menolak pengobatan dan
diberikan penyuluhan mengenai konsekuensi dari penolakannya. Penyuluhan
pada kasus ini, juga diberikan kepada keluarga dan lingkungan sekitar pasien.

Bagi pasien yang menyetujui menjalani pengobatan, pasien melakukan


pemeriksaan penunjang (pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologi)
dengan beberapa persiapan seperti lama waktu pemeriksaan, persiapan
puasa, dan lain-lain.

b. Menjalani Pengobatan TB RO
Terdapat perbedaan antara pengobatan TB RO dengan TB bukan RO.
Setelah memberitahukan kepada pasien hasil pemeriksaan laboratorium,
maka ada beberapa hal yang harus dijelaskan sebelum dimulai pengobatan.
Petugas dapat menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Tempat pengobatan.
Contoh:
“Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, bapak/ibu harus menjalani
pengobatan TB RO. Bapak/ibu dapat menjalani pengobatan di Rumah
Sakit atau Puskesmas yang ditunjuk dan dekat dengan tempat tinggal
Bapak/ibusehingga pengobatan dapat diselesaikan.”
Jenis dan cara menelan obat
Contoh:
“Obat TB RO berbeda dengan obat TB sebelumnya. Ada beberapa jenis
obat yang diberikan, yaitu: obat yang diminum dan obat yang
disuntikkan”.
Apabila pasien mendapatkan paduan obat dengan PAS, maka jelaskan
kepada pasien bahwa obat harus diminum dengan cara dimasukkan ke
dalam minuman yang berasa asam dan langsung diminum. Hal ini agar
penyerapan obat baik. Minuman yang berasa asam ini, misalnya:jus
jeruk, jus apel atau jus nanas.”
Lama Pengobatan TB RO
Contoh:
“Obat diberikan berkisar 20 -24 bulan tergantung pada kemajuan yang
dialami bapak/ibu. Oleh karena itu harus diminum secara teratur Selama
masih diberi petunjuk dokter untuk berobat maka obat harus diminum
sesuai dengan aturan”.
Efek samping obat TB RO dan penanganannya
Contoh:
“Obat TB RO dapat menyebabkan efek samping. Bila bapak/ibu
mempunyai keluhan, maka harus segera memberitahukan kepada
petugas, sehingga masalah dapat segera diatasi.”
Pengambilan Obat
Contoh :
“Pada tahap awal pengobatan walaupun bapak/ibu menjalankan
pengobatan di fasyankes dekat rumah, namun bapak/ibu tetap harus
datang ke rumah sakit/puskesmas yang disepakati untuk menelan obat
dan disuntik. Bapak/Ibu harus datang setiap hari. Pada Sabtu dan Minggu
suntikan tidak diberikan, petugas tetap akan mendampingi bapak/ibu
pada saat menelan obat di rumah sakit/ puskesmas”.
“Bapak/ibu harus bekerjasama dengan petugas supaya pada saat libur
obat tidak terlewatkan dan bapak/ibu akan semakin membaik”.
Evaluasi Kemajuan Pengobatan
Selama masa pengobatan, pasien TB RO akan menjalani serangkaian
pemeriksaan untuk mengevaluasi kemajuan pengobatan.
Contoh:
“Untuk mengetahui kemajuan pengobatan bapak/ibu pada waktu-waktu
tertentu akan dilakukan serangkaian pemeriksaan”.
Sistem rujukan
Pasien akan dirujuk ke fasyankes terdekat untuk pengobatan selanjutnya.
Saat dirujuk, pasien harus mendapatkan penjelasan bahwa rujukan ini
sdilakukan untuk mempermudah dan mendekatkan pasien dalam
mendapatkan pelayanan pengobatan TB RO.
Pencegahan penularan
Contoh :
Untuk mencegah penularan kepada orang lain bapak/ibu harus:
- Berobat secara teratur sehingga jumlah kuman dalam tubuh
berkurang dan tidak dapat menular kepada orang lain.
- Menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin.
- Jangan membuang dahak sembarangan.
- Gunakan masker bedah.
Penawaran tes HIV untuk pasien TB resistan Obat
Sesuai Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang penanggulangan HIV dan
AIDS semua pasien TB dianjurkan untuk tes HIV melalui pendekatan
TIPK (Tes HIV atas Inisiasi Petugas Kesehatan dan Konseling) dan
Konseling dan tes Sukarela (KTS).

Tujuan utama dari penawaran tes HIV ini adalah agar petugas dapat
membuat keputusan klinis dan atau menentukan pelayanan medis secara
khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV
pada pasien TB seperti pemberian terapi ARV. Diantara pasien TB yang
mendapatkan pengobatan, angka kematian pasien TB dengan HIV positif
lebih tinggi dibandingkan dengan yang HIV negatif.

Pesan kunci yang disampaikan ke pasien TB terkait dengan HIV dan


AIDS antara lain :
- Apa yang diketahui oleh pasien TB RO tentang HIV dan AIDS ?
- Mengapa tes HIV penting bagi pasien TB RO ?
- Apa hubungan penyakit TB dengan HIV dan AIDS ?
- Apakah pasien TB RO sudah tahu tentang status HIV dan AIDS ?
- Apabila pasien TB RO tidak mengetahui hasil tes HIV atau hasilnya
tidak tercatat dan telah lebih dari 3 bulan dilakukan tes maka
disarankan untuk mengulang tes HIV kembali.
- Apa yang dipikirkan oleh pasien TB RO apabila hasil tes HIV negatif ?
dan bagaimana kalau hasil tes HIV positif ?
Informasi tambahan tentang HIV :
- Apakah tes HIV telah dilakukan : Sudah / Belum / Tidak tahu
- Tanggal dilakukan tes :
- Hasil Tes HIV :
- Tanggal memulai ART :
- Tanggal memulai mendapatkan PPK (CPT) :

TB dan penyakit penyerta lain


Pasien TB RO dengan penyakit penyerta lain seperti : Diabetes Melitus
(DM), Kurang Gizi, Gangguan Kejiwaan, Ketergantungan Obat dan
alkohol, ganguan fungsi hati, harus mendapatkan perhatian dan
pengawasan khusus dari petugas kesehatan selama pengobatan TB RO.
Pesan pokok yang disampaikan antara lain :
- Penyakit penyerta seperti DM, Kurang gizi dapat memperburuk
kondisi pasien TB.
- Pasien TB Romdengan penyakit penyerta perlu mendapatkan
pengobatan lain yang lebih memadai termasuk kajian tentang efek
samping obat.
- Supervisi intensif dari petugas kesehatan lebih diberikan kepada
pasien dengan RO dengan penyakit penyerta.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Pasien TB RO


Bapak/Ibu sebaiknya menjaga kesehatan dengan hidup bersih dan sehat,
misalnya:
- Makan makanan bergizi
- Upayakan ventilasi rumah baik dengan cara membuka jendela dan
pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk.Aliran udara
(ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman
di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman,
- Menerapkan etika batuk
- Tidak merokok dan tidak minum minuman yang mengandung alkohol,
- Olahraga secara teratur bila memungkinkan,
- Upayakan agar pasien tidur terpisah selama masih tahap menularkan

Tabel 19. Daftar Pertanyaan dan Pesan Kunci untuk Pasien TB RO


Daftar Pertanyaan Pesan Kunci
Apa yang bapak/ibu TB Resistan Obat adalah keadaan di mana
ketahui tentang TB RO? kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan
OAT yang digunakan selama ini
Apakah yang bapak/ibu Pengobatannya lebih lama, 20-24 bulan atau
ketahui tentang lebih
pengobatan TB RO ? Obatnya tidak sama dengan obat TB
sebelumnya
Pengobatannya lebih rumit, namun dengan
kerjasama bapak/ibu dan petugas maka
pengobatan dapat berjalan dengan baik.
Bila obat tidak diminum dengan teratur dan sesuai
petunjuk maka kuman dapat kebal terhadap obat
ini, belum ada obat lainnya yang dapat mematikan
kuman yang lebih kebal.
Kuman yang lebih kebal dapat menyebabkan
kematian
Obat TB RO ini mahal dan terbatas namun
disediakan oleh pemerintah
Bagaimanakah penularan TB RO menular lewat percikan dahak bila pasien
TB RO? batuk dan bersin. Orang di sekitar pasien akan
menghirup udara yang mengandung kuman.
Bagaimana mencegah Jangan membuang dahak dan meludah
penularan? sembarangan.
Bila batuk (lakukan etika batuk)
Ada 2 metode yang sederhana namun efektif untuk
mengurangi penyebaran kuman TB, yaitu:

1. Menutup hidung dan mulut dengan tisu


atau sapu tangan ketika batuk atau bersin
dan mencuci tangan sehabis kontak
dengan orang sakit.
2. Batuk atau bersin langsung ke tangan
tidak dianjurkan karena dapat
menyebarkan kuman ke apapun yang
anda sentuh dengan tangan. Sekiranya
tidak ada saputangan, batuklah atau
bersinlah ke bagian dalam dari siku anda atau ke
lengan baju bagian atas. Gantilah segera baju
anda.

Gunakan sabun, air dan lap untuk mencuci tangan


Anda atau Anda dapat menggunakan gel alkohol
pembersih tanpa air.
Bagaimana cara Obat TB RO berbeda dengan TB sebelumnya.
pemberian obat? Ada 2 cara pemberian obat, yang terdiri dari obat yang
diminum dan obat yang disuntikkan. Untuk obat minum
ada yang harus diminum dengan air yang mengandung
asam, seperti jus jeruk.

Mengapa pengobatan TB Pengobatan TB RO lebih lama, lebih sulit dan


RO harus diawasi lebih banyak efek samping sehingga pasien
petugas kesehatan? setiap saat harus diawasi petugas kesehatan.

134
Obat harus diminum secara teratur dan pada waktu
yang sama setiap harinya, sehingga petugas akan
mengingatkan bapak/ibu untuk minum obat.
Karena obat ini menjadi pilihan terakhir yang ada
saat ini supaya pasien bisa sembuh.

Bagaimana bapak/ibu Untuk mencegah penularan TB RO kepada


mencegah penularan keluarga dan masyarakat, ada beberapa hal
kepada orang lain? yang dilakukan:
Pengobatan tidak boleh terputus. Jika
pengobatan dipatuhi dengan baik, umumnya
setelah hasil laboratorium negatif maka
pasien tidak akan lagi menularkan kepada
oranglain.
Tutup hidung dan mulut ketika batuk dan
bersin (etika batuk).
Jangan membuang dahak sebarangan.
Buanglah dahak dalam wadah bertutup yang sudah
diberi desinfektan. Buang isinya ke lubang dan
timbun dengan tanah.
Buka jendela dan pintu agar udara dan
cahaya matahari bisa masuk.
Kelompok pendukung Informasikan dukungan psikologis dan dukungan
pasien sosial yang diberikan kepada pasien, seperti :
Pertemuan kelompok pasien yang difasilitasi oleh
petugas kesehatan terlatih/pekerja sosial dimana
pasien dapat bertemu dan berdiskusi dengan
sesama pasien TB RO untuk berbagi
tentang apa yang mereka rasakan.
Konseling yang disediakan oleh petugas
kesehatan terlatih/psikiater/pekerja sosial
tersedia untuk pasien dengan masalah
spesifik seperti depresi dan lain sebagainya.
Pertemuan umum dimana pasien
mendapatkan informasi dan edukasi
mengenai kesehatan dan juga pemberdayaan

135
pasien. Pasien yang telah berhasil
menyelesaikan pengobatan dapat
memberikan dorongan, semangat dan
berperan sebagai role model(contoh atau
teladan) bagi pasien lainnya.
Bimbingan rohani yang difasilitasi oleh
petugas kesehatan dengan melibatkan tokoh agama
untuk memperkuat dan memotivasi pasien.

Apakah di rumah Semua kontak erat temasuk anak dan


bapak/ibu ada yang mengalami gejala batuk lebih dari 2 minggu akan
batuk-batuk selama 2 menjalani pemeriksaan TB RO.
minggu atau lebih? Pemeriksaan ini akan membutuhkan contoh uji
Siapa saja yang dahak, dapat juga ditambah dengan pemeriksaan
batuk? melalui foto toraks (bagi orang dewasa), dan
Bagaimana pemeriksaan fisik. Sementara bagi anak
pemeriksaan TB RO pemeriksaan akan dilakukan dengan sistim
untuk kontak erat? skoring (pembobotan).

Perlukan pasien di Pada dasarnya pengobatan pasien TB RO


rawat inap dilakukan dengan rawat jalan kecuali terjadi efek
samping, penyakit lain atau perburukan kondisi pasien
yang membutuhkan rawat inap.

3. Pesan-pesan yang harus disampaikan kepada keluarga


Petugas kesehatan harus memberikan informasi penting seputar TB RO dan
pengobatannya kepada keluarga dan memberikan edukasi kepada keluarga
pasien mengenai pentingnya dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi
penyakitnya.

a. Saat kunjungan pertama setelah pasien didiagnosis TB RO


Pesan-pesan yang penting untuk disampaikan kepada keluarga pasien TB
RO sama dengan pesan yang disampaikan ke pasien TB resistan obat :

136
1) Penjelasan tentang TB RO
2) TB RO dapat disembuhkan
3) Pengobatan TB RO
Rencana pengobatan
Dosis dan cara pemberian obat TB RO
Keteraturan menelan obat sampai tuntas sesuai anjuran dokter.
Efek samping obat dan pastikan keluarga mengetahui kapan dan
kemana harus mencari pertolongan.
4) Pentingnya Pengawasan Menelan Obat selama pengobatan
5) Penularan TB RO
6) Pencegahan penularan TB RO :
Memastikan pasien selalu memakai masker
Menyediakan tempat pembuangan dahak agar pasien tidak
membuang dahaknya sebarangan
Tidak tinggal dalam satu ruangan tertutup tanpa ventilasi bersama
pasien selama masih menular (hasil biakan masih positif)
7) Pentingnya pemeriksaan ulang dahak secara teratur.
8) Memberikan informasi tentang pemeriksaan biakan dalam pemantauan
hasil pengobatan.
9) Pentingnya pola hidup sehat dan bersih bagi pasien dan keluarganya
10) Konseling dan perbaikan gizi pasien.
11) PHBS

b. Kunjungan Berikutnya Selama Masa Pengobatan


Pada pertemuan berikutnya, apabila pasien datang bersama keluarganya,
petugas kesehatan dapat mengulang pesan-pesan seperti pada pertemuan
pertama. Jangan berikan terlalu banyak informasi pada satu kunjungan.
Meyakinkan keluarga tentang pentingnya pengobatan sampai selesai.
Jika pasien tidak datang untuk mengambil obat atau tampak tidak
bersemangat, keluarga dapat membantu mencari tahu penyebabnya dan
turut mencari solusi masalahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan.

c. Pengawas Menelan Obat (PMO)


PMO adalah petugas kesehatan atau kader kesehatan terlatih yang
membantu mengawasi pasien TB Resistan Obat selama masa pengobatan
hingga sembuh.
Peran PMO dalam pengobatan adalah:
Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal pengobatan
sampai sembuh, yaitu:
1) Membuat kesepakatan dengan pasien mengenai lokasi dan waktu
menelan obat .
2) PMO dan pasien harus menepati kesepakatan yang sudah dibuat.
3) Pasien menelan obat dengan disaksikan oleh PMO.
4) Memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani
pengobatan secara lengkap dan teratur, yaitu:
Meyakinkan kepada pasien bahwa TB RO bisa disembuhkan dengan
minum obat secara lengkap dan teratur.
Memotivasi pasien untuk tetap minum obatnya saat mulai bosan.
Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya dan
menumbuhkan rasa percaya diri.
Menjelaskan manfaat bila pasien menyelesaikan pengobatan agar
pasien tidak putus berobat.
5) Mengingatkan pasien TB Resistan Obat datang ke Fasyankes untuk
mendapatkan obat dan periksa ulang dahak sesuai jadual, yaitu:
Mengingatkan pasien datang ke Fasyankes untuk mendapatkan obat
berdasarkan jadual pada kartu identitas pasien (TB.02 MDR).
Memastikan bahwa pasien sudah mengambil obat.
Mengingatkan pasien jadual periksa ulang dahak berdasarkan yang
tertera pada kartu identitas pasien (TB.02 MDR).
Memastikan bahwa pasien sudah melakukan periksa ulang dahak.
6) Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping OAT dan
menghubungi Fasyankes
Menanyakan apakah pasien mengalami keluhan setelah menelan
OAT.
Mendampingi pasien ke Fasyankes bila mengalami efek samping
obat.
Menenangkan pasien bahwa keluhan yang dialami bisa ditangani.
7) Memberikan penyuluhan tentang TB RO kepada keluarga pasien atau
orang yang tinggal serumah, yaitu tentang:
TB RO adalah penyakit menular, cara penularan TB RO gejala-gejala
TB RO dan cara pencegahannya,
TB RO disebabkan oleh kuman, tidak disebabkan oleh guna-guna
atau kutukan dan bukan penyakit keturunan,
TB RO dapat terjadi karena pasien TB tidak minum obat tuberkulosis
secara teratur,
TB RO dapat disembuhkan dengan berobat lengkap dan teratur,
Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, yaitu: tahap awal dan lanjutan,
yang lamanya berkisar 19-24 bulan,
Obat TB RO harus diminum sekaligus pada waktu yang sama setiap
harinya,
Tidak ada obat lain untuk mengobati TB RO,
Pentingnya pengawasan agar pasien berobat secara lengkap dan
teratur,
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke Fasyankes.
8) Mengidentifikasi adanya kontak erat dengan pasien TB Resistan Obat
dan apa yang harus dilakukan terhadap kontak erat tersebut.

