Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

2051 7999 1 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Jurnal Kesehatan

Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020


ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Hubungan Pola Makan, Tingkat Kecukupan Energi, dan Protein dengan


Status Gizi pada Remaja

Relationship between Eating Pattern, Energy and Protein Adequacy Level


with Nutritional Status in Adolescent

Harvita Damara Utami1, Kamsiah2, Afriyana Siregar3


Program Studi Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu, Indonesia

ARTICLE INFO ABSTRACT/ ABSTRAK

Article history Adolescence is a time of growth and development. The process of growth and
development takes place quickly so that the level of adequate protein and energy
Received date increases. Diet is an important habit that can affect nutritional status and meet nutritional
25 August 2020 needs. The research objective was to determine the relationship between diet, energy, and
protein adequacy levels with adolescent nutritional status. The research design used
Revised date analytic observational with the cross sectional approach. The population of all
27 August 2020 respondents aged 12-16 years at SMP IT Iqra consisting of 491 people with 88 people as
03 Sept 2020 the sample, using stratification random sampling technique. Data collection used primary
data with the FFQ form and Food Recall for nutritional status using scales and
Accepted date microtoise. Data processing is carried out in several steps, editing, coding, tabulating,
23 Sept 2020 entry, and cleaning. Data analysis was univariate and bivariate with the Chi-square test.
The results showed that there was a relationship between diet, energy adequacy level, and
protein adequacy level with adolescent nutritional status. In conclusion, there is a
Keywords: significant relationship between diet, energy adequacy level, and protein adequacy level
with adolescent nutritional status. It is better if schools conduct education about good
Adequacy level; eating patterns and eating portions by the guidelines for balanced nutrition to the Teens of
Diet; SMP IT Iqra Bengkulu City so that their normal nutritional status increases.
Energy and protein
nutrition status.

Kata kunci: Masa remaja adalah waktu pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang
berlangsung cepat sehingga tingkat kecukupan protein dan energi meningkat. Pola makan
Pola makan; merupakan kebiasaan penting yang dapat mempengaruhi status gizi dan memenuhi
Status Gizi; kebutuhan gizi. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pola makan, tingkat
Tingkat kecukupan energi kecukupan energi dan protein dengan status gizi remaja. Desain penelitian menggunakan
dan protein. observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi seluruh responden
usia 12-16 tahun yang ada di SMP IT Iqra yang terdiri dari 491 orang dengan 88 orang
sebagai sampel, menggunakan teknik stratifikasi random sampling. Pengumpulan data
menggunakan data primer dengan form FFQ dan Food Recall untuk Status gizi
mengggunkan timbangan dan microtoise. Pengolahan data dilakukan beberapa tahap,
editing, coding, tabulating, entry dan cleaning. Analisis data secara univariat dan bivariat
dengan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan pola makan, tingkat
kecukupan energi, dan tingkat kecukupan protein dengan status gizi remaja. Kesimpulan
ada hubungan yang bermakna antara pola makan, tingkat kecukupan energi, dan tingkat
kecukupan protein dengan status gizi remaja. Sebaiknya sekolah melakukan edukasi
tentang pola makan yang baik dan porsi makan sesuai dengan pedoman gizi seimbang
kepada Remaja SMP IT Iqra Kota Bengkulu agar status gizi normal meningkat.

Corresponding Author:

Harvita Damara Utami


Program Studi Diploma III Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu, Indonesia
Email: harvitadamara@gmail.com

PENDAHULUAN Kebutuhan gizi remaja relatif besar karena


remaja masih mengalami pertumbuhan dan umumnya
melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan

279
280 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020, hlm 279-286

usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih Selama masa remaja, kebutuhan protein
banyak (Adriani dan Wijatmadi, 2012). Pada masa ini meningkat karena proses tumbuh kembang
remaja mengalami perkembangan fisik, psikologi dan berlangsung cepat. Protein sangat dibutuhkan pada
pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. kelompok remaja karena digunakan tubuh untuk
Perubahan fisik ditandai dengan pertumbuhan badan pembentukan jaringan baru atau untuk memperbaiki
yang pesat dan matangnya organ reproduksi. jaringan yang rusak. Kekurangan protein akan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada responden berdampak pada proses pertumbuhan yang kurang
cenderung akan menimbulkan berbagai permasalahan baik, daya tahan tubuh menurun, lebih rentan terhadap
dan perubahan perilaku di kehidupan responden penyakit serta daya kreatifitas dan daya kerja merosot
(Proverawati A, 2009). (Kartosapoetra, 2003).
Rentan gizi yang terjadi pada remaja Masalah kesehatan dan kekurangan konsumsi
disebabkan oleh kebutuhan gizi responden yang makanan akan menyebabkan terjadinya gangguan
memerlukan zat gizi lebih tinggi karena pertumbuhan proses metabolisme tubuh mengarah pada timbulnya
fisik dan perkembangan yang meningkat, perubahan suatu penyakit infeksi, defresi, anemia, mudah letih
gaya hidup dan kebiasaan makan responden, dan juga dan kurang produktifitas (Adriani dan Wirjatmadi,
responden yang aktif dalam kegiatan olahraga, 2012). Demikian juga sebaliknya apabila
menderita penyakit kronis, sedang hamil, pecandu mengkonsumsi makanan berlebih, tanpa diimbangi
alkohol atau obat terlarang, melakukan diet secara suatu kegiatan fisik yang cukup, gangguan tubuh juga
berlebihan untuk menurunkan atau mempertahankan akan muncul seperti kegemukan. Kelebihan energi di
berat badan sehingga mempengaruhi kebutuhan dalam tubuh disimpan dalam bentuk jaringan lemak
konsumsi zat gizi (Almatsier, 2014). dan dapat meningkatkan prevalensi beberapa penyakit
Adanya masalah kekurangan dan kelebihan (Proverawati dan Wati, 2011).
dalam konsumsi zat gizi dapat membawa dampak bagi Indonesia dihadapkan dengan masalah gizi
kesehatan yaitu masalah gizi ganda, baik masalah gizi ganda tersebut. Berdasarkan hasil Balitbangkes 2018
kurang atau gizi lebih (Almatsier, 2013). Faktor tentang status gizi remaja di Indonesia menunjukan
penyebab langsung masalah gizi, baik masalah gizi prevalensi kurus pada responden berdasarkan IMT/U
lebih atau masalah gizi kurang adalah yaitu sebesar 13,5% kurus. Prevalensi kegemukan
ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan sebesar 20,7% gemuk (Kementerian Kesehatan RI,
kebutuhan tubuh serta adanya penyakit infeksi 2018). Hasil Balitbangkes Provinsi Bengkulu tahun
(Achmadi, 2013).Salah satu bentuk perubahan 2019 menunjukan prevalensi pada remaja berdasarkan
perilaku pada masa remaja adalah perubahan pola IMT/U yaitu sebesar 10,7% kurus. Prevalensi
makan, baik mengarah pola makan yang baik ataupun kegemuk sebesar 20,1% gemuk (Kementerian
cenderung mengarah kepada pola makan yang tidak Kesehatan RI, 2018).
baik (Proverawati A, 2009). Hasil survei awal pada tanggal 14 November
Pola makan yang baik harusnya dibarengi 2019 di SMP IT IQRA Kota Bengkulu diketahui
dengan pola gizi seimbang, yaitu pemenuhan zat-zat bahwa dari 10 responden/i yang diwawancarai
gizi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan tubuh kemudian dinilai status gizi dengan menggunakan
dan diperoleh melalui makanan sehari-hari. Pola IMT/U menunjukan 1 responden mengalami status
makan menunjukkan cara pemenuhan kebutuhan gizi kurus, 5 responden status gizi normal dan 4
nutrisi bagi seseorang yang diwujudkan dalam bentuk responden mengalami status gizi lebih dengan pola
konsumsi jenis makanan, jumlah makanan dan makan dan tingkat kecukupan belum ada yang sesuai
frekuensi makan. Bahan makanan sumber gizi dengan pedoman gizi seimbang.
seimbang tersebut dikelompokan, yaitu: sumber Berdasarkan latar belakang masalah masih
energi, sumber zat pembangun, dan sumber zat adanya status gizi yang tidak normal maka perlu
pengatur. Golongan bahan makanan yaitu makanan diteliti adanya hubungan pola makan, tingkat
pokok, lauk protein hewani dan nabati, sayuran, dan kecukupan energi dan protein dengan status gizi pada
buah (Almatsier, 2013). remaja di SMP IT Iqra Kota Bengkulu Tahun 2020.
Manusia membutuhkan energi untuk
mempertahankan hidup guna menunjang proses
pertumbuhan dan melakukan aktivitas harian. Apabila METODE
kecukupan energi yang dibutuhkan tubuh kurang akan
digunakan simpanan cadangan energi yang terdapat di Jenis penelitian analitik yang bersifat
dalam tubuh yang disimpan dalam otot. Kekurangan observasional dengan menganalisis hubungan kedua
asupan energi apabila berlangsung dalam jangka variabel yaitu variabel independen (Pola makan,
waktu yang lama akan mengakibatkan menurunnnya tingkat kecukupan energi dan protein) dan variabel
berat badan dan kukurangan zat gizi lainnya. Keadaan dependen (status gizi). Penelitian ini menggunakan
ini jika berkelanjutan dapat mengakibatkan desain potong lintang (cross sectional) yaitu
menurunnya produktivitas kerja, merosotnya prestasi pengukuran variabel dilakukan bersamaan dan secara
belajar, dan kreatifitas. Sedamgkan konsumsi energi langsung.
yang melebihi kecukupan dan mengakibatkan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
kenaikan berat badan dan akan menyebabkan adalah Responden SMP IT IQRA Kota Bengkulu
kegemukan apabila secara terus menerus (Kusuma, sebanyak 83 responden dengan teknik stratifikasi
dkk., 2013). random sampling dengan cara mengidentifikasi
Utami, Hubungan Pola Makan, Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Pada Remaja 281

