Ronald, Dokter Kandungan
Ronald, Dokter Kandungan
Ronald, Dokter Kandungan
Begitulah, pada hari Minggu, 25 Nopember malam aku bersama suami telah
berada di restoran Novotel Yogyakarta yang terkenal itu.
Aku perhatikan semua kursi dipenuhi pengunjung. Secara ala kadarnya aku
diperkenalkan dengan teman-teman suamiku yang juga datang bersama istri
mereka. Dalam kerumunan meja besar untuk rombongan suamiku ini kami
nampaknya merupakan pasangan yang paling muda dalam usia.
Dan tentu saja aku menjadi perempuan yang termuda dan nampaknya juga
paling cantik. Sementara ibu-ibu yang lain rata-rata sudah nampak ber-cucu
atau buyut barangkali. Dan akhirnya aku tidak bisa begitu akrab dengan para
istri-istri yang rata-rata nenek-nenek itu. Mungkin duniaku bukan lagi dunia
mereka. Cara pandang dan sikap kehidupanku sudah jauh beda dari masa
mereka.
Karena paling muda suamiku kebagian kamar yang paling tinggi di lantai 5,
sementara teman-temannya kebanyakan berada di lantai 2 atau 3. Bagiku tak
ada masalah, bahkan dari kamarku ini aku bisa lebih leluasa melihat
Yogyakarta di waktu malam yang gebyar-gebyar penuh lampu warna-warni.
Malam itu kami serasa berbulan madu yang kedua. Kami bercumbu hingga
separoh malam sebelum tidur nyenyak hingga saat subuh datang.
Pagi harinya kami sempat sedikit jalan-jalan di taman hotel yang cukup luas
itu untuk menghirup udara pagi sebelum kami sarapan bersama.
Jadwal penataran suamiku sangat ketat, maklum disamping setiap session
selalu diisi oleh pembicara tamu atau ahli dari Jakarta, juga dihadiri oleh
pejabat penting dari berbagai tingkatan dan wilayah setanah air.
Setiap pagi suamiku harus sudah berada di tempat seminar di lantai 2 pada
jam 7 pagi. Apalagi sebagai anggota rombongan yang termuda dia seperti
kena pelonco, segala hal yang timbul selalu larinya ke dia. Untung suamiku
bertype "positive thinking" dan selalu penuh semangat dalam melaksanakan
semua tugasnya.
Sesaat setelah suamiku memasuki ruang penataran aku sempatkan jalanjalan di seputar hotel kemudian mencari book store untuk membeli koran
pagi. Sesudah duduk sebentar di lobby aku balik ke kamar untuk mencoba
telpon ke rumah sekedar 'check rechek' kegiatan pelayanku di rumah.
Kemudian duduk santai membaca koran di balkon kamarku yang
berpanorama atap-atap kampung Yogyakarta sambil minum coklat instant
yang tersedia di setiap kamar Novotel ini.
"Selamat pagi"
Yang spontan aku jawab selamat pagi pula sambil membuka sedikit pintuku.
Kulihat lelaki dari kamar depanku itu dan begitu cepat menyisipkan
tangannya ke celah pintu dan meraih daunnya, kemudian dengan sangat
sigap pula masuk menelusup ke kamar sebelum aku menyadari dan
mempersilahkannya.
Hal yang sungguh sangat tidak mengenakkan aku. Aku tidak terbiasa berada
dalam sebuah ruangan tertutup dengan lelaki lain yang bukan suamiku.
Tetapi peristiwa itu rasanya berlangsung demikian cepat.
Bahkan kemudian lelaki itu merapatkan dan langsung mengunci pintuku
hingga kini benar-benar aku bersamanya dalam kamar tertutup dan terkunci
ini. Ini adalah sebuah kekeliruan yang besar. Aku langsung marah dan
berusaha menolaknya keluar dengan meraih kunci di pintu. Tetapi kembali
dia lebih sigap dari aku.
"Tenang, zus, jangan takut. Aku nggak akan menyakiti zus, kok. Aku cuma
sangat kagum dengan kecantikan yang zus miliki. Benar-benar macam
kecantikan yang lahiriah maupun kecantikkan dari dalam batin. Inner beauty.
Khayalanku menjadi melambung jauh setiap melihat zus. Sejak semalam di
meja makan saat makan malam, kebetulan aku berada di samping meja
makan rombongan suami zus, aku lihat tangan-tangan lentik zus. Aku
pastikan zus sangat cantik. Dan pagi tadi saat zus jalan-jalan di taman
bersama suami dan kemudian juga jalan-jalan di sekitar lobby kembali aku
sangat mengagumi penampilan zus. Aku sangat terpesona dan tak mampu
menahan diriku. Aku kepingin sekali tidur bersama zus, pagi ini".
Orang itu memandangkan matanya tajam ke mataku. Omongan orang itu
benar-benar biadab, tak punya malu. Apalagi rasa hormat. Dia seakan begitu
yakin pasti menang atasku.
Edan! Kok ada orang edan macam ini. Omongan panjangnya kurasakan
sangat merendahkan diriku, kurang ajar, mengerikan dan menakutkan.
Limbung dan ketakutan yang amat sangat langsung melanda sanubariku.
Bulu kudukku merinding. Aku sepertinya jatuh dari ketinggian tanpa tahu
akhirnya.Rasa sesak nafasku demikian menekan emosiku.Aku merasa begitu
sangat lemah, terbatas dan tak punya pilihan.
Jangan harap kebaikan dari lelaki biadab ini. Dia jelas tidak menyadari dan
paham betapa aku mengagungkan nilai-nilai hidup ini. Dia tidak tahu betapa
Hampir tak pernah dengar ada suami yang melapor istrinya diperkosa orang.
Yang ada hanyalah seorang suami yang menceraikan istrinya tanpa alasan
yang jelas. Disinilah bentuk tekanan lelaki biadab ini padaku.
Sementara itu tindakan brutalnya terus dilakukannya.
Dia robek blusku dengan kekerasannya untuk menelanjangi dadaku.
Dia hentakkan kutangku hingga lepas dan dilemparkannya ke lantai.
Kemudian dengan seringainya dia menelusurkan mukanya. Dia benamkan
wajahnya ke ketiakku. Dia menciumi, mengecup dan menjilati lembahlembah ketiakku. Dari sebelah kanan kemudian pindah ke kiri.
Yang kurasakan hanyalah perasaan risih yang tak terhingga.
Suatu perasaan yang terjadi karena tiba-tiba ada sesuatu, entah setan,
binatang atau orang telah merangseki tubuhku ini.
Tangan-tangannya menjamah dan menelusup kemudian mengelusi
pinggulku, punggungku, dadaku. Tangannya juga meremas-remas susuku.
Dengan jari-jarinya dia memilin puting-puting susuku.
Disini dia melakukannya mulai dengan sangat pelan.
Ah.. Bukan pelan, tt.. tetapi.. lembut. Dd.. dan.. dan demikian penuh
perasaan.
Kurang ajaarr..! D.. dd.. dia pikir bisa menundukkan aku dengan caranya
yang demikian itu. Aku terus berontak dalam geliat..
Tetapi aku bagai kijang yang telah lumpuh dalam terkaman predatornya.
Aku telah rebah ke tanah dan cakar-cakar predatorku telah menghunjam di
urat leherku. Kini aku hanyalah seonggok daging konsumsi predatorku.
Aku sesenggukan melampiaskan tangisku dalam sepi. Tak ada suara dari
mulutku yang tersumpal. Yang ada hanya air mataku yang meleleh deras.
Aku memandang ke-langit-langit kamar Novotel. Aku demikian sakit atas
ketidak adilan yang sedang kulakoni. Kini lelaki itu melihati aku. Aku
menghindarkan tatapan matanya. Dia menciumi pipiku dan menjilat air
mataku,
"Duhh, sayangkuu.. kamu cantik banget, siihh.. "
Orang ini benar-benar kasmaran padaku.
Dia juga menciumi tepian bibirku yang tersumpal. Kini kengerian dari
kebiadaban berikutnya datang menyusul. Tangannya sigap menyibakkan
gaun penutup wilayah rahasiaku.Tangan lainnya mencapai pahaku dan mulai
meraba-raba kulitku yang sangat halus karena tak pernah kulewatkan
merawatnya. Lelaki ini tahu kehalusan kulitku. Dia merabanya dengan pelan
dan mengelusinya semakin lembut.
Ucchh.. Betapa aku dilanda perasaan malu yang amat sangat.
Aku yang tak pernah menunjukkan auratku selama ini, tiba-tiba ada seorang
lelaki asing yang demikian saja merabaiku dan menyingkap segala
kerahasiaanku.
Kemudian dia kembali melanjutkan kebiadabannya, dia merenggut dan
merobek gaunku. Dia tarik dari haribaan tubuhku. Dia campakkan ke lantai
sebagaimana kutangku tadi. Dan kini aku hanyalah perempuan yang hina
dengan setengah telanjang dan siap dalam perangkap lumatannya.
Aku merasakan sepertinya dia telah merobeki jiwaku dan mencampakannya
ke lantai kehinaan perempuan.
Aku merasakan betisku, pahaku kemudian gumpalan bokongku dirambati
tangan-tangannya. Berontakku sekali lagi hanyalah kesia-siaan.
Dia menindih berat dengan dadanya. Wajahnya mendekat hingga kurasakan
nafasnya yang meniupkan angin ke selangkanganku.
Lelaki itu mulai menenggelamkan wajahnya ke selangkanganku.
Bukan main. Belum pernah ada seorangpun berbuat macam ini padaku.
Juga tidak begini suamiku selama ini.
Edan. Edaann..!!
Aku tak kuasa menolak semua ini. Segala berontakku kandas. Kemudian aku
merasakan lidahnya menyapu pori-pori selangkanganku.
Edaann..!!
Lidah itu sangat pelan menyapu dan sangat lembut. Sesaat sepertinya aku
berada di persimpangan jalan.
Di depan mataku ada 2 potret.Aku membayangkan suamiku dan sekaligus
lelaki ini.
Salahkah aku?
Dosakah aku?
Siapa yang salah?
Kenapa aku ditinggal sendirian di kamar ini?
Kenapa mesti ada lelaki ini?
Aku berpusing. Duniaku seakan-akan berputar dan aku tergiring pada tepian
samudra yang sangat mungkin akan menelan dan menenggelamkan aku. Aku
mungkin sedang terseret dalam sebuah arus yang sangat tak mampu
kulawan. Aku merasakan lidah-lidah lelaki ini seakan menjadi seribu lidah.
Seribu lidah lelaki ini menjalari semua bagian-bagian rahasiaku.
Seribu lidah lelaki inilah yang menyeretku ke tepian samudra kemudian
menyeret aku untuk tertelan dan tenggelam.
Ammpuunn..
aku eksis secara murni menjadi diriku. Mungkin semacam ini alamiahku,
yang adalah mahkluk untuk dipenuhi keinginan nafsu dan birahi yang
demikian bebas tanpa kendali. Bahkan aku merasa ini adalah hak. Hak-ku.
Aku merasa ber-hak untuk mendapatkannya.
Dan ke-tak terhingga-an serta ke-tak terbatas-an itu merayap menuju
puncaknya ketika aku diterpa rasa dingin menggigil serta gemetar seluruh
tubuhku yang disebabkan bibir lelaki itu merambah turun meluncur
melewati perutku dan langsung menghunjam terperosok ke-kemaluanku.
Aku tak mampu mengendalikan diriku lagi. Aku bergoncang-goncang
mengangkati pantatku untuk mendorong dan menjemputi bibirnya karena
kegatalan yang amat sangat pada kemaluanku. Dengan serta merta pula aku
berusaha menjilati buah dadaku sendiri menahan gelinjang nikmat yang
melanda nafsu birahiku. Dan kurasakan betapa kecupan, gigitan dan ruyak
lidah lelaki ini membuat gigil dan gemetarku melempar aku ke lupa diri.
Akhirnya karena tak mampu aku menahannya lagi aku merintih.
"Hauss, mmaass.. Aku hauss.."
Rintihan itu membuat lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajahku hingga
bisa kuraih bibirnya. Aku rakus menyedotinya. Kehausanku yang tak bisa
kubendung membuat aku ingin melumati mulutnya. Aku berpagut dengan
pemerkosaku. Aku melumat mulutnya sebagaimana sering aku melumati
mulut suamiku saat aku sudah sangat di puncak birahiku. Aku benar-benar
dikejar badai birahiku. Aku benar-benar gelisah gelombang syahwatku.
Biasanya kalau sudah begini suamiku langsung tahu. Dia akan menusukkan
penisnya ke vaginaku untuk menutup kegairahanku. Dia akan menjejalkan
kontolnya dan memekku pasti cepat menjemputnya.
Dan kini aku benar-benar menunggu lelaki itu memasukkan kontolnya ke
kemaluanku pula. Aku sebenar-benarnya berharap karena sudah tidak tahan
merasakan badai birahiku yang demikian melanda seluruh organ-organ peka
birahi di tubuhku. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang sama sekali diluar
dugaanku. Aku sama sekali tak menduga, karena memang aku tak pernah
punya dugaan sebelumnya. Kemaluan lelaki ini demikian gedenya.
Rasanya ingin tanganku meraihnya, namun belum lepas dari ikatan dasi di
backdrop ranjang ini. Yang akhirnya kulakukan adalah sedikit mengangkat
kepalaku dan berusaha melihati kemaluan itu.
Ampuunn.. Sungguh mengerikan. Rasanya ada pisang tanduk gede dan
panjang yang sedang dipaksakan untuk menembusi memekku.
Demikian membuat aku seakan di atas rakit yang sedang hanyut dalam
sungai dalam yang sangat anteng. Aku bahkan tertidur barang 5 menit.
Aku bangun karena dering telpon. Itu pasti suamiku. Aku langsung cemas.
Lelaki itu tak lagi berada di sampingku. Aku coba tengok ke kamar mandi
sebelum menjawab telepon. Tak juga kutemui. Ternyata itu telepon dari
kamar di depanku, telepon dari lelaki itu.
"Zus, cepat mandi,15 menit lagi suamimu kembali ke kamar, saatnya mereka
istirahat".
Ah,bijak juga dia.Aku rapikan ranjang dan sepreinya,kemudian cepat mandi.
Siang itu aku usul pada suamiku untuk makan di kamar saja, badanku agak
nggak enak, kataku. Memang badanku agak lemes sejak aku mendapatkan
orgasmeku yang bukan main dahsyatnya tadi.
Dan aku merasakan ada kelegaan sedikit, tak ada nampak bekas-bekas ulah
lelaki itu pada bagian-bagian peka tubuhku.Saat ketemu di siang itu suamiku
nampak menunjukkan sedikit prihatin padaku. Dia tahu aku dilanda rasa
bosan menunggu. Dia sarankan aku jalan-jalan ke Molioboro atau tempat
lainnya yang tak begitu jauh dari hotel. Aku mengangguk setuju.
Ah.. Akhirnya aku dapat ide.
Menjelang jam 1 siang suamiku kembali ke ruang penataran di lantai 2, dan
jam 1 lebih 5 menit lelaki itu kembali menelponku, aku nggak menjawab
langsung kututup. Aku kembali merasa ketakutan pada apa yang aku pahami
selama ini. Aku tak akan melanggarnya lagi. Yang sudah, ya, sudah.
Masak aku mesti sengaja mengulangi kesalahanku lagi.
Tetapi tiba-tiba ada ketukan di pintu. Aku curiga, lelaki itu datang lagi.
Dan aku nggak tahu, kenapa aku ingin tahu. Aku ingin tahu siapa yang
mengetuk itu, walaupun aku sudah hampir pastikan dia sang lelaki yang tak
kukenal itu.
Kuintip dari lubang lensa kecil di pintu.
Dan benar, dia lagi. Dari dalam aku teriak kasar, mau apa kamu, yang dia
sahuti dengan halus.
"Sebentar saja zus, aku mau bicara. Sebentar saja, zus, ayo dong, bukain
pintu", pintanya.
Aku jadi ingat akan gelinjang nikmat yang aku terima darinya. Aku juga
ingat betapa kontolnya tak pernah kurasakan nikmat macam itu. Aku juga
ingat betapa lidahnya yang menyelusuri gatal bukit dadaku. Dan aku ingat
pula betapa gigitan kecilnya pada pentilku demikian merangsang dan
menggetarkan seluruh tubuhku.
Kini aku lihat kembali bibir edan itu dari lubang pintu ini.
Dan saat orgasme itu akhirnya benar-benar hadir, aku kembali berteriak
histeris mengiringi naik turunnya pantatku yang demikian cepat.
Kontol yang keluar masuk pada lubang kemaluanku nampak seperti pompa
hidrolik pada mesin lokomotif yang pernah aku lihat di stasiun Gambir.
Lelaki itu juga membantu cepatnya keluar masuk kontolnya.
Aku kembali rubuh. Sementara dia, lelaki yang belum memuasi dirinya itu
menyeretku ke tepian kasur dan meneruskan pompaannya hingga menyusul
mencapai titik klimaksnya. Dia cengkeram pahaku dan kurasakan kedutankedutan kontolnya menyemprotkan cairan kental panas pada kemaluanku
kembali.
Saat jeda, dia menceritakan siapa dirinya. Dia adalah seorang dokter
kandungan. Dia sangat tahu seluk beluk persenggamaan. Dia tahu gaya-gaya
dalam meraih nikmat sanggama. Dia tahu titik-titk peka pada tubuh
perempuam. Dia tahu mana yang baik dan buruk.Dia puji aku setengah mati,
betapa otot-otot kemaluanku demikian kencang mencengkeram kontolnya.
Namanya Dr. Ronald, 52 tahun, asli Malang. Dia buka praktek di beberapa
kota. Minggu terakhir di setiap bulan dia berada di Yogya untuk melayani
pasien di beberapa rumah sakit di Yogya. Dia memang tidak ada giliran ke
kotaku.
Aku boleh panggil Ron saja atau Ronad. Aku pikir dia adalah lelaki yang
luar biasa. Dan aku lega saat dia mengenalkan dirinya. Aku lega karena dia
termasuk orang terpelajar dan punya identitas. Dia tidak liar. Dan dia bilang
bertanggung jawab apabila ada hal yang nggak benar padaku karena
bersanggama dengannya. Dia memberikan aku kartu nama. Aku terima dan
tak kuatir pada suamiku, karena dia dokter kandungan, yang mungkin saja
aku dapatkan dari referensi teman-temanku.
Sore itu dia memberikan aku sekali lagi orgasme.
Huh.. sungguh melelahkan dan sekaligus sangat memuaskan aku.
Dan yang paling mengesankan bagiku, siang hari ini dalam 3 kali sanggama
aku meraih 6 kali orgasme.
Aku nggak tahu lagi, bagaimana aku harus bersikap padanya.
Saat suamiku pulang, kamarku sudah kembali rapi, seakan tak ada yang
terjadi. Aku sudah mandi dan dandan agar tidak menampakkan kelelahanku.
Dan malam itu aku bersama suamiku kembali makan malam bersama.
Di pojok ruang makan kulihat meja dengan 4 kursi yang hanya diduduki
seorang, dr. Ronad. Dia nampak tidak berusaha memandang aku.
Dia menyibukkan dirinya dengan bacaan dan tulis menulis. Sungguh suatu
kamuflase yang hebat.
"Sekarang gantian sayang, biar aku yang numpakin kamu, yaa.." suara
gemetar Ronad nampak menahan birahinya.
Aku dibalikannya dengan tetap mempertahankan lengkungan tubuhku
hingga jadi nungging dengan kepalaku bertumpu pada kasur.
Sesudah sedikit dia betulkan posisiku dan kembali lebih singkapkan busana
rapetku, dengan setengah berdiri dia mengangkangin aku mulai dari arah
pantatku. Kontolnya dia tusukkan ke memekku.
Duh, duh, duh..
Apa lagi ini. Kenapa gatalku langsung dengan cepat melanda memekku. Aku
membayangkan bibir kemaluanku pasti dengan haus menunggu kepala
kontol gede itu. Dan aku merasakan saat ujungnya mendorong aku hingga
akhirnya amblas menghunjam ke dalamnya. Dalam hatiku aku berfikir, kok
macam anjing kawin, ya. Kemudian Ronad mulai kembali memompa.
Huuhh.. Jangan lagi tanya betapa nikmatnya.
Aku seperti diombang-ambingkan gelombang Lautan Teduh.Setiap tusukkan
aku sambut dengan cengkeraman memekku, dan akibatnya saraf-saraf
pekaku merangsang gelinjang nikmat birahiku. Dan saat kontolnya dia tarik
keluar, dinding kemaluanku menahan sesak hingga kembali saraf-saraf
pekaku melempar gelinjang nikmat birahi.
Keluar, masuk, keluar, masuk, keluar, masuk..
Aku semakin nggak lagi mampu menahan kegelianku.
Tangan-tanganku meremasi tepi-tepi kasur untuk menahan deraan geli-geli
nikmat itu. Aku membiarkan air liurku meleleh saat aku terus menjerit kecil
dan mendesah-desah. Mataku tak lagi nampak hitamnya.
Aku lebur melayang dalam nikmatnya kontol yang keluar masuk menembusi
memekku ini.
Dan saat tusukkannya makin cepat menggebu, aku tahu, dia akan meraih
orgasmenya mendahului orgasmeku. Kubiarkan. Bahkan kudorong dengan
desahan dan rintihanku yang disebabkan rasa pedih dan panasnya gesekkan
cepat batang kontolnya yang sesak menembusi kemaluanku ini.
Akhirnya dia menumpahkan berliter-liter spermanya ke memekku.
Bunyi, plok, plok, plok bijih pelernya yang memukuli kemaluanku tidak
kunjung henti.Dia tahu aku belum orgasme.Dia tetap mempertahankan irama
tusukkan karena tahu aku demikian menikmati gaya anjing ini.
Limpahan cairan yang membecek pada kemaluanku tidak mengurangi
nikmatnya tusukkan. Bahkan licinnya batang keluar masuk ini merangsang
gelinjangku dengan sangat hebatnya. Aku meliuk dan menaik turunkan
pantatku.
"Maaf, zus, aku jadi kasar, aku nggak mampu menahan nafsuku.. Aku sangat
ingin menyaksikan zus yang cantiknya dari ujung kepala hingga ujung kaki
menelani air maniku. Maafin saya, ya, zus. Sayang..",
Aku melihati matanya dan mengangguk kecil.
Sesungguhnyalah aku tak begitu kecewa. Bahkan aku merasakan, betapa air
mani itu juga sangat nikmat rasanya. Rasanya mengingatkan pada kelapa
muda yang sangat muda. Kukatakan padanya apa yang kurasakan.
"Yaa.. memang, air mani itu, khan, hormon, bersih dan sehat. Air mani itu
protein juga", katanya.
Aku percaya akan pengetahuan dokternya.
Aku bisa ketagihan, nih. Mungkinkah aku minum sperma suamiku?
Ah, jangan, nanti dia malahan curiga, dari mana aku belajar macam ini?!
Bercumbu di kamar Ronad memberikan rasa lebih aman dan tenang bagiku.
Aku nggak merasa diburu waktu atau khawatir sewaktu-waktu suamiku
muncul di pintu.
Sampai jam 11.40 kami terus menerus saling mencumbu.
Pada akhir percumbuan tadi Ronad menunjukkan padaku bagaimana
tampilan kontolnya saat ejakulasi. Menjelang muncrat sesudah gencar
memompa kemaluanku dia cabut kontolnya. Dengan mengarahkan ujungnya
ke mukaku dia kocok dengan tangannya kontolnya.
Aku perhatikan bagaimana kontol itu semakin membengkak dan sangat
mengkilat-kilat kepalanya.
Aku menyiapkan wajahku untuk menerima terpaan semprotan air maninya.
Kusaksikan bagaimana batang itu menganguk-angguk setiap semprotan itu
muncrat keluar. Dan aku rasakan sangat sensasional saat dia muntahkan air
maninya menyemproti mukaku, rambutku, kaca mataku dan membasahi
bagian tubuhku lainnya.
Aku kembali ke kamarku dan mandi untuk menunggu suamiku dari
penatarannya. Aku panggil pelayan hotel untuk mencuci semua pakaianku
yang bekas aku pakai bersama Ronad. Siang itu suamiku kembali mengajak
aku makan di restoran. Suamiku memberi tahu bahwa besok merupakan hari
terakhir penataran yang akan selesai dan ditutup pada siang hari.
Suamiku bilang akan langsung pulang untuk mengejar sore harinya sudah
sampai di rumah. Rencana hari ini penataran akan berhenti jam 3 sore.
Rombongan suamiku telah menyiapkan bus AC untuk bersama-sama melihat
Keraton Yogya. Kemungkinan rombongan yang didalamnya ada Pak
Gubernur Jawa Tengah akan disambut langsung oleh Sultan Yogya.
"Jangan.. jangan Ronad.. ampuni akuu.. Jangan borgol aku.. Ampuni aku
Ronad..", aku menghiba dalam histeris.
Kini benar-benar aku seperti hewan yang dilumpuhkan yang siap menunggu
penyembelihan. Akankan aku jadi hewan korban kebiadaban Ronad?
"Sayang,jangan takut.. Aku nggak akan sakiti kamu..Kamu akan aku berikan
kenikmatan yang tak akan pernah kamu lupakan.."
Aku masih menangis minta belas kasihannya..
Kini dia mendekat ke tubuhku. Dia gulingkan setengah miring pantatku.
Dia angkat kakiku hingga melipat ke arah dadaku. Dan kembali pantatku
menjadi terpampang. Kemudian dengan merapat dari arah punggungku,
Ronald memeluk tubuhku. Kemudian kembali kurasakan kontolnya merapat
ke arah pantatku. Dia akan terus melakukan sodomi padaku. Apa dayaku.
Aku yang kini terangket, tak lagi mampu melawan dengan cara apapun.
Saat dia tusuk-tusukkan kontolnya ke lubang pantatku aku mulai merasakan
betapa pedih dan sakitnya. Aku rasakan seakan berjuta saraf-saraf peka di
lubang analku sepertinya hancur oleh tempaan ujung kontolnya yang
demikian keras itu. Aku menangis kesakitan dan penuh iba.
Ronald tahu, karena dia adalah dokter. Dia hentikan tusukkannya. Dia ambil
ludahnya dan dioleskan ke lubang duburku. Beberapa kali dia lakukan
sebelum kemaluannya kembali untuk berusaha menembusinya lagi.
Saat aku kembali berteriak sakit, dia membisikkan ketelingaku.
"Kamu mesti santai, kendorkan saraf-sarafmu, jangan tegang, jangan
khawatir. Kamu percaya padaku, khan?".
Duh, suara Ronald langsung membiusku. Aku percaya padanya.
Dan sesungguhnyalah aku sangat berhasrat padanya. Akupun berusaha untuk
lebih tenang. Toh aku nggak bisa berbuat lain. Tangan-tanganku terborgol
dan Ronald telah demikian melumpuhkan aku.
Kemudian aku merasakan seperti ada pemukul soft ball yang memaksakan
menembusi anusku. Aku yakin pantatku mulai terluka, mungkin berdarah.
Beberapa kali aku rasakan Ronad mengulangi melumasi lubangku dengan
ludahnya.
Akhirnya setelah beberapa kali dan sedikit demi sedikit menyodok masuk,
kontol Ronald berhasil tembus tertanam dalam lubang taiku.
Aku mungkin kelenger. Aku tak mampu lagi merasakan sakit atau tidak sakit
lagi. Aku lunglai dalam rasa panas dan pedas yang amat sangat.
Aku tak mampu lagi berontak atau melawan.Aku benar-benar jadi pesakitan.
Aku adalah korban keganasan Ronald.