4. Petugas kesehatan dan lingkungan sekitarnya


Pasien TB Resistan Obat dapat disembuhkan dengan pengobatan yang benar.
Selama hasil pemeriksaan biakan masih menunjukkan hasil positif, maka pasien
TB Resistan Obat tersebut masih dapat menularkan kepada orang lain di
sekitarnya. Untuk menghindari penularan yang terjadi maka pada lingkungan
sekitar perlu diberikan informasi tentang pencegahan pengendalian infeksi, yang
bertujuan agar setiap orang yang berhubungan dengan pasien dapat menjaga
dirinya tanpa menyakiti perasaan pasien. Masyarakat sekitar pasien dan petugas
kesehatan diharapkan dapat berperan aktif menyampaikan informasi dan
memberi dukungan untuk kesembuhan.
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada lingkungan sekitar pasien yaitu:
1) Pasien TB Resistan Obat tidak perlu dikucilkan.
2) TB Resistan Obat menular namun pencegahan penularan dapat dilakukan
dengan etika batuk dan menjalani pengobatan sedini mungkin.
3) Pasien TB Resistan Obat membutuhkan dukungan psikologis dan sosial
dalam pergaulan sehari-hari untuk mendukung keberhasilan pengobatannya.
4) Kesembuhan pasien TB Resistan Obat sangat penting untuk memutus rantai
penularan TB Resistan Obat
5) Lamanya waktu pengobatan, beratnya efek samping yang ditimbulkan obat
serta dampak sosial yang diakibatkan dari TB Resistan Obat, membuat
pasien TB Resistan Obat sangat membutuhkan dukungan lingkungan
sekitarnya.

Catatan :
Untuk menyampaikan informasi tentang penyakit TB RO pasien
tersebut ke lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja pasien, perlu
mendapatkan persetujuan tertulis pasien terlebih dahulu dan
mempertimbangkan risiko yang terjadi.

5. Pada Akhir Pengobatan


Saat pasien sampai pada akhir masa pengobatan, dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan hasilnya akan diberitahukan kepada pasien. Pasien yang
memenuhi kriteria sembuh atau pengobatan lengkap akan melanjutkan ke masa
monitoring sesudah pengobatan selama 2 tahun untuk mengawasi jika terjadi
kekambuhan. Pasien akan diminta memeriksakan dirinya setiap enam bulan ke
rumah sakit rujukan TB RO.

a. Hasil Pengobatan
Dukungan diberikan kepada pasien tergantung pada hasil akhir
pengobatannya.
Sembuh atau pengobatan lengkap
Pada pasien yang berhasil sembuh atau menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap harus diberikan penghargaan atas jerih payahnya selama
dua tahun ini.
Contoh:
“Selamat,bapak/ibu telah berhasil menyelesaikan pengobatan yang
panjang dan cukup sulit. Saya bangga bapak/ibu punya kemauan dan
semangat keras untuk sembuh selama 2 tahun ini. Sekarang bapak/ibu
tidak perlu menelan obat lagi, tetapi masih harus melakukan pemeriksaan
dahak setiap 6 bulan selama 2 tahun mendatang. Kita akan tahuapakah
kuman masih ada,mudah-mudahan tidak ada ya pak/bu”.
Pesan penting yang harus disampaikan:
1. Setiap 6 bulan melakukan pemeriksaan dahak ke rumah sakit
selama 2 tahun ke depan.
2. Segera datang ke rumah sakit bila ada gejala pada
pasien/kontaknya meskipun belum tiba jadual periksa 6 bulanan.

Pengobatan gagal
Pasien akan membutuhkan dukungan dan konseling keluarga untuk
menghadapi hasil pengobatan yang gagal.
Contoh:
“Bapak/Ibu telah berusaha dengan baik dan cukup keras selama
pengobatan ini. Sayangnya obat-obatan ini tidak berhasil mematikan
kuman dalam tubuh bapak/ibu. Kuman dalam tubuh bapak/ibu lebih kebal
dan obat untuk jenis kuman ini belum tersedia. Kami dapat membantu
memberi pengobatan sesuai dengan keluhan bapak/ibu. Namun kuman
belum bisa disingkirkan”.
Contoh:
“Kuman yang lebih kebal juga dapat menular kepada orang lain di sekitar
bapak/ibu bila batuk dan bersin. Karena itu bapak/ibu harus menutup
mulut/hidung pada saat batuk/bersin, memakai masker sesering mungkin,
jemurlah alat tidur dan buka jendela rumah setiap pagi”.

Pesan penting yang harus disampaikan:


1. Alasan penghentian pengobatan saat ini,
2. Dukungan apa yang dibutuhkan pasien,
3. Rencana Pengendalian Infeksi yang perlu dilakukan oleh pasien
dalam mencegah penularan.

Memastikan Pasien Patuh Melakukan Kunjungan Lanjutan setelah


Akhir Pengobatan
Contoh:
“Untuk memastikan keadaan bapak/ibu baik-baik saja, maka setiap enam
bulan bapak/ibu harus datang untuk dilakukan pemeriksaan dahak di
laboratorium untuk mengetahui apakah kumannya masih ada atau tidak.
Kami akan menghubungi bapak/ibu untuk mengingatkannya”.
Mewaspadai Timbulnya Gejala Pada Pasien atau Kontak pada saat
Monitoring Akhir Pengobatan
Contoh:
“Jika bapak/ibu batuk-batuk atau sakit dada atau punggung, demam
berkepanjangan atau turun berat badannya, berkeringat di malam hari
segeralah menghubungi kami, kita akan lakukan pemeriksaan untuk
mengetahui apa yang menjadi masalah. Jika ada orang serumah yang
juga mengalami gejala yang sama, bapak/ibu harus membawa mereka
dan petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan juga

SETELAH MENYELESAIKAN MATERI INI


PESERTA MENGERJAKAN LATIHAN 7
I. REFERENSI
1. Permenkes No. 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Manajemen Terpadu
Pengendalian TB RO
2. Pedoman Nasional Pengendalian TB, Kemenkes 2014
3. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana TB
4. WHO, Update Guidelines for PMDT, 2011
5. WHO, Companion Handbook for PMDT, 2014
6. WHO, Update Guideline for PMDT, 2016
J. EVALUASI

LATIHAN 1

1. Sebutkan kriteria untuk penetapan pasien TB RO yang akan diobati


Jawab:

2. Sebutkan peranan Tim Ahli Klinis di Fasyankes Rujukan TB RO dan Dokter di


Fasyankes TB RO dalam pengobatan TB RO !
Jawab:

3. Pak Setiadi adalah pasien TB RO yang sudah memenuhi syarat dan disetujui oleh Tim
Ahli klinis RSU Dr Sardjito, Yogyakarta untuk diobati. Berat badan Pak Setiadi adalah
56 kg.
a. Tulis paduan pengobatan
Jawab:

b. Dosis OAT
Jawab:

c. Jumlah obat suntik/ tablet?


Jawab:
LATIHAN 2

1. Sebutkan persiapan awal sebelum memulai pengobatan TB RO


Jawab :

2. Sebutkan beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan sebelum mengobati


pasien TB RO
Jawab:

3. Sebutkan dan jelaskan jenis dan paduan OAT TB RO di Indonesia!


Jawab :
4. Sebutkan dan jelaskan tahapan pengobatan TB RO
Jawab :

Tunjukkan hasil pekerjaan anda kepada fasilitator, Diskusikan bila


ada hal-hal yang belum jelas. Bila Tidak ada masalah, Lanjutkan ke
bagian selanjutnya
LATIHAN 3

1. Sebutkan jenis pemeriksaan apa sajakah yang menjadi evaluasi utama untuk memantau
kemajuan pengobatan pasien TB RO !
Jawab :

2. Jelaskan kapan sajakah dilakukan pemeriksaan dahak biakan serta uji kepekaan pada
pasien TB RO !
Jawab :
3. Sebutkan jenis pemeriksaan lainnya selain pemeriksaan dahak untuk pemantauan
pengobatan TB RO !
Jawab :
LATIHAN 4

1. Sebutkan kriteria kondisi pasien seperti apakah yang dinyatakan gagal pengobatan !
Jawab :

2. Sebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan jika menemui
kondisi pasien dengan pemeriksaan dahak biakan kembali menjadi positif setelah
mengalami konversi !
Jawab :

3. Sebutkan dan jelaskan hasil pengobatan pasien TB RO !


Jawab :
4. Bu Suwartini adalah pasien TB RO yang baru saja menyelesaikan rawat inap di RSU
DOK II Jayapura . Setelah berobat jalan sekitar 2 minggu pasien tidak datang lagi ke
Rumah Sakit. Pasien datang kembali 3 minggu kemudian. Apa tindakan yang sebaiknya
di ambil oleh petugas unit layanan di RSU DOK II Jayapura ?
Jawab:

5. Pak Darwis pasien TB RO yang sudah menjalani pengobatan bulan 12. Hasil
pemeriksaan BTA dan Biakan terakhir dilakukan menunjukkan hasil negatif. Pak Darwis
tanpa alasan yang jelas tidak datang lagi selama kurang lebih 3 bulan. Pak Darwis
datang lagi ke Puskesmas dengan kondisi yang lebih buruk dari saat terakhir dia minum
obat, hasil pemeriksaan dahak di Puskesmas menunjukkan hasil positif.
Jelaskan langkah apa yang diambil untuk menindaklanjuti kasus Pak Darwis ini!!
Jawab:

6. Pak Djazuli adalah pasien TB RO yang memulai pengobatan pada bulan Agustus 2013,
pasien rajin berobat, hasil pemeriksaan dahak Pak Djazuli adalah sebagai berikut:
Peme- Bulan ke-
riksaan 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20
BTA p neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg
o
s
Biakan M neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg
T
B
Saat ini adalah bulan Maret 2016 dan Bapak Djazuli telah mendapatkan OAT selama 20
bulan. Apa hasil akhir pengobatan Bapak Djazuli?
Jawab:

7. Ibu Puji adalah pasien TB RO yang sudah menjalani pengobatan selama 19 bulan dan
secara klinis tampak perbaikan yang nyata. Pasien mulai berobat bulan Juli 2012. Hasil
pemeriksaan dahak follow up adalah:

Peme- Bulan ke-


riksaa 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 2
n 0
BTA pos pos ne ne ne ne ne ne ne ne neg neg
g g g g g g g g
Biakan MT ne ne ne TD ne ne ne TD ne MT MT
B g g g g g g g B B

TD= tidak dilakukan


Apa hasil pengobatan Ibu Puji, dan apa tindakan yang akan anda lakukan terhadap hasil
pengobatan Ibu Puji tersebut?
Jawab:
LATIHAN 5

5. Kerjakan latihan kasus di bawah ini yang merupakan kelanjutan dari latihan MI. 1

a. Kasus Bpk. Achmad Rivai


Setelah Hasil Uji kepekaan dengan tes cepat diketahui, Bpk Achmad Rivai
ditegakkan diagnosa TB MDR dengan hasil uji kepekaan resistansi terhadap
rifampisin, INH dan etambutol dengan metode konvensional di Laboratorium
Mikrobiologi FKUI. Pada tanggal 17 Februari 2012, kasus pasien diajukan kepada
Tim Ahli Klinis di RSUP Persahabatan yang dikoordinir oleh dr. Syamsul Arifin,
Sp.P. Tim Ahli klinis memutuskan bahwa pasien dapat mulai pengobatan pada
tanggal 18 Februari 2012, dengan tahap rawat inap terlebih dahulu dikarenakan
kondisi Bapak Rivai yang mengalami pneumonia dan malnutrisi berat serta DM yang
tidak terkontrol. Paduan OAT yang diberikan adalah Km-Lfx-Eto-Cs-Z-E dan vitamin
B6. Berat badan pasien adalah 50 kg.

Pasien mulai tahap rawat inap pada tanggal 19 Februari 2012, No. Register
pasien di RSUP Persahabatan adalah : 01/009. No.Reg. RO Kab: 05/01/034.
Pasien merupakan pasien TB RO ke-15 yang diobati di RSUP Persahabatan.
Tidak tampak ada Parut BCG.
Foto Thorax tgl 23/02/2012 hasilnya adalah Kavitas dan Infiltrat di dua lapangan
Paru
Hasil pemeriksaan HIV adalah Negatif
Hasil pemeriksaan kontak serumah: Ny. Siti Asmanah (35 tahun) , Bayu (8 tahun)
dan Ikha (5 tahun), diperiksa pada tanggal 23 Februari 2012, hasil negatif.
Sebagai PMO adalah Petugas Kesehatan dengan pendampingan adalah Istri
Bpk. Achmad Rivai, no. Hp: 085-451554666, Perawat di ruangan yang
bertanggung jawab adalah suster Emilia.
Karena tidak ada efek samping obat yang berarti TAK memutuskan pada
pertemuan tanggal 05 Maret bahwa Rawat inap dilakukan selama 2 minggu.
Pada Tanggal 07 Maret pasien diperbolehkan pulang dan menjalani rawat jalan
tahap awal di RS. Persahabatan.

Tugas anda adalah:


1) Isi formulir data dasar pengobatan dan persetujuan Tim Ahli Klinis untuk pasien
Bp. Achmad Rivai
2) Isi Formulir TB 01 MDR sampai tanggal 07 Maret 2012
3) Isi Formulir TB 02 MDR sampai tanggal 07 Maret 2012

b. Kasus Ny. Sumariyah


Setelah Hasil Uji kepekaan diketahui, pasien ditegakkan diagnosa TB RO. Pada
tanggal 27 Januari 2013, kasus pasien diajukan kepada Tim Ahli Klinis di RSUD Dr
Soetomo yang dikoordinir oleh dr. Evasari Sp.P. Tim Ahli klinis memutuskan bahwa
pasien dapat mulai pengobatan pada tanggal 28 Januari 2013, dengan tahap rawat
inap terlebih dahulu. Paduan OAT yang diberikan adalah Km-Lfx-Eto-Cs-Z-E dan
Vitamin B6. Berat badan pasien adalah 45 kg.
Pasien mulai tahap rawat inap pada tanggal 28 Januari 2013 dikarenakan kondisi
Ny. Salamah yang pneumothorax dan gangguan elektrolit berat.
No. Register TB RO Fasyankes Rujukan : 01/010. No.Reg. RO Kab : 05/01/035.
Pasien merupakan pasien ke-20 yang diobati di RSUD Dr Soetomo. Parut BCG
tampak pada lengan kanan atas.
Hasil pemeriksaan kontak serumah: Tn. Nasikin (50 tahun) dan An. Maya (5
tahun), diperiksa pada tanggal 30 Januari 2013, hasil negatif.
Foto Thorax tgl 30 Januari 2013 : Infiltrat merata di seluruh lapang Paru
Sebagai PMO adalah Petugas Kesehatan dan pendampingan adalah suami
pasien Tn. Nasikin, no. Hp: 0810-1234567.
Hasil Rapat TAK tgl 14 Februari 2013 Pasien selesai dirawat inap dan memulai
rawat jalan per 15 Februari 2013.

Tugas anda adalah:


1) Isi formulir data dasar dan persetujuan Tim Ahli Klinis untuk pasien Salamah.
2) Isi Formulir TB.01 MDR sampai selesai rawat inap.
3) Isi Formulir TB.02 MDR sampai selesai rawat inap.

6. Latihan Kasus
a. Kasus Bpk. Achmad Rivai
Bapak Achmad Rivai menjalani rawat jalan tahap awal di RSUP Persahabatan,
Karena ingin sembuh pasien datang teratur setiap hari Senin sampai Jum’at ke
RS. Persahabatan untuk minum obat didepan petugas dan mendapat suntikan.
Setiap Sabtu dan Minggu Pasien datang ke RS untuk minum obat didepan PMO.

Hasil pemeriksaan laboratorium dahak biakan sebagai berikut


1) tanggal 17/03/2012 : no. Lab. 022, hasil BTA neg, biakan M. tuberculosis.
2) tanggal 14/04/2012 : no. Lab. 030, hasil BTA neg, biakan M. tuberculosis.
3) tanggal 12/05/2012 : no. Lab. 048, hasil BTA neg, biakan tidak tumbuh.
4) Tanggal 9/06/2012: no. Lab. 064, hasil BTA neg, biakan belum keluar hasil.

