Jurnal Gizi Prima - Template
Jurnal Gizi Prima - Template
Jurnal Gizi Prima - Template
ABSTRAK
Latar Beakang. Asupan makronutrien akan mempengaruhi daya
konsentrasi dan kecerdasan anak yang menerima dan menyerap
pengetahuan di sekolah. Makanan sehat berkontribusi untuk anak
sekolah dasar, selama waktu sekolah mereka memiliki kesempatan untuk
mengkonsumsi makanan jalanan yang tersedia di sekolah. Tujuan
penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara asupan protein,
asupan lemak, asupan karbohidrat dan uang saku pada status gizi anak-
anak sekolah dasar.
Metode. Desain penelitian ini adalah penelitian observasional dengan
cross-sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 86
responden yang dipilih menggunakan stratified random sampling. Data
yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji gamma statistik.
Hasil. Hasil penelitian menunjukkan p => 0,05, artinya tidak ada
hubungan antara asupan protein, asupan lemak dan asupan karbohidrat
dengan status gizi, dengan p-value 0,281, 0,695, dan 0,741. Hasil uang
saku pada status gizi menunjukkan bahwa p = <0,05, yang berarti ada
korelasi, dengan p-value 0,002. Sebagai kesimpulan penelitian ini ada
hubungan antara uang saku pada status gizi anak-anak sekolah dasar (p =
0,002). Disarankan agar siswa selalu memperhatikan asupan gizi dari
makanan yang dikonsumsi untuk mengamati status gizi.
BACKGROUND
Status gizi yang baik merupakan syarat utama kesehatan dan berdampak terhadap sumber
daya manusia (Oktavia, 2017). Gizi yang baik dan buruk yang dialami seorang anak sekolah
merupakan pilihan dalam menentukan kesehatan, kecerdasan dan keterampilan. Sumber daya
manusia yang sehat, cerdas dan terampil ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah
terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi (Devi, 2012). Pertumbuhan dan perkembangan anak
di negara berkembang termasuk Indonesia tertinggal dibandingkan dengan anak-anak dinegara
maju. Salah satu penyebab adalah pola makan yang tidak memenuhi syarat gizi dan kesehatan
(Khomsan A. , 2012).
Global Nutrition Report menunjukkan jumlah anak umur 5-19 tahun dengan prevalensi gizi
lebih di Indonesia menunjukkan peningkatan. Diketahui prevalensi 2011 sebesar 12%, dan 2015
sebesar 16.4% (Rocha, 2016). Analisis data Riskesdas 2018 di Jawa Timur prevalensi kurus dan
sangat kurus 6,00% dan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang 16,8% dan prevalensi gemuk 10,4%
(Riskesdas, 2018).
Asupan makanan dan makanan jajanan di sekolah berpengaruh dengan pemberian uang
saku oleh orang tua. Uang saku yang besar mengakibatkan anak cenderung lebih sering
mengkonsumsi makanan jajanan di sekolah (Kristianto, 2013). Kebiasaan jajan merupakan salah
satu kebiasaan makan yang kurang baik apabila makanan jajanan yang dikonsumsi kurang
berkualitas atau mengganggu makanan utama. Apabila makanna yang dikonsumsi berkalori tinggi,
maka akan beresiko terjadinya status gizi lebih (Rosyidah & Andrias, 2015)
Faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak usia sekolah, menurut penelitian yang
telah dilakukan oleh Yulni (2013), konsumsi zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak)
menjadi salah satu faktor penentu status gizi pada anak sekolah di Makassar. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Baiq (2018) yang menyimpulkan bahwa konsumsi zat gizi makro
berhubungan dengan status gizi pada anak sekolah dasar. Berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Mawaddah, 2019) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara zat gizi makro dengan status gizi, karena sebagian responden yang memiliki asupan
makanan cukup memiliki status gizi normal.
Anak-anak menggunakan ¼ waktu di sekolah, oleh karena itu orang tua membekali uang
saku setiap harinya (Khomsan, 2010). Penelitian oleh Aprilia (2011) menyatakan bahwa anak
sekolah dasar 95,5% uang sakunya digunakan untuk membeli jajan dengan uang saku berkisar Rp
500 – Rp 5000. Penelitian lain menyatakan bahwa rata-rata uang jajan anak sekolah diatas Rp
10000 per hari. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
jumlah uang saku per hari dengan status gizi anak, karena tidak hanya membeli makanan tetapi
untuk memenuhi kebutuhan lain seperti pulsa, fotocopy dan sisanya untuk ditabung (Aini, 2013).
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan asupan zat gizi makro dan uang saku terhadap
status gizi anak sekolah
METHOD
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan desain
cross sectional. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara asupan protein,
asupan lemak, asupan karbohidrat dan uang saku terhadap status gizi anak sekolah dasar.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyyah Nurussalam, Sambirejo, Mantingan,
Ngawi, Jawa Timur. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2019 hingga
Desember 2019. Populasi pada penelitian ini adalah anak sekolah Madrasah Ibtida’iyyah
Nurussalam yang memenuhi syarat-syarat penelitian yaitu anak dengan total 371 anak. Besar
sample adalah 86 anak. Kriteria Inklusi: 9 sampai 12 tahun di Madrasah Ibtidaiyyah Nurussalam
dan bersedia menjadi responden, sedangkan kriteria eksklusi: siswa yang tidak hadir, siswa yang
tidak mengikuti pengukuran antropometri, siswa yang sakit, seperti flu, diare. Instrument dan alat
yang digunakan adalah formulir identitas siswa, lembar identitas siswa yang telah bersedia untuk
responden, lembar Food Recall 2x24 jam, untuk mengetahui asupan makanan responden dalam
satu makanan harian, pada hari aktif dan hari libur, timbangan digital, untuk mengetahui berat
badan responden dan mikrotoise, untuk mengukur tinggi badan responden.
Kategori status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) yaitu Sangat
kurus (<-3 SD), Kurus (-3 SD sampai <-2 SD), (Normal-2 SD sampai 2 SD), Gemuk (>1 SD
sampai 2 SD), Obesitas (>2 SD) (Kemenkes RI, 2011). Kategori asupan zat gizi makro tergolong
kurang (<80% AKG), sedang (80%-110% AKG), baik (>110% AKG) (WNPG, 2012). Sedangkan
kategori uang jajan yaitu rendah (jumlah uang jajan < median) dan Tinggi (jumlah uang jajan ≥
median) (Safriana, 2012).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua analisis statistik yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat. Analisis univariat untuk mengetahui karakteristik umum seperti usia, jenis
kelamin, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, uang saku dan status gizi. Analisis
bivariat untuk mengetahui hubungan antara asupan makronutrien dengan status gizi dan hubungan
antara uang saku dengan status gizi anak sekolah dasar. Analisis bivariat dilakukan dengan
menggunakan uji gamma dengan interval kepercayaan 95% dan tingkat signifikansi P <0,05. Uji
gama dilakukan untuk mengetahui hubngan antara asupan makronutrien dan uang saku terhadap
status gizi.
Umur
9 tahun 2 2.3
10 tahun 30 34.9
11 tahun 38 44.2
12 tahun 16 18.6
Status Gizi
Underweight 5 5.8
Normal 66 76.7
Overweight 15 17.4
Asupan Protein
Kurang 53 61,6
Cukup 20 23,3
Lebih 13 15,1
Asupan Lemak
Kurang 59 68,6
Cukup 19 22,1
Lebih 8 8
Asupan Karbohidrat
Kurang 65 75,6
Cukup 18 20,9
Lebih 3 3,5
Uang Saku
Rendah 44 51.2
Tinggi 42 48.8
Berdasarkan hasil penelitian data responden anak sekolah dasar MI Nurussalam
berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan seperti yang disajikan pada tabel 4.1. Hasil
analisis kategori anak dilihat dari jenis kelamin, diketahui bahwa sebanyak 35 orang (40,7%)
berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 51 orang (59,3%) berjenis kelamin perempuan. Sebagian
besar anak berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil penelitian data responden anak sekolah
dasar MI Nurussalam berdasarkan umur seperti yang disajikan pada tabel 4.1. Hasil analisis
kelompok anak menurut umur diketahui bahwa sebanyak 38 responden (44.2%) berumur 11 tahun,
sedangkan minoritas 2 responden (2.3%) berumur 9 tahun. Sebagian besar responden berumur 11
tahun. Pada dasarnya konsumsi makanan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi
akan menentukan status gizi seseorang. Status gizi normal akan menunjukkan bahwa kualitas dan
kuantitas makanan sudah memenuhi kebutuhan tubuh. Seseorang yang memiliki status gizi kurang
memiliki resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan seseorang yang memiliki berat badan
berlebih akan memiliki resiko penyakit degeneratif (Rahmawati, 2017). Berdasarkan hasil
penelitian data responden anak sekolah dasar MI Nurussalam berdasarkan status gizi seperti yang
disajikan pada tabel 4.1. Hasil analisis dapat diketahui bahwa dari 86 orang responden, sebagian
kecil responden dengan status gizi underweight sebanyak 5 responden (5.8%), sedangkan
mayoritas responden dengan status gizi normal sebanyak 66 responden (76.7%).
Asupan protein merupakan rata-rata jumlah gram protein yang dikonsumsi pada masing-
masing responden. Data asupan protein dibandingkan dengan nilai AKG yang kemudian di
kategorikan menjadi asupan protein kurang, cukup dan lebih. Berdasarkan hasil penelitian data
responden anak sekolah dasar MI Nurussalam berdasarkan rekomendasi asupan protein sesuai
AKG 2019 (Angka Kecukupan Gizi), dengan asupan protein pada umur 7-9 tahun 40 gram, 10-12
tahun 50 gram untuk laki-laki sedangkan perempuan 55 gram. Hasil analisis dapat diketahui pada
tabel 4.1 bahwa 53 responden (61,6%) dengan asupan protein kurang, sedangkan 13 responden
(10,1%) dengan asupan protein lebih. Berdasarkan hasil penelitian diketahui rata-rata frekuensi
konsumsi makanan dengan sumber protein yang paling banyak adalah ikan pindang dengan
frekuensi setiap hari, sedangkan frekuensi konsumsi makanan dengan sumber protein yang paling
sedikit adalah ikan bandeng dengan frekuensi 1-3x/week dengan rata-rata konsumsi asupan protein
53 gram. Hasil recall 24 jam selama 3 hari secara tidak berturut-turut dilakukan terhadap
responden, tingkat konsumsi protein biasanya didapatkan dari lauk, baik hewani maupun nabati.
Sebagian besar sumber protein sumber protein yang dikonsumsi oleh responden adalah ikan
bandeng dan ikan kering. Protein hewani lebih baik dibandingkan dengan protein nabati. Masa
pertumbuhan memerlukan zat-zat gizi lebih banyak, yang digunakan untuk proses perumbuhan
dimana fungsi protein untuk memperbaiki sel tubuh yang rusak, pertumbuhan dan cadangan
energy bila terjadi kekurangan (Sandjaja, 2010).
Asupan lemak merupakan rata-rata jumlah gram lemak yang dikonsumsi sehari pada
masing-masing responden. Data asupan lemak dibandingkan dengan nilai AKG yang kemudian di
kategorikan menjadi asupan lemak kurang, cukup dan lebih. Berdasarkan hasil penelitian data
responden anak sekolah dasar MI Nurussalam berdasarkan rekomendasi asupan lemak sesuai
AKG 2019 (Angka Kecukupan Gizi), dengan asupan lemak pada umur 7-9 tahun 55 gram, 10-12
tahun pada anak laki-laki maupun perempuan 65 gram. Hasil analisis dapat diketahui pada tabel
4.1 bahwa sebanyak 59 orang (68,6%) asupan lemak kurang, sedangkan 8 orang (8%) asupan
lemak lebih. Berdasarkan hasil penelitian diketahui frekuensi konsumsi makanan sumber lemak
yang banyak ialah makanan yang menggunakan minyak dengan frekuensi >1x/day, sedangkan
makanan yang menggunakan santan 4-6x/week dengan rata-rata konsumsi asupan lemak adalah 57
gram. Sebagian besar responden dengan asupan lemak kurang. Sumber lemak biasanya didapatkan
dari lauk hewani dan hasil olahannya. Sumber lemak hewani terdapat dalam daging segar, telur
ayam, susu dan hasil olahannya. Sumber lemak dalam buah seperti alpukat.
Asupan karbohidrat merupakan rata-rata jumlah gram karbohidrat yang dikonsumsi sehari
pada masing-masing responden. Data asupan karbohidrat dibandingkan dengan nilai AKG yang
kemudian di kategorikan menjadi asupan karbohidrat kurang, cukup dan lebih. Berdasarkan hasil
penelitian data responden anak sekolah dasar MI Nurussalam berdasarkan rekomendasi asupan
karbohidrat sesuai AKG 2019 (Angka Kecukupan Gizi), dengan asupan lemak pada umur 7-9
tahun 250 gram, 10-12 tahun pada anak laki-laki 300 gram, sedangkan anak perempuan 280 gram.
Hasil analisis dapat diketahui pada tabel 4.1 bahwa sebagian besar responden sebanyak 65 orang
(75,6%) memiliki asupan karbohidrat yang tergolong kurang, sedangkan 3 orang (3,5%) memiliki
asupan karbohidrat yang tergolong lebih. Berdasarkan hasil penelitian dikerahui frekuensi
konsumsi makanan dengan sumber karbohidrat yang banyak adalah nasi putih dengan frekuensi
>1x/day, sedangkan dengan frekuensi 1-3x/week adalah mengkonsumsi kentang dengan rata-rata
konsumsi asupan karbohidrat adalah 209 gram. Berdasarkan hasil recall 24 jam selama 3 hari
secara tidak berurutan yang dilakukan terhadap responden, konsumsi karbohidrat utama didapati
dari nasi, roti tawar ataupun mie instan. Namun jika konsumsi karbohidrat berlebih pada usia
sekolah akan menyebabkan terjadinya overweight. Menurut Kelly (2008), kelebihan karbohidrat
akan disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak, lalu lemak akan akan disimpan di perut dan
bawah kulit sehingga akan menyebabkan overweight.
Uang saku responden dikategorikan menjadi dua kategori yaitu rendah (< Rp 5000) dan
tinggi (≥ Rp 5000). Berdasarkan hasil penelitian data responden anak sekolah dasar MI
Nurussalam berdasarkan uang saku seperti yang disajikan pada tabel 4.1. Hasil analisis uang saku
anak diketahui bahwa sebanyak 44 orang (51.2%) uang saku rendah, sedangkan 42 orang (48.8%)
uang saku tinggi. Sebagian besar anak dengan uang saku rendah (< Rp 5000).
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengukur hubungan antara variabel independen dan
dependen. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara asupan protein dan status gizi, hubungan
antara asupan lemak dan status gizi, hubungan antara asupan karbohidrat dan status gizi, dan
hubungan uang saku dan status gizi. Hubungan kedua variabel tersebut dianalisis dengan
menggunakan uji gamma.
Tabel 2. Hubungan Asupan Makronutrient dan Uang Saku dengan Status Gizi
Variable Nutritional Status
Underweight Normal Overweight Total P- r
value
n % n % n % n %
Asupan
Protein
Kurang 3 60 39 59,1 11 73,3 53 61,6
Cukup 1 20 16 24,2 3 30 20 23,3 0.281 -.237
Lebih 1 20 11 16,7 1 6,7 13 15,1
Asupan
Lemak
Kurang 5 100 42 63,6 12 80 59 68,6
Cukup 0 0 16 24,2 3 20 19 22,1 0.695 -.089
Lebih 0 0 8 12,1 0 0 8 9,3
Asupan
Karbohidrat
Kurang 4 80 49 74,2 12 80 65 75,6
Cukup 1 20 14 21,2 3 20 18 20,9 0.741 -.087
Lebih 0 0 3 4,5 0 0 3 3,5
Uang Saku
Rendah 4 80 37 56,1 3 20 44 51,2 0,002* .654
Tinggi 1 20 29 43,9 12 80 42 48,8
* signifikan
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan status gizi kurang
mendapatkan asupan protein kurang sebanyak 3 responden (5.7%), anak dengan status gizi kurang
mendapatkan asupan protein lebih sebanyak 7.7%. Anak dengan status gizi normal mendapatkan
asupan protein kurang sebanyak 73.6%, anak dengan yang memiliki status gizi normal didapatkan
asupan protein lebih sebanyak 84.6%. Anak dengan status gizi overweight mendapatkan asupan
protein kurang sebanyak 20.8% dan anak memiliki status gizi overweight dengan asupan protein
lebih sebanyak 7.7%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
aantara asupan protein dengan status gizi dengan nilai p=0,281, dan nilai korelasi -0.237
menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi lemah.
Responden dengan status gizi kurang dengan asupan lemak kurang sebanyak 5 responden
(8.5%). Anak dengan status gizi normal memiliki asupan lemak kurang sebanyak 42 responden
(71.2%), anak dengan asupan lebih memiliki status gizi normal sebanyak 8 responden (100%).
Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi dengan
nilai p = 0.695 dan nilai korelasi -.089 menunjukkan negatif dengan korelasi sangat lemah.
Anak dengan asupan karbohidrat kurang memiliki status gizi underweight sebanyak 4
responden (6.2%), sedangkan anak yang memiliki status gizi underweight dengan asupan
karbohidrat cukup sebanyak 1 anak (5.6%). Responden dengan asupan karbohidrat kurang dengan
status gizi normal sebanyak 49 responden (75.4%), dan anak dengan status gizi normal memiliki
asupan karbohidrat lebih sebanyak 3 siswa (100%). Anak yang memiliki asupan karbohidrat
kurang dengan status gizi overweight sebanyak 12 responden (18.5%), sedangkan anak dengan
status gizi overweight memiliki asupan karbohidrat cukup sebanyak 3 responden (16.7%).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi dengan nilai p = 0.741 dan nilai korelasi -.087 menunjukkan korelasi negatif
dengan korelasi sangat lemah.
Responden dengan uang saku rendah memiliki status gizi kurang sebanyak 4 responden
(9.1%) sedangkan uang saku tinggi anak dengan status gizi kurang sebanyak 1 siswa (2.4%).
Responden dengan status gizi normal memiliki uang saku rendah sebanyak 37 responden (84.1%)
dan responden dengan status gizi normal anak memiliki uang saku tinggi sebanyak 29 responden
(69%). Responden yang memiliki status gizi lebih memiliki uang saku rendah sebanyak 3 anak
(6.8%), sedangkan anak memiliki uang saku tinggi dengan status gizi lebih sebanyak 12 responden
(28.6%). Hasil analisis ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara uang saku
dengan status gizi dengan nilai p=0.002 dan nilai korelasi 0.654 menunjukkan korelasi positif
dengan korelasi kuat.
Hampir seluruh responden penelitian memiliki asupan protein yang kurang dari total energi
kebutuhan. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi 2019, nilai ini tinggi dari kebutuhan yaitu anak
umur 7-9 tahun sebesar 45 gram, sedangkan nilai ini kurang dari kebutuhan yaitu anak umur 10-12
tahun anak laki-laki 50 gram dan perempuan 55 gram. Protein dibututhkan untuk perkembangan
tubuh dan otak, pertumbuhan, imunitas dan pertumbuhan otot. Kekurangan protein akan
mengakibatkan seseorang rentan terhadap penyakit dan gangguan pertumbuhan pada anak
(Budianto, 2009).
Hasil analisis didapatkan sebagian besar responden dengan asupan protein kurang
mayoritas sebanyak 53 responden (61,6%), begitu pula anak dengan asupan lemak lebih dengan
sedikitnya yaitu 13 responden (15,1%). Analisis bivariat antara asupan protein dan status gizi
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel tersebut dengan
nilai p=0.281. Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat konsumsi makanan sumber protein, kalaupun
menggunakan lauk hewani dan nabati hanya dengan porsi kecil serta anak dengan asupan kurang
akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun. Adapun faktor yang mempengaruhi status gizi
salah satunya infeksi, yang mempengaruhi asupan nutrisi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Utari di Sekolah Dasar Kecamatan Sungai Sembilan di Kota Dumai didapatkan responden dengan
asupan protein kurang sebanyak 41.7% (Utari, et al, 2016). Hal ini disebabkan kontribusi asupan
protein dari responden termasuk dalam kategori kurang, karena sumber makanan yang dikonsumsi
responden kurang bervariasi, responden kurang mengkonsumsi lauk nabati seperti yang terdapat
pada kacang-kacangan, biji-bijian yang merupakan sumber protein yang tinggi. Jumlah konsumsi
makanan yang kurang dan pola konsumsi yang salah dapat menyebabkan konsumsi makanan yang
kurang (Mayasari, 2011).
Penelitian ini seiring dengan penelitian Yulni (2013) yang mengatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara asupan protein dan status gizi pada anak sekolah dasar di wilayah pesisir
kota Makassar. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil wawancara food recalls yang mengemukakan
bahwa hampir seluruh responden penelitian mengonsumsi makanan sumber protein dalam jumlah
kurang setiap harinya. Namun tidak sejalan dengan penelitian Kadir (2019) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara asupan protein di SD Arjowinangun I Pacitan. Hal tersebut sesuai
dengan teori bahwa kebutuhan konsumsi pada usia anak sekolah mengalami kenaikan dengan
proses pertumbuhan yang pesat.
Protein yang ada dalam tubuh memiliki paruh waktu pendek, artinya dengan cepat
digunakan. Sehingga memerlukan produksi protein secara berkelanjutan maka tubuh akan
memecah protein yang didalam otot, jika hal tersebut terus-menerus terjadi maka akan
menyebabkan penyusutan otot dan mempengaruhi status gizi seseorang (John, 2013). Namun,
mengkonsumsi protein secara berlebih dapat meningkatkan massa tubuh, sehingga status gizi
seseorang akan mengalami peningkatan. Hasil analisis didapatkan sebagian besar responden
dengan asupan lemak kurang mayoritas sebanyak 59 responden (68,6%), begitu pula anak dengan
asupan lemak lebih dengan sedikitnya yaitu 8 responden (9,3%). Hasil dari uji gamma
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan status gizi
dengan nilai p=0.695. hal ini dikarenakan kurangnya konsumsi sumber lemak seperti susu, sayur
dengan santan, dan daging. kalaupun sumber makanan lemak hanya dengan makanan yang
digoreng dan ditumis.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Siwi dan Paskarini (2018) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi. Hasil ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Airin dan Sri (2019) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
asupan lemak dengan status gizi. Hal ini dapat disebabkan karena adanya faktor lain seperti
pendapatan keluarga yang rendah. Pendapatan keluarga yang rendah dan jumlah keluarga yang
besar dapat mempengaruhi daya beli konsumsi makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi
keluarga. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Waruis et al (2015) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara asupan lemak dengan status gizi. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari kebutuhan energi total, dianggap baik untuk
kesehatan (Ernawati, et al, 2019). Makanan yang tinggi lemak memiliki rasa yang lezat, makanan
yang mengandung lemak kurang disukai dibandingkan dengan makanan yang mengandung
karbohidrat dan protein, sehingga menyebabkan anak mengkonsumsi makanan yang mengandung
lemak secara berlebihan yang dapat menyebabkan obesitas pada anak (Utari et al, 2016).
Karbohidrat adalah sumber energi dasar yang digunakan agar otot tetap bekerja.
Karbohidrat merupakan komponen terbesar penyusun sumber energi yaitu 50-60% (Hastuti &
Zulaekah, 2009). Apabila asupan karbohidrat kurang akan menyebabkan berkurangnya asupan
energi sehingga mengakibatkan gangguan pada status gizi anak, menyebabkan tubuh lesu, lemah,
tidak bertenaga dan terganggunya tumbuh kembang anak (Hasan & Alatas, 2011). Berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi 2019, kebutuhan anak umur 7-9 tahun 250 gram, sedangkan kebutuhan
untuk anak umur 10-12 tahun 300 gram untuk anak laki-laki dan 280 gram untuk anak perempuan.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki asupan karbohidrat tergolong
kurang sebanyak 65 responden (75,6%).
Hasil uji statistik dari penelitian ini diperoleh nilai p=0,741 yang berarti bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi. Hal ini
disebabkan oleh asupan karbohidrat sebagian besar kurang sebanyak 65 responden (75,6%).
Kekurangan asupan karbohidrat ini dikarenakan kurangnya keragaman makanan sumber
karbohidrat responden yang belum bervariasi dan dapat dilihat dari hasil frekuensi konsumsi
makanan dengan bahan makanan nasi dan frekuensi makanan >1x/day. Konsumsi karbohidrat
berlebih banyak dikonsumsi karena sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa karbohidrat adlah
merupakan penyediaan energi utama dan sumber makanan relatif lebih murah dibanding dengan
zat gizi lain (Almatsier, 2011). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sari et al, (2018) yang
mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi
anak sekolah di Syafana Islamic School Primary, Tangerang Selatan. Hal ini dikarenakan
keragaman makanan sumber karbohidrat dari subjek yang bervariasi yang dilihat dari recall 2x24
jam tidak berturut-turut.
Berdasarkan hasil uji gamma dengan nilai p value yaitu sebesar 0,002 yang nilainya < 0,05
maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara uang saku dengan status gizi anak di MI Nurussalam. Hal tersebut dikarenakan
siswa di MI Nurussalam sebagian besar menghabiskan uang sakunya untuk membeli jajan berupa
makanan ringan dan minuman. Sehingga dapat disimpulkan besar kecil uang saku yang diberikan
oleh orang tua dapat mempengaruhi status gizi anak MI Nurussalam. Artinya semakin besar
alokasi uang saku untuk membeli jajanan maka jumlah jenis jajanan yang dibeli akan semakin
besar pula. Hasil penelitian Punitha, dkk (2014) menyatakan bahwa 50,3% anak mendapatkan
uang saku dari orang tua mereka untuk digunakan di sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki jumlah uang saku yang
rendah memiliki status gizi underweight sebanyak 4 responden (9.1%). Adanya kemampuan daya
beli siswa kurang, responden dalam penelitian ini sebagian besar pekerjaan orang tua adalah
petani. Salah satu faktor secara tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah tingkat
pendapatannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara uang saku
dan status gizi. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Husanah (2011) yang
memperoleh simpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antata uang saku dengan status gizi
pada siswa kelas 4 dan 5 SDN 001 Sukajadi di Pekanbaru. Uang saku yang rutin diberikan kepada
anak dapat membentuk sikap dan presepsi anak bahwa uang saku adalah hak mereka. Kurangnya
nasihat dan arahan dari orang tua tentang pemanfaatan uang saku akan mendorong anak untuk
memanfaatkan secara bebas. Disisi lain, pemberian uang saku juga dapat mempengaruhi kebiasaan
jajan pada anak usia sekolah (Anzarkusuma et al, 2014).
Jumlah uang saku merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku anak
dalam memilih dan membeli makanan jajanan. Dimana uang saku merupakan penentu dalam
perilaku anak dalam memilih makanan jajanan, sehingga anak akan membatasi dalam membeli
makanan jajanan sehingga status gzi anak akan tetap terjaga. Penelitian di Bogor menemukan
bahwa uang saku anak sekolah sebagian besar (88%) berkisar antara Rp 2800 – Rp 7000 per hari
(Syafitri et al, 2009). Siswa MI Nurussalam memiliki uang saku yang tinggi memiliki status gizi
overweight sebanyak 12 responden (28.6%). Konsumsi makanan anak termasuk dalam konsumsi
makanan jajanan tergantung perilaku anak sendiri, apabila anak memiliki perilaku yang baik maka
akan cenderung memiliki konsumsi makanan terutama pada makanan jajanan baik begitu juga
sebaliknya (Notoatmodjo, 2012).
CONCLUSIONS
Responden pada penelitian ini terdiri dari 40.7% anak laki-laki dan 59.3% anak perempuan.
Sebanyak 61.6% responden didapati asupan protein kurang, 68.6% responden dengan asupan
lemak kurang, dan 75.6% responden dengan asupan karbohidrat kurang. Sebesar 51.2% responden
memiliki uang saku < Rp 5000. Siswa MI Nurussalam memiliki rata-rata status gizi yang
tergolong gizi normal (IMT/U) sebesar 76.7%. Tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan
protein (p=0,281), lemak (p=0,695) dan karbohidrat (p=741) dengan status gizi pada anak sekolah
dasar MI Nurussalam. Ada hubungan yang bermakna antara uang saku dan status gizi anak
sekolah dasar MI Nurussalam (p=0,002 dan r=0.654). Pada siswa sekolah dasar disarankan agar
mengkonsumsi makanan yang bervariasi sehingga tidak mengalami defisiensi zat gizi makro dan
kepada orang tua dan guru untuk memperhatikan makanan jajan anak-anak di sekolah. Pada pihak
sekolah agar memonitoring status gizi siswa di sekolah untuk memantau pertumbuhan dan
perkembangan siswa. Peran siswa terhadap uang saku, yaitu agar dapat belajar mengelola dan
bertanggung jawab atas penggunaan uang saku yang dimilikinya.
REFERENCES
Almatsier, 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Devi, 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Ernawati, F., P., Arifin, A. Y. & Prihatini, M., 2019. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi
Anak Usia 6 bulan-12 tahun di Indonesia. Penelitian Gizi dan Makanan Vol 42 (1), pp.
41-47.
Hasan, R. & Alatas, H., 2011. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Hastuti, N. P. & Zulaekah, S., 2009. Hubungan Tingkat Konsumsi Kabrohidrat, Protein dan
Lemak dengan Kesegaran Jasmani Anak Sekolah Dasar di SD N Kartasura I. Jurnal
Kesehatan Vol. 2, No 1, pp. 49-60.
John, R., 2013. Nutrition and Academic Performance in School-Age Children The Relation to
Obesity and Food Insufficiency. Journal Nutrition Food (3), p. 190.
Kadir, S., 2019. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro Dari Sarapan Dengan Status Gizi Siswa.
Jmbura Journal of Health Sciences and Research.
Kristianto, d., 2013. Faktor Determinan Pemilihan Makanan Jajanan Pada Siswa Sekolah Dasar.
Kesmas : Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, pp. 489-494.
Khomsan, A., 2012. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT Grasindo.
Mayasari, D., 2011. Perbedaan Asupan Energi, Protein Frekuensi Jajan di Sekolah dengan Status
Gizi Antara Sekolah Penerima dan Bukan Penerima Program Makanan Tambahan Anak
Sekolah. Skripsi Semarang: Universitas Diponegoro.
Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Oktavia, 2017. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Buruk Pada Balita Di Kota
Semarang 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.5 No 3 , pp. 186-192.
Punitha, V. C., Amudhan, A., Sivaprakasam, P. & Rathnaprabhu, V., 2014. Pocket Money:
Influence on Body Mass Index and Dental Caries Among Urban Adolescets. Journal of
Clinical and Diagnostic Research, p. 12.
Riskesdas. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018
Rosyidah, Z. & Andrias, D. R., 2015. Jumlah Uang Saku Dan Kebiasaan Melewatkan Sarapan
Berhubungan Dengan Status Gizi Lebih Anak Sekolah Dasar. Media Gizi Indonesia Vol
10, pp. 1-6.
Sari, M., Safitri, D. E. & A., 2018. Asupan Karbohidrat dan Protein berhubungan dengan Status
Gizi Anak Sekolah di Syafana Islamic School Primary, Tangerang Selatan Tahun 2017.
ARGIPA Vol 3, No 1, pp. 48-58.
Siwi, N. P. & Paskarini, I., 2018. Hubungan Asupan Karbohidrat, Lemak, dan Protein dengan
Status Gizi. The Indonesian Journal of Public Health Vol 13. No 1 July, pp. 1-12.
Syafitri, Y., Hidayat, S. & Baliwati, Y. F., 2009. Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah Dasar (Studi
Kasus di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor). Jurnal Gizi dan Pangan Vol 4 No 3, pp.
167-175.
Utari, L. D., Ernalia, Y. & S., 2016. Gambaran Status Gizi dan Asupan Zat Gizi Pada Siswa
Sekolah Dasar Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai. JOM FK Volume 3 No 1
Februari, pp. 5-11.
Yulni & D., 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro Dengan Status Gizi Pada Anak Sekolah
Dasar Di Wilayah Pesisir Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.