Penuntun Praktikum BIOFARMASI - Percobaan 1
Penuntun Praktikum BIOFARMASI - Percobaan 1
Penuntun Praktikum BIOFARMASI - Percobaan 1
BIOFARMASI
“PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI ”
disusun oleh :
NIM : 18101105082
Kelas : Farmasi B
MANADO
2020
PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat memahami pengaruh formulasi sediaan obat terhadap laju disolusi
Untuk mencapai absorpsi dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik, suatu obat
padatanakan mengikuti beberapa proses, seperti disintegrasi, disolusi (pelarutan) dan
absorpsi melalui membran sel. Pada proses tersebut, laju obat mencapai sirkulasi
sistemik ditentukan oleh tahapan paling lambat “rate limmiting step”. Obat yang
memiliki kelarutan sukar dalam air, maka disolusi merupakan tahap penentu dalam
proses tersebut.
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%, mempunyai
rumus molekul C8H9NO2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, dengan bobot
molekul 151,16.
Parasetamol mempunyai bentuk hablur atau serbuk putih, tidak berbau, rasa pahit, memiliki
suhu lebur 169 C sampai 172 C. larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)P,
dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P,
larut dalam larutan alkali hidroksida.
Bentuk amorf dari obat lebih memberikan kelarutan yang besar dan laju disolusi
yang lebih tinggi daripada bentuk kristal.
Polimorfisme.
merupakan bentuk kristal obat yang terdiri lebih dari satu bentuk kristal.
polimorfisme dalam bentuk hidrat, solvate atau kompleks secara nyata
mempengaruhi karakteristik disolusi & obat.
Karakteristik partikel.
Jika daerah permukaan diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel, laju
disolusi menjadi tinggi disebabkan pengurangan ukuran partikel.
2. Faktor formulasi
Bahan tambahan.
Laju disolusi suatu obat murni dapat berubah secara bermakna saat dicampur
dengan berbagai bahan tambahan selama proses pencetakan bentuk sediaan.
Ukuran partikel.
Untuk meningkatkan laju disolusi dipilih ukuran partikel optimal yaitu cukup
kecil untuk memberikan luas permukaan spesifik yang berarti, tetapi tidak terlalu
kecil agar kesulitan pembasahan yang disebabkan oleh muatan partikel yang
terjadi selama penggerusan dapat dihindari.
Uji Disolusi Tablet yaitu untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi
yang tertera dalam masing-masing monografi (missal Farmakope) untuk sediaan tablet dan
kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak
berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi.
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan
disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah
zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair,
suhu dan kompisisi media yang dibakukan (Shargel, 1988).
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi adalah luas permukaan,
bentuk obat kristal dan amorf, bentuk garam, atau faktor lainnya yaitu keadaan
hidrasi dari suatu obat dapat mempengaruhi kelarutan dan pola absorpsi. Biasanya
bentuk anhidrat dari suatu molekul organic lebih mudah larut daripada anhidratnya
(Ansel, 1989).
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang
penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah
masuk persyaratan wajib USPuntuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun
1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi
invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi, tetapi
disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi
berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk (Voigt, 1995).
Obat-obat yang diberikan dalam bentuk larutan biasanya diabsorpsi lebih
cepat dibandingkan pemberian dalam bentuk padat, karena tidak membutuhkan prose
melarut (Ansel, 1989).
Disolusi dari suatu partikel obat dikontrol oleh beberapa sifat fisika-kimia,
termasuk bentuk kimia, kebiasaan kristal, ukuran partikel, kelarutan, luas permukaan,
dan sifat-sifat pembasahan. Bila data kelarutan kesetimbangan dirangkaikan, maka
eksperimen disolusi dapat membantu mengidentifikasi daerah masalah
bioavailabilitas potensial (Lachman, 1994).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika
obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat
yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus
menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat
lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang
diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju
dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi
pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau
dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian ora, karena
batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus
halus (Martin, 1993).
Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada kenyataan
bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan dengan tersedianya
obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur hanya waktu yang
diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya
partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partilkel
tersebut akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya.
Untuk itulah sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir
seluruh produk tablet (Martin, 1993).
Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan dan kemudian absorpsi dalam tubuh
dikontrol oleh sifat fisika kimia dari obat dan bentuk yang diberikan, serta sifat-sifat
fisika kimia dan fisiologis dari system biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam
air, ukuran molekul, bentuk kristal, ikatan protein, dan pKa adalah faktor-faktor
fisika kimia yang harus dipahami untuk mendesain system pemberian (Martin,
1993).
Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan pelarutan suatu zat perlu
dilakukan karena kecepatan pelarutan suatu zat aktif dapat dilakukan pada beberapa
tahap pembuatan sediaan obat yaitu : tahap preformulasi, tahap formulasi, dan tahap
produksi (Effendi, 2005).
Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul
bilamana tablet telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul
telah pecah. Pada tablet yang tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan
oleh proses disolusi dan difusi. Namun demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi,
profil disolusinya dapat menjadi sangat berbeda tergantung dari apakah desintegrasi
atau disolusinya yang menjadi penentu kecepatan (Ansel, 1989).
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke
pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah: (Amir, 2007).
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat,
koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t.
Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi.
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia
zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh kecepatan
pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan oleh
kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Tjay, 2002).
III. PERCOBAAN
1. Alat dan Bahan
a. Bahan
- Aquades
- Tablet parasetamol generik dan paten
b. Alat
- Disolution tester
- Spektrofotometer UV-Vis
- Lumpang dan alu
- Pipet ukur, labu ukur, pipet volume dan alat gelas lainnya
2. Prosedur Kerja
a. Pembuatan Baku Induk 1000 ppm
1) Ditimbang baku parasetamol sebanyak 100 mg.
2) Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
3) Ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 mL, lalu diaduk sampai larut.
4) Ditambah dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok sampai homogen.
V. ANALISA DATA
Hasil uji disolusi sampel tablet parasetamol
Kadar (%)
Menit Ke-
Vessel Kiri Vessel Tengah Vessel Kanan
10 5,7553 % 5,7438 % 5,6802 %
20 5,7438 % 5,7553 % 5,7669 %
30 5,7495 % 5,7553 % 5,6224 %
VI. PEMBAHASAN
Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. 2008. Farmasi Fisik 2. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Martin, Alfred et al. 1990.Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia
Lachman, Leon. 1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid III.Edisi III.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.