Atas pertimbangan permintaan pasien dan penilaian Tim Ahli Klinis melihat hasil
pemeriksaan dahak dan biakan maka pada rapat tanggal 19 Juni 2012,
diputuskan Bapak Achmad Rivai akan dirujuk ke Puskesmas Ciracas mulai
tanggal 20 Juni 2012.

Tugas anda adalah:


a. Lengkapi formulir persetujuan Tim Ahli Klinis untuk melanjutkan pengobatan
di PKM Ciracas.
b. Buatlah surat pengantar melanjutkan pengobatan.
c. Lengkapi Formulir TB.01 MDR sampai tanggal 19 Juni 2012
d. Lengkapi Formulir TB.02 MDR sampai tanggal 19 Juni 2012
e. Lengkapi Formulir TB.03 MDR.

b. Kasus Ny. Sumariyah


Ny. Sumariyah menjalani rawat jalan tahap awal di RSUD Dr Soetomo, Ny.
Sumariyah datang teratur setiap hari Senin sampai Jum’at untuk minum OAT dan
suntik di RS. Hari Sabtu dan Minggu Ny. Salamah minum OAT di RS tanpa
suntikan. Pasien datang secara teratur, namun pada tanggal 14 – 20 April 2013
pasien sempat mangkir berobat dengan alasan menengok orang tua yang sedang
sakit di Kemranjen, Banyumas, Jawa Tengah.

Pada tanggal 15 Mei 2013, pasien menyatakan ingin pindah ke Puskesmas yang
dekat dengan tempat tinggalnya. Pada tanggal 16 Mei 2013 pasien diajukan ke Tim
Ahli Klinis untuk memutuskan apakah pasien dapat dirujuk ke untuk melanjutkan
pengobatannya di Puskesmas Jemursari. Tim Ahli Klinis menyetujui permintaan
tersebut. Mulai tanggal 19 Mei 2013 pasien mendapat OAT oral dan suntikan di
Puskesmas Jemursari.

Hasil pemeriksaan laboratorium dahak dan biakan sebagai berikut


a. tanggal 26/02/2013 : no Lab 025, hasil BTA neg, biakan M.tuberculosis.
b. tanggal 28/03/2013 : no Lab 031, hasil BTA neg, biakan tidak tumbuh.
c. tanggal 27/04/2013 : no lab 050, hasil BTA neg, biakan tidak tumbuh.
d. tanggal 27/05/2013 : no lab 065, hasil BTA neg, biakan belum keluar hasil.

Pertanyaan dan tugas anda adalah:


a. Lengkapi formulir persetujuan Tim Ahli Klinis untuk melanjutkan pengobatan di
PKM Jemursari
b. Buatlah surat pengantar melanjutkan pengobatan.
c. Lengkapi Formulir TB.01 MDR sampai tanggal 27 Mei 2013.
d. Lengkapi Formulir TB.02 MDR sampai tanggal 27 Mei 2013.
e. Lengkapi Formulir TB.03 MDR.

Tunjukkan hasil pekerjaan anda kepada fasilitator,


Diskusikan bila ada hal-hal yang belum jelas.
Bila Tidak ada masalah, Lanjutkan ke bagian selanjutnya

7. Latihan Kasus :
a. Kasus Bpk. Achmad Rivai
Mulai tanggal 20 Juni 2012, pasien mendapatkan OAT suntik dan menelan OAT
oral di Puskesmas Kecamatan Ciracas. Pasien berobat teratur, dan pada saat
harus kontrol ke RSUP Persahabatan, pasien mendapatkan OAT dari RS.

Hasil pemeriksaan dahak di Laboratorium adalah sebagai berikut :


- tanggal 09/06/2012 : No. Lab 064, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.
- tanggal 07/07/2012 : No. Lab 070, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.
- tanggal 04/08/2012 : No. Lab 085, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.
- tanggal 16/09/2012 : No. Lab 092, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.
- Tanggal 01/10/2012 : No. Lab 112, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh

Hasil Foto Rontgen tgl 01 Oktober 2012 hasil ada perbaikan.


Setelah hasil pemeriksaan dahak akhir bulan ke 8 didapatkan, maka kasus pasien
diajukan kembali ke Tim Ahli Klinis untuk menghentikan OAT suntik dan memulai
tahap lanjutan. Pada tanggal 01 Oktober 2012, Tim Ahli Klinis menyetujui
perpindahan ke tahap lanjutan. Paduan yang diberikan adalah: Eto-Cs-Lfx.
Pengobatan tahap lanjutan akan dimulai 02 Oktober 2012.
Pertanyaan:
1) Bagaimana prognosis pengobatan Bapak Achmad Rivai setelah diobati selama
8 Bulan?
Jawab:

2) Lengkapi Formulir TB.01 dan TB.03 MDR untuk pasien Bp. Achmad Rivai sd
tgl. 01 Oktober 2012
Jawab:

b. Kasus Ny. Sumariyah


Mulai tanggal 19 Mei 2013, pasien mendapatkan OAT suntik dan menelan OAT
oral di Puskesmas Kecamatan Jemursari. Pasien berobat teratur setiap 5 hari
dalam 1 minggu, dan pada saat harus kontrol ke RSUD Dr Soetomo, pasien
mendapatkan OAT dari RS.
Hasil pemeriksaan Laboratorium biakan dahak adalah sebagai berikut :
Tanggal 27/05/2013 : No. Lab 065, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.
Tanggal 26/06/2013 : No. Lab 071, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.
Tanggal 26/07/2013 : No. Lab 063, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.
Tanggal 25/08/2013 : No. Lab 041, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.
Tanggal 24/09/2013: No. Lab 088, Hasil BTA Neg, biakan tidak tumbuh.

Hasil foto rontgen tgl 24/09/2013 hasil menunjukkan ada perbaikan.

Setelah hasil pemeriksaan dahak akhir bulan ke-8 didapatkan, maka kasus
pasien diajukan kembali ke Tim Ahli Klinis untuk menghentikan OAT suntik dan
memulai tahap lanjutan. Pada tanggal 24/09/2013, Tim Ahli Klinis menyetujui
perpindahan ke tahap lanjutan. Paduan yang diberikan adalah: Eto-Cs-Lfx-E
dengan BB 55 Kg.

Pertanyaan dan tugas anda :


1) Bagaimana prognosis pengobatan Ny. Salamah setelah diobati selama 8
Bulan?
2) Lengkapi Formulir TB.01 MDR Ny. Salamah s/d tgl. 24/09/2013.
8. Latihan Kasus :
a. Kasus Bapak Achmad Rivai
Pasien Melanjutkan pengobatan tahap lanjutan di Puskesmas mulai tanggal 02
Oktober 2012. Pada Tanggal 31 Oktober 2012 sampai tanggal 15 November
2012 pasien tidak datang ke Puskesmas, ketika dilakukan pelacakan pasien dan
keluarga ternyata pulang ke Banyumas tanpa memberitahu kepada petugas,
nomer telepon pasien maupun keluarga tidak dapat dihubungi.
Pada tanggal 16 November 2012 pasien datang lagi ke Puskesmas. Oleh
Petugas Puskesmas pasien diminta untuk datang dulu ke RS Persahabatan.
Tindakan dokter di RS adalah melakukan evaluasi klinis dan melakukan
pemeriksaan BTA, hasilnya negatif. Pengobatan dilanjutkan kembali sampai
selesai.
Hasil pemeriksaan Laboratorium selama tahap lanjutan adalah sebagai berikut:
Tanggal 16/11/2012 : No. Reg. Lab. 107, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 15/12/2012 : No. Reg. Lab. 135, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 12/01/2013 : No. Reg. Lab. 151, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 11/02/2013 : No. Reg. Lab. 170, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 11/03/2013 : No. Reg. Lab. 190, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 10/04/2013 : No. Reg. Lab. 207, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 10/05/2013 : No. Reg. Lab. 211, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 09/06/2013 : No. Reg. Lab. 215, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 08/07/2013 : No. Reg. Lab. 117, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 08/08/2013 : No. Reg. Lab. 201, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 06/09/2013 : No Reg Lab 177, Hasil BTA Neg, biakan Neg

Hasil Foto Thorax follow up tgl 16/11/2012 dan 06/09/2013 hasil membaik.

