Pencampuran
Pencampuran
Pencampuran
Emulsi adalah suatu sistem dispers koloid dengan fase pendispersi berupa
zat cair dan fase pendispersinya juga zat cair, dimana kedua zat ini tidak dapat
bercampur sama sekali. Ada dua jenis emulsi yaitu emulsi jenis air dalam minyak
(W/O atau A/M) dan emulsi minyak dalam air (O/W ata M/A). Dalam pembuatan
emulsi dikenal istilah emulsifier atau pengemulsi. Emulsifier adalah zat yang
dapat menjaga stabilitas emulsi sehingga kedua zat cair yang akan disatukan tidak
akan terpisah lagi.
1.2 Tujuan
2.1 Pencampuran
2.2 Mayonaise
Mayonnaise adalah emulsi semi solid oil in water yang secara tradisional
dibuat dengan mencampurkan secara hati-hati kuning telur, cuka, minyak dan
bumbu (khususnya mustard) untuk menjaga busa minyak. Selain itu, untuk
memberikan cita rasa yang pas dan disukai, seringkali ditambahkan garam, gula
atau pemanis, dan bahan-bahan pilihan lain. Emulsi terbentuk dari pencampuran
minyak secara perlahan dengan kuning telur, cuka, dan mustard. Secara
tradisional, mayonnaise adalah emulsi minyak dalam air (oil in water) yang terdiri
dari 70-80% lemak. Stabilitas mayonnaise tergantung pada jumlah minyak,
kuning telur, volume relatif fase minyak terhadap air, cara pencampuran, serta
kualitas air dan suhu (Harrison & Cunningham 1985).
2.3.1 Minyak
Minyak nabati merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam
pembuatan mayonaise. Ada dua fungsi utama minyak, yaitu sebagai peningkat
mutu sensori terutama aroma dan mouthfeel, dan sebagai sumber lemak yang
berkontribusi terhadap energy. Untuk memperoleh emulsi yang konsisten, minyak
sebagai fase pendispersi sebaiknya maksimum 74 %, karena jika lebih akan
menyebabkan konsistensi minyak terpisah (Depree dan Savage, 2001). Adapun
komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Menurut Almatsier (2001), asam lemak tidak jenuh mengandung dua atau
lebih ikatan rangkap, bersifat cair pada suhu kamar bahkan pada suhu dingin
karena titik lelehnya lebih rendah dibandingkan asam lemak jenuh, sehingga
minyak yang tinggi asam lemak tidak jenuh sering digunakan dalam pengolahan
mayonnaise.
Minyak sebagai fase terdispersi bersifat non polar, sedangkan air sebagai
fase pendispersi bersifat polar. Mayonnaise berbahan dasar minyak sawit sebesar
30% menunjukkan nilai organoleptik warna, tekstur, dan aroma tertinggi
dibandingkan mayonnaise berbahan dasar minyak kedelai, minyak zaitun, dan
minyak mustard. Selain itu, dari segi analisis proksimat, mayonnaise berbahan
dasar minyak sawit dengan penambahan carboxymethyl cellulose sebesar 1,5%
masih tergolong ke dalam mayonnaise rendah lemak dengan kandungan lemaknya
sebesar 33,40%. Berdasarkan hasil peneltian tersebut, minyak sawit dapat
digunakan sebagai alternatif dalam pembuatan mayonnaise mengingat harganya
yang relatif murah dibandingkan jenis minyak yang lain (Suseno dan Husodo,
2000).
2.3.2 Telur
Telur merupakan salah satu jenis bahan pangan yang berguna sebagai
sumber protein yang terbesar bagi tubuh. Telur dibagi atas tiga bagian utama,
yaitu kulit telur, putih telur (albumin) dan kuning telur (yolk). Struktur putih telur
tersusun dari tiga lapisan yaitu lapisan encer, lapisan kental, dan lapisan encer
dalam, yang gunanya untuk mengikat kuning telur agar tetap pada posisinya
(Rasyaf, 1984). Ditinjau dari segi komposisi gizi, telur mengandung protein dalam
jumlah tinggi. Berikut adalah komposisi gizi pada telur ayam:
2.3.3 Garam
Garam dalam pengolahan pangan tidak hanya sebagai pemberi rasa asin.
Garam dapat mempengaruhi tekstur dan meningkatkan hidrasi protein dan
kemampuan protein untuk berikatan dengan komponen lain termasuk lemak
Garam menghasilkan efek yang kurang disukai pada konsentrasi yang terlalu
tinggi dan dapat menurunkan palatibilitas konsumen (Kramlich, dkk., 1973).
2.3.4 Mustard
2.3.5 Aquadest
Aquadest merupakan air hasil dari destilasi atau penyulingan, dapat disebut
juga air murni (H2O). karena H2O hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan
air mineral merupakan pelarut yang universal. Air tersebut mudah menyerap atau
melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi
terkontaminasi. Dalam siklusnya di dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan
berbagai mineral anorganik, logam berat dan mikroorganisme. Jadi,air mineral
bukan aquades (H2O) karena mengandung banyak mineral. Aquadest memiliki
tiga jenis jika ditinjau dari bahan baku pembuatnya, yaitu :Air aquadest dari
sumurAir aquadest dari mata air pegununganAir aquadest dari Air tanah hujan
(Santosa, 2011)
Asam cuka adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau
menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol,
gliserol, dan eter. Asam cuka mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang
industri dan pangan. Proses produksi asam cuka dapat dilakukan secara kimiawi
dan biologis. Untuk kebutuhan pangan, produksi asam cuka harus dilakukan
melalui proses biologis, salah satunya adalah fermentasi dari bahan baku alkohol
(Hardoyo, dkk., 2007).
Asam cuka merupakan asam organik yang aman digunakan sebagai bahan
pengawet makanan. Asam cuka merupakan pengawet yang aktif dalam
menghambat pertumbuhan kapang dan juga bakteri patogen yang berasosiasi
dengan produk pangan seperti produk roti dan pikel (Pundir dan Jain, 2010).
Asam cuka diperoleh dari fermentasi alkohol khamir yang diikuti oksidasi
oleh bakteri asam asetat dari bahan pangan yang mengandung gula atau pati.
Asam cuka berperan sebagai pemberi rasa asam, medium pendisepersi, dan juga
menghambat kerusakan mayonnaise oleh mikroorganisme (Mutiah, 2002). Asam
cuka sebagai pengatur keasaman hingga pH 4,1 atau lebih rendah berfungsi
sebagai senyawa penghambat pertumbuhan mikroorganisme (Radford dan Board,
1993).
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Arpah. 2003. Evaluasi hasil uji ASL (accelerated shelf life testing) menggunakan
weibull hazard analisis penerapan pada pembuatan kadaluwarsa
mayonnaise.Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Harrison, L.J., and Cunningham, F.E. 1985. Factors influencing the quality of
mayonnaise. Journal of Food Quality 8: 1–20.
Mutiah, 2002. Perbandingan mutu mayones telur ayam dan mayones telur itik.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Potter, N.N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Science the 5nd Eddition. New
Delhi: CBS Publisher & Distributors.
Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unwidha
Klaten.
Suseno, T. I. P., dan M. M. Husodo. 2000. Pengaruh jenis dan jumlah lemak yang
ditambahkan terhadap sifat mentega tempe. Jurnal Teknologi Pangan dan
Gizi. 1 (2) : 52-59.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama