Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

08 Naskah Publikasi

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PADAT

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS) DI KABUPATEN KULONPROGO

Raka Salma Riyadi


15513033

ABSTRACT
The community health care is a first-rate health facility and a place to get referrals for second and
third level facilities such as hospitals. Increased health service make patient visits increase
indirectly and result in more B3 waste (medical waste) being produced. Increasing the rate of
generation of B3 waste must be balanced with a good B3 waste management system so that it
does not become a source of disease spread. This study aims to analyze the weight and volume
of medical waste generation and provide recommendations for management of medical waste in
health centers. The method used in this study is the purposive sample method. This research is
a descriptive study using a quantitative-quantitative approach. In this study a quantitative
approach was carried out because it would measure the number of B3 waste generated from the
activities of the health center. The type of research used in this study is descriptive qualitative
research with observational approach and questionnaire. The result showed that the weight of
non-hospitalized community health care medical waste was 1.2 kg/day and volume was 13.5
liters/day. While the weight of community health care medical waste is hospitalzed at 1.5 kg/day
and the volume is 17.5 liters/day. The management recommendations needed to manage medical
waste at the community health care are to reduce product packaging such as gloves, addition,
there is the establishment of SOP or strict regulations regarding sorting. As for other matters in
the packingaging process, it is necessary to provide information on the name of B3 waste, the
date produced by B3 waste and the date of packaging of incoming B3 waste.

Keywords : Hazardous waste, Medical waste, Temporary shelter,

1
ABSTRAK
Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan menjadi tempat untuk
mendapatkan rujukan fasilitas tingkat kedua dan ketiga seperti rumah sakit. Peningkatan
pelayanan kesehatan yang meningkat membuat kunjungan pasien meningkat secara tidak
langsung dan mengakibatkan timbulan limbah B3 (limbah medis) yang dihasilkan lebih banyak.
Peningkatan laju timbulan limbah B3 harus diimbangi dengan sistem pengelolaam limbah B3
yang baik agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis berat dan volume timbulan limbah medis, dan memberikan rekomendasi
pengelolaan limbah medis di pusat kesehatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode purposive sample. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif - kualitatif. Pada penelitian ini dilakukan pendekatan kuantitatif karena
akan melakukan pengukuran berapa jumlah timbulan limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan
puskesmas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan observasional dan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
berat Limbah B3 puskesmas non rawat inap sebesar 1.25 kg/hari dan volume sebesar 13.5
liter/hari. Sedangkan berat Limbah B3 puskesmas rawat inap sebesar 1.55 kg/hari dan volume
sebesar 17.5 liter/hari. Rekomendasi pengelolaan yang diperlukan untuk mengelola limbah
medis di puskesmas yaitu membuat Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang terpisah dari
bangunan Puskemsas, membuat SOP atau peraturan yang tegas mengenai pengelolaan limbah
medis dan memberikan simbol dan label untuk mengetahui jenis dan karakteristik limbah.

Kata kunci : Limbah bahan berbahaya dan beracun, Puskesmas dan Tempat penampungan
sementara

2
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Kulonprogo adalah sebuah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Indonesia. Berdasarkan data BPS Kabupaten Kulonprogo tahun 2016, jumlah
penduduk di Kabupaten Kulonprogo yaitu 412.611 jiwa dengan luas 586,3 𝑘𝑚2. Pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Kulonprogo diikuti dengan peningkatan di berbagai bidang, salah
satunya pelayanan kesehatan di Puskesmas melalui program berobat gratis seperti BPJS
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).
Limbah B3 puskesmas dapat menimbulkan masalah baik dari aspek pelayanan
maupun estetika. Selain itu Limbah B3 juga dapat menjadi sumber penularan penyakit apabila
tidak diolah dengan benar. Menurut Mayoneta dan Warmadewanthi (2016), limbah medis
yang dihasilkan oleh pelayanan kesehatan sebesar 10-25% dan sisanya sebesar 75-90%
merupakan limbah domestik. Walaupun limbah medis yang dihasilkan lebih sedikit dari limbah
domestik, resiko terhadap pencemaran lingkungan berpotensi lebih besar apabila tidak ada
pengelolaan limbah B3 yang baik. Oleh karena itu, pengelolaan limbah B3 puskesmas perlu
mendapat perhatian khusus dan memadai agar dampak negatif yang mungkin akan
ditimbulkan dapat dihilangkan.
1.2 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang akan dilakukan ini sudah ada penelitian sebelumnya yang serupa,
namun masih terdapat perbedaan variabel, waktu, dan tempat penelitian sebelumnya.
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya tersebut, memuat referensi
yang menggambarkan kedudukan penelitian, studi atau kegiatan perencanaan dalam
penelitian. Berikut merupakan hasil dari penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Penelitian Sebelumnya

No Judul Peneliti Tujuan Hasil


1 Analisis Nursamsi, Menganalisis faktor Hasil analisis faktor
Pengelolaan Thamrin, Deni pengetahuan, sikap, (pengetahuan, sikap,
Limbah efizon 2017 sarana dan sarana dan prasarana)
Medis Padat prasarana, secara yang mempengaruhi
di Kabupaten simultan dan partial tindakan petugas dalam
Siak terhadap tindakan pengelolaan limbah medis
petugas dalam padat puskesmas di
pengelolaan limbah Kabupaten Siak yang

3
medis padat terbesar pada
Puskesmas di pengetahuan tidak baik
Kabupaten Siak. 59,1%, sikap negatif
Menganalisis faktor 62.1%, sarana dan
yang paling besar prasarana 72.7% dan
pengaruhnya tindakan tidak baik 66.7%,
terhadap tindakan Faktor yang paling besar
dalam pengelolaan pengaruhnya terhadap
limbah medis padat pengelolaan sampah
puskesmas di medis padat Puskesmas di
Kabupaten Siak. Kabupaten Siak adalah
Menganalisis sikap petugas dengan nilai
dampak OR sebesar 14.2 artinya
pengelolaan limbah pengelola limbah medis
medis padat padat yang memiliki sikap
puskesmas negatif akan melakukan
terhadap tenaga tindakan tidak baik dalam
pengelola di pengelolaan limbah medis
Kabupaten Siak. padat Puskesmas sebesar
14,2 kali.
2 Pengelolaan Rahno, Mengidentifikasi Dari bahasan di atas,
Limbah Roebijoso, dan sistem pengelolaan dapatlah disimpulkan
Medis Padat Leksono limbah medis yang bahwa limbah medis padat
Di dihasilkan di Puskesmas Borong
Puskesmas puskesmas Borong Kabupaten Manggarai
Borong Kabupaten Timur belum dilakukan
Kabupaten Menggarau Timur pengelolaan secara baik
Menggarai Provinsi Nusa dan benar sesuai
Timur Tenggara Timur , ketentuan. Hal ini
Provinsi Merekomendasikan disebabkan karena belum
Nusa solusi yang dapat adanya dukungan
Tenggara diterapkan untuk manajemen berupa
Timur menjawab penyiapan peraturan atau
promblematika dari kebijakan, standard

4
sistem pengelolaan operating procedure,
limbah yang anggaran, fasilitas atau
dilakukan oleh peralatan yang memadai.
puskesmas. Ketersediaan tenaga
sanitarian secara
kuantitatif mencukupi.
Namun belum ada
koordinasi yang jelas untuk
kegiatan pengelolaan
limbah, dan rendahnya
kesadaran para petugas
puskesmas dalam upaya
sanitasi khususnya
penanganan limbah medis,
3 Evaluasi Mayonetta dan Mengidentifikasi Komposisi limbah padat
Pengelolaan Warmadewanthi komposisi limbah B3 terbesar pada
Limbah 2016 padat B3 pada Puskesmas rawat inap
Padat B3 Puskesmas, adalah botol infus bekas
Fasillitas Mengidentifikasi 59%, pada Puskesmas
Puskesmas kondisi eksisting rawat jalan adalah
di Kabupaten pengelolaan limbah infeksius non benda tajam
Sidoarjo padat Puskesmas , 73%, dan pada Pustu
dan Merekomendasi adalah infeksius benda
problematika yang tajam 39% . Laju timbulan
ada di Puskesmas pada rawat inap adalah
tersebut 60,47 g/pasien.hari, rawat
jalan 6,37 g/pasien.hari
dan Pustu 1,97
g/pasien.hari, Kondisi
eksisting pengelolaan
limbah padat B3 di
Puskesmas dan
penggunaan APD belum
berjalan optimal, dan

5
Rekomendasi yang
diberikan adalah
penggunaan ruang
pendingin dengah suhu
dibawah 0°C di setiap
Puskesmas sebagai TPS,
pemilahan limbah bekas
botol infus dan safety talk
yang diadakan secara
rutin.

1.3 Tujuan Penelitian


Berikut adalah tujuan dari penelitian ini :
1. Menganalisis jumlah timbulan dan komposisi dari limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) yang ditimbulkan oleh puskesmas yang ada di Kabupaten Kulonprogo
2. Menganalisis kondisi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) pada
puskesmas di Kabupaten Kulonprogo.
3. Merekomendasikan pengelolaan limbah B3 pada Puskesmas di Kabupaten
Kulonprogo

6
2. Metode Penelitian

2.1 Tahapan Penelitian

Gambar 2 Skema Penelitian

2.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan


kuantitatif - kualitatif. Pada penelitian ini dilakukan pendekatan kuantitatif karena akan
melakukan pengukuran berapa jumlah timbulan limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan
puskesmas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan observasional dan wawancara. Penelitian ini termasuk dalam
penelitian deskriptif analitis karena mempunyai tujuan mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul
sebagaimana adanya dan memberikan penilaian dari hasil amgket dan wawancara.

7
2.3 Lokasi Penelitian

. Lokasi penelitian di 4 Puskesmas Kabupaten Kulonprogo tersebut terletak pada


titik koordinat sebagai berikut :

• Puskesmas Wates : 7°52'55" LS - 110°08'13 BT


• Puskesmas Nanggulan : 7°46'28" LS - 110°12'35 BT
• Puskesmas Temon 1 : 7°53'11" LS - 110°04'36 BT
• Puskesmas Sentolo 1 : 7°49'59" LS - 110°13'08 BT
2.4 Penentuan Jumlah Sampel dan Sampling

Sampel diambil pada puskesmas berdasarkan jenisnya yang terbagi menjadi 2


yaitu rawat jalan dan rawat inap dimana masing-masing diambil berdasarkan populasi
banyaknya pengunjung dan jenis penyelenggaraan yaitu perawatan dan non perawatan,
dimana sampel Puskesmas yang diambil untuk masing-masing jenis penyelenggaraan
adalah 2 atau terdapat 4 sampel Puskesmas yaitu Puskesmas Sentolo 1, Puskesmas
Temon 1, Puskesmas Wates, Puskesmas Nanggulan terdapat total 4 Puskesmas. Hal ini
sesuai dengan ketentuan (Israel,2013) yang mengatakan bahwa untuk suatu penelitian
yang baik menggunakan sampel minimal 10% dari dari total keseluruhan populasi agar
diperoleh sampel dengan tingkat kepercayaan sesuai. Sehingga dipilih 4 Puskesmas dari
perhitungan sebagai berikut :
(21 Puskesmas x 10% sampel = 2,1 Puskesmas = 2 Puskesmas)
Berdasarkan perhitungan tersebut sampel yang dipilih adalah 2 Puskesmas, tetapi
karena tujuan dari penentuan sampel ini untuk membandingkan antara Puskesmas rawat
inap dan non rawat inap sehingga dipilih 4 Puskesmas yang terbagi menjadi 2 rawat inap
dan 2 non rawat inap. Selain itu karena pada sampel Puskesmas baik rawat inap dan non
rawat inap jenis dan karakteristik timbulan bersifat homogen atau sama, tetapi hal yang
dapat membedakan adalah kuantitas dari timbulan limbahnya baik puskesmas rawat inap
dan puskesmas non rawat inap dikarenakan puskesmas rawat inap memiliki jam
operasional 24 jam beda dengan halnya puskesmas non rawat inap.
Pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan prosedur, dimana menggunakan
alat seperti timbangan berat 0 – 50 Kg, 1 set sarung tangan karet, 1 set masker, 8 set
label stiker 5, 2 Bolpen dan buku, Kotak pengukur 20 cm x 20 cm x100 cm, dan Penggaris
50 cm. Penimbangan dilakukan satu kali sehari pada pukul 14.00 saat pelayanan sudah
selesai. Jenis limbah yang disampling yaitu Limbah infeksius dan Limbah Benda Tajam
yang dihasilkan oleh Puskesmas. Pengukuran timbulan Limbah B3 diawali dengan

8
mengumpulkan limbah dari sumber limbah ke wadah limbah. Pada saat sampling
dilakukan pengukuran Limbah B3 di setiap ruangan Puskesmas yang menghasilkan
Limbah B3 secara bergiliran baik Limbah Benda Tajam maupun Limbah Non Benda
Tajam. Selanjutnya dilakukan pengukuran pencatatan berat dan volume Limbah B3
menggunakan timbangan portabel dan penggaris.
2.5 Analisis Data
Data yang telah didapatkan dari data primer dan data sekunder segera diolah dan
dianalisis di Metode Guttman yang bertujuan untuk mengetahui hasil dari presepsi para
petugas Puskesmas tentang sistem pengelolaan limbah B3 serta yang terdapat di
Puskesmas Kabupaten Kulonprogo. Beberapa keunggulan metode Guttman yaitu
mendapatkan jawaban yang tegas, mendapatkan jawaban yang konsisten, serta
mendapatkan yang menyakinkan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
alat ukur berapa lembar kuisioner berskala Gutman, data yang diperoleh berupa data
interval atau rasio dikotomi (dua alternatif) yaitu “Ya” atau “Tidak”. Jawaban dari
responden dapat dibuat skor tertinggi “Satu” dan skor terendah “Nol”. sedangkan untuk
setiap pernyataan negatif, yaitu Ya = 0 dan Tidak = 1. Untuk memudahkan dalam memilih
Ya dan Tidak, Jika jawaban ‘Ya’ dipilih apabila pihak Puskesmas telah melaksanakan
poin pengelolaan dengan progres 51-100% sedangkan ‘Tidak’ dipilih bila pihak
Puskesmas baru melaksanakan dengan progress 0-50%.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Limbah B3 Puskesmas Rawat Inap

Proses pengukuran Puskesmas Temon 1 dilakukan pada tanggal 23 april 2019


sampai dengan 30 april 2019 dan Puskesmas Sentolo 1 dilakukan pada tanggal 2 mei
2019 sampai dengan 9 mei 2019.

9
20 17,8
17,2
18
16
14

Berat : kg/hari
12
10 Volume : l/hari
8
6
4
1,5 1,6
2
0
Temon 1 Sentolo 1
Berat : kg/hari 1,5 1,6
Volume : l/hari 17,2 17,8

