Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pola Asuh Gizi Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Balitausia 24-59 Bulan
Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pola Asuh Gizi Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Balitausia 24-59 Bulan
Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pola Asuh Gizi Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Balitausia 24-59 Bulan
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
*Korespondensi: E-mail: nlm233@ums.ac.id
ABSTRACT
Background: Stunting is a chronic nutritional problem caused by inadequate nutritional intake for a long time since birth
which affects the growth of children. The percentage of stunting in toddlers in Indonesia in 2021 was 24,4%. The education
level of mothers and food parenting practices are indirect factors in the incidence of stunting in toddlers because they directly
affect the nutritional intake of toddlers.
Objective: This research aimed to determine the relationship between the education level of mothers and food parenting with
the incidence of stunting in toddlers in Gemolong District, Sragen Regency.
Method: This was observational research using a cross-sectional approach. The subjects were 57 toddlers from a total
population of 187 toddlers who were selected using a simple random sampling technique in 5 integrated service centres
(Posyandu). The data obtained included the characteristics of the subject, the education level of the mothers, and the food
parenting practices. Data on the education level of mothers and food parenting practice were obtained using a questionnaire
consisting of 28 question items (r=0,968). The nutritional status data were obtained through anthropometric measurements,
while the data analysis performed was the Chi-Square tests.
Result: The results showed that the percentage of stunting in toddlers was 15.8%. Mothers with a basic level of education
(no school, elementary school, junior high school) was 26.3%. Food parenting in the less category was 54.4%. Based on the
relation test between the mother’s education and food parenting, each value of p=0,427 and p=0,718.
Conclusion: Mother’s education level and food parenting do not correlate with the incidence of stunting in toddlers. The
Sragen District Health Office and the Gemolong Health Center are expected to rectify the behavior of food parenting for
mothers of toddlers to prevent stunting in the future caused by poor food parenting.
ABSTRAK
Latar Belakang: Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan gizi tidak adekuat
dalam jangka waktu lama sejak awal kelahiran yang memengaruhi pertumbuhan anak. Persentase stunting pada balita di
Indonesia pada tahun 2021 sebesar 24,4%. Tingkat pendidikan ibu dan pola asuh gizi sebagai faktor tidak langsung dalam
kejadian stunting pada balita, dikarenakan hal tersebut memengaruhi secara langsung asupan gizi balita.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan pola asuh gizi dengan
kejadian stunting pada balita di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek dalam penelitian ini
berjumlah 57 balita dari total populasi sebanyak 187 balita yang dipilih menggunakan teknik simple random sampling di 5
posyandu. Data yang dikaji meliputi karakteristik subjek, tingkat pendidikan ibu dan pola asuh gizi. Data pendidikan ibu dan
pola asuh gizi diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 28 item pertanyaan (nilai r=0,968). Status gizi
diperoleh dengan pengukuran antropometri yaitu mengukur tinggi badan dan berat badan. Analisis data dengan uji Chi-
Square.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase balita stunting sebesar 15,8%. Ibu dengan pendidikan rendah (Tidak
sekolah, SD, SMP) sebesar 26,3%. Pola asuh gizi kategori kurang sebesar 54,4%. Dari uji hubungan tingkat pendidikan ibu
dan pola asuh gizi masing-masing nilai p=0,427 dan p=0,718.
Simpulan: Tingkat pendidikan ibu dan pola asuh gizi tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Dinas
Kesehatan Sragen dan Puskesmas Gemolong diharapkan dapat memperbaiki perilaku pola asuh gizi ibu balita untuk
mencegah terjadinya stunting di masa kedepannya yang diakibatkan oleh pola asuh gizi seimbang kurang baik.
gizi serta higiene sanitasi yang terdiri dari 28 item hubungan antar variabel menggunakan uji Chi-Square
pertanyaan favorable dalam bentuk skala likert. Data dengan derajat kepercayaan 95% (p < 0,05).
