SNI Pati Sagu PDF
SNI Pati Sagu PDF
SNI Pati Sagu PDF
Joni Munarso)
Abstrak
Sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu sumber karbohidrat bagi sebagian masyarakat di beberapa bagian
negara di dunia. Pati sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industri pangan dan non pangan. Di
Indonesia, pati sagu telah menjadi bahan pangan utama bagi sebagian masyarakat di kawasan timur Indonesia
(KTI). Potensi pati sagu yang sedemikian besar belum diimbangi dengan tersedianya standar yang cukup
memadai. Standar mutu pati sagu yang tercantum dalam SNI 01-3729-1995 belum mensyaratkan nilai derajat
putih dan tingkat kekentalan (viskositas) pasta pati sagu, begitu pula standar ukuran partikel pati sagu masih
kurang halus (min. 95% partikel lolos ayakan 100 mesh) sementara Standar Malaysia mensyaratkan lebih tinggi
yaitu min. 99% partikel lolos ayakan 125 atau 100 mesh dan standar yang berlaku dalam perdagangan
internasional mensyaratkan lebih tinggi lagi yaitu >95% partikel lolos ayakan 200 mesh. Hal yang perlu dilakukan
saat ini adalah melengkapi standar tersebut sehingga kualitas pati sagu Indonesia dapat unggul dan
diperhitungkan di pasar dunia. Pencantuman nilai warna, PH, kadar protein dan tingkat kekentalan sebagai atribut
mutu di dalam SNI pati sagu memerlukan penelitian selanjutnya yang lebih komprehensif.
Kata kunci: pati sagu, standar, mutu
Abstract
Sago (Metroxylon sp.) was one among several sources of carbohydrates for a part of people in several countries
around the world. In Indonesia, sago starch has become staple food for people in Eastern areas of Indonesia like
Papua, Maluku, North Sulawesi, Centre Sulawesi, South East Sulawesi and Mentawai in West Sumatera. Sago
starch has also extended used as foodstuff and food substituted in foods and non foods industries. These big
potency of sago starch has not equalled by enough standard availability yet. Standard quality of sago starch
which required on SNI 01-3729-1995 has not listed whiteness degree and viscosity level of sago starch paste yet,
and also standard for particle size is still lack of smooth (min. 95% through 100 mm mesh sieve), whereas
Malaysian standard has min. 99% through 125 or 100 mm mesh sieve. These standards are still below
international standard which required by global market (>95% through 200 mm mesh sieve). Improving
Indonesian standard for sago starch advised in order to meet with International Standard. In order to improve
Indonesian standard of sago starch, listing values of color, PH, protein content and pasting viscosity as quality
atribute on SNI of sago starch needs others more comprehensive researchs.
Keywords: sago starch, standard, quality
91
Jurnal Standardisasi Vol. 7 No. 3, November 2005: 91 - 98
92
Kajian terhadap SNI Mutu Pati Sagu (Widaningrum, Endang Yuli. P., S. Joni Munarso)
Tingkat kehalusan merupakan sifat fisik memungkinkan partikel-partikel di luar pati sagu
yang dianggap dapat meningkatkan nilai pati. juga lolos bersamanya. Berdasarkan atribut
Ukuran granula pati sagu bervariasi antara 15-50 tingkat kehalusan pati tampak bahwa standar
µm (Satin, 2004). Penetapan atribut mutu mutu pati sagu sebagaimana ditetapkan dalam
dengan mencantumkan tingkat kehalusan SNI 01-3729-1995 relatif lebih longgar dibanding
(dinyatakan dengan ayakan 100 mesh) memang standar yang dikeluarkan oleh pemerintah
sudah dapat meloloskan granula pati sagu. Malaysia maupun standar perdagangan umum.
Namun dengan ayakan 100 mesh juga Ditinjau dari atribut cemaran logam, tampak
93
Jurnal Standardisasi Vol. 7 No. 3, November 2005: 91 - 98
bahwa persyaratan yang ditetapkan dalam SNI mengherankan apabila volume ekspor pati sagu
relatif sebanding dengan standar pati sagu yang Indonesia ke mancanegara masih sedikit (ekspor
diterapkan oleh Malaysia. Standar pati sagu di pati sagu Indonesia pada tahun 2004 baru
Malaysia bahkan juga tidak mencantumkan mencapai 383,759 kg dengan nilai US$ 101,457
cemaran mikroba seperti halnya SNI atau (BPS, 2004). Padahal jika sagu yang melimpah
standar lainnya. Hasil kajian menunjukkan dapat memenuhi standar perdagangan yang
bahwa persyaratan untuk E. Coli (Coliform), berlaku secara internasional, tentu peluang
kapang dan khamir yang dituntut oleh menjadi pemasok pati sagu untuk industri
perdagangan pati sagu internasional untuk pangan dunia sangat terbuka lebar. Oleh karena
tujuan pangan lebih ketat dibanding persyaratan itu peninjauan kembali SNI pati sagu perlu
serupa yang ditetapkan oleh SNI. dipertimbangkan. Meskipun demikian, apabila
Berdasarkan hasil kajian diatas terlihat ada kita kaji lebih dalam, standar pati sagu yang
kesenjangan antara standar yang dikaji. Pada dikeluarkan pemerintah Malaysia yang hanya
kasus SNI, implikasinya adalah apabila kualitas mencantumkan 7 atribut mutu tampak lebih low
pati sagu produksi dalam negeri pun telah cost dibanding SNI, dimana analisis cemaran
memenuhi SNI, namun belum tentu memenuhi mikroba dan logam berat yang dipersyaratkan
standar perdagangan yang berlaku secara dalam SNI membutuhkan biaya yang tidak
internasional (Tabel 3). Dengan kata lain pati murah. Dalam hal ini standar pati sagu Malaysia
produksi dalam negeri kurang mampu bersaing mungkin lebih efektif dalam hal biaya.
di pasar dunia. Oleh karena itu tidak
3.2. Kualitas Contoh Pati Sagu mutu pati sagu yang dihasilkan oleh produsen
pati sagu di Riau dicantumkan dalam Tabel 5.
Meskipun potensi pati sagu di Indonesia cukup Purwani et al., (2004) melaporkan deskripsi
besar, tetapi studi terhadap keragaman kualitas contoh pati sagu yang diperoleh dari Sukabumi
pati sagu masih terbatas, Haryanto (1988) (Tabel 6).
melaporkan mutu pati sagu yang diperoleh dari
Bogor, Riau dan Serawak (Tabel 4). Deskripsi
94
Kajian terhadap SNI Mutu Pati Sagu (Widaningrum, Endang Yuli. P., S. Joni Munarso)
Tabel 4 Keragaman Mutu Pati Sagu yang diperoleh dari Bogor, Riau dan Serawak
Asal Pati
No. Kriteria
Bogor Riau Serawak
1. Kadar Air (%) 22,0 21,5 11,65
Kadar Abu (%)
2. 0,35 0,32 0,18
95
Jurnal Standardisasi Vol. 7 No. 3, November 2005: 91 - 98
Berdasarkan data pada Tabel 5 dan Tabel Sebagian besar jenis sagu tersebut berasal dari
6 di atas, tampak bahwa persyaratan kadar air wilayah Papua dan potensi produksinya cukup
umumnya belum dapat memenuhi persyaratan besar (Limbongan, 2003).
yang ditetapkan. Demikian pula dengan Sebagai saran, untuk lebih mengefektifkan
kehalusan contoh pati belum dicantumkan biaya analisis, jumlah atribut mutu dalam SNI
menggunakan ayakan berapa mesh (Tabel 5). pati sagu mungkin perlu diringkas. Misalnya, nilai
cemaran logam dapat digabung menjadi satu
saja misalnya menjadi atribut mutu logam berat
3.3. Nilai Derajat Putih, Warna, PH, Kadar yang nilainya lebih umum, atau dapatkah nilai
Protein dan Viskositas Pasta Pati Sagu SO2 digabung menjadi nilai derajat asam saja
Nilai derajat putih (whiteness degree) (namun hal ini harus tetap dengan
sebenarnya sudah tercantum dalam SNI namun memperhatikan kesesuaian dan kepentingan pati
dinyatakan secara kualitatif, yaitu atribut mutu sagu itu penggunaannya untuk apa). Selain itu
warna, keadaannya harus normal. Idealnya nilai pH dan kandungan protein selayaknya juga
persyaratan tersebut dapat diukur secara dicantumkan. Intinya, diupayakan agar atribut
kuantitatif dengan alat Chromameter atau mutu dapat ditambah sehingga menjadi lengkap
Whiteness Kitt. Misalnya warna harus namun dengan tetap memperhatikan efektifitas
mempunyai standar nilai L>90. Nilai 90 hanya pengujian dari segi biaya sehingga ada bagian-
merupakan saran, dengan mengacu kepada bagian yang direduksi namun dengan tidak
standar luar negeri yaitu Malaysia (Tabel 2) dan mengubah substansi yang penting untuk atribut-
standar perdagangan internasional yang berlaku atribut mutu yang seharusnya ada pada standar
(Tabel 3). Nilai tersebut dianggap masih realistis. mutu pati sagu.
Anonim (2004) melaporkan bahwa pati sagu Sifat pasta pati dipelajari dengan beberapa
yang beredar di Sukabumi umumnya memiliki instrumen seperti brabender, rheometer maupun
penampakan putih bersih. Tingkat kecerahan Rapid Visco Analyzer (RVA). Pasta pati sagu
(dinyatakan dengan nilai L, pada Chromameter) dilaporkan tidak stabil selama proses
lebih dari 90. Disamping ini secara teknis tidak pemanasan (Purwani et al., 2004 dan Ahmad et
terlalu sulit mendapatkan pati sagu berwarna al., 1999). Artinya nilai kekentalan cukup tinggi
putih. Mustari (1991) mengeluarkan petunjuk jika pati dipanaskan tetapi kekentalan tersebut
untuk mendapatkan pati sagu berwarna putih. menurun dengan cepat. Deskripsi sifat pasta pati
Namun demikian juga perlu diperhatikan bahwa sagu seperti dalam Tabel 7. Kekentalan pati
ada pati sagu yang secara genetik tidak sangat ditentukan oleh konsentrasi dan suhu
berwarna putih. Beberapa varietas sagu yang pemanasan.
patinya berwarna merah antara lain adalah
Hiyake, Kambea, Wimir, Wimor dan sebagainya.
Nilai kekentalan ini memang bervariasi penelitian karakteristik pasta pati sagu yang
untuk setiap jenis sagu, namun nilai kekentalan berasal dari beberapa daerah di Indonesia dan
secara umum dapat ditetapkan berdasarkan
96
Kajian terhadap SNI Mutu Pati Sagu (Widaningrum, Endang Yuli. P., S. Joni Munarso)
98