Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Skip to main content
  • Singaporean by nationality, Indonesian by memory, Muslim by religion, Malay by race, Sundanese by culture, and univer... moreedit
Islam is understood in multi-meaning, as a religious teaching and as a scientific field. This matter is still being debated by several groups, especially regarding the issue surrounding studying Islam in the West. The purpose of this... more
Islam is understood in multi-meaning, as a religious teaching and as a scientific field. This matter is still being debated by several groups, especially regarding the issue surrounding studying Islam in the West. The purpose of this paper is to examine the development of Islamic studies from time to time. The issue of using a normative and historical approach in Islamic studies has been widely discussed by experts, both from the West and the East. However, in its development, Islamic studies form a separate 'stronghold' with their respective identities in an effort to understand Islamic teachings, both as an 'observer' and as an 'actor' who has an element of partiality. By using a historical approach, this paper will prove the flexibility of Islamic studies, where each "camp" will have its own method and style in understanding Islamic teachings, both in its development in the East and West. The study of Islam will always be up to date because it attracts attention. This is of course not only among Muslims (insiders), but also among non-Muslims (outsiders) who study Islam from various perspectives. Abstrak Islam dipahami dengan multi-makna, sebagai ajaran keagamaan dan sebagai bidang keilmuan. Hal tersebut hingga kini masih diperdebatkan oleh beberapa kalangan, terutama menyangkut isu seputar mengkaji Islam di Barat. Tujuan tulisan ini ingin mengkaji perkembangan studi Islam dari masa ke masa. Isu penggunaan pendekatan normatif maupun historis dalam kajian Islam telah ramai diperbincangkan oleh para ahli, baik dari Barat maupun Timur. Namun dalam perkembangannya, studi Islam membentuk ‘kubu’ tersendiri dengan identitas masing-masing dalam upaya memahami ajaran Islam, baik sebagai ‘pengamat’ maupun sebagai ‘aktor’ yang memiliki unsur keberpihakan. Dengan menggunakan pendekatan historis, tulisan ini akan membuktikan fleksibilitas kajian Islam, di mana masing-masing ‘kubu’ akan memiliki metode dan corak tersendiri dalam memahami ajaran Islam, baik perkembangannya di Timur dan Barat. Kajian tentang ke-Islaman akan selalu aktual untuk diperbincangkan karena sangat menarik perhatian. Hal ini tentunya tidak hanya dikalangan muslim sendiri (insider), tetapi juga kalangan non-muslim (outsider) yang mempelajari agama Islam dari berbagai sudut pandang.
Relations between religion and sustainability have been discussed and documented widely throughout multiple countries. However, few pieces of research have been done in Singapore to determine the involvement of minority Muslim Singapore... more
Relations between religion and sustainability have been discussed and documented widely throughout multiple countries. However, few pieces of research have been done in Singapore to determine the involvement of minority Muslim Singapore regarding earth conservation. By applying the descriptive qualitative procedure, the study tended to deal with this gap in two different ways: firstly, to portray an outline of Singaporean environmental perspectives and behaviours in general; and secondly, to identify the possibility of Muslims Singapore on contributing in earth conservation. The paper attempts to explain the attitudes and practices of the Muslim society in Singapore regarding environmental issues.
Tulisan ini mengkaji problem paradigma dan kondisi umat Islam di Indonesia yang ternyata sebagian besar masih tergolong konservatif meskipun dalam main stream liberal, sehingga diperlukan upaya pergeseran paradigma menuju paradigma... more
Tulisan ini mengkaji problem paradigma dan kondisi umat Islam di Indonesia yang ternyata sebagian besar masih tergolong konservatif meskipun dalam main stream liberal, sehingga diperlukan upaya pergeseran paradigma menuju paradigma kritis-transformatif. Dengan menggunakan pendekatan historis, filosofis, dan psikologis, tulisan ini memberikan arahan baru dalam perkembangan pelaksanaan pendidikan Islam konvensional dengan membangkitkan semangat kritis transformatif yang berlandaskan prinsip profetik, yakni liberalisasi, humanisasi, dan transendensi.Konsep pendidikan Islam kritis transformatif ini akan menjadisalah satu katalis alternatif upaya pembaharuan secara fundamental melalui pemberdayaan seluruh potensi (fitrah) yang dimiliki, dengan mengubah rumusan paradigma pendidikan dan pengembangan kesadaran yang akan di adaptasi ke dalam beberapa aspek sistem pendidikan Islam.
One of the unresolved legal issues in Indonesian Marriage Law which has generated more controversy over a longer period is the legal vacuum for couples of differing religions. The dilemma of uncertainty between marriage permissibility... more
One of the unresolved legal issues in Indonesian Marriage Law which has generated more controversy over a longer period is the legal vacuum for couples of differing religions. The dilemma of uncertainty between marriage permissibility across religious lines and the refusal of civil authorities have enforced interfaith couples to find a way with circumventing the marriage law. Few alternative ways have been done independently, but as it widely flourished and rapidly increased, interfaith couples have tried to seek solutions socially. Ruang (Ny)aman is one of the alternative safe-space sharing platforms for interreligious couples and families. Through social media, this organization has managed to organize a consulting event for interfaith-couple-to-be to let them prepare for their future household stability. Using an empirical approach, this study sought to analyze the usage of social media for interfaith premarital and marriage consultation and its impact on searching for legality. This study argues that social media has become a new counseling tool for interfaith couples in which they will use the platform for reference when it comes to verifying news or seeking information or opinions. The spiritual and social convictions may help interfaith couples bond through shared values and beliefs, and encourage participation in shared activities. With this strategy, support for interfaith marriage could be gained through the participation of society in an open platform as part of co-construction on interfaith matters.
Tulisan ini mengkaji problem paradigma dan kondisi umat Islam di Indonesia yang ternyata sebagian besar masih tergolong konservatif meskipun dalam main stream liberal, sehingga diperlukan upaya pergeseran paradigma menuju paradigma... more
Tulisan ini mengkaji problem paradigma dan kondisi umat Islam di Indonesia yang ternyata sebagian besar masih tergolong konservatif meskipun dalam main stream liberal, sehingga diperlukan upaya pergeseran paradigma menuju paradigma kritis-transformatif. Dengan menggunakan pendekatan historis, filosofis, dan psikologis, tulisan ini memberikan arahan baru dalam perkembangan pelaksanaan pendidikan Islam konvensional dengan membangkitkan semangat kritis transformatif yang berlandaskan prinsip profetik, yakni liberalisasi, humanisasi, dan transendensi.Konsep pendidikan Islam kritis transformatif ini akan menjadisalah satu katalis alternatif upaya pembaharuan secara fundamental melalui pemberdayaan seluruh potensi (fitrah) yang dimiliki, dengan mengubah rumusan paradigma pendidikan dan pengembangan kesadaran yang akan di adaptasi ke dalam beberapa aspek sistem pendidikan Islam.
Upaya mewujudkan kesehatan reproduksi, hak-hak kemanusiaan, dan kemaslahatan menjadi landasan utama dalam pertimbangan pelaksanaan perkawinan anak pada wacana kontemporer. Inkonsistensi batasan usia perkawinan anak dalam fikih klasik... more
Upaya mewujudkan kesehatan reproduksi, hak-hak kemanusiaan, dan kemaslahatan menjadi landasan utama dalam pertimbangan pelaksanaan perkawinan anak pada wacana kontemporer. Inkonsistensi batasan usia perkawinan anak dalam fikih klasik menyebabkan perlunya pembacaan ulang terhadap teks keagamaan. Legitimasi oleh teks agama sejatinya tidak menjadi landasan utama lagi dalam kasus praktek perkawinan anak. Melalui pendekatan historis, artikel ini berupaya menegaskan bahwa perkawinan anak sejatinya perlu ditunda sebagaimana Nabi SAW pernah mencontohkan melalui penundaan perkawinan puterinya, Fatimah. Artikel ini akan memberikan pandangan seputar perkawinan anak melalui analisis bahasa dan ayat dalam teks agama.
Relations between religion and sustainability have been discussed and documented widely throughout multiple countries. However, few pieces of research have been done in Singapore to determine the involvement of minority Muslim Singapore... more
Relations between religion and sustainability have been discussed and documented widely throughout multiple countries. However, few pieces of research have been done in Singapore to determine the involvement of minority Muslim Singapore regarding earth conservation. By applying the descriptive qualitative procedure, the study tended to deal with this gap in two different ways: firstly, to portray an outline of Singaporean environmental perspectives and behaviours in general; and secondly, to identify the possibility of Muslims Singapore on contributing in earth conservation. The paper attempts to explain the attitudes and practices of the Muslim society in Singapore regarding environmental issues.
This study proves that in accordance with Islamic Studies, the East-West tension nowadays have been melted, although not entirely. The epistemological dimension of lecturers’ educational background at the Graduate School cases becomes the... more
This study proves that in accordance with Islamic Studies, the East-West tension nowadays have been melted, although not entirely. The epistemological dimension of lecturers’ educational background at the Graduate School cases becomes the basis on both side to work collaboratively. With this finding, this study suggests that lecturers’ collaboration not only can be traced through the intrapersonal or interpersonal aspects. The need to combined those two levels with an additional aspect, the epistemological dimension; become substantial. This study tends to bridge the work of Achinstein (2002) who much focuses on the interpersonal aspect of teachers’ collaboration, and Keranen & Prudencio (2014) who concerned on the intrapersonal. This study was conducted to reaffirm a general statement which declared the UIN as a smelting place. The intellectual ‘melting-pot’ was identified since the university was constructed with different academic traditions; derived from the pesantren tradition,...
Islam is understood in multi-meaning, as a religious teaching and as a scientific field. This matter is still being debated by several groups, especially regarding the issue surrounding studying Islam in the West. The purpose of this... more
Islam is understood in multi-meaning, as a religious teaching and as a scientific field. This matter is still being debated by several groups, especially regarding the issue surrounding studying Islam in the West. The purpose of this paper is to examine the development of Islamic studies from time to time. The issue of using a normative and historical approach in Islamic studies has been widely discussed by experts, both from the West and the East. However, in its development, Islamic studies form a separate 'stronghold' with their respective identities in an effort to understand Islamic teachings, both as an 'observer' and as an 'actor' who has an element of partiality. By using a historical approach, this paper will prove the flexibility of Islamic studies, where each "camp" will have its own method and style in understanding Islamic teachings, both in its development in the East and West. The study of Islam will always be up to date because it at...
The legal vacuum for of inter-faith marriage is one of the unresolved issues in Indonesia, especially with regard to civil rights. Indonesia’s Marriage Law No. 1 of 1974 has not accommodated the legal policy of marriage between different... more
The legal vacuum for of inter-faith marriage is one of the unresolved issues in Indonesia, especially with regard to civil rights. Indonesia’s Marriage Law No. 1 of 1974 has not accommodated the legal policy of marriage between different religions. Moreover, there are some different views between religious leaders on the permissibility of the inter-faith marriage. This study attempts to analyze the relations between Indonesia’s Religious Councils and the legal policies on inter-faith marriages. Data were collected through observation and semi-structured interviews with the representative of Indonesia’s religious councils from six religions. This article finds that Indonesia’s Religious Councils have no role by any means in the formation of legal policies related to inter-faith marriage in Indonesia since the Marriage Law had been
created before the Religious Councils established. Regarding the legitimacy of inter-faith marriage, the religious leaders offered conflicting statements. Several religious leaders still decided to stay with the prohibition of interfaith marriage based on popular religious traditions and the constitutional realm. Albeit religious leaders favor or disfavor inter-faith marriage, the practice is still widely flourished and rapidly increased. This observable fact should be an important reason for the Constitutional Court either to grant or deny the practical of inter-faith marriage in Indonesia.
Berbagai kepelikan yang dialami perempuan saat berupaya mengecap pendidikan di berbagai negara mengakibatkan lebih kecilnya angka perempuan yang menempuh pendidikan tinggi di banding laki-laki. Temuan lapangan pun menegaskan bahwa selain... more
Berbagai kepelikan yang dialami perempuan saat berupaya mengecap pendidikan di berbagai negara mengakibatkan lebih kecilnya angka perempuan yang menempuh pendidikan tinggi di banding laki-laki. Temuan lapangan pun menegaskan bahwa selain kemampuan ilmiah ataupun pengalaman manajemen perguruan tinggi, nilai-nilai budaya patriarki masih melekat dalam lapisan masyarakat akademik. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apa sesungguhnya yang dimaksud dengan 'kesetaraan gender'? Dan bagaimana pula idealnya strategi implementasi yang perlu diterapkan pada kebijakan perguruan tinggi? Artikel ini akan berupaya mengelaborasi makna kesetaraan gender dalam konteks perguruan tinggi.
Dakwah merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menyerukan agar kembali ke jalan yang benar. Dalam perkembangannya, semangat dakwah di lembaga pendidikan mulai menurun. Sejarah menunjukkan bahwa keberadaan Perguruan Tinggi Agama Islam... more
Dakwah merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menyerukan agar kembali ke jalan yang benar. Dalam perkembangannya, semangat dakwah di lembaga pendidikan mulai menurun. Sejarah menunjukkan bahwa keberadaan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) yang ada saat ini merupakan titik kulminasi perjuangan umat Islam yang
mengharapkan adanya lembaga pendidikan Islam setingkat perguruan tinggi. Namun dalam perkembangannya, banyak pihak yang menganggap perusakan ajaran agama generasi muda justru terjadi di lembaga pendidikan tinggi Islam, seperti tidak jarang mahasiswa dan dosen, bersikap nyeleneh, tidak solat, sekuler dan liberal. Hal ini
nyatanya merupakan dampak dari modernisasi pendidikan. Mengambil studi kasus perubahan IAIN menjadi UIN, artikel ini ingin memberi penegasan bahwa UIN adalah lembaga pendidikan sekaligus lembaga dakwah. Penelitian ini berupaya membantah pendapat yang menyatakan bahwa lunturnya nilai keIslaman di UIN. Perubahan IAIN menjadi UIN tidak menyebabkan hilangnya nilai-nilai keIslaman di lembaga perguruan tinggi, namun membantu memperkaya pemahaman tentang keIslaman dan keilmuan pada umumnya. Tantangan modernisme menyebabkan orientasi dakwah memiliki cakupan yang lebih luas. Dakwah dipahami bukan hanya sebagai oral communication, namun juga kepada dakwah bi al-hal, dakwah bi al-kitabah dan dakwah bi alhikmah. Terlepas dari persoalan transformasi IAIN menjadi UIN, hal menarik yang perlu digarisbawahi di kalangan IAIN/UIN adalah kecenderungan kajian Islam yang berlangsung di dalamnya sebagai lembaga keagamaan dan sebagai lembaga keilmuan. Dalam hal ini, dakwah di lembaga perguruan tinggi dimaksudkan untuk menyeru kalangan akademisi ke jalan Islam dengan basis penemuan ilmiah atau
riset.
Tulisan ini ingin mengkaji perkembangan studi Islam dari masa ke masa. Isu penggunaan pendekatan normatif maupun historis dalam kajian Islam telah ramai diperbincangkan oleh para ahli, baik dari Barat maupun Timur. Namun dalam... more
Tulisan ini ingin mengkaji perkembangan studi Islam dari masa ke masa. Isu penggunaan pendekatan normatif maupun historis dalam kajian Islam telah ramai diperbincangkan oleh para ahli, baik dari Barat maupun Timur. Namun dalam perkembangannya, studi Islam membentuk 'kubu' tersendiri dengan identitas masing-masing dalam upaya memahami ajaran Islam, baik sebagai 'pengamat' maupun sebagai 'aktor' yang memiliki unsur keberpihakan. Islam pun dipahami dengan multimakna, sebagai ajaran keagamaan dan sebagai bidang keilmuan. Hal itu hingga kini masih diperdebatkan oleh beberapa kalangan, terutama menyangkut isu seputar mengkaji Islam di Barat. Dengan menggunakan pendekatan historis, tulisan ini akan membuktikan fleksibilitas kajian Islam, di mana masing-masing 'kubu' akan memiliki metode dan corak tersendiri dalam memahami ajaran Islam, baik perkembangannya di Timur dan Barat. Kajian tentang ke-Islaman akan selalu aktual untuk diperbincangkan karena sangat menarik perhatian. Hal ini tentunya tidak hanya dikalangan muslim sendiri (insider), tetapi juga kalangan nonmuslim (outsider) yang mempelajari agama Islam dari berbagai sudut pandang. Tidak mudah untuk mendefinisikan agama sebagai manusia yang masih mempelajari agama. Pandangan seseorang mengenai agama ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri. Perlu upaya yang terus kontinu untuk mempelajari dan menggalinya agar keyakinan terhadap agama semakin kuat. Dan hal ini perlu didorong oleh pengetahuan dan pemahaman yang tinggi.
Kebutuhan akan adanya suatu paradigma holistik tentang transformasi sosial dalam pendidikan Islam sebagai core value-nya dalam merespon kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Hal ini karena tanpa adanya paradigma semacam... more
Kebutuhan akan adanya suatu paradigma holistik tentang transformasi sosial dalam
pendidikan Islam sebagai core value-nya dalam merespon kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Hal ini karena tanpa adanya paradigma semacam itu, maka mainstrem modern dengan pengarus-utama-an nilai-nilai positivistik-nya yang bebas nilai (value free). Salah satu urgensi mengapa belakangan ini memerlukan sebuah konstruksi teori sosial  Islam, karena di dalam struktur keagamaan Islam tidak dikenal dikotomi antara aspek duniawi dan  aspek ukhrawi. Nilai-nilai Islam adalah bersifat all embracing bagi penataan sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu, tugas besar umat Islam sesunggahnya adalah ikhtiar melakukan transformasi sosial dan budaya dengan nilainilai tersebut. Reorientasi kesadaran gerakan keumatan tersebut, Kuntowijoyo mendasari paradigmanya dengan tiga pilar utama yaitu, humanisasi, liberasi  dan transendensi. Kunto membangun teori tersebut dimotivasi oleh al-Qur’an ayat 110, juga karena melihat adanya relevansi antara Islam dengan realitas sosial. Adalah ikhtiar agar tauhid (the unity of God) di jadikan sebagai gagasan yang hidup dan “membumi” untuk umat manusia. Proses transformasi seperti itu, yang kemudian diimplementasikan dalam gerakan pembangunan masyarakat (community development) dengan mengedepankan pendekatan praksis. Pemikiran transformatif berusaha membangun dari tingkat normatif ke tingkat ilmiah-empiris sebagai teori alternatif.
Upaya mewujudkan kesehatan reproduksi, hak-hak kemanusiaan, dan kemaslahatan menjadi landasan utama dalam pertimbangan pelaksanaan perkawinan anak pada wacana kontemporer. Inkonsistensi batasan usia perkawinan anak dalam fikih klasik... more
Upaya mewujudkan kesehatan reproduksi, hak-hak kemanusiaan, dan kemaslahatan menjadi landasan utama dalam pertimbangan pelaksanaan perkawinan anak pada wacana kontemporer. Inkonsistensi batasan usia perkawinan anak dalam fikih klasik menyebabkan perlunya pembacaan ulang terhadap teks keagamaan. Legitimasi oleh teks agama sejatinya tidak menjadi landasan utama lagi dalam kasus praktek perkawinan anak. Melalui pendekatan historis, artikel ini berupaya menegaskan bahwa perkawinan anak sejatinya perlu ditunda sebagaimana Nabi SAW pernah mencontohkan melalui penundaan perkawinan puterinya, Fatimah. Artikel ini akan memberikan pandangan seputar perkawinan anak melalui analisis bahasa dan ayat dalam teks agama.
Khitan bagi anak laki-laki dalam ajaran Islam adalah suatu keharusan karena diyakini sebagai tradisi yang diturunkan dari Nabi Ibrahim as. Sedangkan hukum khitan bagi anak perempuan masih diperdebatkan di kalangan ulama. Sebagian ulama... more
Khitan bagi anak laki-laki dalam ajaran Islam adalah suatu keharusan karena diyakini sebagai tradisi yang diturunkan dari Nabi Ibrahim as. Sedangkan hukum khitan bagi anak perempuan masih diperdebatkan di kalangan ulama. Sebagian ulama menganggap anak perempuan wajib dikhitan sebagaimana anak laki-laki, namun sebagian ulama lainnya mengatakan khitan anak perempuan merupakan anjuran saja. Dalam tradisi masyarakat muslim di berbagai negara, ternyata tradisi khitan bagi anak perempuan adalah kebiasaan yang banyak dipraktekkan sejak lama dan dianggap sebagai suatu keharusan, yang jika tidak dilakukan dianggap sebagai sikap dan tindakan yang salah dan dianggap sebagai pelanggaran tercela. Tradisi khitan bagi anak perempuan akhir-akhir ini banyak mendapat gugatan dan kecaman dari perorangan maupun berbagai lembaga dunia, terutama WHO dan LSM-LSM yang bergerak dalam gerakan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, dengan memaknai khitan dengan Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C). Unsur budaya dan tradisi dianggap memberikan akses terjadinya praktik khitan yang dianggap merugikan kaum perempuan. Tulisan ini akan menguraikan lebih lanjut seputar polemik praktek khitan bagi perempuan yang didasarkan ragam tinjauan.
Tulisan ini mengkaji problem paradigma dan kondisi umat Islam di Indonesia yang ternyata sebagian besar masih tergolong konservatif meskipun dalam main stream liberal, sehingga diperlukan upaya pergeseran paradigma menuju paradigma... more
Tulisan ini mengkaji problem paradigma dan kondisi umat Islam di  Indonesia yang ternyata sebagian besar masih tergolong konservatif meskipun dalam main stream liberal, sehingga diperlukan upaya pergeseran  paradigma menuju paradigma kritis-transformatif. Dengan menggunakan  pendekatan historis, filosofis, dan psikologis, tulisan ini memberikan arahan baru dalam perkembangan pelaksanaan pendidikan Islam konvensional dengan membangkitkan semangat kritis transformatif yang berlandaskan  prinsip profetik, yakni liberalisasi, humanisasi, dan transendensi. Konsep  pendidikan Islam kritis transformatif ini akan menjadi salah satu katalis alternatif upaya pembaharuan secara fundamental melalui pemberdayaan seluruh potensi (fitrah) yang dimiliki, dengan mengubah rumusan  paradigma pendidikan dan pengembangan kesadaran yang akan di adaptasi ke dalam beberapa aspek sistem pendidikan Islam.
Buku “Making Modern Muslims: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia” ini merupakan kompilasi hasil proyek penelitian yang dibiayai oleh National Bureau of Asian Research (NBR) di Seattle, Washington, diawali pada bulan dari... more
Buku “Making Modern Muslims: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia” ini
merupakan kompilasi hasil proyek  penelitian yang dibiayai oleh National Bureau of Asian Research (NBR) di Seattle, Washington, diawali pada bulan dari bulan Desember 2004 hingga January 2007. Penelitian ini pada dasarnya dilakukan untuk memotret trend baru pendidikan Islam di era kontemporer serta memberikan pencerahan terhadap ragamnya  pertumbuhan politik pendidikan Islam di Asia Tenggara. Karya ini berhasil membuktikan: pertama, perkembangan pendidikan Islam berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh letak geografis, budaya masyarakat, hingga politik  yang memengaruhi adanya perbedaan tersebut. Kedua, perkembangan sekolah khususnya di Indonesia dipahami sebagai social movement  yang tidak hanya berhasil mendidik siswa, namun juga membentuk  jaringan ideologi sosial yang kelak akan berpengaruh terhadap transformasi sosial, bahkan pembangunan nasional. Disinilah sumbangsih penting dari buku ini.
Tesis yang di susun oleh Imron Rosyadi, seorang mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada konsentrasi Pendidikan Islam yang lulus pada tahun 2003; dipilih untuk dijadikan makalah critical review yang menjadi tugas akhir pada... more
Tesis yang di susun oleh Imron Rosyadi, seorang mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah  Jakarta pada konsentrasi Pendidikan Islam yang lulus pada tahun 2003; dipilih untuk dijadikan makalah critical review yang menjadi tugas akhir pada mata kuliah Approaches in Islamic Studies atau Pendekatan dalam Metodologi Studi Islam (PMSI).
Reviewer memilih tesis ini karena memiliki kajian yang sama antara penulis tesis dengan reviewer yaitu mengenai pendidikan pembebasan. Kajian pendidikan pembebasan khususnya terhadap pemikiran Paulo Freire telah reviewer lakukan ketika menyusun skripsi. Beberapa teori konsep pemikiran Paulo Freire telah reviewer kutip dan dijadikan sebagai salah satu landasan teori. Bagi reviewer, tesis ini memiliki kelemahan dan kelebihan, sehingga layak untuk dijadikan sebagai salah satu makalah critical review. 
Sistematika penyusunan makalah critical review ini terdiri dari 2 (dua) bagian: bagian pertama merupakan resume atau ringkasan isi tesis, dan bagian kedua, merupakan critical dan saran alternatif yang disajikan oleh reviewer terhadap tesis yang dipilih.
One of the unresolved legal issues in Indonesian Marriage Law which has generated more controversy over a longer period is the legal vacuum for couples of differing religions. The dilemma of uncertainty between marriage permissibility... more
One of the unresolved legal issues in Indonesian Marriage Law which has generated more controversy over a longer period is the legal vacuum for couples of differing religions. The dilemma of uncertainty between marriage permissibility across religious lines and the refusal of civil authorities have enforced interfaith couples to find a way with circumventing the marriage law. Few alternative ways have been done independently, but as it widely flourished and rapidly increased, interfaith couples have tried to seek solutions socially. Ruang (Ny)aman is one of the alternative safe-space sharing platforms for interreligious couples and families. Through social media, this organization has managed to organize a consulting event for interfaith-couple-to-be to let them prepare for their future household stability. Using an empirical approach, this study sought to analyze the usage of social media for interfaith premarital and marriage consultation and its impact on searching for legality. This study argues that social media has become a new counseling tool for interfaith couples in which they will use the platform for reference when it comes to verifying news or seeking information or opinions. The spiritual and social convictions may help interfaith couples bond through shared values and beliefs, and encourage participation in shared activities. With this strategy, support for interfaith marriage could be gained through the participation of society in an open platform as part of co-construction on interfaith matters.
Relations between religion and sustainability have been discussed and documented widely throughout multiple countries. However, few pieces of research have been done in Singapore to determine the involvement of minority Muslim Singapore... more
Relations between religion and sustainability have been discussed and documented widely throughout multiple countries. However, few pieces of research have been done in Singapore to determine the involvement of minority Muslim Singapore regarding earth conservation. By applying the descriptive qualitative procedure, the study tended to deal with this gap in two different ways: firstly, to portray an outline of Singaporean environmental perspectives and behaviours in general; and secondly, to identify the possibility of Muslims Singapore on contributing in earth conservation. The paper attempts to explain the attitudes and practices of the Muslim society in Singapore regarding environmental issues.
This study was conducted to reaffirm a general statement that declared the UIN as a smelting place. The intellectual-melting-pot was identified since the university was constructed with different academic traditions: derived from the... more
This study was conducted to reaffirm a general statement that declared the UIN as a smelting place. The intellectual-melting-pot was identified since the university was constructed with different academic traditions: derived from the pesantren tradition, originated from the Middle Eastern universities, and developed with the Western tradition. Hence, the article seeks to explore how lecturers deal with differences. This study found that lecturers’ collaboration can be identified with three indicators. The use of divergent approaches toward the study of Islam becomes the first indicator of lecturers’ collaboration in terms of developing the epistemological of knowledge. This continues to the idea of integrating the Islamic religious sciences and the ‘secular’ or general sciences by implementing it to the structure of the curriculum. The second indicator was related to the lecturers’ effort to reconstruct the academic culture which can be seen from the changing strategy of school policies. While building a moderate culture with inclusiveness in the university becomes the third indicator to support lecturers’ collaboration praxis.
Islamia Primary School dikenal sebagai sekolah Islam full-time pertama di Inggris yang kemudian baru mendapat pengakuan dari pemerintah setelah perjuangan selama 15 tahun berdiri. Pendirinya adalah Yusuf Islam atau Cats Steven, seorang... more
Islamia Primary School dikenal sebagai sekolah Islam full-time pertama di Inggris yang kemudian baru mendapat pengakuan dari pemerintah setelah perjuangan selama 15 tahun berdiri. Pendirinya adalah Yusuf Islam atau Cats Steven, seorang musisi dan penyanyi tahun 1960an yang mengumpulkan dananya sendiri untuk mendirikan sekolah Islam pertama di Inggris setelah kelahiran anak pertamanya. Pada awalnya sekolah ini hanya untuk pendidikan anak usia dini (PAUD), kemudian berkembang dengan bertambahnya lembaga taman kanak-kanak (TK), dan Sekolah Dasar (SD). Pada perkembangan selanjutnya sekolah ini menambah institusi pendidikannya dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) khusus putri. Di bawah kepemimpinan Zahida Shaheem dan kawan-kawan, sekolah dasar ini kini volunteer-aided school dan berupaya mengembangkan pendidikan sehebat mungkin dengan tujuan terjaganya dan terciptanya generasi yang bisa memberikan kontribusi positif bagi masyarakat kelak.