karakteristik umum dari anggota populasi, dilanjutkan


dengan simple random sampling. Sampel pada
penelitian ini ditentukan berdasarkan pertimbangan
peneliti dengan kriteria inklusi yaitu Responden yang Tabel 2. Hubungan Pola Makan, Tingkat
memiliki usia 12-16 tahun, Tidak sedang menjalani
Kecukupan Energi, Tingkat
diet/puasa, dan bersedia melalukan wawancara secara
langsung. Kecukupan Protein dengan Status Gizi
Data pola makan didapatkan menggunakan Status Gizi
formulir FFQ kemudian dilakukan pengolahan data. Tidak
Variabel Normal Total
Proses editing dari variabel tingkat kecukupan energi Normal
dan protein yang didapatkan menggunakan formulir n % n % n %
recall 2x24 Jam yang kemudian di konversi kedalam Pola Makan
Nutrisurvey. Data status gizi didapatkan dengan Tidak Baik 34 38,6 21 47,5 55 62,5
pengukuran tinggi badan dan berat badan. Proses Baik 12 13,7 21 23,8 33 37,5
coding hasil dari recall 24 jam energi diberikan kode Tingkat Kecukupan Energi
0=tidak baik, jika <100% dan >105% dari AKG. Tidak Baik 39 44,3 26 29,6 65 73,9
1=baik, jika 100-105% dari AKG. Protein diberikan Baik 7 8 16 18,1 23 26,1
kode 0=tidak baik, jika <80% dan >100% dari AKG. Tingkat Kecukupan Protein
1=baik, jika 80-100% dari AKG. Hasil dari pola Tidak Baik 30 34,1 17 19,3 47 53,4
makan diberikan kode 0=tidak baik, apabila 2 kategori Baik 16 18,2 25 28,4 41 46,6
dari jenis, jumlah, dan frekuensi tidak terpenuhi.
1=baik apabila 2 kategori dari jenis, jumlah, dan Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa
frekuensi terpenuhi. Data dari Status Gizi diberikan dari 88 responden dengan sebagian besar
kode 0= tidak normal, jika >1SD Sampai 2SD atau - responden (47,5%) memiliki pola makan tidak
3SD sampai 2SD. 1=Normal, jika -2SD sampai 1SD. baik yang memiliki status gizi normal.
Kemudian dilakukan tabulasi data, entri data, dan
Diketahui pula bahwa 44,3% memiliki
Cleaning. Analisis data meliputi analisis univariat dan
analisis bivariat menggunakan uji Chi-square. tingkat kecukupan energi tidak baik yang
Penelitian ini telah mendapatkan Keterangan memiliki status gizi tidak normal. Hasil olah data
Layak Etik dengan No.KEPK.M/271/04/2020 dari menggunakan Chi-Square diketahui p-
Komite Etik Penelitian Kesehatan Poltekkes value=0,028, maka dapat disimpulkan bahwa ada
Kemenkes Bengkulu. hubungan yang bermakna antara tingkat
kecukupan energi dengan status gizi responden
SMP IT Iqra Kota Bengkulu Tahun 2020. Hasil
HASIL analisis asosiasi (OR) responden dengan kategori
kecukupan energi tidak baik berpeluang 3,4 kali
Tabel 1. Distribusi Gambaran Pola Makan, lebih besar memiliki status gizi tidak normal
Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat dibandingkan dengan responden yang memiliki
Kecukupan Protein, dan Status Gizi kecukupan energi baik.
Responden Sebanyak 34,1% memiliki tingkat
Variabel n % kecukupan energi tidak baik yang memiliki status
Pola Makan gizi tidak normal. Hasil olah data menggunakan
Tidak Baik 55 62,5 Chi-Square diketahui p-value=0,035, maka dapat
Baik 33 37,5 disimpulkan bahwa ada hubungan yang
Kecukupan Energi bermakna antara tingkat kecukupan protein
Tidak Baik 65 73,9 dengan status gizi responden SMP IT Iqra Kota
Baik 23 26,1
Bengkulu Tahun 2020. Hasil analisis ukuran
Kecukupan Protein
asosiasi (OR) responden dengan kategori
Tidak Baik 47 53.4
Baik 41 46.6 kecukupan protein tidak baik berpeluang 2,7
Status Gizi lebih besar memilik status gizi tidak normal
Tidak Normal 46 52,3 dibandingkan dengan responden yang memiliki
Normal 42 47,7 kecukupan protein baik.

Dalam tabel 1 dapat diketahui dari 88


responden, terdapat sebagian besar responden PEMBAHASAN
(62,5%) memiliki pola makan tidak baik, 73,9%
memiliki kecukupan energi tidak baik, 53,4% Distribusi Pola Makan Responden
memiliki kecukupan protein tidak baik 52,3%
memiliki status gizi tidak normal. Sebagian besar pola makan dari jenis,
frekuensi dan jumlah makanan responden belum
282 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020, hlm 279-286

mencukupi atau sesuai dengan ajuran pedoman yang disimpan dalam otot akan digunakan.
gizi seimbang. Kebanyakan responden tidak Kekurangan asupan energi berkelanjutan
cukup jumlah atau porsi makanan. Begitu juga menyebabkan penurunan berat badan yang akan
frekuensi makan yaitu frekuensi makan lebih dari berdampak status gizi kurang berakibat
2-3x/hari dikategorikan tidak baik. Jika pola terhambatnya proses pertumbuhan.
makan responden dari jenis, jumlah dan
frekuensi makanan hanya salah satu yang tidak Gambaran Tingkat Kecukupan Protein
baik maka disimpulkan pola makan baik.
Pola makan responden yang baik dengan Sumber protein dalam jumlah atau porsi
rata-rata kebutuhan responden sesuai dengan yang diajurkan dalam pedoman gizi seimbang
kebutuhan yang diajurkan dalam pedoman gizi responden usia 12-15 tahun yaitu sumber lauk
seimbang. Kebutuhan jumlah/porsi untuk hewani 2-3 porsi/hari dan lauk nabati 3 porsi/hari
responden usia 12-15 tahun makanan pokok 4-6½ seperti daging ayam, ikan, telur, tempe dan tahu
porsi/hari, lauk hewani 2-3 porsi/hari, lauk nabati yang harus dikonsumsi responden.
3 porsi/hari, sayuran 3 porsi/hari, dan buah 4 Asupan protein yang tidak baik karena
porsi/hari (Kementerian Kesehatan RI, 2014). jumlah/porsi tidak sesuai dengan anjuran
Pola makan seimbang responden, menurut pedoman gizi seimbang. Kebutuhan konsumsi
Almatsier (2011) bahwa pola makan protein responden mengalami kenaikan sejalan
menunjukkan cara pemenuhan kebutuhan dengan proses pertumbuhan yang pesat. Jadi jika
kebutuhan nutrisi bagi seseorang yang konsumsi protein yang diperoleh dari makanan
diwujudkan dalam bentuk konsumsi jenis sesuai dengan angka kecukupan protein yang
makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan. dianjurkan, maka proses tumbuh kembang akan
Kebutuhan gizi responden relatif besar, karena berlangsung cepat (Almatsier, 2011).
responden masih mengalami masa pertumbuhan. Sejalan dengan penelitian Kusuma dkk
Selain itu, responden umumnya melakukan (2014) selama masa responden, kebutuhan
aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan usia protein meningkat karena proses tumbuh
lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih kembang berlangsung cepat. Apabila konsumsi
banyak (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). energi terbatas atau kurang, maka protein akan
dipergunakan sebagai energi. Kebutuhan protein
Gambaran Tingkat Kecukupan Energi akan sangat penting pada kelompok responden
karena protein ini terutama dibutuhkan untuk
Rata-rata hasil responden memiliki tingkat pembentukan jaringan baru atau untuk
kecukupan energi tidak baik dikarenakan memperbaiki jaringan rusak. Protein sangat
kebutuhan responden masih belum sesuai dengan penting untuk responden karena pada masa ini
kebutuhan yang diajurkan dalam pedoman gizi terjadi laju pertumbuhan dan penurunan massa
seimbang. Kebutuhan energi yang dibutuhkan otot tubuh.
responden perempuan 12-15 tahun yaitu 2000-
2125 kkal, sedangkan kebutuhan responden laki- Gambaran Status Gizi
laki umur 12-15 tahun yaitu 2100-2475 kkal
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Status gizi tidak normal karena konsumsi
Asupan energi yang cukup menunjukan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
bahwa asupan atau konsumsi bahan makanan bisa berlebih ataupun kurangnya jumlah atau
yang merupakan sumber tenaga pada responden porsi makan, baik dalam jenis bahan makanan
sudah sesuai dengan kebutuhan harian, maupun frekuensi makan yang tidak baik dalam
sedangkan untuk hasil energi yang masing pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
kurang menunjukan bahwa konsumsi sumber Status gizi responden tidak normal
tenaga tidak sesuai dengan kebutuhan harian (malnutrisi) karena konsumsi makanan yang
dikarenakan jumlah porsi makanan yang tidak baik dari porsi/jumlah dan frekuensi dalam
dikonsumsi masih kurang (Adriani dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan
Wirjatmadi, 2012). untuk responden usia 12-15 tahun makanan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang pokok 4-6½ porsi/hari, lauk hewani 2-3
dilakukan Muchlisa (2013) pada Remaja Santri di porsi/hari, lauk nabati 3 porsi/hari, sayuran 3
Pondok Pesantren Yatim AT-THAYYIBAH porsi/hari, dan buah 4 porsi/hari. Status gizi
Sukabumi proporsi asupan energi kurang ditentukan oleh kecukupan makanan dan
sebanyak 60,5%. Apabila asupan energi kurang kemampuan tubuh yang mengandung zat gizi
dari kecukupan energi yang dibutuhkan maka untuk kesehatan.Keadaan gizi yang baik, tubuh
cadangan energi yang terdapat didalam tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk
Utami, Hubungan Pola Makan, Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Pada Remaja 283

mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi dapat menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih
(Soetjiningsih, 2010). ringan atau menurunkan kemampuan fungsional
Sejalan dengan penelitian Musyayyib misalnya kekurang vitamin B1 dapat
(2018) Keadaan gizi seseorang dapat berupa gizi menyebabkan badan cepat merasa lelah.
kurang, gizi baik atau normal maupun gizi lebih. Kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi
Bila kekurangan dalam batas marginal dapat kerja dan prestasi belajar, selain turunnya daya
menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih tahan tubuh terhadap penyakit infeksi Jika
ringan atau menurunkan kemampuan fungsional kecukupan konsumsi makanan berlebih akan
misalnya kekurang vitamin B1 dapat mempengaruhi pertumbuhan dan mengakibatkan
menyebabkan badan cepat merasa lelah. status gizi berlebih dan apabila berkelanjutan
Kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi terus menerus dewasa akan memiliki resiko
kerja dan prestasi belajar, selain turunnya daya tinggi penyakit degeneratif (Musyayyib, 2018).
tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Jika Bahan makanan yang sering dikonsumsi
kecukupan konsumsi makanan berlebih akan remaja yaitu makanan cepat saji dikarenakan
mempengaruhi pertumbuhan dan mengakibatkan praktis, cepat disajikan dan mudah ditemukan
status gizi berlebih dan apabila berkelanjutan disekolah, maupun diluar lingkungan sekolah.
terus menerus dewasa akan memiliki resiko Konsumsi makan yang rendah kualitas maupun
tinggi penyakit degeneratif. rendah gizi mengakibatkan kondisi atau
keadaan gizi kurang. Konsumsi makanan
Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi dipengaruhi zat gizi dalam makanan, program
pemberian makanan dalam keluarga, kebiasaan
Pola makan yang baik mengandung makan, pemeliharaan kesehatan, daya beli
makanan sumber energi, sumber zat pembangun keluarga, lingkungan fisik dan sosial (Supariasa,
dan zat pengatur, karena semua zat gizi 2012).
diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan Sejalan dengan penelitian (Sa’diya, 2016)
tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas menunjukan bahwa p-value (0,038)<(0,05)
kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai artinya ada hubungan antara pola makan dengan
dengan kebutuhan (Almatsier, 2011). Remaja status gizi anak usia prasekolah di PAUD Tunas
dengan status gizi tidak normal memilik pola Mulia Desa Claket Kecamatan Pacet Kabupaten
makan tidak baik dari salah satu jenis makanan, Mojokerto. Pola makan baik maupun buruk
frekuensi dan jumlah makanan remaja belum dipengaruhi oleh orang tua, pola makan yang
mencukupi atau sesuai dengan ajuran pedoman baik pada responden dipengaruhi orang tua yang
gizi seimbang. Kebanyakan remaja tidak cukup telah mengajarkan kebiasaan makan yang baik
jumlah atau porsi makanan dan jenis makanan pada anak sejak kecil tentang kebiasaan makan
yang belum beragam.Pola makan merupakan yang baik sehingga dapat terbawa sampai mereka
kesesuaian jumlah, jenis makanan dan frekuensi dewasa, sedangkan pola makan kurang baik
yang dikonsumsi setiap hari atau setiap kali karena orang tua tidak membudayakan disiplin
makan oleh responden yang terdiri dari jenis makan pada anak, mereka cenderung menuruti
makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah kemauan anak tanpa memperhatikan nilai gizi
(Khairiyah, 2016). yang anak mereka makan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Penelitian juga dilakukan Noviani dkk
penelitian (Musyayyib, 2018) tentang hubungan (2016) Kebiasaan jajan dan pola makan serta
antara pola makan dengan status gizi pada remaja hubungannya dengan status gizi anak usia
di Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Soreang sekolah di SD Sonosewu Bantul Yogyakarta.
Maros yang memiliki pola makan dan status gizi Hasil analisis Chi Square hubungan pola makan
di peroleh nilai p-value=0,01 menunjukan, dengan status gizi diperoleh p-value 0,008 (p-
bahwa ada hubungan antara pola makan dengan value<0,05) yang berarti bahwa ada hubungan
status gizi remaja. Status gizi seseorang antara pola makan dengan status gizi. Pola makan
ditentukan berdasarkan asupan gizi dan sangat mempengaruhi keadaan gizi seseorang.
kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat Pola makan yang baik dapat meningkatkan status
gizi. Kebutuhan asupan yang berbeda akan gizi.Keadaan gizi kurang terjadi karena tubuh
mempengaruhi keadaan gizi seseorang. kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang
Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang, dibutuhkan, sebaliknya untuk keadaan gizi lebih.
gizi baik atau normal maupun gizi lebih.
Kekurangan salah satu zat gizi dapat Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan
menimbulkan konsekuensi berupa penyakit Status Gizi
defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal
284 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020, hlm 279-286

Tingkat Kecukupan Energi yang jumlah/porsi dapat mempengaruhi status gizi


dikonsumsi disesuaikan standar AKG 2013. karena jumlah konsumsi sumber bahan makanan
Asupan energi yang cukup menunjukan bahwa akan meningkatkan jumlah energi secara
konsumsi bahan makanan yang merupakan langsung.
sumber tenaga atau energi pada remaja sudah Sesuai dengan hasil penelitian yang
sesuai dengan kebutuhan harian, sedangkan dilakukan (Efendi, dkk., 2016) Tingkat konsumsi
untuk asupan energi yang masing kurang energi yang berbeda, maka status gizinya akan
menunjukan bahwa konsumsi sumber tenaga atau berbeda. Bila konsumsi energi melalui makanan
energi tidak sesuai dengan kebutuhan kurang dari energi yang dikeluarkan maka tubuh
harian.Manusia membutuhkan energi untuk akan kekurangan energi. Sedangkan bila
mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan konsumsi energi yang diperoleh dari makanan
dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh melebihi energi yang dikeluarkan maka kelebihan
dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di energi tersebut akan disimpan dalam bentuk
dalam bahan makanan.Kandungan karbohidrat, lemak tubuh, akibatnya terjadi berat badan yang
lemak, dan protein yang ada di dalam bahan melebihi berat badan idealnya dan akan semakin
makanan dalam menentukan nilai energi tinggi beresiko terjadi kegemukan.
(Almatsier, 2009).
Remaja yang berstatus gizi tidak normal Hubungan Tingkat Kecukupan Protein
memiliki tingkat kecukupan energi tidak dengan Status Gizi
baik.Sementara remaja yang berstatus gizi
normal memiliki tingkat kecukupan energi Hasil analisis ukuran asosiasi (OR)
baik.Status gizi tidak normal disebabkan responden dengan kategori kecukupan protein
kebutuhan remaja masih belum sesuai dengan tidak baik berpeluang 2,7 lebih besar memilik
kebutuhan yang diajurkan dalam pedoman gizi status gizi tidak normal dibandingkan dengan
seimbang. Kebutuhan energi yang dibutuhkan responden yang memiliki kecukupan protein
remaja perempuan 12-15 tahun yaitu 2000-2125 baik.
kkal, sedangkan kebutuhan remaja laki-laki umur Protein memiliki fungsi penting yang
12-15 tahun yaitu 2100-2475 kkal. Jumlah yang diperlukan tubuh diantaranya adalah untuk
tidak baik dan juga pola konsumsi yang salah pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, sebagai
seperti menu makanan yang tidak seimbang, salah satu penghasil utama energi, menurunkan
kurangnya variasi makanan dan berlebih atau bagian dari enzim dan antibodi, mengangkut zat-
kuranganya frekuensi makan sehari dapat zat gizi dari saluran cerna melalui dinding saluran
menyebabkan asupan energi tidak tercukupi cerna kedalam darah, dari darah menuju jaringan,
ataupun berlebih dari kebutuhan sehari-hari, kemudian melalui membran sel menuju sel, serta
sehingga asupan energi akan berbeda-beda setiap mengatur keseimbangan air (Sulistyoningsih,
remaja (Kementerian Kesehatan RI, 2014). 2011). Selama masa remaja, kebutuhan protein
Sejalan dengan penelitian Rachmayani, meningkat karena proses tumbuh kembang
dkk (2018) hasil uji antara asupan energi dan berlangsung cepat (Adriani dan Wirjatmadi,
status gizi (p=0,001) dapat diketahui bahwa 2014).
terdapat hubungan yang signifikan positif antara Remaja yang memiliki tingkat kecukupan
asupan energi dan status gizi. Hal ini menunjukan protein tidak baik berstatus gizi tidak
bahwa apabila terjadi peningkatan asupan energi normal.Sementara remaja yang memiliki tingkat
makan akan terjadi peningkatan status gizi, dan kecukupan protein baik berstatus gizi
sebaliknya. Konsumsi energi yang melebihi normal.Walaupun seluruh responden tetap atau
kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat selalu mengkonsumsi makanan sumber protein
badan dan apabila terus berkelanjutan maka akan setiap hari, namun berdasarkan jumlah asupan
menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit masih banyak remaja yang dikategorikan tingkat
degenerative yang harus menjaga agar status gizi kecukupan protein tidak baik. Kekurangan
selalu dalam kondisi optimal. protein akan berdampak bagi laju pertumbuhan
Konsumsi makanan remaja tidak sesuai dan penurunan massa otot tubuh. Jadi jika
dengan kebutuhan remaja usia 12-15 tahun konsumsi protein yang diperoleh dari makanan
dalam pedoman gizi seimbang yaitu konsumsi sesuai dengan angka kecukupan protein yang
jumlah atau porsi dengan sumber bahan makanan dianjurkan, maka proses tumbuh kembang akan
pokok 4-6½ porsi/hari, lauk hewani 2-3 berlangsung cepat (Almatsier, 2011).
porsi/hari, lauk nabati 3 porsi/hari, sayuran 3 Sejalan dengan penelitian (Kusuma, 2013)
porsi/hari, dan buah 4 porsi/hari. Asupan berdasarkan konsumsi protein, responden yang
makanan yang beranekaragam, frekuensi dan mengalami status gizi tidak normal 93,8%
Utami, Hubungan Pola Makan, Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Pada Remaja 285

dengan konsumsi protein cukup. Kekurangan bermakna antara tingkat konsumsi protein dengan
protein akan berdampak bagi pertumbuhan yang status gizi pada remaja di SMP Negeri 2
kurang baik, daya tahan tubuh menurun, lebih Banjarbaru. Menunjukkan bahwa semakin baik
rentan terhadap penyakit, serta daya kreativitas tingkat konsumsi protein (TKP) maka semakin
dan daya kerja merosot. Asupan protein yang baik pula status gizi pada remaja tersebut.
tidak baik dikarenkan konsumsi sumber protein Penelitian ini juga dilakukan Rachmayani dkk
yang tidak sesuai dengan kebutuhan berdasarkan (2018) hasil penelitian p-value=0,027 ada
hasil recall yang dilakukan. Fungsi protein antara hubungan protein dan status gizi. Hal ini
lain kekebalan tubuh, pengganti jaringan yang menunjukan bahwa bila terjadi kenaikan asupan
rusak dan untuk pertumbuhan. makan akanterjadi peningkatan status gizi, dan
Proses pertumbuhan membutuhkan protein sebaliknya.
untuk membangun dan memelihara seluruh sel di
dalam tubuh (More, 2014). Kebutuhan konsumsi
protein pada usia remaja (10-12 tahun) SIMPULAN
mengalami kenaikan dengan porsi berdasarkan
pedoman gizi seimbang yaitu lauk hewani 2-3 Kesimpulan ada hubungan yang bermakna
porsi/hari dan lauk nabati 3 porsi/hari seperti, antara pola makan, tingkat kecukupan energi, dan
daging ayam, telur ayam, ikan, tempe dan tahu tingkat kecukupan protein dengan status gizi
dalam proses pertumbuhan yang pesat. remaja. Sebaiknya sekolah melakukan edukasi
Kebutuhan protein itu berbanding lurus dengan tentang pola makan yang baik dan porsi makan
berat badan seseorang. Konsumsi protein yang sesuai dengan pedoman gizi seimbang kepada
diperoleh dari makanan itu memenuhi angka Remaja SMP IT Iqra Kota Bengkulu agar status
kecukupan protein yang dianjurkan, maka akan gizi normal meningkat.
diperoleh status gizi yang baik (Almatsier, 2011).
Sejalan dengan penelitian Efendi, dkk.,
2016) menunjukkan adanya hubungan yang

DAFTAR PUSTAKA

Adriani dan Wirjatmadi. (2012). Peranan Gizi Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset
dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta:
Prenada Media Group. Balitbang Kemenkes RI.
Achmadi, U. F. (2013). Kesehatan Masyarakat: Khairiyah, Evi Luthfiah. (2016). Pola makan
Teori dan Aplikasi. Rajawali Pers. Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Kesehatan (FKIK) UIN Syarif
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hidayatullah Jakarta 2016. [Skripsi].
__________. (2011). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Program Studi Kesehatan
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Masyarakat FKIK UIN Syarif
__________. (2013). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Hidayatullah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kusuma, I.A, Saifuddin Sirajuddin, N. J. (2013).
__________. (2014). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gambaran Pola Makan dan Status Gizi
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mahasiswa Program Studi Hasanuddin
Efendi, R., Anwar, R., Riawu, S., & Borneo, S. Makassar. [Skripsi]. Makassar:
H. (2016). Hubungan Antara Tingkat Universitas Hasanuddin.
Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli More, Judy. 2014. Gizi bayi, Anak dan Remaja.
Makanan dengan Status Gizi pada Remaja Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
di SMP Negeri 2 Banjarbaru. Jurnal Musyayyib, R., Hartono, R., & Pakhri, A. (2018).
Kesehatan Indonesia, 4(3). Pengetahuan dan Pola Makan dengan
Kartosapoetra, Marsetyo. (2003). Ilmu Gizi: Status Gizi Remaja di Pondok Pesantren
Korelasi Gizi, Kesehatan, dan Nahdlatul Ulum Soreang Maros. Media
Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Makassar, 12(2), 29-38.
Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Muchlisa. (2013). Hubungan Asupan Zat Gizi
Jenderal Bina Gizi dan KIA. dengan Status Gizi pada Remaja Putri di
fakultas kesehatan masyarakat universitas
hasanudin Makassar tahun 2013. [Skripsi].
286 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020, hlm 279-286

Makassar: Program studi ilmu gizi (2018). Hubungan Asupan Zat Gizi dan
fakultas kesehatan masyarakat, Status Gizi Remaja Putri di SMK Ciawi
Universitas Hasanudin Makassar. Bogor. Indonesian Journal of Human
Noviani, K., Afifah, E., & Astiti, D. (2016). Nutrition, 5(2), 125-130.
Kebiasaan jajan dan pola makan serta Sa’diya, L. K. (2016). Hubungan pola makan
hubungannya dengan status gizi anak usia dengan status gizi anak pra sekolah di paud
sekolah di SD Sonosewu Bantul tunas mulia claket kecamatan pacet
Yogyakarta. Jurnal Gizi dan Dietetik mojokerto. Jurnal Kebidanan
Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition Midwiferia, 1(2), 69-78.
and Dietetics), 4(2), 97-104. Soetjiningsih. (2010). Tumbuh Kembang Anak.
Proverawati A, Asfuah S. (2009). Buku Ajar Gizi Jakarta: EGC.
untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Sulistyoningsih, Hariyani. (2011). Gizi Untuk
Medika. Kesehaan Ibu dan Anak. Yogyakarta:
Proverawati, A, Wati, E. K. (2011). Ilmu Gizi Graha Ilmu.
untuk Keperawatan & Gizi Supariasa, I. D. (2012). Penilaian Status Gizi.
Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika. Jakarta: EGC.
Rachmayani, S. A., Kuswari, M., & Melani, V.

You might also like