Gambar 3 Berat dan Volume Timbulan Limbah B3 Puskesmas Rawat Inap


Berdasarkan gambar 3 Berdasarkan Gambar 4.10 rata-rata timbulan Limbah B3
terbesar terdapat pada Puskesmas Sentolo 1 sebesar 1,6 kg/hari. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju timbulan Limbah B3 yaitu karena pasien yang berobat pada
Puskesmasn Sentolo 1 lebih banyak dibandingkan pasien yang berobat di Puskesmas
Temon 1. Hasil penelitian ini senada dengan dengan penelitian (Marinkovic, 2011)
menyatakan Timbulan volume limbah B3 puskesmas yang lebih besar dipengaruhi oleh
jumlah pasien, pengunjung, luas bangunan serta aktivitas di Puskesmas. Banyaknya
kegiatan yang dilakukan di puskesmas per hari juga menjadi faktor pendukung terjadinya
perbedaan jumlah timbulan di puskesmas. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
di Puskesmas Temon 1 dan Puskesmas Sentolo I banyak pasien yang melakukan
pemeriksaan di KIA. Limbah yang dihasilkan tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah
pasien yang berobat, karena biasanya pasien hanya sekedar kontrol kesehatan dan itu
tidak menghasilkan Limbah B3. Selain itu Laboratorium juga menjadi sumber penghasil
Limbah B3 terbanyak hampir setiap hari jumlah pasien yang berobat selalu banyak.

Untuk mengurangi timbulan limbah B3 berdasarkan PerMenLHK nomor 56 tahun


2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah B3 dari fasilitas
pelayanan kesehatan yaitu penggunaan produk bahan kimia sampai habis, selalu
memastikan tanggal kadaluwarsa seluruh produk pada saat diantar oleh pemasok yang
disesuaikan dengan kecepatan konsumsi terhadap produk tersebut. Rata-rata komposisi
limbah B3 padat di Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Kulonprogo dapat dilihat pada
Gambar 3.1 berikut ini :

10
34%

66%

Limbah infeksius Limbah benda tajam

Gambar 3.1 Komposisi Limbah B3 Puskesmas Rawat Inap

Berdasarkan Gambar 3.1 komposisi limbah infeksius lebih banyak jika


dibandingkan dengan komposisi limbah benda tajam. Rata-rata komposisi dari limbah
infeksius yang dihasilkan yaitu sebesar 66%. dan limbah benda tajam 34%. Salah satu
faktor yang dapat menyebabkan limbah infeksius lebih banyak dibandingkan dengan
limbah benda tajam yaitu limbah B3 yang dihasilkan ketika pasien mengalami kecelakaan
yang mengeluarkan banyak cairan darah dari tubuhnya seperti kain yang telah
terkontaminasi darah akan menjadi limbah B3 serta penggunaan masker sekali pakai
pada petugas/pasien juga mempengaruhi karena pada wadah limbah infeksius terdapat
yang cukup banyak. Selain faktor tersebut, pada saat sampling masih ditemukan sampah
yang masih tercampur seperti plastik sisa makanan dan pipet yang berada di tong sampah
Limbah Infeksius.

Pelatihan dan sosialisasi sangat penting dilakukan untuk mengetahui bahaya dari
Limbah B3, agar pada saat pengumpulan tidak tercampur serta dalam proses pemilahan
dan penegakkan aturan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) secara lengkap sesuai
dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 56 tahun 2015
tentang tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan
kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muluken, et al (2013) tentang
praktik pengelolaan limbah pada tenaga kesehatan di fasilitas layanan kesehatan Gondar,
Ethiopia menyatakan bahwa pengawasan rutin dan penegakan aturan turut
mempengaruhi praktik pengelolaan limbah.

11
3.2 Limbah B3 Puskesmas Non Rawat Inap

Untuk mengetahui timbulan limbah B3 di Puskesmas Non Rawat Inap dapat dilihat
pada Gambar 3.2 sebagai berikut ini :

16
13,9
14 13,2

12
Berat : kg/hari 10
8 Volume :
6 l/hari
4
2 1,2 1,3

0
Wates Nanggulan
Berat : kg/hari 1,2 1,3
Volume : l/hari 13,2 13,9

Gambar 3.2 Berat dan Volume Timbulan Limbah B3 Puskesmas Rawat Inap

Berdasarkan Berdasarkan Gambar 4.12 rata-rata timbulan Limbah B3 terbesar


terdapat pada Puskesmas Nanggulan sebesar 1,3 kg/hari dengan volume 13,9 l/hari dan
Puskesmas Wates hanya sebesar 1,2 kg/hari dengan volume 13.2 l/hari. Timbulan limbah
B3 yang dihasilkan oleh puskesmas tergantung pada kegiatan yang dilakukan di sumber
limbah B3. Jika sebagian besar pasien yang berkunjung selalu mendapat tindakan dari
dokter dan alat medis maka limbah B3 yang dihasilkan juga akan meningkat. Seperti
kegiatan pemeriksaan di Klinik gigi pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) serta bahan yang
digunakan seperti kapas, dan tissue yang memiliki kontak dengan darah yang berpotensi
menularkan penyakit hanya digunakan sekali pemakaian saja sehingga timbulan limbah
B3 yang dihasilkan juga akan meningkat. Jika pada hari tersebut pasien mendominasi
pada pemeriksaan gigi seperti mencabut gigi, atau melakukan perawatan gigi lainnya
maka setiap melakukan perawatan terhadap 1 pasien maka dokter dan perawat harus
mengganti sarung tangan apabila melakukan pemeriksaan dengan pasien yang berbeda
untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi berbagai kontaminan yang bisa menimbulkan
penyakit.
Limbah B3 yang dihasilkan yaitu terdiri dari beberapa kategori, yaitu kimia,
infeksius, benda tajam, dan farmasi. Jika dibandingkan antara Limbah B3 yang dihasilkan
dari kegiatan puskesmas dan rumah sakit memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Kegiatan medis yang dilakukan di rumah sakit lebih banyak jika dibandingkan dengan

12
puskesmas. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, oleh
karena itu pasien hanya diobservasi dan apabila harus dilakukan penanganan lebih lanjut,
akan dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat diatasnya yaitu rumah sakit. Berikut ini
merupakan komposisi limbah B3 di Puskesmas Non Rawat Inap Kabupaten Kulonprogo.

39%

61%

Limbah infeksius Limbah benda tajam

Gambar 3.3 Komposisi Limbah B3 Non Rawat Inap


Berdasarkan Gambar 4.13 Limbah infeksius lebih banyak dari pada limbah benda
tajam. Rata-rata komposisi dari limbah infeksius yang dihasilkan yaitu sebesar 61% dan
39% limbah benda tajam. Limbah yang tergolong dalam jenis limbah benda tajam yaitu
jarum suntik dan jarum lancet, adapun gunting dan pisau akan tetapi dapat digunakan
kembali apabila dilakukan pencucian maupun desinfeksi untuk menghilangkan atau
mengurangi bakteri yang mengkontaminasi. Di dalam safety box limbah yang
mendominasi hanya limbah jarum suntik, oleh sebab itu persentase limbah infeksius lebih
mendominasi dibandingkan dengan limbah benda tajam. Jenis limbah B3 yang dihasilkan
dari kegiatan medis di puskesmas setelah pewadahan dibagi kedalam 2 (dua) jenis yaitu,
infeksius non tajam seperti tissue, kassa, sarung tangan latex bekas, masker, kapas,
perban, dan bekas balutan. Kemudian limbah benda tajam seperti jarum suntikan dan
jarum lancet. Hal ini senada dengan penelitian Bassey (2009) yang mengatakan bahwa
Limbah B3 banyak dihasilkan dari Pusat Kesehatan Masyarakat seperti jarum suntik,
kassa bekas perawatan dan tissue.
Perbandingan timbulan limbah B3 antara Puskesmas Rawat Inap dan Puskesmas
Non Rawat Inap menunjukkan bahwa puskesmas non rawat inap memiliki timbulan limbah
B3 lebih kecil dibandingkan puskesmas rawat inap karena beberapa faktor yaitu
ketersediaan fasilitas yang berbeda dan rata-rata jumlah kunjungan pasien yang yang
berbeda. Puskesmas rawat inap lebih banyak menyediakan fasilitas untuk kegiatan medis
seperti ruangan bersalin dan ruangan rawat inap dibanding Puskesmas Non Rawat Inap.
Pada umumnya banyak kegiatan medis yang dilakukan oleh fasilitas pelayanan

13
kesehatan seperti puskesmas, semakin banyak limbah B3 yang dihasilkan karena
kegiatan seperti pasien melahirkan, tindakan yang dilakukan oleh dokter, pasien rawat
inap, akan menghasilkan limbah B3. Sebaliknya puskesmas non rawat inap, semakin
banyak rata-rata kunjungan pasien bukan berarti timbulan limbah B3 yang dihasilkan akan
lebih banyak karena jika pasien yang datang dari golongan menengah ke bawah dan tidak
mampu membayar maka dokter hanya memberikan tindakan seperti suntik dan hanya
berkonsultasi.
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan :
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat di simpulkan :
1. Rata-rata timbulan limbah B3 pada Puskesmas Non Rawat Inap di Kabupaten
Kulonprogo menghasilkan limbah B3 yaitu sebanyak 1.25 kg/hari dan volume 13.5 l/hari.
Sedangkan rata-rata timbulan limbah B3 pada Puskesmas Rawat Inap di Kabupaten
Kulonprogo menghasilkan limbah B3 yaitu sebanyak 1.55 kg/hari dan volume 17.5 l/hari.
2. Pengelolaan limbah B3 yang telah dilakukan oleh puskesmas termasuk kedalam kategori
“Sangat baik” dengan mendapatkan skor rata–rata pengelolaan limbah B3 sebesar 85 %.
Tetapi dalam beberapa aspek puskesmas belum sesuai dengan peraturan mengenai
pengelolaan limbah B3 yang ada seperti penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) masih
belum diperhatikan dengan baik
3. Rekomendasi Manajemen Pengelolaan yang Ditawarkan :
Rekomendasi pengelolaan Limbah B3 yang dapat dilakukan bagi Puskesmas Kabupaten
Kulonprogo dari penelitian ini dengan tetap mengacu PerMenLHK no 56 Tahun 2015
adalah Pada proses pengemasan perlu adanya pemberian keterangan mengenai nama
limbah B3, identitas penghasil limbah B3, tanggal dihasilkan limbah B3 dan tanggal
pengemasan limbah B3 yang masuk. Selanjutnya pada proses pengumpulan perlu
dibuatkan peraturan tentang penggunaan APD (Alat Pelindung Diri), sosialisasi tentang
bahaya limbah B3 yang berkala, pelatihan pengelolaan Limbah B3 selama 1 bulan sekali
dam pengawasan rutin sangat dibutuhkan untuk memberikan kesadaran terhadap para
petugas. Sedangkan tahapan penyimpanan limbah perlu untuk disimpan dalam
refrigerator atau pendingin pada suhu 0oC (nol derajat celsius) atau lebih rendah bila
penyimpanan melebihi 2 hari.

14
4.2 Saran
1) Saran untuk Puskesmas :
a. Perlu dilakukan kontroling dan inspeksi terhadap para pelaksana pengelolaan
Limbah B3 dan juga pada TPS Limbah B3 agar dapat lebih optimal.
b. Dalam penelitian berikunya diharapkan dapat melakukan kajian yang lebih luas
ataupun penyusunan pedoman kriteria pengelolaan Limbah B3 yang ramah
lingkungan.
c. Perlu dilakukannya evaluasi secara berkala dan terfokus pada tahap pengelolaan
Limbah B3 dan juga potensi bahayanya terhadap lingkungan sekitar.

2) Saran untuk penelitian selanjutnya :

a. Penelitian diharapkan mampu melakukan perencanaan SOP pengelolaan limbah


lebih lanjut yang baik dan benar agar dapat sesuai dengan PerMenKes No. 56
Tahun 2015 tentang tata cara dan teknis persyaratan pengelolaan limbah B3 di
fasilitas kesehatan serta dapat merencanakan pewadahan limbah B3 di
Puskesmas Kabupaten Kulonprogo.
b. Penelitian dapat membahas mengenai tentang kriteria TPS limbah B3 yang
sesuai dengan PerMenLHK No 56 Tahun 2015 tentang tata cara dan persyaratan
teknis pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Daftar Pustaka
Askarin, Sugiyono.2008. Results of a hospital waste survey in private hospital in Fars
Province, Iran. Waste management, 24, 347-352.
Ahmad, Effendi. 2010. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Puskesmas di
Kabupaten Siak. J Din Ling Indo. 2010;4(2):86-98.
Ariani, Intan. 2011. Sistem Pengelolaan Sampah Padat di Rumah Sakit X Jakarta tahun
2011. Skripsi. Universitas Indonesia.
Alina, Pratiwi. 2017. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Puskesmas di Kabupaten
Siak. J Din Ling Indo. 2017;4(2):86-98.
Bagas, Anies. 2009. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah dan
Menanggulangi Penyakit Menular, Elex Media Komputendo, Jakarta.
Bassey B.E., et al.2009. Characterization and management of solid medical wastes in the
Federal Capital Territory, Abuja Nigeria, African Health Sciences, 1(6), 59-63.
Bagus, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rinea Cipta

15
Budi, Asmadi. 2013. Kesehatan Lingkungan Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Balushi A, 2018. Attitude and Practice of Biomedical Waste Management among Health
Care Personnel in a Secondary Care Hospital of Al Buraimi Governorate ,
Sultanate of Oman. Glob J Health Sci. 2018;10(3).
Biradar VS. The Effectiveness of Awareness Program on the Practices of Bio-medical
Waste Management among Nurses : A Review article. Int J Curr Med Appl Sci.
2015;8(3):81-87.
Dinas Kesehatan, 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Kulonprogo. Yogyakarta : Dinas
Kesehatan
Ghareeb N, Al Sadek M. Assessment of Medical Waste Generation Rate at Zagazig
University Hospitals and Awareness and Practices of Nurses Regarding Medical
Waste Management. Int J Environtment. 2013;3(1):63-72
Hartatik, I.P., 2014. Buku Pintar Membuat SOP, Flashbooks, Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204
Tahun 2004 - Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. 2004:64.
Kemenkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI
Marinkovic, N., Vitale, K., Holcer, N.J., Dzakula, A., Pavic, T. (2011), Management of
Hazardous Medical Waste in Croatia. Waste Management. 28, 1049-1056
Mohankumar, S., & Kottaiveeran, K. (2011). Hospital Waste Management and
Environmental Problems in India. International Journal of Pharmaceutical &
Biological Archives, 2(6), 1621–16
Muluken A, Haimanot G, Dar B. Healthcare waste management practices among
healthcare workers in healthcare facilities of Gondar town, Northwest Ethiopia.
Heal Sci J. 2013;7(3):315-326.
Makhura RR. Knowledge and Practices of Health Care Workers on Medical Waste
Disposal In Mapulaneng Hospital In The Ehlanzeni District of South Africa. J
Limpopo. 2016;106(12).
Mayonetta, Gloria, & Warmadewanthi, Idea. (2016). Evaluasi Pengelolaan Limbah B3
Fasilitas Puskesmas di Kabupaten, Sidoarjo, Surabaya : Jurnal Teknik ITS.
Muthoni MS, Nyerere A, Ngugi CW. Assessment of Level of Knowledge in Medical Waste
Management in Selected Hospitals in Kenya Applied Microbiology : Open Access.
Appl Microbiol. 2016;2(4).

16
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Pruss, A. 2015. Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan. Cetakan I, Jakarta:
Penerbit EGC.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 Tentang
Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Rio, Nainggolan. 2010. Kualitas Limbah Padat Medis Rumah Sakit, Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol.5(3):497 – 505.
SNI 19-3964-1994 Metode Pengambilan Dan Pengukuran Contoh Timbulan Dan
Komposisi Sampah Perkotaan.
Tika, Atik. 2011. Kualitas Limbah Padat Medis Rumah Sakit, Jurnal Ekologi Kesehatan
Vol.5(3):497 – 505.
Widodo, Adisasmito. 2009. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Widodo, Adisasmito. 2012, Audit Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta : Rajawali Pers.

17

You might also like