Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Pencampuran

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emulsi adalah suatu sistem dispers koloid dengan fase pendispersi berupa
zat cair dan fase pendispersinya juga zat cair, dimana kedua zat ini tidak dapat
bercampur sama sekali. Ada dua jenis emulsi yaitu emulsi jenis air dalam minyak
(W/O atau A/M) dan emulsi minyak dalam air (O/W ata M/A). Dalam pembuatan
emulsi dikenal istilah emulsifier atau pengemulsi. Emulsifier adalah zat yang
dapat menjaga stabilitas emulsi sehingga kedua zat cair yang akan disatukan tidak
akan terpisah lagi.

Mayonaise adalah salah satu produk pengolahan pangan yang


memanfaatkan cara pembuatan emulsi dengan menggunakan teknik pencampuran
(mixing). Mayonaise merupakan contoh dari jenis emulsi minyak dalam air (O/W)
dimana minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi. Dalam
pembuatan mayonaise, bahan yang berperan sebagai emulsifier adalah kuning
telur dan mustard.

Pada dasarnya pembuatan mayonaise adalah pencampuran minyak nabati


(dalam praktikum ini digunakan minyak biji bunga matahari) dengan air, garam,
mustard, cuka dan kuning telur sebagai pengemulsi yang akan membentuk sistem
emulsi. Emulsifier sangat dibutuhkan untuk menstabilikan emulsi yang dibentuk
setelah pengocokan, sehingga antara minyak nabati dan bahan-bahan yang lain
tidak akan terpisah. Emulsifier yang tidak baik dan tidak dalam posisi yang tepat
dengan minyak nabati menyebabkan emulsi yang didapatkan tidak stabil. Oleh
sebab itu, perlu diketahui persen yang tepat antara konsentrasi minyak nabati dan
kuning telur sebagai emulsifier agar diperoleh mayonaise yang berkualitas baik.

1.2 Tujuan

Mempelajari sifat-sifat emulsi minyak di dalam air (O/W) khususnya pada


mayonaise.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencampuran

Pencampuran atau mixing merupakan proses mencampurkan satu atau lebih


bahan dengan menambahkan satu bahan ke bahan lainnya sehingga membuat
suatu bentuk yang seragam dari beberapa konstituen baik cair-padat, padat-padat,
maupun cair-gas. Pencampuran fasa cair merupakan hal yang cukup penting
dalam berbagai proses kimia. Komponen yang jumlahnya lebih banyak disebut
fase kontinyu dan yang lebih sedikit disebut fase disperse . Tujuan pencampuran
dengan menggunakan alat pencampur adonan ( mixer ) adalah untuk memperoleh
adonan yang elastis dan menghasilkan pengembangan gluten yang diinginkan.
Alat pencampur ini terdiri dari tempat untuk menampung bahan dan as stainless
steel. As stainless steel yang bercabang tegak lurus berfungsi untuk
mencampurkan bahan baku yang berputar akibat adanya puli penggerak (Supriadi,
2003).

Batang-batang pengaduk tersebut akan memecah dan mengaduk bahan


dengan meningkatkan pengacakan dan distribusi bahan, sehingga terjadi
pencampuran. Campuran tersebut akan membentuk adonan yang kompak dan
uniform . Prinsip pencampuran bahan banyak diturunkan dari prinsip mekanika
fluida dan perpindahan bahan, karena pencampuran bahan akan ada bila terjadi
gerakan atau perpindahan bahan yang akan dicampur baik secara horizontal
ataupun vertikal. Ada dua jenis pencampuran yaitu pencampuran sebagai proses
terminal sehingga hasilnya merupakan suatu bahan jadi yang siap pakai dan
pencampuran merupakan proses pelengkap atau proses yang mempercepat proses-
proses lainnya seperti proses pemanasan, pendinginan atau reaksi kimia (Supriadi,
2003).

