Sap Sleep Hygiene
Sap Sleep Hygiene
Sap Sleep Hygiene
WAHAM
Oleh :
NANDA VEIR YURSYIDAH
NIM. 180070300011061
2. KLASIFIKASI
Menurut Stuart (2007) dan Keliat (2006) waham dibagi menjadi beberapa kategori,
yaitu:
a. Waham Kebesaran
Meyakini bahwa memiliki kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya mempunyai kekuatan, pendidikan, dan
keyakinan yang luar biasa (sebagai ratu dan dapat membaca pikiran orang lain)
b. Waham Curiga atau Kejar
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusahan merugikan atau
mencederai dirinya dan kejelekannya dibicarakan orang banyak.
c. Waham Keagamaan
Meyakini keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, misalnya kalau
saya mau masuk surge saya harus membagikan uang kepada semua orang.
d. Waham Somatik atau Hipokondrik
Meyakini bahwa sebagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit, misalnya
merasa ususnya membusuk, otaknya mendidih, dan terdapat seekor binatang di
dalam tubuhnya. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda adanya penyakit didalam tubuhnya.
e. Waham Nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal, misalnya kita
semua ada di alam kubur, jadi semua orang yang ada disini adalah roh-roh.
f. Waham Dosa
Meyakini bahwa dirinya telah berbuat dosa atau kesalahan besar yang tidak dapat
diampuni dan ia bertanggungjawab terhadap suatu keadaan yang tidak baik.
g. Waham Pengaruh
Meyakini bahwa pikiran, emosi, atau perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain
atau sesuatu yang aneh.
3. ETIOLOGI
Penyebab gangguan waham belum diketahui secara pasti, namun terdapat
beberapa teori yang menjelaskan terjadinya gangguan waham diantaranya:
1) Teori Psikogenik Sigmund Freud
Gangguan waham timbul karena digunakannya mekanisme pembelaan ego jenis
proyeks, denial dan reaction formation.
2) Teori Sosiologik Cammeron
Akibat tujuh situasi lingkungan yang mendorong timbulnya gangguan waham yaitu
iri hati, cemburu, curiga, terisolasi, kurang dihargai, situasi sadis dan situasi baru
(Keliat, 2006)
Menurut Yusuf dkk (2015) penyebab terjadinya waham disebabkan oleh beberapa
fase, yaitu:
a. Fase Kebutuhan Manusia Rendah (Lack Of Human Need)
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara fsik
maupun psikis, yaitu:
Secara fsik: pasien dengan waham dapat terjadi pada orang dengan status
sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien sangat miskin dan
menderita, sehingga untuk memenuhi kebutuhan individu tersebut melakukan
kompensasi yang salah.
Adanya kesenjangan antara kenyataan (reality), yaitu tidak memiliki finansial
yang cukup dengan ideal diri (self ideal) yang sangat ingin memiliki berbagai
kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.
b. Fase Kepercayaan Diri Rendah (Lack Of Self Esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang
tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu, dan
tidak berharga.
c. Fase Pengendalian Internal Dan Eksternal (Control Internal and External)
Internal: pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang diyakini atau apa
yang dikatakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak sesuai
dengan kenyataan. Namun, karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap
penting, dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, maka
pengakuan pasien dilebih-lebihkan dari keadaan sebenarnya.
Eksternal: lingkungan sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan
secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan.
4. FAKTOR RESIKO
Menurut Direja (2011) dan Videbeck (2008) waham yang terjadi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
A. Faktor Predisposisi
a. Biologis
1. Faktor-faktor genetik
individu yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang
tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
2. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik
Kelainan skizoprenia mungkin pada kenyataanya merupakan suaru kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak.
3. biokimia
Peningkatan dupamin neorotransmiter mampu mengahasilkan gejala-gejala
peningkatan aktifitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang
umumnya diobservasi pada psikosis.
b. Psikososial
1. Sistem keluarga
Adanya disfungsi keluarga mampu memicu komflik diantara orang tua yang
mempengaruhi anak. Hal ini dalam akan menghasilkan keluarga yang selalu
berfokus pada penolakan, ketidakpedulian, dan kekerasan dalam kehidupan.
2. Interpersonal
orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan hubungan antara orang
tua dan anak penuh akan kecemasan, sehingga anak akan beresiko
mengalami kegagalan pada tahap perkembangan.
3. Psikodinamik
Psikosis adalah hasil dari suatu ego yang lemah. Adanya ego yang lemah
menyebabkan mekanisme pertahanan terhadap masalah menjadi maladaptif,
sehingga pola asuh orang tua menjadi tidak adekuat.
B. Faktor Presipitasi
1) Psikologis
Seseorang merasa ada tekanan tersendiri didalam hidupnya yang
menyebabkan orang tersebut putus asa dan tidak berdaya.
2) Sosial
lingkungan sosial mampu menimbulkan gangguan prilaku pada seorang
individu dalam bentuk hubungan yang saling bermusuhan, banyaknya
pengangguran menyebabkan perasaan tidak berdaya, dan diskriminasi yang
menimbulkan terjadinya isolasi diri atau isolasi sosial.
5. MANIFESTASI
Terdapat beberapa tanda dan gejala terjadinya waham pada seorang individu,
yaitu:
a. Yakin bahwa pikirannya bertanggungjawab terhadap kejadian atau bencana.
b. Berfikir bahwa dirinya memiliki kekuatan super dan maha kuasa.
c. Curiga, pemarah, takut ditujukan pada lingkungan atau orang lain.
d. Perhatian menurun, sulit berkonsentrasi pd aktivitas sederhana atau kejadian
e. Pola Bicara tdk logis, inkoheren.
f. Pola tidur tak teratur dan Ambivalen
Menurt (Videbeck, 2008) saat dilakukan pengkajian ditemukan beberapa
manifestasi diantaranya:
1) Status mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal,
kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas
diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya
kualitas depresi ringan
f. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap,
kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien
kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
2) Sensori dan kognisi
a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki
waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).
c. Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek.
d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya.
Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah
dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.
6. RENTANG RESPON
7. MEKANISME KOPING
Hal ini merupakan usaha langsung dalam menanggulangi stress yang berorientasi
pada tugas yg meliputi usaha pemecahan langsung untuk menanggulangi ancaman
yg ada. Mekanisme Koping yg digunakan pd klien waham adalah:
a. Denial : menghindari kenyataan yang tidak diinginkan dengan mengabaikan atau
tidak mengakui kenyataan.
b. Proyeksi : Mengatakan harapan, pikiran, perasaan, motivasi sendiri sebagai
harapan, pikiran, perasan atau motivasi orang lain.
c. Disosiasi atau Regresi : Memisahkan diri dengan lingkungan dan berfikir seperti
anak-anak (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).
8. POHON MASALAH
Efek samping obat: Mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, retensi urin.
Efek hormonal: penurunan libido, ginekomastria, penambahan BB.
b. Psikoterapi dan Manipulasi Lingkungan
Elemen yang penting dalam psikoterapi adalah membina hubungan saling
percaya. Terapi tersebut harus tepat waktu, jujur, dan membuat kontrak waktu
seteratur mungkin. Sebaiknya dilakukan psikoterapi supportif dan intervensi
kognitif behavior yang bertujuan untuk tidak menjelekkan waham atau membantah
waham, tetapi mendorong perilaku-perilaku pasien menjadi lebih positif.
NO SP KLIEN SP KELUARGA
DAFTAR PUSTAKA
Direja, A. H. S., 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Setyoadi & Kushariyadi (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada Pasien Psikogeriatrik.
Jakarta: Salemba Medika.
Yusuf, A., Fitryasari, R., dan Nithayati, H. E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika