205-Article Text-5765-1-10-20221011
205-Article Text-5765-1-10-20221011
205-Article Text-5765-1-10-20221011
6 Juni 2021
p-ISSN : 2745-7141 e-ISSN :2746-1920 Pendidikan
Ninda Aulia
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
Email: nindaa195@gmail.com
Pendahuluan
A. Konsep Teori Harun Nasution tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia
Dalam Ide Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia Harun Nasution
memiliki tiga konsep pokok yaitu:
1. Peran Akal
Berdasarkan kekagumannya terhadap pembaharu Islam Muhammad Abduh,
yang ia gambarkan dalam kajian di McGill University, Montreal, Kanada, dengan
topik "Masalah Akal dalam Sistem Teologi Muhammad Abduh", ia membawanya
dan membiarkan dirinya menjadi terbawa oleh metode dan misi. Sosok idola kecil
peran akal dalam sistem teologi suatu aliran sangat menentukan, apakah
pemahaman seseorang bersifat dinamis atau tidak tentang ajaran Islam.
Dijelaskan, akal melambangkan kekuatan insan, lantaran akal insan memiliki
kesanggupan buat melakukan kekuatan makhluk lain di sekitarnya. Bertambah
tinggi akal insan, bertambah tinggi juga kesanggupannya buat mengalahkan
makhluk lain (Anwar, 2020).
Peran akal sangat penting dalam kehidupan teologis umat Islam. Fungsi
primer dan sekunder akal mempengaruhi dinamis atau statis sistem teologis.
Seperti yang penulis tulis sebelumnya tentang kekuatan dan keutamaan akal
seseorang, begitu juga sebaliknya. Selain itu, ketika pikiran manusia lebih tinggi,
teologi manusia akan lebih tinggi, dan sebaliknya. (Mukhlis, 2020). Akal
memainkan peran yang sangat penting dalam ajaran Islam. Akal juga sangat
penting bagi kehidupan beragama umat Islam. Penggunaan akal dalam kehidupan
beragama Islam bukan tanpa alasan agama (Firdaus, 2017). Allah memerintahkan
dalam al-Qur’an manusia agar menggunakan akalnya untuk mencapai sebuah
kebenaran seperti dalam Q.S Al Hadid:17
Mengacu dalam ayat tadi maka bisa disimpulkan bahwa sebagai seorang
muslim, kita diperintahkan memakai akal kita pada beragama. Hal adalah perintah
Allah yg masih ada pada al-Qur’an yang diwahyukan pada Nabi Muhammad.
Apabila kita memakai akal pada kehidupan beragama, maka kehidupan beragama
kita tidak aktif & hanya akan melakukan taqlid pada pendapat ulama saja. Hal ini
bisa mematikan kiprah akal yg sudah diberikan sang Allah SWT. Menurut penulis
hal tadi adalah bentuk pekerjaan mubazir karena mensia-siakan hadiah Allah
SWT.
2. Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi dalam pandangan Harun Nasution berdasarkan
asumsinya mengenai keterbelakangan orang Islam ketika ini lantaran masih ada
kesalahan pada teologi yg dianutnya. Kesalahan pada teologi tadi mengakibatkan
kesengsaraan bagi orang-orang Islam. Pandangan mengenai segala sesuatu dari
berdasarkan Allah & insan wajib pasrah mendapat takdir yg diberikan Allah pada
insan, pandangan ini sangat ditentang Harun Nasution. Oleh karena itu, jika
perbaikan nasib umat Islam dilakukan secara serius, maka menurut Harun
Nasution, umat Islam akan segera mengubah teologinya menjadi salah satu yang
merupakan khazanah Islam klasik kehendak bebas, rasional dan mandiri.
Singkatnya, Haruna Nasution membimbing atau mengajak umat Islam
Indonesia untuk menerima teologi Mu'tazilah Baginya, hanya mazhab dengan
sifat Kadaria (manusia yang bisa melakukannya, kehendak manusia tidak
ditentukan oleh takdir) yang bisa membuat Islam kembali ke peradaban di muka
bumi.
3. Korelasi Akal dan Wahyu
Poin kunci lain dari pemikiran Harun Nasution adalah hubungan antara akal
dan wahyu. Dia menjelaskan bahwa hubungan antara akal dan wahyu
menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal menempati
posisi tinggi dalam Al-Qur'an. Orang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu
sudah memuat segalanya. Wahyu tidak menjelaskan semua masalah agama
(Adnan, 2020).
Padahal, ketika berbicara tentang akal dan wahyu, urutan yang paling tepat
adalah berbicara terlebih dahulu tentang hubungan antara Tuhan dan manusia.
Tuhan digambarkan berada di puncak alam eksistensi, dan manusia berada di kaki
alam eksistensi. Dilihat dari gambaran ini, manusia tidak akan pernah bisa
mencapai Tuhan, apalagi manusia memiliki segala kelemahannya. Oleh karena
itu, Allah menyampaikan wahyu tentang kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
Allah dan manusia. Namun, sekali lagi, manusia tidak dapat mencapai Tuhan
melalui wahyu ini saja. Oleh karena itu, manusia menggunakan akalnya untuk
memahami maksud wahyu menurut kemampuannya sendiri. Melalui penafsiran
wahyu yang rasional ini, manusia dapat memahami wahyu dan mencapai Tuhan
(Irhamni, 2017).
Selain itu, kita harus membuat manusia mengenal dan memahami bahwa
Tuhan adalah Tuhan dan apa kewajiban manusia. Allah mengutus para nabi dan
rasul untuk menjelaskan wahyu ini. Penafsiran umat manusia oleh para nabi dan
rasul sebenarnya adalah untuk memprediksi penafsiran yang salah dari wahyu
yang diturunkan. Hal ini tidak berarti bahwa penjelasan para nabi dan rasul tidak
menafikan fungsi akal sebagai alat untuk menjelaskan wahyu. Hanya saja para
nabi dan rasul juga menggunakan akal pada hakikatnya untuk menjelaskan wahyu.
Namun, para nabi dan rasul diberkahi dengan rasionalitas dan pemahaman yang
lebih dari orang biasa, sehingga penjelasannya tidak mungkin salah. Ini disebut
ma'shum dalam Islam atau untuk mencegah kezaliman.
Dalam pemikiran Islam, baik dalam bidang filsafat maupun dalam bidang
Karam, khususnya dalam bidang fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu.
Akal masih diatur oleh teks yang diwahyukan. Teks Kiamat masih dianggap
mutlak dan benar. Akal hanya digunakan untuk memahami teks wahyu, bukan
untuk menentang wahyu. Akal hanya menafsirkan teks yang diwahyukan
berdasarkan kecenderungan dan kemampuan penafsirnya. Konflik dalam sejarah
pemikiran Islam sebenarnya bukanlah rasionalitas dan wahyu, melainkan
interpretasi tertentu dari teks apokaliptik dan interpretasi lain dari teks apokaliptik.
Oleh karena itu, yang benar-benar bertentangan dalam Islam adalah pandangan
sebagian ulama dan pandangan sebagian ulama lainnya.
Dalam hal ini, Harun ingin menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh
terikat oleh pendapat dan pemikiran pribadi seorang ulama tertentu. Hindari
keyakinan buta. Temukan cendekiawan dan pemikir Islam yang rasional dan
modern, bukan cendekiawan dan pemikir Islam tradisional dan irasional. Harun
membuat para ulama dan pemikir Islam saat ini lebih baik, memperkuat semangat
mereka, melanjutkan Ijtihad, dan membuka pintu Ijtihad Lahir baru. Dari ide-ide
tersebut, Harun membentuk benang merah untuk memulihkan vitalitas umat Islam
dengan menyingkirkan konsep tawakal dan ideologi Jabariyah saja. Umat Islam
Dengan memasukkan topik tentang ilmu-ilmu modern dalam program sekolah Islam
atau Madrasah Madrasah. Harun juga meminta kebijakan dan pemikir Islam, untuk
menempatkan sekolah Islam atau madrasah modern selain madrasah yang ada,
seperti pilot madrasah. Dengan ini, diharapkan seorang ahli Islam muncul di bidang
sains dan teknologi. Apa yang akan membuat orang maju dalam kehidupan dunia
(Karim, 2016).
Sebagai pembicara, Harun Nasution, selain memperhatikan pendidikan di
tingkat madrasah untuk menemukan benih intelektual Islam, sangat berharap untuk
perguruan tinggi Islam (pada saat ini tugas dan IAIN, sekarang telah diciptakan. 23),
juga Sebagai perguruan tinggi Islam, pihak swasta lainnya di seluruh Indonesia,
menjadi pelopor munculnya reformasi Islam. Hati gagasan memperbarui Harun of
Harun di Universitas Islam adalah struktur sistem pembelajaran yang terbuka dan
demokratis. Salah satu tambang Harun yang jelas adalah mengubah cara pengajaran
siswa, jika orang lain menggunakan metode konferensi, ia telah menggantinya
dengan presentasi dan obrolan. Budaya penulisan siswa telah dikembangkan dengan
memberikan tugas membuat kertas. Ini telah dilakukan untuk melatih model berpikir
siswa lebih sistematis dan kritis, diberikan kebebasan berpikir sambil menganalisis
masalah dan masalah masalah secara bebas.
Jika sebelumnya, sistem pendidikan terpusat, seragam, tergantung dan beku,
sekarang mengembangkan persyaratan manajemen pendidikan yang lebih mandiri,
terbuka dan beragam. Demonstrasi demokratisasi pendidikan mengubah paradigma
pendidikan Islam untuk lebih menekankan peran aktif siswa (Hidayati, 2014). Saling,
jadi perkembangan masa depan mereka dapat memiliki mentalitas modern. Seperti
ditunjukkan oleh Junior-nya, Azumardi Azra, Harun Nasution sambil menjabat
sebagai Kanselir IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menjadikan institusi di garis
depan gerakan pembaruan ke seluruh IAIN SCORE. Harun bercita-cita untuk
menjadikan IAIN Jakarta sebagai pusat modernisasi Muslim. Tahap konkret yang
dibuatnya membangun kembali kurikulum IAIN secara keseluruhan (Azra, 2019).
Harun memperkenalkan beberapa mata kuliah yang tidak dikenal di lingkungan
IAIN, seperti filsafat Islam, teologi Islam, Tasawuf dan fluks modern dalam Islam.
Dalam hal metodologi, berbagai pengetahuan yang dipelajari dengan IAIN juga
mulai ditangani dengan cara yang lebih objektif. Siswa diharuskan untuk mencoba
memahami perbedaan pandangan antara berbagai sekolah dan mengalir tergantung
pada sudut pandang sekolah atau aliran masing-masing.
Pembaruan kurikulum yang diperkenalkan oleh bahaya Harun, membuka jalan
baru dan arah studi Islam di lingkungan IAIN. Pendekatan dan metodologi yang
ditawarkan oleh Harun Nasution, yang kemudian dikenal sebagai pendekatan "non-
Mazhabi", kemudian merupakan karakteristik dari sebagian besar Jakarta Iain,
terutama lulusan sejak paruh kedua tahun 1970-an. Hasilnya adalah munculnya
angka. Alumni, dari tahun 1980-an, yang telah melampaui sektor pemerintah dan
memiliki pengaruh penting dalam penyebaran dan pengembangan gagasan
pembaruan Islam. Pada saat yang sama, banyak bekas Iain Jakarta pindah ke
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian literatur atau Library research.
Penelitian literatur merupakan penelitian yang lebih mementingkan olahan teoritis dan
filosofis dibandingkan empirik lapangan (Anggito & Setiawan, 2018). Adapun sumber
data, pengumpulan data, dan teknik analisis data yang penulis gunakan adalah sebagai
berikut :
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah buku-buku, artikel/journal Harun
Nasution, dan sumber lain yang relevan dengan problematika pembelajaran PAI di
Sekolah.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode dokumentasi.
Sumber-sumber data yang diperlukan dikumpulkan dalam bentuk dokumen,
selanjutnya dokumen-dokumen tersebut dibaca dan difahami guna menemukan data-
data yang diperlukan sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian
ini. Setelah data-data tersebut dianggap cukup, penulis melakukan sistemisasi dan
terus memperkaya data hingga dilakukan proses analisis data.
3. Analisis Data
Data-data yang telah terkumpul kemudian dianalisis nengguanakan analisis
bahada dan analisis hermeneutik dan membandingkan dengan penelitian sebelumnya.
Analisis data merupakan kegiatan memisahkan komponen-komponen dan
menguraikan hal-hal terkait dengan sesuatu. Analisis bahasa digunakan untuk
memahami dan menafsirkan makna yang sesungguhnya dari ide-ide dan pendapat-
pendapat yang dimaksud (Ilham, 2020).
