Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

LP Ca Prostat

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tn S DENGAN SUSPECT CA PROSTAT

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 19


RSSA Malang

Oleh:
Nanda Veir Yursyidah
NIM. 180070300111061

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN


Tn S DENGAN SUSPECT CA PROSTAT

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 19


RSSA Malang

Oleh :
Nanda Veir Yursyidah
180070300111061

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
CA PROSTAT

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 19


RSSA Malang

Oleh:
Nanda Veir Yursyidah
NIM. 180070300111061

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KONSEP CA PROSTAT

A. Pengertian CA Prostat
Kanker prostat adalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat dengan
sel-sel kelenjar prostat tumbuh abnormal dan tidak terkendali. Prostat adalah kelenjar
seks pada pria, ukurannya kecil dan terletak di bawah kandung kemih, mengelilingi
saluran kencing (uretra) (Widjojo, 2007).

Gambar 1. Perbedaan Prostat Normal dengan Kanker Prostat

B. Klasifikasi CA Prostat
Derajat diferensiasi sel yang sering digunakan adalah sistem Gleason. Sistem ini
didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar prostat yang dilihat secara
makroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali). Dari pengamatan dibedakan
dua jenis pola tumor, yaitu pola ekstensif (primary pattern) dan pola tidak ekstensif
(secondary pattern). Kedua tingkat itu dijumlahkan sehingga menjadi grading dari
Gleason (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Tabel 2.1. Derajat Diferensiasi Kanker Prostat Menurut Gleason.


Grade Tingkat Histopatologi
2-4 Diferensiasi baik
5-7 Diferensiasi sedang
8-10 Diferensiasi buruk
(Purnomo, 2009)

Tingkat infiltrasi dan penyebaran tumor disusun berdasarkan sistem TNM


(hasil dari DRE dan TRUS).

Tabel 2.2. Sistem Staging TNM Untuk Kanker Prostat


T –- Tumor Primer
Tx Tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada tanda tumor primer
Tis Karsinoma In situ (PIN)
T1a Keterlibatan ≤5% jaringan TURP, DRE normal
T1b Keterlibatan >5% jaringan TURP, DRE normal
T1c Terdeteksi dari pemeriksaan PSA, DRE dan TRUS normal
T2a Tumor teraba melalui DRE atau terlihat melalui TRUS pada satu lobus,
terbatas di prostat
T2b Tumor teraba melalui DRE atau terlihat melalui TRUS pada dua lobus,
terbatas di prostat
T3a Perluasan ekstrakapsular pada satu atau kedua lobus
T3b Invasi ke vesikula seminalis
T4 Tumor meluas ke leher kandung kemih, sfingter, rektum, otot levator, atau
dasar panggul
N- Kelenjar getah bening regional (obrurator, iliaka interna, iliaka
eksterna, kelenjar getah bening presakral)
Nx Tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional
N1 Metastasis ke kelenjar getah bening regional atau nodul
M- Distant metastasis
Mx Tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1a Metastasis ke kelenjar getah bening jauh
M1b Metastasis ke tulang
M1c Metastasis jauh lainnya
(Presti, 2004)

Tabel 2.3. Stadium Untuk Kanker Prostat


Stadium 1 T1a N0 M0 G1
T1a N0 M0 G2,3,4
T1b N0 M0 Semua G
Stadium II T1c N0 M0 Semua G
T1 N0 M0 Semua G
T2 N0 M0 Semua G
Stadium III T3 N0 M0 Semua G
T4 N0 M0 Semua G
Stadium IV Semua T N1 M0 Semua G
Semua T Semua N M1 Semua G
(Akins, 2008)
Gambar 2. Stadium Kanker Prostat

C. Etiologi CA Prostat
Dari berbagai penelitian dan survei, disimpulkan bahwa etiologi dan faktor resiko
kanker prostat adalah sebagai berikut.
1. Usia Resiko
Menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun pada pria kulit putih,
dengan tidak ada riwayat keluarga menderita kanker prostat. Sedangkan pada pria
kulit hitam pada usia 40 tahun dengan riwayat keluarga satu generasi sebelumnya
menderita kanker prostat. Data yang diperoleh melaui autopsi di berbagai negara
menunjukkan sekitar 15 – 30% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat
secara samar. Pada usia 80 tahun sebanyak 60 – 70% pria memiliki gambaran
histology kanker prostat. (K. OH, William et al, 2000).
2. Ras dan tempat tinggal
Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika –
Amerika.Pria kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker
prostat dibandingkan dengan pria kulit putih (Moul, J. W., et al, 2005).
3. Riwayat keluarga
Carter dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada 15% pria
yang memiliki ayah atau saudara lelaki yang menderita kanker prostat, bila
dibandingkan dengan 8% populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang
terkena kanker prostat (Haas, G. P dan Wael A. S., 1997). Pria yang satu generasi
sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 2 - 3 kali lipat lebih besar
menderita kanker prostat dibandingkan dengan populasi umum. Sedangkan untuk
pria yang 2 generasi sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 9 - 10
kali lipat lebih besar menderita kanker prostat.
4. Faktor hormonal
Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel Leydig pada
testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa dihidrotestosteron (DHT)
di organ prostat oleh enzim 5 - α reduktase. Beberapa teori menyimpulkan bahwa
kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan kadar testosteron pada pria,
tetapi hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian
menemukan terjadinya penurunan kadar testosteron pada penderita kanker
prostat. Selain itu, juga ditemukan peningkatan kadar DHT pada penderita prostat,
tanpa diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron. (Haas, G. P dan Wael A. S.,
1997).
5. Pola makan
Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan berbagai jenis
kanker atau keganasan. Pengaruh makanan dalam terjadinya kanker prostat
belum dapat dijelaskan secara rinci karena adanya perbedaan konsumsi makanan
pada rasa atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status ekonomi dan
lain sebagainya.

D. Patofisiologi CA Prostat
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh
mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai
berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam
lingkungan sekitar sel tersebut. Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel
mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel
tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-
pembuluh darah, melalui pembuluh tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam
tubuh untuk membentuk metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain
(Brunner & Suddarth, 2002).
E. Manifestasi Klinis CA Prostat
Pasien kanker prostat stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala atau tanda
klinis. Tanda-tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium lanjut.
Keluhan sulit miksi, nyeri saat miksi, atau hematuria menandakan bahwa kanker telah
menekan uretra. Kanker prostat yang sudah bermetastasis ke tulang dapat
memberikan gejala nyeri tulang, fraktur pada tempat metastase, atau kelainan
neurologis jika metastasis pada tulang vertebra (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

F. Penatalaksanaan CA Prostat
Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat tergantung pada stadium,
umur harapan hidup, dan derajat diferensiasi (Presti, 2004; Purnomo, 2009).
1. Observasi Ditujukan untuk pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan hidup
kurang dari 10 tahun.
2. Prostatektomi radikal Ditujukan untuk pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0
M0. Tindakan ini berupa pengangkatan kelenjar prostat bersama dengan vesikula
seminalis. Beberapa penyulitnya antara lain perdarahan, disfungsi ereksi, dan
inkontinensia.
3. Radiasi Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko-invasif dan
tumor yang telah mengalami metastasis. Pemberian radiasi eksterna biasanya
didahului dengan limfadenektomi.
4. Terapi hormonal Jenis obat untuk terapi hormonal antara lain estrogen (anti
androgen), LHRH agonis (kompetisi dengan LHRH), antiandrogen non steroid
(menghambat sintesis dan aktivitas androgen), dan blokade androgen total
(menghilangkan sumber androgen dari testis maupun dari kelenjar suprasternal).

