Ihdad Bagi Perempuan Dalam Kompilasi Hukum Islam (Sebuah Analisis Gender)
Ihdad Bagi Perempuan Dalam Kompilasi Hukum Islam (Sebuah Analisis Gender)
Ihdad Bagi Perempuan Dalam Kompilasi Hukum Islam (Sebuah Analisis Gender)
Abstract
Woman (wife) has an obligation to implement the waiting period and ihdad, over the death of her
husband, for four months and ten days. During that time, the wife should express his grief with
unadorned, no makeup and does not leave the house. It aims to honor husband's death. When the
prescribed period has expired, there is no prohibition for women to dress themselves, do the
proposal, even hold a ceremony marriage. This study aims to understand ihdad for women in
Compilation of Islamic Law (KHI), using a theori gender analysis. This study also aims to
determine how the Al-Qur’an and the Hadisth set waiting period and ihdad and whether the rule
of Islamic law ihdad in Islamic or customary in Arab society, because 'urf or adat community in
these days, in contrast to the activity of the community at the time of the Qur'an as well as
alSunnah down as the supreme source of law. The method used is library research, the research is
directed and focused to materials research library, which has to do with problems iddah and ihdad.
The results showed that the provisions regarding ihdad in Article 170, Chapter XIX, in accordance
with the provisions of the prescribed period in the Qur'an and Hadith. This is because the
provisions of the mourning period (ihdad), applies not only for women but also for men, although
the shape or manner different. This research also discuss about gender roles associated with Talaq
(divorce) is a provision shari'ah 'that determine expectations on men and women, there is value
manners and legal norms that differentiate the roles of men and women, it means Talaq (divorce) a
period of mourning in KHI unspecified anyone, either eligible male or female.
Abstrak
Perempuan (isteri) memiliki kewajiban melaksanakan iddah dan ihdad, karena ditinggal
mati oleh suaminya, selama empat bulan sepuluh hari. Selama masa
itu, isteri hendaknya menyatakan dukanya dengan tidak berhias, tidak bercelak mata
dan tidak keluar rumah. Hal ini bertujuan untuk menghormati kematian suami. Apabila
masa iddah telah habis, maka tidak ada larangan bagi perempuan untuk berhias diri,
melakukan pinangan, bahkan melangsungkan akad nikah. Penelitian ini bertujuan,
untuk memahami ihdad bagi perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), dengan
menggunakan pisau analisis gender. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
bagaimana al-Qur’an dan Hadits mengatur iddah dan ihdad dan apakah ihdad
merupakan aturan hukum islam dalam islam atau Adat dalam masyarakat Arab, karena
‘urf atau adat masyarakat pada dewasa ini, berbeda dengan aktivitas masyarakat di saat
al-Qur’an serta al- Sunnah turun sebagai sumber hukum tertinggi. Metode penelitian
yang digunakan adalah library research, yaitu penelitian yang diarahkan dan
difokuskan terhadap penelitian bahan-bahan pustaka, yang ada kaitannya dengan
masalah iddah dan ihdad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan tentang
ihdad dalam pasal 170, BAB XIX, sesuai dengan ketentuan mengenai masa iddah dalam
al-Qur’an dan Hadits. Hal ini karena ketentuan masa berkabung (ihdad), berlaku tidak
hanya bagi perempuan tetapi juga bagi laki-laki, meskipun dengan bentuk atau cara
yang berbeda. Penelitian ini juga membahas tentang peran gender berkaitan dengan
Talaq (bercerai) adalah merupakan ketetapan syari’ yang menentukan harapan-
harapan kepada laki-laki dan perempuan, terdapat nilai tatakrama dan norma hukum
yang membedakan peran laki-laki dan perempuan, artinya Talaq (bercerai) masa
berkabung dalam KHI terspesifikasi bagi siapapun, baik laik-laki atau perempuan.
berkata, demi allah, aku tidak memakai kita berpegang dengan pendapat yang
wangi-wangian pada suatu hajat, tidak mengatakan bahwa berihdad itu wajib
lain ketika aku mendengar Rasulullah hukumnya. Atas dasar hadits tersebut,
bersabda ketika di atas minbar,”tidak boleh beliau juga mengatakan bahwa syarat
seorang perempuan yang beriman ada untuk ber-ihdad adalah iman, sehingga hal
Allah dan hari akhir, yang berihdad atas itu menunjukkan bahwa ihdad juga
kematian seseorang, di atas tiga hari merupakan suatu ibadah. Ihdad
kecuali karena kematian suaminya, dimaksudkan untuk mencegah
selama empat bulan sepuluh hari, pandangan kaum lelaki selama masa iddah
kemudiain Zainab berkata, kemudian aku perempuan, dan demikian pula untuk
berkata kepada Zainab Putri Jakhsyin mencegah perempuan dari memandang
ketika saudara laki-lakinya meninggal kaum lelaki. Hal ini dilakukan dalam
kemudian memakai wangi-wangian, dan rangka menutup jalan kerusakan (sadd al-
mennyentuhnya kemudian berkata demi dzari’ah).
Allah, aku tidak memakai wangi-wangian Membincang tentang ihdad
pada suatu hajat, tidak lain ketika aku perempuan dengan menggunakan analisis
mendengar Rasulullah bersabda ketika di gender setidaknya menjadikan
atas minbar,”tidak boleh seorang mainstream pemikiran seseorang
perempuan yang beriman pada Allah dan terhadap posisi kaum perempuan yang
hari akhir, yang berihdad atas kematian eksis di ranah publik dengan sebuah
seseorang, di atas tiga hari kecuali karena asumsi, apakah figur seorang perempuan
kematian suaminya selama empat bulan akan berubah dari ketentuan terdahulu,
sepuluh hari kemudian Zainab berkata aku yang notabenenya dilatarbelakangi oleh
memdengar Ummu Salamah berkata budaya masyarakat yang tidak begitu
seorang perempuan mendatangi Rasul mempopulerasikan kiprah perempuan
kemudian berkata ya Rasulullah, atau figur seorang perempuan akan
sesungguhnya anak perempuanku berubah dengan munculnya pergeseran
ditinggal mati oleh suaminya, sedangkan budaya serta kiprah perempuan yang telah
ia mengeluh karena sakit pada kedua di perjuangkan oleh beberapa kalangan.
matanya, bolehkah ia mencelaki kedua Sekaligus pada zaman modern ini,
matanya? Rasulullah menjawab: Tidak perempuan pun pada kenyataannya harus
boleh (2x) atau (3x) yang pada masing- hidup dengan kondisi berbeda, di mana
masingnya beliau menyatakan tidak seorang perempuan banyak mendominasi
boleh. Kemudian beliau berkata: dunia kerja ataupun paling tidak minimal
sesungguhnya iddahnya ialah empat bulan perempuan di era modern banyak yang
sepuluh hari, dan sesungguhnya dahulu eksis di ranah publik untuk dapat
ada seorang diantara kamu yang berihdad memenuhi kebutuhan kesehariannya, baik
selama satu tahun penuh. Humaid keluarga dan saudara, terlebih ketika
berkata aku bertanya pada Zainab, dan perempuan ditinggal mati oleh suaminya
apakah yang dimaksud dari berihdad maka tentu saja bagi perempuan tersebut
selama satu tahun penuh, kemudian Zainab akan mendapatkan
menjawab, bahwa dahulu terdapat seorang tugas ganda dalam keluarganya.
perempuan ketika ditinggal mati Dari sini, telah jelas bahwa
suaminya, dia masuk kerumah kecilnya perempuan, saat sini membutuhkan
dan memakai sandal yang lusuh dan tidak banyak pertimbangan hukum, terutama
memakai wangi-wangian dan tidak pada masa di mana seorang perempuan
memakai apapun hingga melalui satu harus menyelesaikan tugasnya dalam
tahun.” memenuhi kewajiban rumah tangga,
(H.R. Muslim) menjadi tulang punggung keluarga, sebagai
Abu Muhammad mengatakan pengganti suaminya yang telah meninggal
berdasarkan hadits tersebut, maka wajib dunia, sekaligus dalam kondisi perempuan
yakni dari pernikahan yang sah meskipun (dua orang di antara pengikut Imam Malik).
seorang perempuan belum di dukhul, Tetapi, pendapat keduanya ini juga
adapun dasar dari pernyataan tersebut diriwayatkan oleh keduanya dari Imam
adalah Hadits Nabi Muhammad S.A.W.: Malik, dan orang pengikut Imam
“Menceritakan padaku Muhammad bin Malik juga dikemukakan oleh Imam
al-Mutsanna menceritakan padaku Ja’far, Syafi’i, yakni bahwasanya tidak ada
menceritakan padaku Syu’bah dari Humaid kewajiban ihdad perempuan ahli kitab.
bin Nafi’ berkata aku mendengarkan
Zainab binti Umm Salamah berkata Hikmah Iddah
Hamim (saudara laki-lakinya) Adapun hikmah iddah adalah: 1)
meninggalkan Ummi Habibah, kemudian Untuk mengetahui bersihnya rahim
Umi Habibah memakai wangi-wangian seorang perempuan sehingga tidak
berwarna kuning, kemudian tercampur antara keturunan seseorang dan
mengusapnya dengan dua tangannya, yang lain. 2) Memberi kesempatan kepada
dan Ummi Habibah berkata sesungguhnya suami isteri yang berpisah untuk kembali
aku memakai wangiwangian ini karena aku kepada kehidupan semula jika mereka
mendengarkan Rasulullah S.A.W bersabda menganggap hal tersebut baik. 3)
“Tidak boleh seorang perempuan yang Menjunjung tinggi masalah perkawinan,
beriman kepada Allah dan hari akhir yaitu agar dapat menghimpun orang-
berkabung untuk orang mati kecuali untuk orang yang arif untuk mengkaji
suaminya selama empat bulan sepuluh masalahnya dan memberikan tempo
hari. Dan Ummi Habibah berpikir panjang. Jika tidak diberikan
memberitahukan tentang ibunya dan kesempatan demikian, ia tak ubahnya
tentang Zainab isteri Rasulullah, dan seperti anak-anak kecil bermain, sebentar
tentang seorang perempuan yang lagi dirusaknya. 4) Kebaikan perkawinan
menjadi bagian isteri Rasul.” (HR. Muslim) tidak terwujud sebelum kedua suami
Sebagaimana yang telah disepakati isteri samasama hidup lama dalam ikatan
oleh para Ulama, atas dasar hadits tersebut akadnya.
tidak terdapat masa ihdad bagi laki-laki. Dalam hal ini juga di syari’atkan
Dan atas dasar tersebut menunjukkan beberapa hal tentang ihdad: Menurut
bahwa atas dasar hadits tersebut, maka bagi Imam Taqiyyuddin bin Abi Bakar,
seorang perempuan, tidak terdapat ihdad menyebutkan sebagai berikut: Dalam
yang tertalak raj’iy. Akan tetapi, Imam ihdad seseorang disyari’atkan terhadap
Syafi’y berpendapat bahwa bagi perempuan yang ditinggal mati
perempuan yang tertalak raj’iy sunnah suaminya, adalah karena sebagai
melakukan ihdad jika tidak terdapat konsekuensi logis terhadap ikatan suami
harapan antara suami isteri rujuk kembali. isteri, yang telah dengan sengaja
Imam Malik berpendapat bahwa dibentuk dan untuk beribadah dalam
ihdad diwajibkan atas perempuan rangka melaksanakan legislasi hukum
muslimah dan ahli kitab, baik yang masih yang ditetapkan oleh Allah dengan
kecil maupun sudah dewasa. Mengenai demikian, karena ikatan suami isteri
hamba perempuan yang ditinggal mati oleh adalah sangat suci, maka tidak sah secara
orang tuannya, baik ia sebagai ummul syara’, merusak janji tersebut dengan
walad 50(hamba perempuan yang telah melakukan hal-hal yang menimbulkan
memperoleh anak dari tuannya) atau fitnah dan seorang perempuan ditinggal
bukan, maka menurut Imam Malik, tidak mati suaminya yang kemudian berlebihan
wajib ihdad atasnya. Pendapat ini juga dalam berdandan dan mengenakan
dikemukakan oleh para fuqaha amshar pakaian mewah, sekaligus memakai
(fuqaha negeri-negeri besar). Pendapat wangi-wangian, adalah menujukkan sikap
Imam Malik yang terkenal mengenai ahli tidak baik, karena selain tidak mengikuti
kitab ditentang oleh Ibnu Nafi’ dan Asyhab ketentuan syari’at, di mana diawali
(mereka). Wanita-wanita yang kamu kelebihan atas yang lain, melainkan mereka
khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah saling melengkapi dan bahu-membahu.
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat Perspektif gender dalam al-Qur’an
tidur mereka, dan pukullah mereka. tidak sekedar mengatur keserasian relasi
Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka gender, hubungan laki-laki dan perempuan
janganlah kamu mencaricari jalan untuk dalam masyarakat, tetapi lebih dari itu al-
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Qur’an juga mengatur keserasian pola relasi
Maha antara mikrokosmos (manusia) dengan
Tinggi lagi Maha besar.” (QS. an-Nisa’: 34) makrokosmos (alam) dan Tuhan. Konsep
Maksudnya : (Laki-laki adalah pemimpin berpasang-pasangan (azwaj) dalam al-
terhadap perempuan, karena Allah telah Qur’an tidak saja menyangkut manusia
melebihkan sebagian laki-laki atas sebagian melainkan juga binatang dan tumbuh-
perempuan), artinya sesungguhnya di tumbuhan. Bahkan kalangan Sufi
antara urusan (kewajiban) laki-laki adalah menganggap makhlukmakhluk
menganyomi, menjaga dan memelihara makrokosmos seperti langit dan bumi dan
perempuan. Konsekuensinya diwajibkan lain sebagainya juga berpasangpasangan.
bagi laki-laki untuk berjihad (bersungguh- Langit diumpamakan dengan suami yang
sungguh dalam hal yang mengayomi dan menyimpan air dan bumi diumpamakan
memberi perhatian kepada perempuan), isteri yang menerima limpahan air yang
karena hal itu merupakan prioritas yang nantinya melahirkan janin atau berbagai
khusus yang harus diberikan kepada tumbuhtumbuhan. Satusatunya yang tidak
perempuan. Dijadikanlah bagian warisan mempunyai pasangan ialah Sang Khaliq
untuk laki-laki lebih dari bagian perempuan Yang Maha Esa.
karena kepada laki-laki diwajibkan Secara umum tampaknya al-
memberikan nafkah, sementara kepada
Qur’an mengakui adanya perbedaan
perempuan tidak dibebankan nafkah.
(distinction) antara laki-laki dan
Menurut Hamka, laki-laki adalah
perempuan, tetapi perbedaan tersebut
pemimpin atas perempuan, karena laki-laki
bukanlah pembedaan (discrimination)
memiliki kelebihan ada pada tenaga dan
yang menguntungkan satu pihak dan
kecerdasan, sehingga laki-laki lebih
merugikan yang lainnya. Perbedaan
bertanggung jawab.