2.2 Mayonaise

Mayonnaise adalah emulsi semi solid oil in water yang secara tradisional
dibuat dengan mencampurkan secara hati-hati kuning telur, cuka, minyak dan
bumbu (khususnya mustard) untuk menjaga busa minyak. Selain itu, untuk
memberikan cita rasa yang pas dan disukai, seringkali ditambahkan garam, gula
atau pemanis, dan bahan-bahan pilihan lain. Emulsi terbentuk dari pencampuran
minyak secara perlahan dengan kuning telur, cuka, dan mustard. Secara
tradisional, mayonnaise adalah emulsi minyak dalam air (oil in water) yang terdiri
dari 70-80% lemak. Stabilitas mayonnaise tergantung pada jumlah minyak,
kuning telur, volume relatif fase minyak terhadap air, cara pencampuran, serta
kualitas air dan suhu (Harrison & Cunningham 1985).

Prinsip dari pembuatan mayonnaise adalah mencampurkan minyak nabati


dengan cuka, gula, garam, lada, mustard, dan kuning telur sebagai pengemulsi
yang akan membentuk sistem emulsi. Bahan pengemulsi sangat diperlukan untuk
mempertahankan stabilitas sistem emulsi setelah pencampuran, sehingga antara
minyak nabati dan bahan yang lain tidak terpisah. Pengemulsi yang tidak baik dan
tidak seimbang dapat menyebabkan emulsi yang diperoleh menjadi tidak stabil
(Jaya, dkk., 2013). Ketidakstabilan emulsi dapat diaktifkan oleh beberapa
mekanisme seperti terpisahnya emulsidan koagulasi. Untuk mempertahankan
emulsi dan mencegah perubahan fisika kimia yang tidak diinginkan dapat
ditambahkan penstabil dalam emulsi (Winarno, 2004). Sifat fisikokimia
mayonnaise yang standar FAO/WHO/CODEX, CIMSECEE dan SNI disajikan
pada Tabel 1 dan 2 berikut:
2.3 Bahan yang di gunakan

2.3.1 Minyak

Minyak nabati merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam
pembuatan mayonaise. Ada dua fungsi utama minyak, yaitu sebagai peningkat
mutu sensori terutama aroma dan mouthfeel, dan sebagai sumber lemak yang
berkontribusi terhadap energy. Untuk memperoleh emulsi yang konsisten, minyak
sebagai fase pendispersi sebaiknya maksimum 74 %, karena jika lebih akan
menyebabkan konsistensi minyak terpisah (Depree dan Savage, 2001). Adapun
komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Menurut Almatsier (2001), asam lemak tidak jenuh mengandung dua atau
lebih ikatan rangkap, bersifat cair pada suhu kamar bahkan pada suhu dingin
karena titik lelehnya lebih rendah dibandingkan asam lemak jenuh, sehingga
minyak yang tinggi asam lemak tidak jenuh sering digunakan dalam pengolahan
mayonnaise.

Minyak sebagai fase terdispersi bersifat non polar, sedangkan air sebagai
fase pendispersi bersifat polar. Mayonnaise berbahan dasar minyak sawit sebesar
30% menunjukkan nilai organoleptik warna, tekstur, dan aroma tertinggi
dibandingkan mayonnaise berbahan dasar minyak kedelai, minyak zaitun, dan
minyak mustard. Selain itu, dari segi analisis proksimat, mayonnaise berbahan
dasar minyak sawit dengan penambahan carboxymethyl cellulose sebesar 1,5%
masih tergolong ke dalam mayonnaise rendah lemak dengan kandungan lemaknya
sebesar 33,40%. Berdasarkan hasil peneltian tersebut, minyak sawit dapat
digunakan sebagai alternatif dalam pembuatan mayonnaise mengingat harganya
yang relatif murah dibandingkan jenis minyak yang lain (Suseno dan Husodo,
2000).

2.3.2 Telur

Telur merupakan salah satu jenis bahan pangan yang berguna sebagai
sumber protein yang terbesar bagi tubuh. Telur dibagi atas tiga bagian utama,
yaitu kulit telur, putih telur (albumin) dan kuning telur (yolk). Struktur putih telur
tersusun dari tiga lapisan yaitu lapisan encer, lapisan kental, dan lapisan encer
dalam, yang gunanya untuk mengikat kuning telur agar tetap pada posisinya
(Rasyaf, 1984). Ditinjau dari segi komposisi gizi, telur mengandung protein dalam
jumlah tinggi. Berikut adalah komposisi gizi pada telur ayam:

Bagian telur yang biasa digunakan dalam membuat mayonnaise adalah


kuning telur. Komposisi yang ada pada kuning telur terdiri dari air, protein,
lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Protein yang ada pada kuning telur
terdiri dari dua macam, yaitu: ovovitelin dan ovolivetin. Sedangkan kandungan
lemak dalam kuning telur dapat dikatakan cukup besar, yaitu: kurang lebih 99%.
Lemak yang ada dalam kuning telur berupa trigliserida, fosfolipid, sterol, dan
serebrosida. Kebanyakan asam lemak pada kuning telur terdiri dari asam palmitat,
oleat, dan linoleat. Karbohidrat yang ada pada kuning telur ada dalam bentuk
glukosa, galaktosa, polisakarida, dan glikogen. Dalam kuning telur terdapat zat
yang penting dalam proses mempertahankan emulsi adalah fosfolipida,
diantaranya adalah lesitin. Lesitin mempunyai gugus polar dan nonpolar. Gugus
polar yang terdapat pada ester fosfatnya bersifat hidrofilik dan mempunyai
kecenderungan larut dalam air, sedangkan gugus non polar yang terdapat pada
ester asam-asam lemaknya adalah lipofolik yang mempunyai kecenderungan
untuk larut dalam lemak dan minyak (Potter & Hotchkis, 1996).

2.3.3 Garam

Garam dalam pengolahan pangan tidak hanya sebagai pemberi rasa asin.
Garam dapat mempengaruhi tekstur dan meningkatkan hidrasi protein dan
kemampuan protein untuk berikatan dengan komponen lain termasuk lemak
Garam menghasilkan efek yang kurang disukai pada konsentrasi yang terlalu
tinggi dan dapat menurunkan palatibilitas konsumen (Kramlich, dkk., 1973).

Garam juga mampu menghambat bahkan menghentikan aktivitas


mikroorganisme dengan menyerap kandungan air dalam makanan sehingga
metabolisme bakteri terganggu akibat kekurangan cairan dan akhirnya
mikroorganisme mati. Penggunaan garam terlalu banyak menyebabkan protein
kuning telur terakumulasi dalam fase cair pada emulsi daripada membentuk
lapisan pada partikel-partikel minyak (Depree dan Savage, 2001).

2.3.4 Mustard

Mustard adalah salah satu rempah-rempah yang kandungan utamanya


protein dan lemak. Penggunaan mustard pada mayonnaise selain untuk
memberikan aroma juga untuk memperbaiki stabilitas emulsi produk, pengikat
fase air dan minyak, serta memberikan viskositas. Penggunaan mustarddalam
pengolahan pangan, khususnya dalam pembuatan saus dan produk daging akan
memberikan flavor yang khas dan memperbaiki sifat fisikokimia, serta daya tahan
produk (Milani, dkk., 2013).

Aroma khas pedas/tajam dari mustarddikarenakan adanya senyawa turunan


sulfur yang dikenal dengan isotiosianat, khususnya allyl isotiosianat. Komponen
tersebut bersifat larut dalam pelarut organik dan sedikit larut air. Senyawa ini
stabil dalam larutan dengan penambahan asam sitrat atau minyak nabati (Depree
dan Savage, 2001).

Penelitian mengenai penggunaan pasta mustard dan mustard bubuk oleh


Milani, dkk (2013), menyatakan bahwa terjadi peningkatan viskositas
mayonnaiseseiring meningkatnya konsentrasi pasta mustardyaitu 1% dan 1,5%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti memilih konsentrasi mustardyang
digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1% agar tidak menghasilkan aroma
mayonnaiseyang terlalu pedas/tajam.

2.3.5 Aquadest

Aquadest merupakan air hasil dari destilasi atau penyulingan, dapat disebut
juga air murni (H2O). karena H2O hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan
air mineral merupakan pelarut yang universal. Air tersebut mudah menyerap atau
melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi
terkontaminasi. Dalam siklusnya di dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan
berbagai mineral anorganik, logam berat dan mikroorganisme. Jadi,air mineral
bukan aquades (H2O) karena mengandung banyak mineral. Aquadest memiliki
tiga jenis jika ditinjau dari bahan baku pembuatnya, yaitu :Air aquadest dari
sumurAir aquadest dari mata air pegununganAir aquadest dari Air tanah hujan
(Santosa, 2011)

2.3.6 Asam Cuka

Asam cuka adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau
menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol,
gliserol, dan eter. Asam cuka mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang
industri dan pangan. Proses produksi asam cuka dapat dilakukan secara kimiawi
dan biologis. Untuk kebutuhan pangan, produksi asam cuka harus dilakukan
melalui proses biologis, salah satunya adalah fermentasi dari bahan baku alkohol
(Hardoyo, dkk., 2007).
Asam cuka merupakan asam organik yang aman digunakan sebagai bahan
pengawet makanan. Asam cuka merupakan pengawet yang aktif dalam
menghambat pertumbuhan kapang dan juga bakteri patogen yang berasosiasi
dengan produk pangan seperti produk roti dan pikel (Pundir dan Jain, 2010).

Asam cuka diperoleh dari fermentasi alkohol khamir yang diikuti oksidasi
oleh bakteri asam asetat dari bahan pangan yang mengandung gula atau pati.
Asam cuka berperan sebagai pemberi rasa asam, medium pendisepersi, dan juga
menghambat kerusakan mayonnaise oleh mikroorganisme (Mutiah, 2002). Asam
cuka sebagai pengatur keasaman hingga pH 4,1 atau lebih rendah berfungsi
sebagai senyawa penghambat pertumbuhan mikroorganisme (Radford dan Board,
1993).
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Arpah. 2003. Evaluasi hasil uji ASL (accelerated shelf life testing) menggunakan
weibull hazard analisis penerapan pada pembuatan kadaluwarsa
mayonnaise.Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Standar Nasional. 1998. MutuMayonnaise,Jakarta. (SNI 01-4473-1998)

Depree, J. A., dan G. P. Savage. 2001. Physical and flavour stability of


mayonnaise. Food Science and Technology. 12 : 157-163

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (1979)Direktorat Gizi dan


DepartemenKesehatan R.I. 1979. Daftar komposisi bahan makanan.
bharata karya aksara. Jakarta. 57 hlm.

Hardoyo, A., E. Tjahjono, D. Primarini, Hartono, dan Musa. 2007. Kondisi


optimum fermentasi asam asetat menggunakan Acetobacter aceti B166.
Jurnal Sains MIPA. 13 (1) : 17-20.

Harrison, L.J., and Cunningham, F.E. 1985. Factors influencing the quality of
mayonnaise. Journal of Food Quality 8: 1–20.

Kramlich, W. W., A. M. Pearson, dan F. W. Tauber. 1973. Processed Meat. The


Publishing Co. Inc Westport, Connecticut.

Milani, M. A., M. Mizani, M. Ghavami, dan P. Eshratabadi. 2013. The physico-


chemical influences of yellow mustard paste – comparison with the powder
in mayonnaise. Journal of Food Process Technology. 4 (3): 1-6.

Mutiah, 2002. Perbandingan mutu mayones telur ayam dan mayones telur itik.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Potter, N.N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Science the 5nd Eddition. New
Delhi: CBS Publisher & Distributors.

Pundir, R. K., dan P. Jain. 2010. Screening for antifungial activity of


commercially available chemical food preservatives. International Journal
of Pharmaceutical Science Review and Research. 5 (2) : 25-27.

Radford, S. A., dan R. G. Board. 1993. Review : Fate of pathogens in home-made


mayonnaise and related products. Food Microbiology. 10 (4) : 269-278.

Rasyaf, M. 1984. Pengelolaan Penetasan. Cetakan ke-1. Kanisius, Yogyakarta.


22-26;31-46; 62-93

Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unwidha
Klaten.

Supriadi, G. 2003. Mencampur Bahan Pangan Kering. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.

Suseno, T. I. P., dan M. M. Husodo. 2000. Pengaruh jenis dan jumlah lemak yang
ditambahkan terhadap sifat mentega tempe. Jurnal Teknologi Pangan dan
Gizi. 1 (2) : 52-59.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai