Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Skrining Resep

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

A.

Skrining resep: administratif dan farmasetik


B. skrining klinis:
- Dosis
- Uraian Obat (nama obat, indikasi, mekanisme kerja, efek samping,
dosis)
C. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
RESEP
Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, Bab 1 Pasal I (4)
menyebutkan bahwa Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau
dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk pape maupun electronik
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
yang berlaku.
Resep dalam arti sempit ialah permintaan tertulis dari dokter, dokter
hewan atau dokter gigi kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
sediaan tertentu dan menyerahkannya kepada pasien. Resep harus jelas
dan lengkap, apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak
lengkap apoteker harus menyanyakan kepada dokter penulis resep (Anief,
2007).
Menurut undang-undang yang diperbolehkan menulis resep adalah
dokter umum, dokter hewan, dokter gigi, atau dokter spesialis. Bagi dokter
spesialis tidak ada pembatasan jenis obat yang diberikan kepada pasien
(Amira, 2011).

A. SKRINING RESEP
Menurut Jas (2009) dalam Amira (2011), resep terdiri dari 6 bagian:
 Inscriptio
Nama dokter, No. SIP, alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal
penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota
provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep, format inscription
suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada
praktik pribadi.
 Invocatio
Permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya
ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan
apoteker di apotek.
 Prescriptio atau Ordonatio
Nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.
 Signatura
Tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan
keberhasilan terapi.
 Subscrioptio
Tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas
dan keabsahan resep tersebut.
 Pro (diperuntukkan)
Dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Teristimewa untuk obat
narkotika juga harus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke
Dinkes setempat).
Pelayanan resep Menurut KepMenkes No.1027/MENKES/SK/1X/2004
standar pelayanan resep di apotek meliputi skrining resep dan penyiapan
obat.
Skrining resep meliputi 3 aspek, yaitu:
 Persyaratan administrasi meliputi nama dokter, SIP, alamat dokter,
tanggal penulisan resep, nama, umur, berat badan, alamat pasien,
tanda tangan/paraf dokter, jenis obat, dosis, potensi/indikasi, cara
pemakaian, dan bentuk sediaan jelas.
 Kesesuaian farmasetis meliputi bentuk sediaan, dosis,
inkompatibiltas, stabilitas dan cara pemberian.
 Kesesuaian klinis meliputi adanya efek samping, alergi, dosis dan
lama pemberian. Jika resep tidak jelas dapat langsung menghubungi
dokter yang bersangkutan dan memberikan alternatif bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan langsung.
1. Skrining Administratif (Kelengkapan Resep)
Pada Resep
No. Uraian
Ada Tidak Ada
Incription
Identitas Dokter :
1.
Nama Dokter

2.
SIP Dokter

3.
Alamat Dokter 
4.
Nomor Telepon 
5.
Tempat dan tanggal penulisan resep 
Invocatio
6. Tanda resep diawal penulisan resep

(R/)
Prescriptio/Ordonatio
7. Nama Obat 
8. Kekuatan OBat 
9. Jumlah Obat 
Signature
10. Nama Pasien 
11. Jenis Kelamin 
12. Umur Pasien 
13. Berat Badan 
14. Alamat Pasien 
15. Aturan Pakai Obat 
16. Iter/tanda lain 
Subscriptio
17. Tanda tangan/paraf dokter 
Kesimpulan:
Resep tersebut = Tidak Lengkap
Resep tidak lengkap karena tidak mencantumkan informasi mengenai:
- Nama dokter, SIP dan Nomor telepon dokter.
- Jenis kelamin, berat badan pasien.
- Kekuatan sediaan tidak semua dituliskan pada resep.
Cara Mengatasi:
- Nama dokter, SIP, dan nomor telepon dokter dapat ditanyakan
lagsung kepada dokter/klinik/rumah sakit tempat dokter praktek.
- Jenis kelamin dan berat badan pasien dapat ditanyakan langsung
kepada pasien/keluarga pasien.
- Kekuatan sediaan dapat dilihat pada ketersediaan obat yang ada
pada apotek atau menanyakan langsung kepada dokter yang
meresepkan obat.
2. Skirining Farmasetis
No. Kriteria Permasalahan Pengatasan
1. Bentuk Sediaan - Sesuai
2. Stabilitas Obat - Sesuai
3. Inkompatibilitas - Sesuai
4. Cara Pemberian - Sesuai
5. Jumlah dan aturan pakai Tidak Sesuai -
Kesimpulan:
Dosis pada Dexamethasone sebaiknya ditingkatkan menjadi 1 tab pada
sekali pemakaian, karena pasien berusia 21 tahun dan dosis
dexamethasone hanya diberikan ½ tab, sehingga lebih baik ditingkatkan
menjadi 1 tab agar dosis tidak subterapi.

B. SKRINING KLINIS
Skrining klinis adalah bagian dari proses perhitungan, agar dokter
mengetahui apakah penderita beresiko terhadap suatu penyakit, sehingga
harus dilakukan skrining klinis untuk mengetahui penyakit yang ditangani.
Tujuan skrining yaitu untuk mendeteksi pasien yang memiliki penyakit
pada tahap awal, ringan, dan tidak bergejala.
Kesesuaian klinis meliputi dosis obat, uraian obat yang berupa
indikasi, kontra indikasi, efek samping, dan mekanisme kerja dari masing-
masing obat. Skrining klinis perlu dilakukan agar apabila resep tidak jelas
dapat langsung menghubungi dokter yang bersangkutan dan memberikan
alternatif bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan
langsung.
1. Dosis
Jenis Dosis Dosis
Sediaa Obat Kandungan Resep Lazim Keterangan
n (DR) (DL)
4,5 tab DR<DL
Dexamethasone (IX Caps) 0,75-9 mg Rekomendasi :
Dexa
0,5 mg 1,5 tab (Depkes 9 tab
(ISO,2014)
(ISO, 2014) (sehari) RI, 1979) 3x1
3x1 0,5 mg
5 tab (IX
Codein caps) 15-30 mg
Codein
10 mg 1,6 tab (Depkes DR=DL
(ISO,2014)
(sehari) RI, 1979)
Racikan 3x1 tab
Kapsul 5 tab (IX
Gliseril caps) 30-60 mg
GG DR>DL
Guaiacolat 1,6 tab (Depkes
(ISO,2014)
100 mg (sehari) RI, 1979)
3x1 tab
4,5 tab
5-10 mg
(IX Caps)
Cetrizine Cetirizine perhari
1,5 tab DR=DL
(ISO,2014) 10 mg (MIMS,
(sehari)
2015)
3x1
1-2 g
perhari
terbagi
Cefadroxil Cefadroxil 2x1
Tablet dalam 2 DR = DL
(ISO,2014) 500 mg 500 mg
dosis
(MIMS,
2015)
Vitamin B1 2
mg,
Vitamin B2 2
1x1
B-Comp mg, Vitamin B6
Tablet 50 mg 1 x sehari DR = DL
(ISO,2014) 2 mg, ka.
Pantotenate 10
mg, nikotinamid
20 mg
2. Uraian Obat
a. Cefadroxil (MIMS, 2015)
 Indikasi
Infeksi saluran nafas, kulit dan jaringan lunak, ISK dan infeksi
kelamin, Osteomielitis, Artritis, Septikemia, Sepsis puerperium.
 Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap sefalosporine
 Efek Samping
Gangguan GI, reaksi hipersensitif. Jarang kolitis
pseudomembran.
 Dosis
- Dewasa = 1-2 g perhari terbagi dalam 2 dosis, tiap 12 jam.
- Sisitis = 1-2 g perhari
- ISK = 2 g perhari terbagi dalam 2 dosis
- Infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran nafas atas
dan bawah = 1 g perhari. Pada infeksi berat, dosis dapat
ditingkatkan sampai dengan 2 g perhari, diberikan dalam 2
dosis terbagi. Faringitis dan tonsilitis karena
Streptococcus β Hemolitikus 1 g perhari dalam dosis
terbagi selama 10 hari.
- Anak = 25 – 50 mg / kgBB/ hari diberikan dalam 2 dosis
terbagi.
 Mekanisme Kerja
Cefadroxil merupakan sefalosporine oral yang aktif terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif serta bersifat
bakterisid. Aktifitasnya dengan jalan menghambat biosintesa
mukopetida pada dinding sel bakteri. Memiliki spektrum
antimikroba terhadap organisme gram positif: Staphylococcus,
Streptococcus ; terhadap gram negatif: E. Coli, Salmonella
typhi, Sigella, Nesseria, P. Mirrabilis, H. Influenza dan K.
Pneumonia.
b. Dexamethasone (MIMS, 2015)
 Indikasi
Alergi, penyakit colagen, reumatik, leukimia dan limfoma, syok,
penyakit pernafasan, gangguan hematologik, dan edematis.
 Kontra Indikasi
Tukak peptik, osteoporosis, psikosis/psikoneurosis berat, TB
aktif atau statis, infeksi akut, vaksin hidup.
 Efek Samping
Retensi air dan garam, edema, hipertensi, amenore,
hiperhidrosis, gangguan mental, pankreatitis akut,
osteonekrosis, lemah otot, sindrom cushing, peningkatan TIO,
gangguan penglihatan, atropi lokal, nafsu makan meningkat,
pertumbuhan terlambat.
 Dosis
- Dewasa = 0,5-9 mg dalam dosis terbagi.
- Anak 6-12 tahun = 0,25-2 mg diberikan 2 kali sehari.
Terapi intensif atau darurat 2-4 mg 6-8 kali perhari (IM
atau IV) maksimal 50 mg perhari.
- Syok = 1-6 mg/KgBB dosis tunggal.
 Mekanisme Kerja
Dexamethasone bekerja dengan mengurangi inflamasi dengan
menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi mediator
inflamasi, dan menurunkan permeabilitas kapiler yang semula
tinggi dan menekan reseptor imun. Dexamethasone merupakan
kortikosteroid dari golongan glukokortikoid yang mempunyai
efek antiinflamasi yang adekuat. Pemberian dexamethasone
akan menekankan pembentukan bradikinin dan juga pelepasan
neuropeptida dari ujung-ujung saraf, hal tersebut dapat
menimbulkan rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami
proses inflamasi. Penekanan produksi prostaglandin oleh
dexamethasone akan menghasilkan efek analgesia melalui
penghambatan sintesis cyclooksigenase di jaringan perifer
tubuh. Dexamethasone juga menekan mediator inflamasi
seperti tumor nekrosis factor-alfa (TNF-α), interleukin 1-beta
(IL1-β), dan interleukin 6 (IL6).
c. Codein (MIMS, 2015)
 Indikasi
Terapi simptomatik untuk batuk iritatif (batuk kering/non
produktif) yang disebabkan alergi.
 Kontra Indikasi
Insufisiensi pernafasan, asma akut, koma, hipertrofi prostat
dengan pembentukkan urin residu, glaukoma sudut sempit,
gangguan GI, hamil dan laktasi, anak dibawah 2 tahun.
 Efek Samping
Mual, muntah, pruritis, reaksi kulit, reaksi hipersensitifitas,
peningkatan BB, konstipasi, gangguan visual, depresi
pernafasan.
 Dosis
- Antitusif dewasa = 10-20 mg tiap 4-6 jam. Maksimal 60
mg perhari.
- Anak 6-12 tahun = 5-10 mg tiap 4-6 jam. Maksimal 60 mg
perhari.
- Anak 2-6 tahun = 1 mg/ KgBB/ hari dalam dosis terbagi.
Maksimal 30 mg perhari.
- Analgesik dewasa = 30-60 mg tiap 4-6 jam.
- Analgesik anak = 0,5 mg/ KgBB/ hari tiap 4-6 jam.
 Mekanisme Kerja
Codein merangsang reseptor SSP yang dapat menyebabkan
depresi pernafasan, vasodilatasi perifer, inhibisi gerak
peristaltik usus, stimulasi kremoreseptor dan penekanan reflek
batuk. Efek analgesik codein tergantung pada afinitas codein
terhadap reseptor opioid tersebut. Codein merupakan antitusif
yang bekerja pada SSP dengan menekan pusat batuk.
d. GG (Gliseryl Guaiacolat) (MIMS, 2015)
 Indikasi
GG digunakan untuk mengobati batuk yang disebabkan oleh
flu, bronkitis, dan penyakit pernafasan lainnya.
 Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap GG.
 Efek Samping
Mual, muntah, diare dan nyeri perut bagian bawah, pusing,
sakit kepala, nefrolitiasis, hipourisemia, dan ruam pada kulit.
 Dosis
- Dewasa = 200-400 mg tiap 4 jam sekali dengan batas
maksimum 2,4 g perhari.
- Anak ≥ 12 tahun= 200-400 mg tiap 4 jam sekali dan tidak
lebih dari 2,4 g perhari.
- Anak 6-11 tahun = 100-200 mg tiap 4 jam sekali dan tidak
lebih dari 1,2 g perhari.
- Anak 2-5 tahun = 50-100 mg tiap 4 jam sekali, tidak lebih
dari 600 mg perhari.
- ≤ 2 tahun = 12 mg/ KgBB/ hari dibagi dalam 6 dosis.
 Mekanisme Kerja
GG merupakan ekspektoran yang bekerja dengan cara
meningkatkan dahak (sputum) dan sekresi bronkial dengan
mengurangi daya lekat dahak pada saluran nafas. Sehingga
menjadikannya lebih encer dan mudah untuk dikeluarkan,
kemudian dahak akan dikeluarkan melalui jalur nafas dengan
proses batuk.

e. Cetirizine (MIMS, 2015)


 Indikasi
Terapi untuk rinitis alergi tahunan dan musiman. Urtikaria
idiopatik kronik, konjungtivitis alergi dan kelainan kulit lainnya
karena alergi.
 Kontra Indikasi
Hipersensitifitas dengan laktasi.
 Efek Samping
Sakit kepala, pusing, mengantuk, mulut kering, gangguan GI,
gangguan saraf otonom dan perifer dan pusat, gangguan KV,
gangguan pendengaran dan keseimbangan, metabolik dan
nutrisi, gangguan muskuloskeletal dan psikiatrik, gangguan
pernafasan, sistem reproduksi, saluran kemih kelamin,
retikuloendotelial dan penglihatan, penciuman dan
pengecapan.
 Dosis
- Dewasa dan anak diatas 12 tahun = Tablet 10 mg perhari.
- Anak 6-12 tahun = 10 mg (pada pagi dan sore hari)
- Anak 2-6 tahun = 5 mg 2 kali sehari pada pagi dan sore
hari.
- Bayi 6-24 bulan = 0,25 mg/ KgBB/ hari.
 Mekanisme Kerja
Cetirizine bekerja dengan menghambat secara selektif reseptor
histamin H-1 perifer. Cetirizine tidak secara signifikan
mempengaruhi reseptor histamin 1 pada otak sehingga efek
sedatifnya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan
antihistamin H-1 generasi pertama seperti Klorfeniramine.

C. KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI


1. Komunikasi
Komunikasi yang tepat untuk pasien yaitu, sebelum
merekomendasikan produk obat batuk bebas (OTC) kepada pasien, kita
harus memastikan apakah suamedikasi tepat dilakukan dan harus selalu
melihat pada rekam medik mengenai riwayat alergi pasien, riwayat
kesehatan, dan catatan pengobatan terakhir untuk memantau interaksi
dan kontraindikasi obat yang mungkin terjadi.
Selama berkonsultasi, pasien harus diingatkan untuk membaca
brosur informasi obat dan memeriksa komposisi sebelum menggunakan
terutama jika menggunakan banyak produk, untuk menghindari pemberian
obat ganda atau dosis berlebih. Penting bagi pasien untuk mematuhi
aturan dosis dan pemberian obat serta durasi penggunaan obat.
Pasien yang mengalami 1 atau beberapa gejala berikut harus
berkonsultasi dengan dokter dan tidak boleh melakukan suamedikasi.
 Riwayat gejala yang berkaitan dengan batuk kronik, seperti PPOK,
gagal jantung kongestif, asma dan bronchitis kronik.
 Batuk yang menghasilkan lender berwarna atau berdarah.
 Batuk yang disebabkan oleh obat golongan tertentu.
 Batuk yang disertai demam lebih dari 38-36 oC, napas pendek, nyeri
dada, berkeringat, menggigil, sakit kepala berat, atau pembengkakan
pergelangan kaki atau kaki.
 Batuk yang memburuk atau tidak reda setelah mengalami infeksi
saluran pernapasan atas oleh virus, seperti pilek atau batuk.
Batuk dapat menjadi penyakit akut dan kronik sehingga swamedikasi
dapat menyamarkan identifikasi dan pengobatan penyebab dasar. Pasien
yang mengalami batuk kronik harus disarankan untuk berobat ke dokter,
terutama jika penyebabnya tidak diketahui atau batuknya tidak membaik
atau memburuk. Dalam banyak kasus batuk akan membaik atau berhenti
jika akar penyebabnya diobati atau dihindari. Jadi batuk yang disebabkan
karena alergi direkomendasikan untuk menghindari penyebab alerginya
(Wiyono, 2013).
2. Informasi
Informasi yang harus diberikan kepada pasien yaitu mengenai
penggunaan obat dan cara pakainya.
 Kapsul
Kapsul merupakan obat pereda batuk, diminum 3 x 1 kapsul dalam
sehari, dan diminum setelah makan.
 Antibiotik (Cefadroksil)
Antibiotik diminum 2 x 1 tablet dalam sehari, diminum setelah
makan, dan harus dihabiskan.
 Vitamin (B – Complex)
Vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh, diminum 1 x 1 tablet dalam
sehari, diminum setelah makan dan lebih baik pada pagi hari.
3. Edukasi
Edukasi yang harus diberikan kepada pasien yaitu:
 Memperbanyak minum air putih untuk mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi dan rasa gatal.
 Memakai masker saat berada didalam atau luar rumah untuk
menghidari terjadinya penularan penyakit pada orang lain.
 Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang
merangsang tenggorokan dan menyebabkan alergi seperti makanan
yang berminyak dan minuman dingin.
 Menghindari paparan udara dingin (yang mungkin saja penyebab
alergi).
 Hirup uap air panas (dari semangkuk air panas) untuk mencairkan
sekresi hidung yang kental supaya mudah dikeluarkan. Dapat juga
ditambahkan minyak atsiri untuk membuka sumbatan saluran
pernapasan
 Istirahat yang cukup
(Wiyono,2013)
DAFTAR PUSTAKA

Amira, Afra. 2011. Penulisan Resep Askes di Apotek RSUP Haji Adam
Malik Periode Mei 2011. Medan: Fakultas Kedokteran, USU.

Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta: Gadjah Mada University
Press.

Anonim. 2014. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 48.


Jakarta : Penerbit PT. ISFI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri


Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tanggal 15 September
2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Jakarta:
Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen KEsehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

MIMS. 2015. MIMS, Referensi Obat, Informasi Ringkas Produk Obat.


Bahasa Indonesia. Vol. 16. Bhuana Ilmu Populer: Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Bab 1 Pasal I (4).2014. Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.

Wiyono Wenny, Goenawi Lily Randi. 2013. Dampak Penyuluhan Pada


Pengetahuan Masyarakat terhadap Pemilihan Dan Penggunaan
Obat Batuk Swamedikasi Di Kecamatan Malalayang. Program Studi
Farmasi FMIPA UNSTRAT Manado. Dalam Jurnal Ilmiah Farmasi.
Vol. 2 No. 03.

Anda mungkin juga menyukai