stunting dengan perhitungan indikator TB/U dilakukan
menggunakan alat microtoice untuk mendapatkan data HASIL
tinggi badan balita. Tingkat pendidikan ibu Karakteristik Balita dan Ibu Balita
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu kategori rendah (Tidak Penelitian dilaksanakan di Desa Kaloran,
sekolah, SD, SMP) dan kategori tinggi (SMA, Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa
Diploma, Sarjana). Pola asuh gizi dikategorikan Tengah. Terdapat 57 balita yang menjadi subjek
berdasarkan nilai mean, apabila hasil nilai < 81,67 penelitian. Berdasarkan Tabel 1, hasil persentase jenis
kategori kurang dan nilai ≥ 81,67 kategori baik. kelamin balita laki-laki sebesar 52,6%, usia balita
Analisis dan pengolahan data menggunakan software paling banyak usia 36-47 bulan sebesar 50,9%,
IBM SPSS Statistics v28 berpusat di New York, kategori usia 26-35 tahun sebesar 56,1% dan
Amerika Serikat. Analisis statistik dalam mengetahui pendidikan ibu kategori tinggi sebesar 73,7%.
Berdasarkan deskripsi diperoleh jenis kelamin mengalami malnutrisi pada janin hingga berdampak
didominasi laki-laki, tetapi hal tersebut tidak keguguran serta keterlambatan saat pertumbuhan
mengakibatkan perbedaan kebutuhan asupan zat gizi balita.14 Penelitian yang dilakukan ini sejalan dengan
yang diperlukan anak balita yang berjenis kelamin penelitian Purwanti yang pernah dilakukan di
perempuan maupun laki-laki karena keduanya Kabupaten Brebes bahwa kategori usia ibu kelahiran
termasuk dalam pertumbuhan, sehingga pertumbuhan didominasi rentang usia 26-35 tahun. Usia ibu akan
keduanya cenderung sama.11 Penelitian yang pernah memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang
dilakukan di Kota Makassar menyebutkan ibu kategori terhadap informasi yang diberikan, usia juga menjadi
usia 17-25 tahun paling banyak memiliki balita faktor penentu dalam tingkat pengetahuan,
stunting, hal itu dikarenakan usia ibu terlalu dini dan pengalaman, keyakinan dan motivasi, sehingga umur
kurangnya wawasan pengetahuan.12 Penelitian yang memengaruhi perilaku.15 Sedangkan penelitian yang
pernah dilakukan di Kabupaten Jember menyebutkan dilakukan Hidayat et al, menyimpulkan tingkat
ibu kategori usia 26-35 tahun merupakan usia ibu yang pendidikan ibu tinggi relatif lebih banyak didapatkan di
matang akan memiliki kesungguhan dalam merawat, wilayah kerja Puskesmas Sidemen Karangasem, bahwa
mengasuh dan membesarkan anak yang akan tingkat pendidikan tinggi memiliki risiko memiliki
memengaruhi kelangsungan hidup anaknya.13 Berbeda balita stunting dibandingkan dengan ibu yang tingkat
dengan penelitian lainnya di wilayah kerja Puskesmas pendidikan rendah.16
Jetis II pada kategori ibu usia 36-45 tahun lebih
beresiko memiliki balita stunting, hal tersebut Deskripsi Pola Asuh Gizi, Kejadian Stunting dan
dipengaruhi oleh sistem reproduksi wanita yang sudah Distribusi Hasil Pola Asuh Gizi
mulai lambat dalam pertumbuhan sehingga mengalami Berdasarkan Tabel 2, hasil persentase pola asuh
penurunan kinerja, pada masa kehamilan rentan gizi kategori kurang sebesar 54,4% dan kategori baik
sebesar 45,6%. Kejadian stunting pada balita sebagian sesuai kebutuhan masih menjadi hal yang perlu
besar kategori normal sebesar 84,2% dan kategori diperhatikan karena masih tergolong paling tinggi
stunting sebesar 15,8%. Berdasarkan Tabel 3, sebesar 15,3% dan paling sedikit pada indikator
menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan gizi anak pemberian bumbu tambahan sebesar 5,8%.