Pada tanggal 28 Desember 2010, kasus ini diajukan kembali ke Tim Ahli Klinis
untuk menghentikan pengobatan tanggal 03 Januari 2011 dan menentukan hasil
akhir pengobatan.
a. Apa hasil akhir pengobatan Bapak Achmad Rivai?
b. Lengkapi TB 01 MDR sampai dengan selesai pengobatan
b. Kasus Ny. Sulaimah
Pasien Melanjutkan pengobatan tahap lanjutan di Puskesmas Ciracas. Hasil
pemeriksaan dahak adalah :
Tanggal 24/10/2013 : No. Reg. Lab. 093, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 23/11/2013 : No. Reg. Lab. 122, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 23/12/2013 : No. Reg. Lab. 145, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 22/01/2014 : No. Reg. Lab. 166, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 21/02/2014 : No. Reg. Lab. 178, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 23/03/2014 : No. Reg. Lab. 197, Hasil BTA Neg, biakan Neg.
Tanggal 22/04/2014 : No. Reg. Lab. 200, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 22/05/2014 : No. Reg. Lab. 211, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 21/06/2014 : No. Reg. Lab. 312, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 21/07/2014 : No. Reg. Lab. 112, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 20/08/2014 : No. Reg. Lab. 213, Hasil BTA Neg, biakan Neg
Tanggal 19/09/2014 : No. Reg. Lab. 411, Hasil BTA Neg, biakan Neg

Foto Thorax tanggal 21/02/2014 dan 19/09/2014 hasil menunjukkan perbaikan.

Pada tanggal 19/09/2014, kasus ini diajukan kembali ke Tim Ahli Klinis untuk
menghentikan pengobatan dan menentukan hasil akhir pengobatan pada tanggal
20 September 2014.

Pertanyaan :
1) Apakah hasil akhir pengobatan Ny. Salamah?
2) Lengkapi Formulir TB 01 MDR untuk pasien Ny. Salamah!
LATIHAN 6

1. Jelaskan prinsip dasar pengobatan TB RO pada anak !


Jawab :

2. Jelaskan paduan pengobatan TB RO pada anak !


Jawab :

3. Jelaskan prinsip kolaborasi Pengobatan TB RO pada koinfeksi HIV !


Jawab :
4. Sebutkan pemeriksaan apasajakah yang menjadi evaluasi utama dan evaluasi
penunjang dalam pengobatan TB RO Koinfeksi HIV !
Jawab :
LATIHAN 7

1. Jelaskan kondisi khusus seperti apa sajakah yang mengharuskan pasien mendapatkan
penanganan secara spesifik sesuai dengan kondisinya !
Jawab :

2. Jenis pengobatan adjuvan apa sajakah yang biasanya diberikan kepada pasien TB RO
di RS Rujukan/Fasyankes ?
Jawab :

3. Sebutkan efek samping ringan apasajakah yang biasanya muncul pada pasien TB RO!
Jawab :
4. Sebutkan efek samping berat apasajakah yang biasanya muncul pada pasien TB RO!
Jawab :

5. Sebutkan dan jelaskan istilah dalam Farmakovigilans pada pengobatan TB RO !


Jawab :

6. Anda adalah dokter di Fasyankes TB RO - RO


Anda mendapati pasien yang mengeluh mengalami nyeri kepala pada sore hari
setelah bekerja dan lemas yang berkurang dengan berbaring. Apa yang anda
lakukan? Jawab :
Pasien TB RO yang mendapat PAS mengeluh mengalami gastritis dan diare, apa
yang anda lakukan? Jawab :

Seorang pasien TB RO yang mendapatkan etambutol dengan keluhan gangguan


penglihatan, apa yang anda lakukan? Jawab :

7. Ibu Sumini, 37 tahun, adalah pasien yang menjalani pengobatan TB RO di RSUD Adam
Malik Medan -. Pasien mendapatkan paduan OAT RO berupa Km-Lfx-Cs-Eto-Z-E-H.
Seminggu terakhir pasien mengalami keluhan sering merasa mual, rasa tidak nyaman di
perut serta urine berubah warna seperti teh kental. Pasien juga terlihat ikterik, dokter
mencurigai terjadi gangguan pada hati. Pasien dimintakan pemeriksaan faal hati yang
hasilnya menunjukkan kenaikan SGOT/ SGPT lebih dari 5 kali nilai normal.
a) Apa yang dialami pasien Ny. Sumini?
Jawab :

b) OAT mana yang menjadi penyebab?


Jawab :
c) Apa tindakan yang harus dilakukan?
Jawab :
LATIHAN 8

1. Sebutkan kepada siapa sajakah komunikasi efektif perlu disampaikan !


Jawab :

2. Jelaskan hal-hal apasajakah yang perlu saat disampaikan kepada pasien saat menjalani
pengobatan TB RO ?
Jawab :

3. Sebutkan dan jelaskan pesan apasajakah yang perlu disampaikan kepada keluarga
pasien saat kunjungan pertama setelah pasien didiagnosis TB RO ?
Jawab :
4. Jelaskan peran PMO dalam pengobatan pasien TB RO !
Jawab :

5. Jelaskan hal-hal apasajakah yang perlu disampaikan kepada petugas kesehatan dan
lingkungan sekitar pasien TB RO !
Jawab :
EVALUASI AKHIR

1. Yang tidak menjadi persyaratan kriteria penetapan pasien yang akan memulai
pengobatan TB RO adalah :
a. Kasus TB -RO
b. Sosial ekonomi pasien.
c. Melakukan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.
d. Inform consent.
e. Penduduk dengan alamat yang jelas

2. Jenis OAT RO yang merupakan salah satu obat paling poten dalam paduan standard TB
RO di Indonesia:
a. Pirazinamid (Z)
b. Etambutol (E)
c. Levofloksasin (Lfx)
d. Sikloserin (Cs)
e. PAS

3. OAT RO paduan standar bisa diubah komposisinya apabila memenuhi keadaan:


a. Pasien mengalami efek samping berat yang dapat diidentifikasi disebabkan oleh
salah satu obat.
b. Pasien mengalami penurunan berat badan.
c. Pasien putus berobat akibat efek samping.
d. Kondisi klinis membaik tapi hasil biakan masih positif.
e. Pasien mengalami efek samping sedang yang dapat ditangani oleh fasyankes satelit

6. Secara umum paduan pengobatan TB RO harus memenuhi kriteria dibawah ini :


a. Sekurangnya empat obat lini kedua yang efektivitasnya pasti/hampir pasti.
b. OAT lini pertama seperti Z, H dan E masih bisa diberikan dan dihitung sebagai 4
OAT yang masih efektif.
c. Etambutol bisa tetap diberikan walaupun sudah terbukti resistan
d. Dosis tidak perlu disesuaikan meskipun terjadi kenaikan berat badan
e. H dan R yang merupakan OAT paling poten tetap diberikan meskipun sudah
resistan.
7. Pernyataan yang paling sesuai dengan dasar-dasar pengobatan TB RO adalah:
a. Dokter di fasyankes Satelit bisa melakukan penanganan kasus efek samping dengan
menghentikan pengobatan pasien TB Resistma Obat.
b. Apabila perlu dokter di fasyankes Rujukan bisa menghentikan sementara
pengobatan pasien TB RO.
c. Pengobatan TB RO di Indonesia saat ini menggunakan paduan standar yang tidak
memungkinkan adanya perubahan dosis dan paduan.
d. Dokter terlatih di Fasyankes Rujukan dan Fasyankes TB RO - merupakan pihak yang
berwenang menentukan paduan pengobatan pasien TB RO.
e. Tim Terapeutik bisa menghentikan paduan pengobatan TB RO jika ada efek
samping

8. Pak Sukawi, 44 tahun merupakan pasien TB RO yang diobati di RSU Labuang baji
Makassar. Hasil pemeriksaan dahak dan biakan pada bulan pertama menunjukkan hasil
negatif. Berapa lama pak Sukawi harus menjalani tahap awal pengobatan TB RO?
a. 4 bulan
b. 5 bulan
c. 6 bulan
d. 8 bulan
e. 2 bulan

9. Bapak Zulkifli, 38 tahun merupakan pasien TB RO yang diobati di RSUP. Sanglah Bali.
Hasil pemeriksaan dahak dan biakan sejak bulan pertama sampai keempat
menunjukkan hasil masih positif. Apa yang pertama kali harus dilakukan petugas poli RO
RSUP Sanglah Bali?
a. Melaporkan kasus ini ke Tim Ahli Klinis
b. Melakukan wawancara terpisah dengan pasien dan PMO untuk mengetahui apakah
pasien benar-benar minum obat.
c. Mereview kartu pengobatan untuk mengetahui kepatuhan dan keteraturan pasien
berobat.
d. Mengusulkan ke Tim Ahli Klinis untuk menambah satu OAT tambahan.
e. Menghentikan pengobatan TB RO karena resiko kegagalan pengobatan

10. Pak Jhon rambo adalah pasien TB RO yang baru berobat selama 3 minggu di RS Adam
Malik Medan. Setelah pulang dari Rawat inap pak Jhon tidak pernah muncul dan setelah
dilakukan pelacakan ternyata pak Jhon pindah alamat yang tidak diketahui. Setelah 3
bulan pak Jhon datang lagi ke RS Adam malik Medan. Petugas melakukan pemeriksaan
apusan dahak secara mikroskopis dan hasilnya positif. Setelah mendapat konseling pak
Joni ingin berobat kembali dengan teratur. Apa yang harus dilakukan petugas di RS
Adam Malik Medan?
a. Mengulangi pengobatan dari awal dengan pasien dianggap sebagai kasus baru.
b. Meneruskan pengobatan dengan rejimen yang sama dan kartu pengobatan yang
sama
c. Menyatakan pengobatan sebelumnya sebagai kasus loss to follow up dan
memperlakukan pasien sebagai terduga TB RO dari awal.
d. Menyatakan pengobatan sebelumnya sebagai kasus loss to follow up, pasien
kemudian diobati sesuai hasil pemeriksaan sebelumnya sebagai data dasar
pengobatan karena berobat kurang dari 1 bulan.
e. Menyatakan hasil pengobatan gagal dan memulai pengobatan dari awal

11. Bapak Hariyanto Kasmir adalah pasien TB RO yang rencananya akan diobati selama 21
bulan, hasil pemeriksaan biakan pada bulan ke 19 dan 21 menunjukkan hasil positif.
Apakah hasil akhir pengobatan Bapak Haryanto?
a. Gagal
b. Sembuh
c. Lengkap
d. Lost to follow up.
e. XDR

12. Apabila seorang pasien TB RO yang direncanakan akan diobati selama 20 bulan, hasil
pemeriksaan bulan ke 12 Biakan positif M.TB, bulan ke 15 hasil biakan neg, bulan ke 17
hasil neg, bulan ke 19 hasil negatif, Hasil akhir pengobatan adalah
a. Gagal
b. Sembuh
c. Lengkap
d. Lost to follow up.
e. Tidak di evaluasi
Lampiran 1. Contoh Pengisian Formulir Data Dasar Pasien TB RO

171
172
173
1
Foto Rontgen Dada: Tanggal: Ol /ll /2016

Paru Kanan Paru Kiri


11
I 1- Kavitas
2 - lnfiltrat
8 - Fibrothorax
9-Bullae
3-Nodul 10- Efusi Pleura

I 5-
Umfadenop,ati
12 - Bronkiektasis
13 - Atelektasis
I
6lntrathorax
I
- Penyebaran 14 - Konsolldasi
I Endobronkial 15 · Massa

VI. PENILAIAN
Kriteria Suspek TB
MOR
D Kasus Kronik/Gagal Pengobatan Kategori 2
D Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga p,ada
pengobatan Kategori 2
D Pasien TB yang pemah diobati termasuk OAT TB MOR misalnya Fluoroquinolon dan
Kanamisin
D Gaiiil pengobatan Kateijori l
D Pasien denian hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan keti&a p,ada
pengobatan Kategori l
OV Kasus Kambuh
D Peogobatan Setelah Oefault/lalal p,ada pengobatan kategori 1 atau 2
D Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB MOR
terkonfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB MOR
D Pasien k<rinfeksi TB-HIV yang tidak respons terhadap pemberian OAT

D Kriteria lainnya :

D Penyakit selain TB, tulislcan

VII. RENCANA TINOAK LANJlJT


O Mulai pengobatan TB RO
tuliskan paduan 8-12 Km· Mix· Eto ·Cs· PAS· Z· (E) • H / 12-14 Mix· Eto ·Cs· PAS· Z · (E) • H

D Rencana terapi untuk simptornatik, atau ko-rnorbiditas lain :

D lainnya

Dokter Pemeriksa : dr Rina, Sp.P Tanggal:01/11/2016

174
Lampiran 2. TB 01 MDR

I PENGENDALIAN TB NASIONAL I K.ARTU PENGOBATAN PASIEN TB RESISTAN OBAT


I TB.01 MOR
I
Nama Pasien (1) BQk. Slamet Rianto Telp. 031-7755678 fas Ru.iJkan!Sub rujukan (9): RSU Dr. Soetomo Tallon (10) 2012
Alamat Lengkap (2) : JI. Perintis Kemerdekaan no 5 rt 2 rw 1 Surabaya No. Reg.MOR Fas (11) '021278112 No.Reg.MOR Kab (12): '021278112
Nama PMO (3) : Suster Dewi Telp. 031-569998 Tanggal Registrasi (13): Provinsi :
Alamat Lengkap PMO (4) : Poli MOR RSU DR. Soetomo Surabaya
Jenis kelamin (5) G] l DP Umur (6): GJw tanun
Asuransi kesehatan pasien (14):
QJ
Klasifikasi Pasien 1171
Paru
D Extra Paru
Parut BCG (7) D Jelas GJ Tidakada
D Meragukan D Ada
Lokasi :
D Tldak ada
Catalan (8) {untuk hasil gemeriksaan lain misaln;t:a Bi2gsi1 Skoring TB Anak dlll
Oirujuk oren (16): Tipe Registrasi Pasien (18)

0 Paslen sendlr D Baru D Pindahan

PemerlkHan kontak serumah (15): m Fasyankes Puskesmos !'Pm


D Kambuh

D D
. .
No.
1.
Nama
Sriani
UP Umur
f ss •

Tgl Pemeriksaan
8/12/12
Hasii
WI D
DPS:

Lain-lain, Sebutkan D
Putus berobat

Gagal K 1
0Lain-lain

2. a.n Rita f 12 8112112 TB anak


• 3. a.n Majid !. �
• 8/12/12 la.k
G] Gagal K2

4.
•5. -- -- --
Pertemuan Tim Ahli Klinis (20)
-- -- --
Tanggal Tujuan Keputusan
Riwayat Pengobatan TB Sebelumnya (19)
No TanggaJ mutai Tx Paduan OAT Hasil 15Juli 2012 Mutai Pengobatan Pengobatan Rawat Jalan 16 Juli 2012
Feb-07 25JuliKat1
2012 Pindah satelit Sembuh
Pengobatan di PKM Mojo tgl 27 Juli 2012
Des 2010 Kat
27 Des 2
201, Pindah Fase Lanjutan Gagal
Fase Lanjutan tgl 1 Jan 2012

12 Mar 2013 Pergantian Paduan OAT Mengganti Cs menjadi PAS

1 Mar 2014 Selesai Penaobatan Dinyatakan Sembuh tal 3 Maret 2014

Apakah pernah mendapatkan OAT Uni kedua (21): D Ya GJ Tidak


Jika Ya, sebutkan jenis dan lamanya Hal 1 dari 4

175
Nama Pasien
Registe-r MDR Faskes
.. Tn. Slamet Rianto
021278/12
c: Hasil Pemeriksaan Dahak (22)
:5 1 2 Hasil Rapid DST
m No. Lab ITgl Rapid Test Hasil (beri tanda v)
Tgl Pengambilan BTA Biakan BTA Biakan I
"'
B 10Juli. 2012 1789 :M 3+ :JWI'B 1+ :MT:B 10Juli 2012 11 I SR I I I RR 11 I N 11 I
1 20 ....'A._qust 2012 2008 :M Nep Ne_q SR: MTS sensitif R RR: MTBResR N: MTS negatif l: Invalid/ Error
2 20 Sept 2012 2087:M Nea Nea Hasil Uji kepekaan metode lain
Tgl Hasil
3 21 Oli.t: 12 2177 :J\1 Nep Neq
Keluar
Metode No. Lab H R E s Km Ami< Ofx ...... .....
4 22 Nov 12 2156 :J\1 Nea Nea
5 23 'V= 12 2200 :J\f Nep Neq 22 Ok 2012 1789M R R R s
6 23Jan 2013 2302 :J\1 Nea Nea
oanar Singkatan Obat
s
7
8 2, :Jlta.- 13 2565 :J\1 Nca Nca
H : lsonlasld Km : Kanamycln s : Streptomlsln Metode uJI kepekaan
R : Rlfamplcln Ofx : ono1<sasln Kon11enslona1
g
E : Ethamt>utol Amk; Aml1<as1n LPA/Hain test
10 25 :J\!ci 13 :,798 :JI! Nc.q Nc.q (hanya untuk H & R)
11 Gra<lasi Pemeriksaan Biakan:
12 30Ju.Ci 13 2909 :JI! Nep Ncp Neg : Tidal< ada pertumbuhan 2•: 100 - 200 koloni
13 1-19: < dari 20 koloni 3-+: 200 - 500 Koloni
14 28 Sept 13 3098 :JI·! Ne.q Ne_q 1+: 20-100 koloni 4+ > 500 koloni
15
16 26 Nov 13 3210 :J\1 Nea Nea
17 Tgl Foto Kode Kode Hasil Bacaan (24)
18 28Ja.n 14 3228 :M Nea Nea Baseline
19 13/7/12 1,2,5 o : Normal 7: Fibrosis 14: Konsolidasi
20 1 : Kavitas 8: Fibrothorax 15:Massa
21 23101/13 21 2: lnfittrat 9: Bula
22 3: Nodul 10 : Efusi Pleura
23 30/07/13 21 4: Milier 11 : Pneumothorax
24 5: Limfadenopati 12 : Bronchiectasis
Evaluasi Pasca Pengobatan
28/01/14 23 6: Endobronchial 13 : Atelel<tasis
6 Follow Up
12 21 Memt>aik
18 22 Memburuk, tarnbankan kode baseline
24 23 Sta bl I

CATATAN (25):
(Apabila aca 1<ejadlan khusus dan pentlng yang terJadi selama mas a pengobatan)

TANGGAL KETERANGAN TANG GAL KETERANGAN

10/03,/13 ?asutn ,nenaaUU7li RartDauan Re(i'\vaan : 'IJevYe.si '7Jera.t

- Hal 2 dari 4
Nama Pasien Tn. Slamet Rianto
Regjs-ter MOR Faskes 021278/12
PADUAN OAT TB RE SI STAN OBATYANG DIBERIKAN (26)
(Tanggal mulai pengobatan, paduan, perubahan dosis, penghentian OAT)

Berat z E Km Cm Mix Lfx Eto Cs PAS


Rejimen/Tanggal
badan
...... .......
500mg 400mg 1G 1G 400mg 250mg 250mg 250m 4G 50mg
16 Juli 2012 40 3 750mg 3 2 2 2
1 Jan 2013 45 3 x 3 2 2 2

12 Maret 2013 47 3 x 3 3 x BG 2

Ket: isikan jumlah tablet yang diberikan pada kolom jenis obat
I. TAHAP AWAL (27)

Jml
Dos is

I
I
obat oral =168
obatsuntik =120

I
I
Berilah tanda V jika pasien menelan OAT TB MDR dibawah pengawasan petugas kesehatan.
Berilah tanda ·o· jika pasien mendapat OAT suntik
Berilah tanda -X- bila pasien tidak datang I tidak minum obat termasuk apabila pasien
muntah. Hal 3 dari 4
Nam.a Pa.sien Tn. Slamet
Register f,10R Faskes Rianto
II. TAHAP 02/278/12
LANJUTAN(28)

Jml
Bulan 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 # 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 88
Oosis
Jan v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 45 26
Feb v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 45 24
Maret v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 47 27
April v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 48 25
Mei v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 48 26
Juni v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 49 26
Juli v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 49 27
Agust v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 49 26
Sept v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 49 26
Okt v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 50 27
Nov v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 50 25
Des v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 50 27
Jan-14 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 50 26
Feb x v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 50 24
Maret v v 50 2

=364
Berllah tanda -X- blla pasien tidal< datang I tidal< min um obat termasuk apabila pas I en muntah.

CATATAN AKHIR PENGOBATAN (29):

HASIL AKHIR PENGOBATAN (30):


(tu/ls tanggal aetem 1<ora1< yang sesual)
Sembuh Oefauh

Status HIV Paslen TB


3 .:Maret 2014 I L . L----------' Status HIV pada saat MOR
Status HIV pada
pengobatan
saat aknlr
ART (Y/T)
GagaI Tidal< di evaluasi diagnosis TB MOR
MeninggaJ (PIN/TO) TB r.tDR (PIN/TO)
N N T

. . . .. . Status HIV:
P: Positlf N: Negatlf TO: Tidal< Dlketahul

Hal 4 dari 4
Lampiran 3. Kartu Pengobatan TB 02 MDR

179
180
Lampiran 4. Register TB 03 MDR di Fasyankes

181
182
TB03 MOR

Hasu .-..ngoDatan a111n tangga1 Dernena """'""''


8TA dan Kultur Paslen TB MOR

Pengobatan Ke-angan
Bin 13 Bln14 Bin 15 Bln16 Bin 17 Bin 18 Bln19 Bin 20 Bin 21 Bln22 Bln23 Bin 24 Sembuh Default GagaI Menlnggal
BTA/ Kul BTAI Kul BTA/Kul BTA/ Kul BTAI Kul BTA/ Kul BTAI Kul BTA/ Kul BTA/ Kul BTAI Kul BTA/ Kul BTAI Kul Lengkap

(36) (37) (38) (39) (40) (41) (42) (43) (44) (45) (46) (47) (48) (49) (50) (51) (52) (53)

neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg 02/12/2009

neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg 24/12/2009

neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg 13/12/2009
Severe
13104/2009 Pneumonia

21106/2008

neo MTB neg neQ neo neo neo neg 19/12/2009

neg neg neg neg neg neg neg neg neg neg 23/12/2009

neo neo TO TD TO TO nea Mn 18111/2009

neo neo neo neQ neo neo neo neo neo Rell 19/12/2009

11104/2009

Pada koiom hasii pengobatan dan tanggal berhenti berobat, isi dengan tanggal pada kolom yang sesual dengan hasll pengobatan:
Sembuh : pasien yang telah menyelesalkan pengobatannya secara lengkap Clan hasil pemeriksaan dahak ulangnya (fellow-up) ha.sil kultumya
negatif 5 kali berturut turut pada 12 buIan terakhir alau pa.slen dengan satu ha.sll kuhur follow up positil yang diikuti tiga kali hasil kultur lanjutan negatil
Default (Putus berobal} : pasien yang tidak datang berobat dan tidak meminum obatnya setama 2 bulan bertunn-turut atau lebih sebelum masa pengobatanya selesai
Pengobatan Lengkap : pasien yang tetah menyelesalkan pengobatannya secara lengkap, namun tldak memenuhi persyaratan sembuh atau gag al. Termasuk juga pasien ekstrapulmoner dan paslen dengan hasll
kultur awal negatil.
GagaI : pasien yang hasil pemeriksaan kultur ulangnya tetap positil dua kall atau lebih dari 5 kali kultur pada 12 bulan akhir pengobatan, bila 3 kali hasil kunur terakhlr posftil. Pengobatan Juga
dlanggap gagal bila sampai konversi tidak tercapai lebih dari 8

Meninggal : pasien TB MOR yang menlnggal dalam masa pengobatannya karena sebab apapun.

183
Tata Cara Pengisian Formulir TB.03 MDR

6 Umur Sudah Jelas


7 Alamat Lengkap Sudah Jelas
8 Faskes Satelit TB RO Tulis Nama Fasyankes tempat pasien dirujuk untuk melanjutkan pengobatan
9 Klasifikasi (Paru/ Ekstra Paru) Tulis klasifikasi penderita.
10 Tipe Penderita Tulis tipe penderita sesuai dengan kode di bagian bawah formulir TB 03
MDR

11 Riwayat Pengobatan TB Sebelumnya Tulis jumlah berapa kali pasien mendapat seri pengobatan dengan OAT, baik yang selesai maupun tidak

12 Hasil Foto Rontgen Dada Tulis Kode hasil bacaan foto rontgen dada seperti yang tercantum dalam
Formulir data dasar
13 Tanggal pengambilan dahak untuk DST Isi nomer register sesuai nomer urut yang diberikan oleh petugas Lab pada balasan TB 05 MDR

14 Tanggal DST Keluar Tulis kapan hasil uji kepekaan didapatkan dari Laboratorium rujukan TB RO

15 sd 24 Hasil Uji Kepekaan Tulis hasil uji kepekaan sesuai kolom OAT yang diuji
25 sd 46 Pemeriksaan Follow up Tulis hasil pemeriksaan follow up apusan dahak dan biakan yang dilakukan, kolom pertama untuk hasil
pemeriksaan apusan dan kolom kedua untuk
47 sd 51 Hasil Akhir Pengobatan Tulis Tanggal kapan pasien menyelesaikan pengobatan pada kolom yang sesuai

52 Keterangan Isilah data-data yang sekiranya perlu dan berkaitan dengan pasien

184
185
Lampiran 5. Formulir Melanjutkan Pengobatan

186

You might also like