Model Pengembangan Daya Saing Wisata Bahari Di Pulau Nikoi, Propinsi Kepulauan Riau
Model Pengembangan Daya Saing Wisata Bahari Di Pulau Nikoi, Propinsi Kepulauan Riau
Model Pengembangan Daya Saing Wisata Bahari Di Pulau Nikoi, Propinsi Kepulauan Riau
Abstract
This study aims to explain the factors and models to develop the competitiveness
of marine tourism destinations in Nikoi Island, Bintan Regency, Riau Islands Province by
using a qualitative approach (descriptive method). Data and information were generated
through in-depth interviews, Focus Group Discussion (FGD), and literature studies which
were then analyzed using the Porter Value Chain framework (1985). The richness and
uniqueness of natural resources that can offer beauty and experience for travelers are basic
capital for the development of marine tourism in Nikoi Island. Investors play a central role
which starts from planning, construction design to management and continuous business
improvement. A large percentage of Bintan’s PAD comes from their tourism sector which
includes Nikoi island. The development of Nikoi Island as a tourist destination can be
used as a model to develop inclusive and sustainable marine tourism in thousands of
other small islands owned by Indonesia with private sector acting as the main investor.
However, during implementation in the field, private sector cannot stand alone. They must
be able to cooperate with the Government (both at Central and Regional level) and other
related stakeholders. In national midterm plan 2020 – 2024, the development of tourism
in small islands can be seen as a breakthrough that forms new economic growth centers.
1
I Dewa Gde Sugihamretha is a Principal Planner at Ministry of National Development Planning/Bappenas RI.
Email address: gde@bappenas.go.id
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Peran dan prospek industri pariwisata Indonesia cenderung tumbuh setiap tahun.
Jumlah wisatawan mancanegara naik dari sekitar tujuh juta lebih wisatawan (2011) menjadi
sekitar dua belas juta lebih (2016). Devisa yang masuk meningkat dari 8.554 juta dolar AS
(2011) menjadi 12.440 juta dolar AS (2016). Kinerja serupa juga terjadi untuk wisatawan
nusantara (wisnus). Jumlah perjalanan wisnus mencapai 256,4 juta (2015), naik 2,06
persen dibandingkan tahun 2014 (251,2 juta). Jumlah pengeluaran konsumsi wisnus pada
2015 mencapai Rp 224,69 trilyun atau rata-rata Rp 876,3 ribu per perjalanan. Pada level
global, industri pariwisata diprediksi menjadi motor penggerak sosial dan ekonomi dunia.
Perjalanan turis internasional tumbuh 4% pada 2016 dibandingkan 2015, mencapai 1.235
juta perjalanan dan menghasilkan total devisa US$ 1.5 trilliun di sektor pariwisata. Pada
tahun 2030, UNWTO memperkirakan perjalanan turis internasional mencapai 1,8 miliar
perjalanan (UNWTO, 2017).
Sebagai Negara kepulauan, Indonesia berpotensi besar mengembangkan wisata
bahari, antara lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil (PPK). Dari
17.100 pulau, baru 13.466 pulau yang telah diberi nama, sekitar 1.900 diantaranya termasuk
kategori PPK. Suharsono, Soegiarto dan Polunin dalam Dahuri (1998) menjelaskan PPK
memiliki flora dan fauna khas dan tidak dimiliki negara lain. Kekayaan biota laut Indonesia
mencapai 80 genus dan 590 spesies terumbu karang; 2.500 spesies moluska, 1.512 spesies
krustasea, 850 spesies sponge, 2.334 spesies ikan laut, 30 spesies mamalia laut, dan 38 spesies
reptilia.
Terdiri atas sekitar 241 pulau, Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau adalah
salah satu Pemerintah Kabupaten yang menetapkan sektor pariwisata sebagai prioritas
untuk mempercepat pembangunan di kawasan tersebut. Dari 241 pulau tersebut, sekitar 50
pulau dihuni penduduk dan masih ada sekitar 190 lebih yang tidak berpenduduk. Sebagian
besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bintan saat ini ditopang sektor pariwisata,
nilainya Rp 92,79 miliyar dari total PAD Bintan sekitar Rp167,5 miliyar (55,5%). PAD industri
pariwisata tersebut diperoleh dari pajak hotel, restoran, hiburan, retribusi, dan Pajak Bumi
Bangunan terutama di kawasan pariwisata free zone Lagoi (Muf, 2015).
Pulau-Pulau di Kabupaten Bintan tidak hanya menawarkan panorama pantai yang
indah namun juga pemandangan bawah laut menawan. Dari ratusan Pulau yang ada, baru
enam Pulau yang telah dikelola untuk tujuan wisata bahari secara profesional, diantaranya
Pulau Nikoi - sebuah pulau yang dikelola investor asing, berjarak lima kilometer dari pantai
timur Pulau Bintan. Dengan luas 16,5 hektar, Pulau Nikoi terdiri atas 15 resor dan telah
berkembang menjadi tujuan liburan butik para wisatawan dari seluruh dunia. Tiap bulan
rata-rata manajemen Pulau Nikoi menyetor pajak daerah sekitar 400 juta rupiah dari kegiatan
mengelola wisatan bahari di pulau tersebut.
administrasi dan manajemen). Aktivitas rantai nilai dilakukan untuk menentukan biaya dan
mempengaruhi keuntungan. Sebagian besar organisasi melibatkan ratusan bahkan ribuan
aktivitas untuk mengubah input menjadi keluaran. Kegiatan ini dapat diklasifikasikan secara
umum sebagai kegiatan utama atau dukungan yang harus dilakukan oleh semua pelaku
bisnis dalam beberapa bentuk. Menurut Porter (1990) rantai nilai merupakan cara sistematik
untuk menganalisis sumber keunggulan bersaing dengan memeriksa semua aktivitas yang
dilakukan dan bagaimana semua aktivitas itu berinteraksi satu sama lainnya. Interaksi antar
satu komponen dengan yang lain akan memberikan dampak pada nilai yang teraktualisasikan
atau terbagikan pada pelanggan.
Rantai nilai adalah suatu konsep untuk memberikan sesuatu kebermaknaan pada
konsumen. Istilah rantai nilai mengacu pada serangkaian kegiatan yang diperlukan untuk
menghadirkan suatu produk (atau jasa) dimulai dari tahap konseptual, dilanjutkan dengan
beberapa tahap produksi, hingga pengiriman ke konsumen akhir dan pemusnahan setelah
penggunaannya (Kaplinsky 1999; Kaplinsky dan Morris 2001). Rantai nilai terbentuk ketika
semua pelaku dalam rantai tersebut bekerja sedemikian rupa sehingga memaksimalkan
terbentuknya nilai sepanjang rantai tersebut.
Porter (1985) menggunakan kerangka rantai nilai untuk mengkaji bagaimana suatu
perusahaan seharusnya memposisikan dirinya di pasar serta di dalam hubungan mereka
dengan para pemasok, pembeli, dan pesaing. Menurut Porter (1985), kegiatan utama dalam
rantai nilai adalah: 1) Logistik inbound (hubungan dengan pemasok, mencakup semua
aktivitas yang dibutuhkan untuk menerima, menyimpan, dan menyebarkan masukan), 2)
Operasi (kegiatan untuk mengubah input menjadi output (produk dan layanan), 3) Logistik
outbound (semua kegiatan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mendistribusikan
hasilnya, 4) Pemasaran dan Penjualan (kegiatan menginformasikan pembeli tentang produk
dan layanan, mendorong pembeli untuk membelinya, dan memfasilitasi pembelian mereka),
dan 5) Layanan (aktivitas untuk menjaga agar produk atau layanan bekerja secara efektif bagi
pembeli setelah dijual dan dikirim).
Sedangkan kegiatan sekunder dalam rantai nilai adalah: 1) Pengadaan (perolehan
input atau sumber daya), 2) Manajemen Sumber Daya Manusia (perekrutan, seleksi, pelatihan,
pengembangan, kompensasi dan (jika perlu) menolak atau memberhentikan personil),
3) Pengembangan Teknologi (peralatan, perangkat keras, perangkat lunak, prosedur dan
pengetahuan teknis yang dibawa ke dalam transformasi input perusahaan menjadi keluaran,
dan 4) Infrastruktur untuk melayani kebutuhan perusahaan, terdiri dari fungsi departemen
seperti akuntansi, hukum, keuangan, perencanaan, urusan publik, hubungan pemerintah,
penjaminan mutu dan manajemen umum (Mete dan Acuner, 2014). Ide keunggulan
kompetitif suatu kegiatan usaha dirangkum dalam ilustrasi Gambar 3.1.
Gambar 1. Rantai Nilai Porter
4.2. Faktor Pendorong Pengembangan Daya Saing Pulau Nikoi sebagai Daerah Tujuan Wisata
Bahari
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), dan kajian
pustaka, faktor-faktor pendorong yang dapat mempengaruhi pengembangan daya saing
Pulau Nikoi sebagai daerah tujuan wisata bahari di Kabupaten Bintan dijelaskan lebih rinci
sebagai berikut.
4.2.10. Infrastruktur
Pemerintah daerah Kabupaten Bintan mendorong perkembangan pariwisata
melalui pembangunan infrastruktur di sekitar objek wisata, antara lain pembangunan jalan
dan jembatan. Juga ada Bandara dan jalur penyeberangan feri. Sarana dan prasarana untuk
melengkapi aspek fasilitas sosial (sarana kesehatan, komunikasi, kemanan dan pengelolaan
limbah) juga dilaksanakan Pemda sesuai tanggungjawab mereka untuk memenuhi layanan
ke masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana tersebut tentu dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pariwisata.
Untuk lokasi yang menjadi domain pengelola Pulau Nikoi, investor membangun
semua prasarana dan sarana yang diperlukan. Termasuk dermaga penyeberangan dan tempat
kapal yang melayani rute demaga milik perusahaan dengan Pulau Nikoi. Praktik wisata
(kegiatan pariwisata berbasiskan pengelolaan lingkungan yang baik) diimplementasikan
dengan memperhatikan konservasi dan pertimbangan isu lingkungan. Pengelola tidak
memberi label Nikoi sebagai “resort eko” karena tidak ingin terjebak menjadi sekadar jargon
tanpa makna. Praktik eco resort sebaliknya diimplementasikan inheren dalam pengelolaan
sehari-hari yang tampak dari konsep pengembangan resort (akomodasi), pengelolaan air
tanah, efisiensi energi dengan memanfaatkan energi matahari (solar cell), pengembangan
lanskap yang dibiarkan senatural mungkin, manajemen persampahan dan pengelolaan
limbah B3, dan bahkan memiliki sistem pengendalian nyamuk.
4.3. Analisis Rantai Nilai Pengembangan Pulau Nikoi sebagai Daerah Tujuan Wisata bahari
Hasil identifikasi sejumlah faktor pendorong pengembangan daya saing wisata
bahari di Pulau Nikoi Kabupaten Bintan selanjutnya dianalisis berdasarkan konsep rantai
nilai daya saing Michael Porter. Model rantai nilai tersebut dapat menjadi model untuk
pengembangan Pulau-Pulau Kecil yang dikelola oleh sektor swasta atau konsorsium swasta.
Berkembangnya Pulau Nikoi dan Kabupaten Bintan umumnya sebagai daerah tujuan wisata
bahari yang berdaya saing, pertama-tama karena adanya faktor kondisi sebagai modal dasar,
yiatu adanya kekayaan dan keunikan sumberdaya alam yang dapat menawarkan keindahan
dan pengalaman bagi para pelancong (Lihat Gambar. 2).
Model rantai nilai tersebut menujukkan peran investor Pulau Nikoi sepenuhnya
mengendalikan usaha wisata di Pulau Nikoi. Investor selaku pengelola Pulau berperan
sentral mulai dari perencanaan, desain konstruksi pembangunan sampai pengelolaan bisnis
sehari-hari termasuk terus menerus untuk melaksanakan perbaikan di setiap aspek agar
dapat memenuhi kebutuhan pasar (selera konsumen) yang terus berubah.
Di sisi lain, Pemerintah Daerah berkontribusi penting dalam menciptakaan kondisi
lingkungan bisnis yang kondusif untuk berlangsungnya wisata bahari yang menguntungkan.
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah berperan penting dalam memberikan
rasa aman terkait aspek kepastian usaha, yaitu: adanya perencanaan stratagis pembangunan
wisata termasuk kepastian rencana tata ruang dan tata wilayah) dan aspek kemudahan
berusaha (aspek perijinan). Pemerintah daerah juga diharapkan memiliki starategi untuk
mendorong pariwisata daerah, yaitu: aspek pengembangan produk pariwisata, SDM
Pariwisata, dukungan UMKM, dukungan pemasaran kawasan, dukungan infrastruktur,
fasilitas Komunikasi Teknologi Informasi (ITC), dan jaminan keamanaan.
Gambar 2. Pola rantai nilai wisata bahari di Pulau Nikoi,
Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau
Perencanaan Strategis
Kemudahan Berusaha
Infrastruktur
Keamanaan
Pulau-Pulau
Pengembangan Pengembangan Penguatan Penguatan Marketing Penguatan Kecil sebagai
R & D: Desain, Internal Kapabilitas jejaring & Sales dan Daerah
Inovasi, Organisasi: Industri (partnership). Pengembangan Tujuan
Kreativitas (PPK Pariwisata (Unit Bisnis- Pembangunan Brand Wisata Bahari
sebagai daerah Organisasi) dan yang Berdaya
tujuan Wisata pengembangan Saing
Primary bahari Resort kerjasama dan
Business yang Unik) kolaborasi)
Kekayaan
Process: dengan
dan
Peran Pemda dan
Keunikan
Industri masyarakat
Sumberdaya
(Unit Bisnis) lokal.
V. Penutup
5.1. Kesimpulan
Faktor kondisi sebagai modal dasar pengembangan wisata bahari di Pulau Nikoi
adalah adanya kekayaan dan keunikan sumberdaya alam yang dapat menawarkan keindahan
dan pengalaman bagi para pelancong. Investor selaku pengelola Pulau berperan sentral mulai
dari perencanaan, desain konstruksi pembangunan sampai pengelolaan bisnis termasuk terus
menerus untuk memperbaiki setiap aspek proses bisnis untuk memenuhi perubahan dinamis
kebutuhan pasar (selera konsumen).
Kontribusi Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan penting untuk mencipta-
kan lingkungan bisnis di kawasan Kabupaten Bintan kondusif untuk perkembangan wisata
bahari. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah diharapkan dapat berkontribusi
dalam memberikan rasa aman terkait aspek kepastian usaha. Itu dapat didukung melalui
adanya perencanaan stratagis pembangunan wisata termasuk kepastian rencana tata ruang
dan tata wilayah dan aspek kemudahan berusaha, utamanya kejelasan aspek perijinan
usaha. Pemerintah daerah juga diharapkan memiliki starategi untuk mendorong daya saing
pariwisata kawasan melalui pengembangan produk pariwisata, peningkatan kualitas SDM
Pariwisata, dukungan ke UMKM, dukungan pemasaran kawasan, dukungan infrastruktur,
fasilitas Komunikasi Teknologi Informasi (ITC), dan jaminan keamanaan.
5.2. Saran
Pengembangan Pulau Nikoi di Kabupaten Bintan dapat dijadikan model
pengembangan wisata bahari PPK dengan pelaku dominan dari investor swasta. Kendati
demikian, dalam implementasi di lapangan, peran swasta tidak bisa berdiri sendiri namun
harus mampu bekerjasama dengan Pemerintah (baik di tingkat Pusat dan Dearah) maupun
para pemangku kepentingan terkait dari sektor masyarakat. Kerjasama antar pelaku usaha
dalam konteks penguatan rantai nilai pengembangan usaha wisata bahari PPK menjadi
hal penting. Beberapa aspek penting yang dapat dijadikan fokus kerjasama antara lain:
a) Penanganan sampah, limbah, dan bahan beracun berbahaya (B3), b) Pengembangan
pemberdayaan UMKM berbasis bisnis atau usaha ekowisata PPK, c) Pelestarian lingkungan
hidup, berhubungan dengan sejumlah isu penting: air bersih, energi, dan kelestarian flora,
fauna, dan ekosistem, d) Dan lain-lain.
Daftar Referensi
Bappenas. (2014). Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil. http://www.
bappenas.go.id/index.php/download_file/view/11618/3863/. Diunduh pada 18
Maret 2014.
BPPPD Kabupaten Bintan. (2017). Ekspose Kepala BPPPD Kabupaten Bintan. Tim Kajian
Kebijakan Kerjasama Pembangunan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil
Cetinski, Vinka., and Ines Milohnic. (2008). Company Competitiveness and Competitive
Advantages in Tourism and Hospitality. Tourism and Hospitality Management, Vol.
14, No. 1.
Croes, Robertico. (2010). Small Island Tourism Competitiveness: Expanding Your Destination”s
Slice of Paradise. Invited Main Lecture at the occasion of the Dies Natalis of the
University of the Netherlands Antilles, Willemstad, Curacao, January 12, 2010.
Dahuri R. (1998). Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau Kecil
Berkelanjutan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di
Indonesia. Jakarta: Dit. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA BPPT,
CRMP USAID.
Elgie, Susan., Ruth Childs, Nancy E. Fenton, Betty Ann Levy, Valerie Lopes,Karen Szala-
Meneok, and Richard Dominic Wiggers. (2010). Researching Teaching and Student
Outcomes in Postsecondary Education: A Guide.Toronto: The Higher Education Quality
Council.
Henry Tsai , Haiyan Song & Kevin K. F. Wong. (2009). Tourism and Hotel Competitiveness
Research. Journal of Travel & Tourism Marketing. 26:5-6, 522-546.
Kaplinsky, R. and M. Morris. 2001. A Handbook for Value Chain Research. Brighton, United
Kingdom, Institute of Development Studies, University of Sussex.
Kemenpar. 2015. Laporan Naskah Akademik Strategi Pengembangan Kawasan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Kementerian Pariwisata. (2017). Neraca Satelit Pariwisata Nasional 2016. http://kemenpar.
go.id.
Kementerian Pariwisata. (2017). Perkembangan Bulanan Wisatawan Mancanegara, 2010 –
2016. http://kemenpar.go.id.
Kementerian Pariwisata. (2016). Statistik Profil Wisatawan Mancanegara 2016. Asisten
Deputi Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan. Deputi Bidang
Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan. Kementerian Pariwisata
McElroy, Jerome L. Managing Sustainable Tourism in the Small Island Caribbean. the Journal
of Ecological Economics. September 2000.
Mete, Bilgen., and Elif Acuner. (2014). A Value Chain Analysis of Turkish Tourism Sector.
International Journal of Business and Management Studies, CD-ROM. ISSN: 2158-
1479: 03(02):499–506 (2014).
Muf. (2015). Wow! Pariwisata Bintan Dulang Rp 92,79 M. Batam Pos. Diakses dari https://
arsip.batampos.co.id/12-12-2015/wow-pariwisata-bintan-dulang-rp-9279-m/.
Porter, Michael E. (1985). Competitive Advantage.The Free Press. New York. 1985.
Situs Web:
www.nikoi.com
UNWTOb.2016. Tourism Highlights: 2016 Edition. mkt.unwto.org