Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Seuneubok Lada: Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Sosial, Budaya Dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

SEUNEUBOK LADA

Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

EFEKTIFITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)


DALAM MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR PPKn DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Asiah Johan
Guru SMP Negeri 1 Peureulak Barat
asiahjohanpeurelak@gmail.com

ABSTRACT
This research was conducted aiming to improve student learning outcomes of PPKn subjects in the
Indonesian Diversity material through the use of the Contextual Teaching and Learning (CTL)
Approach in class VII-A of SMP Negeri 1 Peureulak Barat in the second semester of 2017-2018
Academic Year. The benefits of this research are to add new references and theories in the field of
education, especially in the implementation of Classroom Action Research by applying various
models or methods of learning so as to improve student learning outcomes. To achieve this, the steps
that need to be implemented are using the Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach.
Data analysis method used in this study uses descriptive analysis whose data is sourced from
formative tests and classroom observations. This research was conducted in 2 cycles, each cycle
consisting of two meetings. The expected indicator of success in this study is the increase in students'
mastery learning which reaches 85% classically. The results showed, in the first cycle (one) the
average value of students amounted to 64 and mastery learning reached 44%. These results indicate
an improvement from the initial conditions with an average score of only 54.8 and a new learning
completeness of 28%. While in cycle II (two) the average value of students was 79.2 and the learning
completeness reached 92%.
Keywords: Learning Outcomes of PPKn, Material Diversity of Indonesian Communities, Contextual
Teaching and Learning (CTL) Approach

ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran PPKn
pada materi Keberagaman Masyarakat Indonesia melalui penggunaan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) di kelas VII-A SMP Negeri 1 Peureulak Barat semester II Tahun
Pelajaran 2017-2018. Manfaat penelitian ini untuk menambah referensi dan teori baru dalam bidang
pendidikan terutama dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan berbagai
model atau metode pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk mencapai
hal tersebut, langkah yang perlu dilaksanakan adalah dengan penggunaan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL).
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang
datanya bersumber dari tes formatif serta hasil pengamatan kelas. Penelitian ini di laksanakan dalam
2 siklus, tiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini yang
diharapkan yaitu meningkatnya ketuntasan belajar siswa yang mencapai 85% secara klasikal. Hasil
penelitian menunjukkan, pada siklus I (satu ) nilai rata-rata siswa berjumlah 64 dan ketuntasan
belajar mencapai 44%. Hasil ini menunjukkan peningkatan dari kondisi awal yang nilai rata-ratanya
hanya 54,8 dan ketuntasan belajar baru 28%. Sedangkan pada siklus II (dua) nilai rata-rata siswa
79,2 dan ketuntasan belajar mencapai 92%.
Kata Kunci: Hasil Belajar PPKn, Materi Keberagaman Masyarakat Indonesia, Pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL)

Author correspondence
Email: asiahjohanpeurelak@gmail.com
Available online at http://ejurnalunsam.id/index.php/jsnbl/index

204
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

PENDAHULUAN
Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik,
guru (pendidik), tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan
evaluasi. Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang
positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti
perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (behaviour) yang
dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan
gaya hidupnya (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 23).
Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses
pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru maupun sarana dan
prasarana yang ada, minat dan motivasi siswa yang rendah, kinerja guru yang rendah,
serta sarana dan prasarana yang kurang memadai akan menyebabkan pembelajaran
menjadi kurang efektif. Saat sekarang ini sistem pembelajaran harus sesuai dengan
kurikulum yang menggunakan Kurikulum 2013. Jadi pendidikan tidak hanya
ditekankan pada aspek kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotorik (Sanjaya,
2006: 19).
Apabila seorang guru mengajar dengan cara yang dapat menarik perhatian
siswa maka siswa akan tekun, rajin dan antusias menerima pelajaran yang diberikan,
sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur
katanya, sopan santunnya, dan sifat motoriknya. Dengan demikian sebaiknya guru
dapat menguasai berbagai macam metode atau model pembelajaran dalam prose
belajar mengajar, guru harus bisa menyingkapi hal itu dan berusaha mencari jalan
agar imej mata pelajaran PPKn menjadi pelajaran yang disenangi siswa dan dapat
diterima oleh peserta didik, terutama siswa Sekolah Menengah Pertama di Aceh
dalam hal ini di SMP Negeri 1 Peureulak Barat Kec. Peureulak Barat Kab. Aceh
Timur.
Pada hakikatnya, pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan
peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten
untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen yang kuat
dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
perlu ditingkatkan terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam
tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstitusi Negara Republik Indonesia
perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi
muda sebagai generasi penerus berkembang (Bestari, 2008: 28).
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Sekolah Menegah Pertama/Madrasah Tsanawiyah ditegaskan bahwa
Tujuan Pendidikan Sekolah Menegah Pertama/Madrasah Tsanawiyah adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

205
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya (Sarjan, 2008: 10).
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, siswa kurang aktif
dalam kegiatan belajar-mengajar. Anak cenderung tidak begitu tertarik dengan
pelajaran PPKn karena selama ini pelajaran PPKn dianggap sebagai pelajaran yang
hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran sehingga
menyebabkan rendahnya minat belajar PPKn siswa di sekolah. Adapun Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran PPKn di kelas VII-A SMP Negeri 1
Peureulak Barat, ditetapkan yaitu 70. Namun pada kenyataannya masih banyak siswa
yang mendapatkan nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal. Dari 25 jumlah siswa
hanya 7 orang (28%) yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditetapkan yaitu 65 dengan nilai rata-rata 54,8.
Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar PPKn siswa rendah yaitu faktor
internal dan eksternal dari siswa. Faktor internal antara lain: motivasi belajar,
intelegensi, kebiasan dan rasa percaya diri. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor
yang terdapat di luar siswa, seperti; guru sebagai pembina kegiatan belajar, strategi
pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan. Di antara faktor-
faktor tersebut, tampaknya faktor pendidik, anak didik, dan alat-alat pendidikan,
perlu diperhatikan guru sehingga hasil belajar siswa dalam pembelajaran PPKn
menjadi lebih baik.
Unsur pendidik dan anak didik merupakan faktor kegagalan pembelajaran
PPKn karena guru atau pendidik kurang memperhatikan perbedaan kemampuan
individu siswa atau anak didik. Artinya, guru menganggap bahwa kemampuan siswa
antara yang satu dengan yang lain masih dianggap sama. Penanganan terhadap siswa
yang mengalami kesulitan belajar belum dilakukan guru. Oleh karena itu, melalui
penelitian ini juga dilakukan pendekatan oleh guru terhadap siswa yang masih
mengalami kesulitan dalam memahami materi pembelajaran.
Dari masalah-masalah yang dikemukakan diatas, perlu dicari strategi baru
dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang
mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa serta memberikan
pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan
nyata dan mengembangkan mental siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran ini
juga perlu diperhatikan, guru hendaknya dapat memilih pendekatan pembelajaran
yang dianggap sesuai dengan materi yang hendak diajarkan.
Pendekatan pembelajaran yang dimaksud adalah Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) yang merupakan suatu konsep mengajar dan belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia
nyata siswa, dan mendorong siswa membentuk hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika belajar (Nurhadi, 2006: 186).

206
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

Melalui pendekatan ini, memungkinkan terjadinya proses belajar yang di


dalamnya siswa mengeksplorasikan pemahaman serta kemampuan akademiknya
dalam berbagai variasi konteks, di dalam ataupun di luar kelas, untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya baik secara mandiri ataupun
berkelompok. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Poedjiati (2005: 44)
yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah suatu
konsep pembelajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi pelajaran
dengan situasi nyata, dan memotivasi siswa untuk membuat koneksi antara
pengetahuan dan penerapannya dikehidupan sehari-hari dalam peran mereka sebagai
anggota keluarga, warga negara dan pekerja, sehingga mendorong motivasi mereka
untuk bekerja keras dalam menerapkan hasil belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa efektifitas belajar yang dilakukan oleh
siswa di sekolah tidak semata-mata ditentukan oleh derajat pemilikan potensi siswa
yang bersangkutan, melainkan juga lingkungan, terutama guru yang professional.
Pengembangan belajar masuk dalam katagori untuk menjadikan pembelajaran itu
menjadi efektif. Pengembangan pembelajaran adalah cara yang sistematis dalam
mengidentivikasi, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat bahan dan strategi
pembelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Hasil akhir pengembangan
pembelajaran adalah diperolehnya sistem pembelajaran yang memudahkan guru dan
siswa dalam kegiatan pembelajaran (Catharina, 2004: 340).
Untuk itulah penulis mengangkat artikel ini dengan judul “Implementasi
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Hasil
Belajar PPKn di Sekolah Menegah Pertama”.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Hakikat Belajar
Menurut Daradjat (2005: 13) mengatakan bahwa belajar adalah segenap
rangkaian kegiatan aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang
mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan satu kemahiran yang
sifatnya sedikit permanen. Arini (2003: 120) mengemukakan bahwa belajar adalah
suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh
proses pertumbuhan yang bersifat fisik tetapi perubahan dalam kebiasan, kecakapan
bertambah, dan berkembang daya fikir, sikap dan lain-lain. Dari defenisi-defenisi
yang dikeumukakan jelas bahwa meskipun mereka merumuskan pengertian belajar
itu berbeda, dalam titik tolak pandangan mereka adalah sama yaitu belajar
merupakan suatu proses yang bertujuan merubah tingkah laku berkat adanya latihan
dan pengalaman.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar adalah suatu proses kegiatan dan latihan yang dapat diberikan pengalaman
baru kepada seseorang yang dapat berakibat kepada perubahan tingkah laku menuju
prestasi yang baik.

207
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

2. Hakikat Hasil Belajar


Menurut Lupriya (2000: 68) pembelajaran adalah proses, cara menjadikan
orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah usaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman. Sependapat dengan pernyataan tersebut Fadil (2000: 68)
mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan
seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk
melakukan atau mempertunjukan tingkah laku tertentu pula.
Untuk memahami bagaimana proses belajar itu terjadi, perlu terlebih dahulu
mengetahui sebenarnya hakekat belajar itu. Beberapa batasan tentang belajar telah
banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan, antara lain seperti yang
dikemukakan oleh Ahmadi (2005: 21) yaitu belajar adalah suatu proses perubahan
dari tingkah laku dinyatakan dalam bentuk penguasaan, dan penilaian terhadap atau
mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat
dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan
atau pengalaman terorganisir.
Untuk memahami bagaimana proses belajar itu terjadi, perlu terlebih dahulu
mengetahui sebenarnya hakekat belajar itu. Beberapa batasan tentang belajar telah
banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan, antara lain seperti yang
dikemukakan oleh Ahmadi (2005: 21) yaitu belajar adalah suatu proses perubahan
dari tingkah laku dinyatakan dalam bentuk penguasaan, dan penilaian terhadap atau
mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat
dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan
atau pengalaman terorganisir.
3. Kajian Materi Keberagaman dalam Masyarakat Indonesia
a. Pengertian Keragaman Indonesia
Keragaman adalah suatu kondisi pada kehidupan masyarakat. Perbedaan
seperti itu ada pada suku bangsa, ras, agama, budaya dan gender. Keragaman yang
ada di Indonesia adalah kekayaan dan keindahan bangsa. Pemerintah harus bisa
mendorong keberagaman tersebut menjadi suatu kekuatan untuk bisa mewujudkan
persatuan dan kesatuan nasional (Bestari, 2008: 10).
b. Faktor Penyebab Keberagaman Bangsa Indonesia
Keberagaman bangsa Indonesia dapat dibentuk oleh banyaknya jumlah suku
bangsa yang tinggal di wilayah Indonesia dan tersebar di berbagai pulau dan daerah.
Setiap suku bangsa memiliki ciri khas dan karakteristik sendiri pada aspek sosial dan
budaya. Menurut penelitian badan statistik BPS yang di lakukan tahun 2010, di
Indonesia terdapat 1.128 suku bangsa. Keberagaman yang ada pada masyarakat, bisa
saja menjadi tantangan hal itu disebabkan karena orang yang mempunyai perbedaan
pendapat bisa lepas kendali. Munculnya perasaan kedaerahan dan kesukuan yang
berlebihan dan dibarengi tindakan yang dapat merusak persatuan, hal tersebut dapat
mengancam keutuhan NKRI. Karean itu adanya usaha untuk dapat mewujudkan
kerukunan bisa dilakukan dengan menggunakan dialog dan kerjasama dengan prinsip

208
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

kebersamaan, kesetaraan, toleransidan juga saling menghormati satu sama lain


(Dewi, 2008: 30).
Keberagaman masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, Bestari
(2008: 38) memaparkan berikut ini:
1) letak strategis wilayah Indonesia;
2) kondisi negara kepulauan;
3) perbedaan kondisi alam;
4) keadaan transportasi dan kumunikasi; dan
5) penerimaan masyarakat terhadap perubahan.
c. Keberagaman Suku Bangsa dan Budaya
Budaya mempunyai sifat yang universal. Hal tersebut berarti ada berbagai
sifat umum yang melekat dan menyatu pada setiap budaya yang ada dan dihasilkan.
Dewi (2008: 32) menyatakan beberapa sifat universal budaya tersebut di antaranya.
1) kebudayaan merupakan milik bangsa;
2) kebudayaan adalah hasil belajar;
3) kebudayaan berdasar pada lambang;
4) kebudayaan dapat terintegrasi;
5) kebudayaan bisa disesuaikan;
6) kebudayaan selalu berubah; dan
7) kebudayaan bersifat nisbi dan relatif.
Pada suatu budaya juga terdapat suatu pola prilaku yang biasa disebut patterm
of behavior yang merupakan tata cara masyarakat.
d. Keberagaman Agama, Kepercayaan dan Ras di Indonesia
Keberagaman ini antara lain di pengaruhi oleh letak geografis di jalur
perdagangan internasional. Dukungan kekayaan alam yang melimpah dan diperlukan
oleh bangsa lain, maka perdagangan asing datang ke Indonesia. Selain melakukan
kegiatan perdagangan, mereka juga menyebarkan ajaran agama dan kepercayaan
yang mereka yakini yakni agama Hindu dan Budhamasuk dibawa oleh bangsa India
yang sudah lama berdagang dengan Indonesia, lalu menyusul para pedagang Gujarat
menyebarkan ajaran Islam. Kedatangan bangsa Eropa membawa agama kristen dan
katolik, sedangkan pedagang Cina menganut agama Kong Hu Chu. Berbagai agama
diterima oleh bangsa Indonesia sebab sebelumnya masyarakat sudah mengenal
kepercayaan sperti animisme dan dinamisme. Juga sifat keterbukaan masyarakat
Indonesia menerima budaya lain (Bestari, 2008: 42).
Manusia yang satu mempunyai perbedaan ras dengan manusia yang lainnya
sebab adanya perbedaan ciri-ciri fisik seperti warna kulit, warna dan bentuk rambut,
ukuran badan, bentuk badan, bentuk dan warna mata, dan ciri fisik lainnya.
Masyarakat indonesia mempunyai keberagaman ras disebabkan oleh kehadiran
bangsa asing ke wilayah Indonesia, sejarah penyebaran ras di sunia, letak geografis
wilayah Indonesia. Beberapa ras yang ada di Indonesia seperti ras Malayan-
Mongoloid yang tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi.
Yang kedua adalah ras malanesoid yang tersebar di daerah Papua, Maluku dan NTT.
Ketiga ras Asiatic Mongoloid seperti orang Tionghoa, Korea dan jepang. Ras ini
tinggal dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia, namun terkadang mendiami

209
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

daerah tertentu. Terakhir yaitu ras Kaukosoid yaitu orang India, Timur Tengah,
Australia, Eropa dan Amerika (Bestari, 2008: 43).
e. Memahami Keberagaman dalam Masyarakat Indonesia
Dengan mengetahui pulau-pulau atau daerah-daerah di Indonesia kita dapat
mengetahui perbedaan secara kewilayahan dan perbedaan sosial budaya masyarakat
Indonesia. Aspek kewilayahan menjelaskan, bahwa wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah merupakan negara kepulauan dengan ribuan pulau besar
kecil di dalamnya. Satu pulau dengan pulau yang lain dipisahkan oleh bentangan laut
yang sangat luas. Kondisi wilayah yang demikian menjadikan keterpisahan antara
satu bagian wilayah negara dengan wilayah negara yang lain dalam negara
Indonesia. Di samping itu juga terdapatnya jarak yang jauh antara pusat dengan
daerah. Terbawa oleh kondisi kewilayahan tersebut, perlu disadari oleh semua pihak
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sesungguhnya rawan terjadinya
perpecahan (disintegrasi). Kenyataan lain menunjukkan, bahwa pemerintah
dihadapkan pada persoalan adanya daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Bestari, 2008: 44).
Aspek sosial budaya menjelaskan, bahwa masyarakat Indonesia diwarnai oleh
berbagai macam perbedaan, baik perbedaan suku, ras, agama, kebudayaan, dan
bahasa. Kondisi sosial budaya yang demikian menjadikan kehidupan bangsa
Indonesia menyimpan potensi terjadinya konflik. Kenyataan juga menunjukkan,
bahwa dalam kehidupan bangsa Indonesia sering terjadi konflik antar-kelompok
masyarakat yang dilatarbelakangi oleh perbedaan-perbedaan tersebut. Sampai saat
ini, konflik-konflik yang terjadi tidak menimbulkan perpecahan dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Namun demikian kenyataan semacam itu perlu manjadikan
perhatian semua pihak agar dapat mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia tetap terjaga (Sarjan, 2008: 27).
Atas dasar dua alasan tersebut, maka penting sekali memahami keberagaman
dalam masyarakat Indonesia yang ditujukan untuk mengusahakan dan
mempertahankan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tanpa kesadaran akan keberagaman yang kita miliki, bangsa Indonesia bisa saja
terjerumus ke arah perpecahan.
Keberagaman masyarakat Indonesia memiliki dampak positif sekaligus
dampak negatif bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.. Dampak positif
memberikan manfaat bagi perkembangan dan kemajuan, sedangkan dampak negatif
mengakibatkan ketidakharmonisan bahkan kehancuran bangsa dan negara.
Keberagaman suku bangsa, budaya, ras, agama, dan gender menjadi daya tarik
wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Kita tidak hanya memiliki
keindahan alam, tetapi juga keindahan dalam keberagaman masyarakat Indonesia.
Perbedaan dalam lingkungan sekolah juga memiliki manfaat bagi pelajar, guru,
dan sekolah. Bayangkan apabila setiap saat semua pelajar dan guru selalu memiliki
pendapat yang sama, cara berpakain yang sama, cara berbicara yang sama. Maka

210
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

kehidupan sekolah akan “monoton atau hambar”. Kreatifitas dan inovasi akan lebih
berkembang apabila memungkinkan perbedaan pendapat, berpikir, dan berkreasi.
4. Deskripsi Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Nurhadi (2006: 186) menyatakan bahwa pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsep mengajar dan belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata
siswa, dan mendorong siswa membentuk hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika belajar.
Poedjiati (2005: 44) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual adalah suatu konsep pembelajaran yang dapat membantu guru
menghubungkan materi pelajaran dengan situasi nyata, dan memotivasi siswa untuk
membuat koneksi antara pengetahuan dan penerapannya dikehidupan sehari-hari
dalam peran mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja, sehingga
mendorong motivasi mereka untuk bekerja keras dalam menerapkan hasil belajarnya.
Dengan pengertian tentang pembelajaran kontekstual diatas, diperlukan usaha
dan strategi pengajaran yang tepat, sehingga dapat dicapai tujuan untuk
mengantarkan guru dan murid dalam sebuah pendidikan yang kontekstual. Untuk
mencapai tujuan ini, sistem pembelajaran kontekstual mempunyai delapan komponen
utama. Nurhadi (2006: 187) menyatakan bahwa komponen pembelajaran kontekstual
tersebut antara lain:
1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna;
2) melakukan pekerjaan yang berarti;
3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri;
4) melakukan kerja sama;
5) berpikir kritis dan kreatif;
6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang (konstruktivisme); dan
7) dan menggunakan penilaian autentik.
Melalui pendekatan ini, memungkinkan terjadinya proses belajar yang di
dalamnya siswa mengeksplorasikan pemahaman serta kemampuan akademiknya
dalam berbagai variasi konteks, di dalam ataupun di luar kelas, untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya baik secara mandiri ataupun
berkelompok (Anshari, 2006: 126).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) merupakan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga guru harus merencanakan
pengajaran yang cocok dengan tahap perkembangan siswa, baik itu mengenai
kelompok belajar siswa, memfasilitasi pengaturan belajar siswa, mempertimbangkan
latar belakang dan keragaman pengetahuan siswa, serta mempersiapkan cara atau
teknik pertanyaan dan pelaksanaan penilaian otentiknya, sehingga pembelajaran

211
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

mengarah pada peningkatan kecerdasan siswa secara menyeluruh untuk dapat


menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
b. Langkah-Langkah Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam
aktifitas penting yang membantu mereka mengaitkan konteks pelajaran dengan
konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para
siswa melihat makna di dalam tugas sekolah. Ketika para siswa mengerjakan tugas
atau menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan
menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika
mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan,
menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi
pembelajaran dengan konteks dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka
menemukan makna (Poedjiati, 2005: 144).
Penemuan makna adalah ciri utama dari pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL), ”makna” diartikan sebagai ”arti penting dari sesuatu atau maksud”.
Ketika diminta untuk mempelajari sesuatu yang tak bermakna, para siswa biasanya
bertanya, ”mengapa kami harus mempelajari ini?” Wajar sekali jika mereka mencari
makna, arti penting dan maksud, serta manfaat dari tugas sekolah yang mereka
terima. Pencarian makna merupakan hal yang alamiah (Poedjiati, 2005: 145).
Menurut Nurhadi (2006: 147) yang menyatakan bahwa langkah-langkah
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) antara lain:
1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri,menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4) Menciptakan masyarakat belajar.
5) Menghadirkan model sebagia contoh belajar.
6) Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
7) Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Strategi pembelajaran melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan konsep belajar yang bisa membantu guru menghubungkan antara
materi yang diajarkan dengan realitas dunia nyata siswa, dan mendorong murid
membuat interaksi antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam kaitan ini siswa
dapat menyadari sepenuhnya apa makna belajar, manfaatnya, bagaimana upaya
untuk mencapainya dan dapat memahami bahwa yang mereka pelajari bermanfaat
bagi hidupnya nanti, sehingga mereka akan memposisikan diri sebagai diri mereka
sendiri yang membutuhkan bekal hidupnya dan berupaya keras untuk meraihnya.

212
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa penerapan pendekatan
eksposirori dapat meningkatkan hasil belajar PPKn khususnya penguasaan materi
Keberagaman Masyarakat Indonesia pada siswa kelas VII-A semester II SMP Negeri 1
Peureulak Barat tahun pelajaran 2017-2018. Hal tersebut dapat dianalisis dan dibahas
sebagai berikut;
1. Pembahasan Hasil Belajar Kondisi Awal
Sebelum pelaksanaan tindakan kelas pada kondisi awal pembelajaran, guru masih
melaksanakan pembelajaran dengan metode ceramah. Sehingga guru yang mendominasi
kegiatan pembelajaran yang menyebabkan siswa cepat mengalami kebosanan dan kesulitan
dalam memahami substansi dalam pembelajaran PPKn. Meski guru telah berupaya
meminimalisir kendala-kendala dalam proses pembelajaran, namun upaya tersebut belum
dirasakan sebagai alternatif bagi perbaikan hasil belajar siswa.
Berdasarkan pengamatan pada pembelajaran kondisi awal terlihat hasil belajar PPKn
pada materi Keberagaman Masyarakat Indonesia, nilai rata-rata siswa sangat rendah. Dari 25
orang jumlah siswa, hanya 7 orang siswa saja (28%) yang mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang ditetapkan sebesar 65. Sedangkan selebihnya sebanyak 18 orang
siswa (72%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sama sekali.
Disamping itu suasana pembelajaran terlihat belum kondusif, karena metode yang
selama ini diterapkan oleh guru masih bersifat konvensional. Melihat kondisi tersebut, maka
peneliti berusaha keras untuk memperbaikinya melalui penelitian tindakan kelas dengan
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).
2. Pembahasan Hasil Belajar Siklus I
Pada siklus I, secara garis besar kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran
guru masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model
pembelajaran tersebut masih dirasakan baru oleh siswa.
Gambaran hasil tindakan pada pelaksanan siklus I pada proses pembelajaran dengan
penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) menunjukkan bahwa dari
25 siswa ternyata sebanyak 11 siswa (44%) yang telah mencapai ketuntasan belajar.
Sedangkan 14 siswa (56%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal ini
menunjukkan peningkatan jumlah siswa yang memperoleh ketuntasan belajar dibanding
kondisi awal yang hanya 7 orang siswa yang tuntas belajarnya. Perolehan nilai tertinggi pada
siklus I adalah 80 dan yang terendah adalah 50 dengan rata-rata kelas 64.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan,
sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam merevisi tindakan pada siklus berikutnya diantaranya adalah;
a. Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat
langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
b. Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan
informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan
c. Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga
siswa bisa lebih antusias.

213
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

Proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun


belum semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan kegiatan
yang bersifat kelompok ada anggapan bahwa prestasi maupun nilai yang di dapat secara
kelompok. Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok, serta antar
kelompok. Masing-masing siswa ada peningkatan latihan bertanya dan menjawab antar
kelompok, sehingga terlatih ketrampilan bertanya jawab. Terjalin kerjasama inter dan antar
kelompok. Ada persaingan positif antar kelompok mereka saling berkompetisi untuk
memperoleh penghargaan dan menunjukkan untuk jati diri pada siswa. Dari data tersebut
perlu adanya perbaikan/penyempurnaan pada siklus II nantinya. Adapun yang menjadi
kelemahan pada siklus ini yaitu pemahaman materi, pemberian motivasi dan bimbingan
pelaksanaan diskusi masih kurang maksimal. Berdasarkan analisis tersebut maka penelitian
ini dilanjutkan ke siklus II.
3. Pembahasan Hasil Belajar Siklus II
Gambaran hasil tindakan pada pelaksanan siklus II, melalui proses pembelajaran
dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diketahui bahwa
sebanyak 23 orang siswa keseluruhan siswa sebanyak 25 orang siswa atau (92%) sudah
mencapai ketuntasan belajar yaitu memperoleh nilai 70 ke atas. Sedangkan sisanya 2 orang
(8%) lagi belum mencapai ketuntasan belajar. Begitu pula dengan nilai tertinggi pada tes
Siklus II adalah 100, sedangkan nilai terendahnya adalah 60, dengan jumlah nilai 1980 dan
nilai rata-rata 79,2 dengan ketuntasan belajar mencapai 92%. Hal ini menunjukkan
peningkatan dari nilai rata-rata siklus I yaitu sebesar 64. Dengan demikian nilai rata-rata
siklus II sudah melampaui KKM yang ditetapkan yaitu 65.
Hasil antara siklus I dengan siklus II ada perubahan secara signifikan, hal ini ditandai
dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil tes akhir
siklus II ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada
siklus I. Peneliti lebih banyak mengadakan bimbingan dan berkeliling melihat hasil
pekerjaan siswa. Dari wajah siswa terpancar bahwa mereka senang dengan mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru. Sikap optimis dari siswa terlihat, dari cara mereka berebut
untuk maju mengerjakan soal yang diberikan. Inti dari pelaksanaan pembelajaran yang
dikehendaki, telah dijalankan sepenuhnya oleh siswa. Hal ini disebabkan mereka sudah
mulai memahami langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dengan baik dan benar.
Pada saat ulangan harian dilaksanakan mereka bekerja dengan tenang dan penuh percaya
diri, namun demikian, masih ada bebarapa orang siswa yang tidak tuntas menyelesaikan
tugas. Meskipun demikian, pada siklus II ini terbukti bahwa hasil belajar siswa meningkat
mencapai hasil yang diharapkan dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL). Melalui pendekatan pembelajaran ini siswa dapat belajar lebih optimal
melalui tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Agar lebih jelas gambaran peningkatan kegiatan siswa dan prestasi belajar siswa dari
kondisi awal, siklus I dan siklus II, dapat dilihat dan diperhatikan pada rekapitulasi tabel dan
grafik ketuntasan belajar di bawah ini:

214
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

Tabel 1.1 Rangkuman Ketuntasan Belajar Pada Kondisi Awal, Siklus I, dan II
Jumlah Siswa
No Ketuntasan Kondisi Awal Siklus I Siklus II
Jlh Persentase Jlh Persentase Jlh Persentase
1 Tuntas 7 28% 11 44% 23 92%
2 Belum Tuntas 18 72% 14 56% 2 8%
Jumlah 25 100% 25 100% 25 100%

Berdasarkan data tabel di atas dapat digambarkan pada grafik diagram batang
di bawah ini:

92%
100 79.2
72%
64
54.8 56%
44%
50 28%
8%

Gambar 1.1 Grafik Persentase Ketuntasan Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

Perbandingan hasil nilai rata-rata yang diperoleh dari tes Kondisi Awal,
Siklus I dengan Siklus II dapat ditunjukan seperti dalam tabel berikut ini;

Tabel 1.2 Rekapitulasi Perolehan Nilai Kondisi Awal, Siklus I, dan II


Nilai
No Keterangan
Kondisi Awal Siklus I Siklus II
1 Nilai Tertinggi 70 80 100
2 Nilai Terendah 30 50 60
3 Jumlah Nilai 1370 1610 1980
4 Nilai Rata-rata 54,8 64 79,2
Berdasarkan data tabel di atas dapat digambarkan pada grafik diagram batang
di bawah ini:
100
100 80 79.2
70
64 60
54.8 50
50 30

Gambar 1.2
Grafik Perbandingan Perolehan Nilai Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan informasi data pada tabel dan grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa
perolehan nilai serta ketuntasan belajar siswa menunjukkan peningkatan yang berarti di tiap
siklusnya. Pada kondisi awal dari 22 siswa hanya 7 siswa (28%) yang telah mencapai

215
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

ketuntasan belajar sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu
sebesar 65. Sedangkan 18 siswa (72%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal.
Perolehan nilai tertinggi pada kondisi awal adalah 70 dan yang terendah adalah 30 dengan
rata-rata kelas 54,8.
Pada pelaksanan siklus I pada proses pembelajaran dengan penerapan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) menunjukkan bahwa dari 25 siswa ternyata
sebanyak 11 siswa (44%) yang telah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 14 siswa
(56%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal ini menunjukkan peningkatan
jumlah siswa yang memperoleh ketuntasan belajar dibanding kondisi awal yang hanya 7
orang siswa yang tuntas belajarnya. Perolehan nilai tertinggi pada siklus I adalah 80 dan
yang terendah adalah 50 dengan rata-rata kelas 64.
Sedangkan pada pelaksanan siklus II, melalui proses pembelajaran dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diketahui bahwa sebanyak 23 orang siswa
keseluruhan siswa sebanyak 25 orang siswa atau (92%) sudah mencapai ketuntasan belajar
yaitu memperoleh nilai 70 ke atas. Sedangkan sisanya 2 orang (8%) lagi belum mencapai
ketuntasan belajar. Begitu pula dengan nilai tertinggi pada tes Siklus II adalah 100,
sedangkan nilai terendahnya adalah 60, dengan jumlah nilai 1980 dan nilai rata-rata 79,2
dengan ketuntasan belajar mencapai 92%. Hal ini menunjukkan peningkatan dari nilai rata-
rata siklus I yaitu sebesar 64. Dengan demikian nilai rata-rata siklus II sudah melampaui
KKM yang ditetapkan yaitu 6,5.
Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) mampu meningkatkan
hasil belajar PPKn, khususnya pada materi “keberagaman masyarakat Indonesia” di kelas
VII-A semester II di SMP Negeri 1 Peureulak Barat. Dengan demikian penelitian dianggap
berhasil dan berhenti pada Siklus II.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini,
maka ditarik kesimpulan sebagai berikut. Perolehan nilai rata-rata hasil belajar siswa
terhadap materi ”keberagaman masyarakat Indonesia”, mengalami peningkatan yaitu
pada kondisi awal sebesar 54.8 dan pada tindakan siklus I meningkat sebesar 64
sedangkan pada tindakan siklus II meningkat secara signifikan yaitu sebesar 79.2.
Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan yaitu pada kondisi awal hanya
7 orang (28%), setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I siswa yang tuntas
sebanyak 11 siswa (44%), sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar juga
mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebanyak 23 siswa (92%). Penerapan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran PPKn, hal ini ditunjukkan dengan antusias
siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat sehingga dapat berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa.

216
SEUNEUBOK LADA
Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (2), 2019: 204-217
ISSN : 2356-0770
e-ISSN : 2685-2705

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia.


Anshari, B. 2006. Strategi Pembelajaran Efektif. Banda Aceh. Depdikbud.
Arini, S. 2003. Proses Pembelajaran. Bandung: Tarsito.
Bestari, P. 2008. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran untuk SMP/MTS.
Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Catharina, A.T. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press.
Daradjat. 2005. Penggunaan Metode Pembelajaran. Jakarta: Sinar Dunia.
Dewi, R.K. 2008. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran untuk SMP/MTS.
Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Fadil. M. 2000. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Lupriya. 2000. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia.
Nurhadi. 2006. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Poedjiati, 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada.
Sarjan. 2008. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran untuk SMP/MTS Kelas
VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

217

You might also like