Laporan Pratikum Kakao
Laporan Pratikum Kakao
Laporan Pratikum Kakao
ALDA
NIM. 54.451.19.010
PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL BUMI
POLITEKNIK PALU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
BAB V. PENUTUP
LAMPIRAN ...................................................................................................... 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Cokelat merupakan salah satu produk olahan hasil kakao yang banyak
digemari oleh masyarakat. Cokelat merupakan suspense partikel-partikel
seperi pasta kakao, susu bubuk, serta gula yang tersusun atas lemak cokelat
secara utuh dan terus menerus. Berdasarkan komposisi bahan penyusunya
terdapat tiga jenis cokelat, yaitu dark chocolate, milk chocolate, dan white
chocolate.
1
Cokelat memiliki kandungan polifenol yang baik bagi kesehatan.
Kandungan polifenol pada cokelat memiliki sifat antioksidan yang baik bagi
tubuh. Manfaat antioksidan pada cokelat diantaranya dapat menurunkan
resiko penyakit jantung dan kanker. Besarnya antioksidan dapat kita lihat
melalu aktivitas antioksidan pada cokelat tersebut dalam hal menangkal
radikal bebas yang dilakukan dengan pengujian di laboraturium. Proses
conching pada pembuatan cokelat atau produk olahan kakao akan
mempengaruhi sifat fungsional yang terdapat pada cokelat. Hal tersebut
dikarenakan sifat antioksidan yang terdapat pada cokelat mudah rusak
terhadap suhu tinggi.
1.2. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini
tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada pada biji kakao,
membebaskan biji kakao dari pulp (daging buah), dan mematikan biji. Namun
tujuan dari proses fermentasi ini terutama untuk memperbaiki dan
membentuk cita rasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi
rasa sepat dan pahit. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional
yang melibatkan mikroorganisme indigenous, baik berupa bakteri maupun
ragi yang terdapat pada pulp kakao tersebut. Mikroorganisme tersebut akan
menghidrolisis senyawa-senyawa yang terdapat pada pulp menjadi senyawa
pembentuk cita rasa dan aroma.
3
menghasilkan biji kakao yang asam. Penggunaan panas yang tinggi dalam
pengeringan selain dapat menyebabkan tingkat keasaman yang tinggi juga
beresiko terjadi cacat cita rasa (burnt). Pengeringan yang baik adalah
pengeringan yang alami apabila cuaca baik.
Penyangraia adalah biji kakao sangrai yang telah memiliki aroma dan cita
rasa coklat. Penyangraia untuk mengembangkan aroma, juga menentukan rasa,
warna, dan kadar air biji kakao. Parameter yang berpengaruh dalam
penyangraian adalah waktu dan suhu sangrai. Aroma dan cita rasa kakao
terbentuk pada tahap selanjutnya, yaitu penyangraian. Kombinasi suhu dan
waktu yang optimum dapat menghasilkan biji kakao dengan aroma kuat dan
rendemen yang tetap tinggi. Biji kakao dengan penyangraian tidak sempurna
(under-roasted) memiliki rendemen yang tinggi namun memiliki aroma
coklat lemah karena reaksi maillard tidak dapat berjalan dengan baik untuk
menghasilkan senyawa - senyawa aroma. Sebaliknya, over-roasted
mengakibatkan aroma biji kakao hilang digantikan dengan aroma
asap/gosong dan rendemen rendah.
4
2.4 Penggilingan Biji Kakao Menjadi Pasta Coklat
5
BAB III
METODOLOGI
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
7
4.2 Pembahasan
8
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan
senyawa bioaktif di dalamnya. Proses pengolahan biji kakao menjadi pasta
coklat memiliki tahapan - tahapan yang dilakukan yaitu proses fermentasi biji
kakao, proses penjemuran biji kakao, proses pemanggangan biji kakao, proses
penyangraian biji kakao, proses pemisahan isi (plan) dari kulitnya (nibs), dan
yang terakhir adalah proses penggilingan biji kakao menjadi pasta cair
ataupun semi cair.
9
DAFTAR PUSTAKA
Asyik, Nur, and Azhar Ansi. 2020. “Proses Pengolahan Sekunder Biji Kakao
Menjadi Produk Olahan Kakao Setengah Jadi.” Prosiding Seminar Nasional
Agribisnis: 43–47.
Widyotomo S., 2001, Karakteristik Biji Kakao Kering Hasil Pengolahan dengan
Metode Fermentasi dalam Karung Plastik, Pelita Perkebunan, 2001, 17 (2),
72 – 84.
10
LAMPIRAN
11