Adapun selanjutnya adalah analisis hermeneutik. Secara etimologis kata
hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata kerja Hermeneuin, yang
berarti menafsirkan, dan kata benda hermeneia yang berarti interpretasi. Secara
terminologis hermeneutika adalah ilmu dan teori tentang penafsiran yang bertujuan
menjelaskan teks mulai dari ciri-cirinya, baik objektif (arti gramatikal kata-kata dan
variasi-variasi historisnya), maupun subjektif (maksud pengarang).
Dalam penelitian ini, analisis hermeneutika digunakan untuk menafsirkan dan
memahami data-data yang telah terkumpul agar penulis memou menangkap arti,
makna yang terkandung. Selanjutnya, peneliti melakukan perbandingan dengan hasil
penelitian dan karya pemikir lainnya yang masih berkaitan.
aplikasi rasa iman, rasa percaya diri kita kepada Allah swt dan asas agama Islam.
Oleh itu, ritual keagamaan seperti doa bukanlah tujuan utama Islam, tetapi juga cara
di mana nilai-nilai doa itu sangat berhati-hati setiap hari, seperti nilai penyerahan
Allah SWT yang ada di dalam merealisasikan semua pesanannya dan mengelakkan
semua larangannya. Nilai memuliakannya dengan hati-hati dengan kerendahan hati,
tidak sombong, tidak terhadap itu, jangan memandang rendah orang lain dan yang
lain. Nilai yang diberikannya dengan teliti dalam kesabarannya, Tawakal dan
menyedari bahawa semuanya berjalan mengikut kehendaknya. Dan masih terdapat
banyak nilai lain yang, apabila mereka digunakan sepenuhnya dalam kehidupan, ia
akan menjadi baik untuk kehidupan ini kerana ia sesuai dengan nilai-nilai yang
ditetapkan oleh Pencipta Kehidupan.
Melalui nilai-nilai Agama Islam tersebut maka akan membentuk manusia
menjadi insan kamil dan manusia yang benar-benar memiliki akhlak mulia sesuai
dengan tujuan pendidikan agama Islam. Mindset atau pola seperti itulah yang harus
tertanam kepada diri pada setiap peserta didik, sehingga peserta didik bisa benar-
benar bisa menguasai dan mengaplikasikan pendidikan agama Islam, tidak hanya
dari segi materi tetapi juga nilai-nilai yang terkandung pada setiap pendidikan agama
Islam.
Kedua, adanya perbedaan tingkat kepahaman, pengamalan serta tingkat
penghayatan nilai Agama Islam peserta didik. Hal ini terjadi dan diawali dari
pendidikan keluarga tentang Agama Islam. Keluarga yang Islami cenderung akan
lebih menonjolkan nilai nilai pendidikan agama kepada anak-anaknya ketika
dirumah. Dan sebaliknya keluarga yang kurang mendalami Agama maka akan lebih
mementingkan nilai nilai pendidikan selain Agama kepada anak-anaknya di rumah.
Dengan adanya perbedaan tingkat kefahaman, pengamalan dan penghayatan nilai
Agama tentunya menjadikan kesenjangan antar peserta didik sehingga ketika
pendidik memberikan materi tentang pendidikan Agama di Sekolah sedikit rancu
karena adanya perbedaan tersebut (Supandi, 2014).
B. Problematika Pendidik
Seorang pendidik yang baik adalah pendidik akan sangat berpengaruh terhadap
suatu pendidikan. Rasulullah SAW adalah contoh teladan yang baik bagi pendidik
terutama dalam Pendidikan Agama Islam. Ada beberapa problematika yang dialami
oleh pendidik yaitu, kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh seorang pendidik,
seorang pendidik harus memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Selain
memiliki keempat kompetensi ini seorang pendidik juga harus mengembangkannya
agar tidak monoton dalam mendidik para peserta didik. Seperti yang telah
disabdakan Rasulullah bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus
lebih baik dari hari ini itulah prinsip setiap pendidik muslim. Kesimpulan dari
pernyataan tersebut, pendidik atau guru Pendidikan Agama Islam belum belum
meneladani Rasulullah secara totalitas, belum mengamalkan nilai ajaran-ajaran
agama secara menyeluruh, belum mengembangkan potensi dirinya dengan baik.
Selain itu masih banyak ditemukan pendidik yang kurang mampu dalam
penguasaan materi di sekolah, kurang mampu dalam pengelolaan kelas, kurangnya
rasa tanggung jawab dan evaluasi pembelajaran hanya berorientasi terhadap
penilaian kognitif saja padahal seharusnya ada penulisan kepribadian, sosial dan
spiritual yang juga harus dilaksanakan oleh pendidik
C. Problematika Manajemen Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Manajemen Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah belum memberikan
usaha yang maksimal untuk menciptakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
yang dapat menciptakan output peserta didik berakhlak mulia. Manajemen
Kurikulum dalam praktik pembelajaran Pendidikan Agama Islam masih dibilang
tidak maksimal. Hal ini dilihat dari jumlah jam pelajaran PAI yang diberikan kepada
peserta didik hanya tiga jam pelajaran dalam satu minggunya. Dalam hal ini tentunya
sangat kurang efisien mengingat materi PAI juga membutuhkan beberapa jam
pelajaran untuk melakukan pembelajaran yang bersifat praktikum seperti Shalat
berjamaah, Shalat Jenazah, Berwudhu dan lain sebagainya. Hal ini menimbulkan
kurang maksimalnya praktik pembelajaran PAI di Sekolah umum.
Selain itu, kurikulum yang digunakan di sekolah umum juga belum diperbaiki
pada teori kognitif dan praktik praktik praktik keagamaan. Formalitas atau ritual,
meskipun program pendidikan agama Islam harus diterapkan dalam kehidupan nyata
setiap hari di seluruh lingkungan.
Manajemen infrastruktur juga sangat diperlukan untuk membantu mencapai
pendidikan Islam. Ketika semua praktik keagamaan dalam semua bentuk aplikasi
memerlukan fasilitas yang memadai. Manajemen keuangan juga sangat berpengaruh
pada pengembangan pendidikan agama Islam, terutama di lembaga pendidikan.
Diharapkan bahwa manajemen keuangan dapat membantu dan mendukung semua
kebutuhan pendidikan yang ada. Tetapi jika Anda hanya mengandalkan kontribusi
siswa atau bantuan dana pemerintah, proses pendidikan akan stagnan.
Masalah manajemen pendidikan agama Islam harus memiliki solusi yang lebih
baik, terutama dalam pelatihan lingkungan sekolah dan bekerja sama dengan
lingkungan tempat pendidik hidup. Karena jika pendidik hanya diharuskan untuk
mengembangkan lembaga pendidikan, mencapai tujuan pendidikan Islam akan lebih
rendah dari optimal. Pendidik tidak hanya mendidik siswa tetapi juga harus mendidik
lingkungan mereka.
Dari beberapa problematika problematika yang peneliti tuliskan dapat
disimpulkan solusi untuk mengatasinya, yaitu :
1. Solusi Terhadap Problematika Peserta Didik
Problematika pertama, Peserta didik hanya menilai pembelajaran PAI
berupa pelajaran formalitas untuk mendapatkan nilai akhir, Peserta didik hanya
menganggap pelajaran PAI hanya tentang ritual beribadah dan doa doa tanpa
mengutamakan nilai nilai positif yang terkandung dalam ibadah dan doa doa
tersebut. Solusinya adalah dengan mengajarkan penerapan nilai-nilai praktik
Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari dan menekankan nilai-nilai Agama
dalam setiap kegiatan yang dilakukan baik dilingkungan sekolah maupun diluar
lingkungan sekolah, tentunya dengan adanya kerjasama yang maksimal antara
pendidik, orang tua di rumah dan lingkungan masyarakat sekitar. Problematika
kedua, adanya perbedaan tingkat pemahaman , pengamalan serta penghayatan
nilai agama di antara peserta didik. Solusinya adalah sebaiknya diadakan
pemisahan dan pengelompokan peserta didik berdasarkan tingkat kemampuan dan
kefahaman yang sama.
2. Solusi Terhadap Problematika Pendidik
Problematika Pendidik adalah kualitas kompetensi pendidik yang kurang
maksimal, solusinya adalah kita sebagai pendidik harus selalu meningkatkan
kualitas diri dengan terus mengembangkan potensi yang dimiliki dengan cara
berperan serta dalam setiap pengembangan dan penerapan praktik agama Islam di
lingkungan sekolah utamanya dan lingkungan masyarakat sekitar sehingga benar-
benar bisa menjadi pendidik yang sebenarnya dengan meneladani cara mendidik
Rasulullah SAW.
Selain itu sebagai pendidik kita juga dituntut untuk terus mengoptimalkan
dan mengasah kemampuan untuk pengelolaan kelas, memperbanyak membaca
buku buku terutama yang berkaitan dengan materi yang diajarkan oleh peserta
didik dan yang utama adalah melakukan evaluasi pelajaran PAI tidak hanya
penilaian kognitif saja, tetapi juga penilaian afektif, sosial, spiritual dan
psikomotorik sehingga dari pembelajaran PAI bisa mencetak peserta didik yang
cakap dalam penguasaan materi PAI, praktik ritual agama dan doa serta
pengamalan nilai-nilai ibadah dalam kehidupan sehari-hari yang bisa menjadikan
peserta didik menjadi manusia yang insan kamil.
3. Solusi Terhadap Manajemen Pendidikan Agama Islam
Problematika pertama adalah menajemen Kurikulum, Solusi dari
problematika manajemen kurikulum adalah membentuk lingkungan sekolah yang
benar-benar menerapkan nilai-nilai Islam, berusaha untuk memperbaiki
manajemen dengan cara menyadarkan pihak yang mengelola manajemen tentang
pentingnya dan kewajiban memberikan pelayanan pelayanan Pendidikan Agama
Islam yang memadai untuk peserta didik. Problematika kedua, kurangnya sarana
dan prasarana yang maksimal untuk pelajaran PAI solusinya adalah
pemberdayaan semua pihak terkait atau stakeholder untuk ikut mengatasi
kekurangan sarana dan prasarana di sekolah, pengarahan yang dilakukan secara
kontinyu dan berkesinambungan kepada seluruh masyarakat sekolah untuk
menjaga dan merawat aset atau media sarana prasarana pembelajaran dan
dibentuknya peraturan tentang pengelolaan aset sekolah yang lengkap serta
dilaksanakan dengan baik dan maksimal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian literatur, menyimpulkan bahwa adanya problematika
PAI di sekolah dikarenakan banyak faktor diantaranya problem dari peserta didik,
problem dari pendidik dan problem terhadap manajemen pendidikan Agama Islam itu
sendiri. Melalui teori pembaharuan pendidikan Islam menurut Harun Nasution
problematika pendidikan agama Islam dapat dijawab. Teori pembaharuan pendidikan
Islam Harun Nasution menyatakan bahwa pendidikan Islam harus berubah dari
pendidikan klasik dengan metode ceramah menjadi pendidikan terbuka dan demokratis
dengan metode diskusi dan presentasi. Pendidikan seperti ini akan menumbuhkan
pemikiran peserta didik dibandingkan dengan pendidikan klasik. Harun dengan
gamblang mengutarakan untuk merubah pola pendidikan Islam tradisional ke arah yang
pendidikan Islam yang modern. Dengan memasukkan mata pelajaran tentang ilmu-ilmu
pengetahuan modern ke dalam kurikulum sekolah Islam atau madrasah madrasah.
Harun juga meminta kepada para pemangku kebijakan dan pemikir Islam, untuk
mendirikan sekolah-sekolah Islam atau madrasah modern di samping madrasah-
madrasah yang telah ada, sebagai madrasah percontohan. Dengan ini diharapkan,
muncul-muncul ahli-ahli Islam dalam bidang IPTEK. Bila sebelumnya sistem
pendidikan bersifat sentralistik, seragam, dependen dan beku, kini berkembang tuntutan
pengelolaan pendidikan yang lebih otonom, terbuka dan beragam. Tuntutan
demokratisasi pendidikan ini menggeser paradigma pendidikan Islam untuk lebih
menekankan pada peran aktif peserta didik.
Bibliografi
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta. CV Jejak
(Jejak Publisher).
Anwar, S. S. (2020). Ilmu Kalam (Khazanah Intelektual Pemikiran dalam Islam). PT.
Indragiri Dot Com.
Hidayati, L. (2014). Kurikulum 2013 dan Arah Baru Pendidikan Agama Islam.
INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan, 19(1), 60–86.
https://doi.org/10.24090/insania.v19i1.464
Irhamni, I. (2017). Rasionalitas Dan Tekstualis Dalam Teologi Islam. Jurnal Mimbar
Akademika, 1(1), 78–95.
Mukhlis, M. (2020). Kritik Konsep Pembaharuan Islam Harun Nasution dalam Islam di
Tinjau dari Berbagai Aspeknya. Jurnal Mahasantri, 1(1), 48–78.