tersebut dimaksudkan untuk mendukung
obsesi al-Qur’an, yaitu terciptanya
Gender dalam Perspektif Islam
hubungan harmonis yang didasari rasa
Menurut golongan konservatif dan
kasih sayang (mawaddah wa rahmah)
budaya, perempuan hanya sebagai ibu
dilingkungan keluarga, sebagai cikal bakal
rumah tangga, mendidik anak dan
terwujudnya komunitas ideal dalam suatu
melayani suami, tidak boleh mempunyai
negeri yang damai penuh ampunan Tuhan
aktivitas di luar rumah, karena hal tersebut
(baldat-un thayibat-un wa rabb-un ghafur).
dalam tugas kaum laki-laki. Padahal sejak
Konsepsi tentang relasi gender
14 abad yang lampau, al-Qur’an telah
dalam Islam mengacu kepada ayatayat
menghapuskan diskrimanasi antara laki-
esensial yang sekaligus menjadi tujuan
laki dan perempuan. Al-Qur’an
umum syari’ah (maqashid alSyari’ah),
memandang sama kedudukan lakilaki dan
seperti mewujudkan keadilan dan
perempuan. Tidak ada perbedaan antara
kebajikan, keamanan dan ketentraman,
laki-laki dan perempuan, kalaupun ada
dan menyeru kepada kebaikan dan
perbedaan, maka itu adalah akibat fungsi
mencegah keburukan. Nilai keadilan,
dan tugastugas utama yang dibebankan
tingkat keamanan, ketentraman, kebaikan
agama kepada masing-masing jenis kelamin
atau keburukan, tentu saja sulit diukur,
melalui ajarannya dalam al-Qur’an dan as-
namun kiranya yang dimaksud di dalam
Sunnah, sehingga perbedaan yang ada tidak
ayat-ayat tersebut ialah nilai-nilai yang
mengakibatkan yang satu merasa memiliki
bersifat universal.
Dawud Sulaiman bin al-Ays’ad as-Sajtaini, Lamadhoh, ’Athif. (2007). Fikih Sunnah
Abu. (2003M/1424H). Kitab Sunan Untuk Remaja.
Abi Dawud. Juz I. Jakarta: Cendekia Sentra Musliam.
Beirut. Lebanon: Dar-al-Fikr.
Mufidah Ch. (2003). Paradigma Gender.
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Malang: Bayumedia
Agama. Intruksi
Presiden R.I. No 1 Tahun 1991 Mufidah, CH. (2008). Psikologi Keluarga
Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Islam Berwawasan Gender. Malang:
Indonesia. (2000). UIN Press.
_______.(2009). Gender dan Islam. Malang: Putry Ali Muhammad, Raihan. (2002).
PSG UIN Maulana Malik Ibrahim. Gender dalam
Perspektif Islam.
Hajar al-Atsqalani, Ibn. t.t. Bulugh al-Maram.
Surabaya: alHidayah. Qaradhawi, Yusuf. (2009). Fiqih Wanita.
Bandung: Jabal.
Hassan, Ahmad. (1991). Tarjamah Bulugh al-
Amaram. Qaradzawi, Yusuf. (1998.) Awamil al-Salah
Bandung: CV. Diponegoro. Wa al-Murunah Fi al-Syar’iyyah Al-
Islamiyah, Terjemah Rifyal Ka’bah,
Ilyas, Yunahar. (2006). Kesetaraan Gender Keluasan dan Keluesan Syari’ah Islam.
Jakarta:
dalam Al-Qur’an.
Minaret.
Yogyakarta: LABDA Press.
Rahman Ghazaly, Abdul. (2003). Fiqh
Jawwad Muhgniyah, Muhammad. (2007).
Munakahat. Jakarta:
Fiqih Lima
Kencana.
Mazhab. Jakarta: Lentera.
Sabiq, Sayyid. (1990). Fikih Sunnah VIII. Terj.
J. Moleong, Lexi. (2002). Metode Penelitian
Moh. Talib.
Kualitatif.
Bandung: al-Ma’arif. Sabiq.
Bandung: Remaja Rosdakarya.