Pola asuh gizi masih sebagian besar kategori yang menjadi perhatian yaitu pemenuhan kebutuhan
kurang, sejalan dengan penelitian yang pernah gizi anak sesuai kebutuhan (Tabel 3), penelitian serupa
dilakukan sebelumnya yang menyebutkan terdapat yang dilakukan menyebutkan gizi seimbang
pengaruh status gizi balita yang bisa menyebabkan memengaruhi pertumbuhan balita karena asupan
stunting akibat masih kurangnya pemenuhan gizi makanan yang cukup menjadikan balita mempunyai
seimbang yang berlangsung dalam kurun waktu lama.17 energi yang cukup dan ketahanan tubuh yang maksimal
Persentase stunting pada penelitian ini sudah baik yang sehinggal tidak mudah sakit.19
ditunjukkan masih sesuai dengan target nasional dan
standar WHO yaitu tidak melibihi 20%. Penelitian ini Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Pola Asuh
serupa juga pernah dilakukan di Kecamatan Kuala Gizi dengan Kejadian Stunting
Pesisir Kabupaten Nagan Raya menyebutkan hasil Pada Tabel 4 akan disajikan distribusi frekuensi
persentase kejadian stunting dibawah 15%.18 Indikator dari hubungan tingkat pendidikan ibu dan
pola asuh gizi dengan kejadian stunting. Hasil sebesar 18,6% dibandingkan dengan ibu yang
penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpendidikan rendah sebesar 7,1%. Balita stunting
ibu dan pola asuh gizi tidak terdapat hubungan yang pada pola asuh gizi kategori baik lebih banyak yaitu
signifikan dengan kejadian stunting. Balita stunting sebesar 19,2%, sedangkan pola asuh gizi kategori
didominasi pada ibu yang tingkat pendidikan tinggi kurang didapat balita stunting sebesar 12,9%.
Tabel 4. Hubungan Pendidikan Ibu dan Pola Asuh Gizi dengan Kejadian Stunting
Kejadian Stunting
Total
Variabel Stunting Normal Nilai p
N (%)
n (%) n (%)
Pendidikan Ibu
Rendah 1 (7,1) 13 (92,9) 14 (100)
Tinggi 8 (18,6) 35 (81,4) 43 (100) 0,427
penelitian Candra di Kota Semarang menyimpulkan Kampung Tambak Lorok, Kota Semarang yang
tingkat pendidikan ibu tinggi berisiko mengalami balita menjelaskan pola asuh gizi tidak memiliki hubungan
stunting.27 Penelitian serupa juga pernah dilakukan di terhadap kejadian stunting dan tidak sebagai satu-
Mexico yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan satunya faktor penyebab risiko terjadinya stunting pada
ibu rendah memiliki perbedaan dengan tingkat balita. 34 Tetapi penelitian ini bertentangan dengan
pendidikan ibu yang tinggi dalam status ekonomi, penelitian lainnya yang menyimpulkan jika pola asuh
sehingga ibu dengan pendidikan yang rendah ternyata gizi oleh ibu termasuk pola asuh gizi berpengaruh pada
lebih tinggi status ekonomi dibandingkan dengan ibu kejadian stunting.35
yang berpendidikan tinggi. 28 Hal itu memengaruhi Pola asuh gizi memang di sebagian penelitian
mayoritas ibu yang berpendidikan tinggi tidak menjadi salah satu faktor yang dikaitkan dengan
melanjutkan ke jenjang lebih lanjut dikarenakan kejadian stunting, tetapi ada faktor lain atau pemicu
masalah ekonomi, yang mengakibatkan banyak terjadinya stunting lebih dulu seperti genetik,
didominasi ibu hanya selesai pada tingkatan sekolah pendapatan keluarga, jumlah anak dalam keluarga dan
menengah atas.29 Pendidikan ibu yang tinggi tidak perilaku pengasuhan ibu dalam berperan menyiapkan
selalu memiliki pengetahuan yang tinggi dibandingkan dan menyiapkan makanan untuk anaknya. Pola asuh
ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah, sejalan gizi akan berdampak pada asupan makan balita yang
dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten mengakibatkan adanya perubahan pada status gizi.36,32
Maybrat bahwa pendidikan ibu yang tinggi dalam Berdasarkan kuesioner pola asuh gizi yang diambil
pengetahuan gizi seimbang serta pola asuh gizi pada pengasuhan balita 24-59 bulan, sebagian besar
pemberian makan pada balita masih kurang tepat tergolong kategori kurang dan belum menerapkan pola
sehingga dapat berperan dalam kejadian stunting pada asuh gizi yang baik seperti perawatan pengasuhan gizi
balita. Hal itu berpengaruh terhadap pola asuh gizi dari seimbang anak. Hal ini karena lokasi penelitian masih
pengasuhan yang dilakukan ibu balita.30 Akibat di atas persentase stunting yang ditetapkan dari yang
dampak perbedaan yang terjadi karena dipengaruhi ditargetkan, penanganan Kabupaten Sragen
oleh faktor pekerjaan dan sosial ekonomi keluarga.8 menargetkan prevalensi stunting turun menjadi di
Hal tersebut sesuai dengan orang tua balita Desa bawah 14% pada tahun 2024. Jika dilihat dari penilaian
Kaloran mayoritas hanya sampai sekolah menengah pola asuh gizi, dari pemberian ASI & MP-ASI, jumlah
atas dan tidak memilih melanjutkan pendidikan asupan, higiene sanitasi, jenis bahan makanan dan
dikarenakan faktor ekonomi. jadwal pematauan makan anak sudah menunjukkan
Pola asuh gizi merupakan praktik dan hasil yang baik, tetapi masih ada yang hal yang menjadi
pengasuhan orang tua dalam keluarga yang bertujuan kurang perhatian ibu balita seperti pemberian asupan
mencukupi kelangsungan hidup tumbuh kembang anak gizi seimbang. Ibu jarang memberikan sayur maupun
seperti tersedianya bahan makanan dan perawatan buah kepada anak dan jarang memberikan makanan
kesehatan maupun sanitasi kebersihan. Pola asuh gizi selingan yang cukup. Hal tersebut tentu akan
digambarkan dalam pemberian ASI, praktik pemberian berpengaruh terhadap status gizi karena
formula, praktik pemberian makanan pendamping ASI ketidakseimbangan dalam pemenuhan asupan gizi
(MP-ASI) dan pembiasaan makanan bagi balita. Pola balita. Pola asuh gizi yang baik harus mencangkup
asuh gizi didasari sebuah sikap atau praktik orang tua beberapa hal seperti kecukupan zat gizi makro dan
yang dilakukan untuk merawat pertumbuhan anak mikro, menu gizi seimbang, porsi jumlah makan,
dengan baik dari cara pemberian makan, pemilihan pengolahan dan penyajian makan, serta kebersihan
bahan makanan dan memberikan kasih sayang dalam perorangan supaya bisa memperbaiki status gizi. Selain
pengasuhannya.31 Pola asuh gizi yang tepat penting itu, kuesioner juga tidak memperhatikan beberapa
untuk mendukung pertumbuhan anak untuk mencegah variasi makanan zat gizinya. Praktik pola asuh gizi
kejadian stunting dimasa kedepan.32 Pola asuh gizi yang tepat akan tetapi variasi makanan yang masih
pada balita dapat dilihat dari segi kualitas bahan rendah seperti tidak kurang memperhatikan sumber zat
makanan, jumlah, jenis dan jadwal makan.33 gizi makro dan mikro, zat gizi makro terutama protein
Hasil penelitian ini pola asuh gizi didapatkan mempunyai peran untuk melangsungkan metabolisme
hasil nilai p yaitu 0,718 (p>0,05) artinya tidak terdapat sehingga membantu dalam zat gizi mikro menunjang
hubungan antara pola asuh gizi dengan kejadian pertumbuhan fisik balita.37
stunting pada balita di Desa Kaloran, Kecamatan Keberagaman dari jenis variasi makanan dapat
Gemolong, Kabupaten Sragen. Hasil penelitian ini dipengaruhi beberapa hal, misalnya pendapatan orang
sejalan yang dilakukan pada daerah nelayan di tua dan status ekonomi balita. Apabila pendapatan
12. Windasari DP, Syam I, Kamal LS. Faktor kejadian pendek pada anak balita umur 24-59
hubungan dengan kejadian stunting di Puskesmas bulan di wilayah kerja puskesmas Nusa Penida III.
Tamalate Kota Makassar. AcTion Aceh Nutrition Arc. Com. Health. 2016;3(1):36-46. Available
Journal. 2020;5(1):27. from:
https://doi.org/10.30867/action.v5i1.193 https://ojs.unud.ac.id/index.php/ach/article/view/2
13. Rahman FD. Pengaruh pola pemberian makanan 1077/13856
terhadap kejadian stunting pada balita (studi di 22. Ariati LIP. Faktor-faktor resiko penyebab
wilayah kerja puskesmas Sumberjambe, Kasiyan, terjadinya stunting pada balita usia 23-59 bulan.
dan Puskesmas Sumberbaru Kabupaten Jember). Oksitosin: Jurnal Ilmiah Kebidanan.
The Indonesian Journal of Health Science. 2019;6(1):28-37.
2018;10(1):15-24. https://doi.org/10.35316/oksitosin.v6i1.341
https://doi.org/10.32528/the.v10i1.1451 23. Aprizah A. Hubungan karakteristik ibu dan
14. Sumiati S, Arsin AA, Syafar M. Determinants of perilaku hidup bersih sehat ( PHBS ) tatanan rumah
stunting in children under five years of age in the tangga dengan kejadian stunting. Jurnal Kesehatan
Bone regency. Enferm Clin. 2020;30:371-374. Saelmakers PERDANA. 2021;4(1):115-123.
https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.10.103 Available from:
15. Purwanti DY, Ratnasari D. Hubungan antara https://journal.ukmc.ac.id/index.php/joh/article/vi
kejadian diare, pemberian ASI eksklusif, dan ew/70/73
stunting pada batita. Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan. 24. Sulistyawati A. Faktor-faktor yang berhubungan
2020; 1(02): 15-23. Available from: dengan kejadian stunting pada balita di indonesia.
http://jurnal.umus.ac.id/index.php/JIGK/article/do Jurnal Ilmu Kebidanan. 2019;5(1):21-30.
wnload/138/78 Available from:
16. Hidayat MS, Ngurah G, Pinatih I. Prevalensi https://www.researchgate.net/publication/3310882
stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas 68
Sidemen Karangasem. E-Jurnal Medika. 25. Utami RA, Setiawan A, Fitriyani P. Identifying
2017;6(7):1-5. Available from: causal risk factors for stunting in children under
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum. five years of age in South Jakarta, Indonesia.
17. Amalia H, Mardiana. Hubungan pola asuh gizi ibu Enferm Clin. 2019; 29(supp2): 606-611.
dengan status gizi balita di wilayah kerja https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.04.093
puskesmas Lamper Tengah Kota Semarang. JHE 26. Maywita E. Faktor risiko penyebab terjadinya
(Journal of Health Education). 2016;1(2). stunting pada balita umur 12-59 bulan di kelurahan
Available from: Kampung Baru Kecamatan Lubuk Begalung
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthed Tahun 2015. Jurnal Riset Hesti Medan Akper
u/article/view/11745 Kesdam I/BB Medan. 2018; 3(1): 56.
18. Asmaul H, Teungku NF. Hubungan ASI eksklusif https://doi.org/10.34008/jurhesti.v3i1.24
dengan stunting pada anak balita di desa arongan 27. Candra A. Hubungan underlying factors dengan
Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya. kejadian stunting pada anak 1-2 th. Diponegoro
2022; (2018):12-22. Journal of Nutrition and Health. 2013;1(1):1-12.
https://doi.org/10.32672/jbe.v10i1.4122 Available from:
19. Rohayati R, Aprina A. Pengaruh penyuluhan https://media.neliti.com/media/publications/89913
partisipatif untuk meningkatkan pengetahuan ibu -ID-hubungan-underlying-factors-dengan-
tentang penerapan gizi seimbang dalam kejad.pdf
penanggulangan stunting. Jurnal Kesehatan. 28. Leroy JL, Habicht JP, de Cossío TG, Ruel MT.
2021;12(2):287. Maternal education mitigates the negative effects
https://doi.org/10.26630/jk.v12i2.2830 of higher income on the double burden of child
20. Welasasih BD, Wirjatmadi RB. Beberapa faktor stunting and maternal overweight in rural Mexico.
yang berhubungan dengan status gizi balita J Nutr. 2014; 144(5): 765-770.
stunting. The Indonesian Journal of Public Health. https://doi.org/10.3945/jn.113.188474
2012;8(3):99-104. 29. Wahyuni D, Fithriyana R. Pengaruh sosial
https://doi.org/10.1080/07357900701206281 ekonomi dengan kejadian stunting pada balita di
21. Dewi IA, Adhi KT. Pengaruh konsumsi protein desa Kualu Tambang Kampar. PREPOTIF Jurnal
dan seng serta riwayat penyakit infeksi terhadap Kesehatan Masyarakat. 2020; 4(1): 20-26.