G. Pemeriksaan Penunjang CA Prostat


Untuk menegakkan diagnosis kanker prostat diperlukan beberapa pemeriksaan
seperti :
1. Digital Rectal Examination (DRE) Pada pemeriksaan DRE dapat diraba nodul yang
keras dan ireguler. Pada stadium dini sulit mendeteksi kanker prostat melalui DRE
sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan TRUS (Presti, 2004; Purnomo,
2009).
Gambar 3. Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE)

2. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan hasil


azotemia (obstuksi bilateral ureter), anemia (metastase), peningkatan serum
amilase (metastase tulang), dan serum asam phosphatase (Kumar, 2007;
Purnomo, 2009).
3. Penanda tumor Penanda tumor yang sering digunakan adalah PSA yaitu suatu
enzim proteolitik 33-kD yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat dan berperan
dalam meningkatkan motilitas sperma dengan mempertahankan sekresi seminalis
dalam keadaan cair. PSA berguna untuk melakukan deteksi dini adanya kanker
prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi kanker prostat. Range standar PSA
0,0-4,0 ng/ml. Walaupun sel kanker menghasilkan lebih banyak PSA, tetapi makna
diagnostiknya dapat sangat meningkat jika digunakan bersama prosedur lain
(Kumar, 2007; Ayyathurai, 2008; Purnomo, 2009).
4. Pemeriksaan pencitraan Sekitar 60-70% kanker prostat terdeteksi melalui
pemeriksaan TRUS dengan gambaran hypoechoic. CT-scan digunakan jika
dicurigai adanya metastase pada limfanodi. MRI digunakan dalam menentukan
luas ekstensi tumor ke ekstakapsuler atau ke vesikula seminalis (Purnomo, 2009;
Amendola, 2008).
Gambar 4. Pemeriksaan Uji Ultrasound Transrektal (TRUS)

5. Biopsi prostat Indikasi tindakan ini adalah pada peningkatan serum PSA atau DRE
abnormal. Pengambilan contoh jaringan pada area yang dicurigai keganasan
melalui biopsi aspirasi dengan jarum halus (BAJAH) dengan bantuan TRUS
(Presti, 2004; Purnomo, 2009; Kava, 2008).

H. Komplikasi CA Prostat
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah:
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut
dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan
pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan.
I. Asuhan Keperawatan
Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang,
pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien,
mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi,
mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan
klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi
prostektomi dan penkajian post operasi prostatektomi
a. Pengkajian pre operasi prostatektomi
Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang
meliputi:
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan
diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien ca prostat keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis
miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya
menjadi retensio urine.

3. Riwayat penyakit dahulu.


Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya
ISK (Infeksi Saluran Kencing) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah
di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami
adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit ca prostat Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau
hipertensi.
5. Riwayat psikososial
a. Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul
kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang
prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku
klien, tanggapan klien tentang sakitnya.
b. Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,
penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa
dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan
kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat )
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau
keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia
dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau
masalah.
c. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
menetes-netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk
berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah
mengejan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien
ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat
dari prostrusi prostat kedalam rectum.
d. Pola tidur dan istirahat.
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari (nokturia). Kebiasaan tidur
memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu
ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.
e. Pola aktifitas.
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu
senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum
sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak
mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari – hari sendiri.
f. Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga,
pasien lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam
keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana seharusnya.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau
dirasakan klien sebelum pembedahan. Biasanya muncul kecemasan
dalam menunggu acara operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya
dan dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya,
apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan
pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi
pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak terdapat
gangguan atau masalah pada pola ini.
i. Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya,
pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual
yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang
(masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi) dan pola perilaku seksual.
j. Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress,
mekanisme penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan
masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme
penanggulangan stressor positif atau negatif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas
keagamaannya. Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus,
pernafasan, tekanan darah, suhu tubuh, nadi.
b. Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan
pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien,
c. Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala
atau trauma pada kepala.
d. Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana
keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.
e. Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada
konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak
ikterus atau tidak.
f. Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana
bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.
g. Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi
atau polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping
hidung.
h. Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan
atau ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.
i. Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar
limphe.
j. Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
k. Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan.
Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas
tambahan seperti ronchi, wheezing atau egofoni.
l. Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan
iktus atau getarannya.
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi
umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah
ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat
hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit
usus menurun atau meningkat.
n. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba
pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah
trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus
biasanya ada haemorhoid.
o. Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak.
Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada
tanda – tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan.
Bentuk tulang belakang bagaimana.
8. Pemeriksaan diagnostic
Untuk pemeriksaan diagnostik sudah dijabarkan penulis pada konsep
dasar.

b. Pengkajian post operasi prostatektomi


Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi:
1. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda–beda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi prostektomi
adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih
atau karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini
ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
2. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
3. Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau
tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas, irama nafas, suara
nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot, gerakan dada
dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.
4. Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi (takikardi/bradikardi, irama), tekanan darah, suhu tubuh,
monitor jantung (EKG).
5. Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi /
obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah
ada mual dan muntah.
6. Sistem neurology
Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
7. Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana
memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana
dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan
ekstrimitas.
8. Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh. Masih
ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda–tanda
perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih.
Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan
sekitar daerah pemasangan kateter.
9. Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan
irigasi kandung kemih.

c. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan
masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan,
mengkaitkan, menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan
standart, menginterpretasikan serta akhirnya membuat kesimpulan. Penulis
membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum operasi dan analisa setelah
operasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan
yang merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian
keoerawatan. Dari analisa data diatas dapat dirumuskan suatu diagnosis
keperawatan yang dibagi menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa
setelah operasi.
1. Diagnosa sebelum operasi
a. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi,
retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan
dengan obstruksi mekanik: pembesaran prostat.
b. Nyeri berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder
terhadap pelebaran prostat.
c. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan,
kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.
d. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan sering terbangun
sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi,
nokturia.
2. Diagnosa setelah operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder
pada prostatektomi
b. Perubahan eliminasi urine berhubungandengan obstruksi sekunder dari
prostatektomi bekuan darah odema
c. Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
d. Potensial untuk menderita cedera: perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan
e. Potensial disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan
impoten akibat dari prostatektomi
f. Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi berhubungan dengan
kurang informasi
g. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri.

3. PERENCANAAN
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas
keperawatan perlu di tetapkan untuk untuk mengurangi, menghilangkan dan
mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini disebut sebagai perencanaan
keperawatan yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan,
menetapkan sasaran (goal), dan tujuan (obyektif), menetapkan kriteria evaluasi,
merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. Selanjutnya dibuat
perencanaan dari masing–masing diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi, retensi,
nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan dengan obtruksi
mekanik: pembesaran prostat.
2. Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap
pelebaran prostat.
3. cemas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang
pengetahuan tentang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.
4. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan sering terbangun sekunde
5. Risiko cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .
6. Risiko disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat
dari prostatektomi
7. Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi sehubungan dengan kurang
informasi
Pathway
Faktor Penyebab
- Genetik
- Hormonal
- Infeksi
- Lingkungan, diet

Pertumbuhan
Abnormal Sel

Kematian Mutasi gen


sel normal

sel abnormal
meningkat

pembesaran prostat Metastase

Gg. Rasa
obstruksi saluran nyaman nyeri Kehilangan
kemih nafsu makan

intake tidak
adekuat

Resiko Gangguan
Infeksi Eliminasi Kelemahan fisik Ketidakseimbangan
Urine Nutrisi: kurang dari
Hambatan kebutuhan tubuh
Mobilitas fisik
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzzane C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat R dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Medica
Aesculpalus
Long B.C. 1999. Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Bandung :YPKI
Nanda. 2016. Panduan Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta :
EGC
Purnomo, B. B. 2008. Dasar dasar urologi. Ed. 2. Jakarta: CV Infomedika
Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan / Lynda Juall Carpenito ; Editor Edisi
Bahasa Indonesia, Monica Ester, Edisi 8. Jakarta: EGC
Price, S. A dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit,
Edisi 6, Volume 2, Alih Bahasa Brham,(dkk). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai