Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN PADAT

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN PADAT

“ Uji Disolusi ”
Dosen pengampu : Apt, Ratih Dyah Pertiwi M. Farm

Disusun oleh :
Kelompok 3
KH002
Nama Kelompok :
1. Ajeng Marshanda Putri (20220311197)
2. Putri Anggraeni (20220311198)
3. Aulia Istiqomah (20220311230)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2024

I. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami uji disolusi pada tablet paracetamol
II. Dasar Teori
Uji disolusi merupakan salah satu parameter uji biofarmasetik yang
dilakukan untuk menjamin efektivitas obat pada saat digunakan dalam
pengobatan. Disolusi adalah pelarutan zat aktif dari sediaan obat pada satu
waktu tertentu. Waktu yang dibutuhkan sesuai persyaratan masing-masing
monografi.Dalam Farmakope Indonesia (FI), persyaratan parameter yang
harus dipenuhi oleh suatu zat aktif atau sediaan obat adalah uji waktu hancur
atau uji disolusi atau keduanya. Untuk menjamin efektivitas suatu sediaan
obat, khususnya sediaan obat oral bentuk padat seperti tablet dan kapsul
dilakukan uji waktu hancur (disintegrasi) dengan kondisi pengujian yang
mensimulasikan (meskipun tidak sempurna) apa yang terjadi in vivo.
Suatu tablet atau kapsul dengan waktu hancur yang sudah memenuhi
persyaratan ternyata belum tentu menjamin efektivitas sediaan oral padat
karena berbagai hasil penelitian telah membuktikan bahwa dua sediaan obat
oral padat yang setara secara farmasetik (pharmaceutical equivalent) dapat
menghasilkan efek terapeutik yang berbeda.Dilihat dari sisi biofarmasi dan
farmakokinetik, kenyataan tersebut diatas berkaitan dengan adanya perbedaan
kecepatan melarut zat aktif (disolusi) dari kedua sediaan tersebut yang
selanjutnya menghasilkan perbedaan kadar obat didalam tubuh (dalam darah)
yang dicapai oleh kedua sediaan yang setara secara farmasetik tadi.
Untuk dapat memahami hal ini perlu diingat kembali bagaimana
perjalanan obat bentuk tablet atau kapsul di dalam tubuh yang diberikan secara
oral akan mengalami proses penghancuran sediaan sehingga terjadi pelepasan,
kemudian terjadi proses pelarutan, difusi dan absorpsi.
Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atau
serbuk) masuk kedalam fase larutan, seperti air. Intinya, ketika obat melarut,
partikel-partikel padat memisah dan molekul demi molekul bercampur dengan
cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut. Disolusi adalah proses
pelepasan senyawa obat dari sediaan dan melarut dalam media pelarut.
Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
1. Sifat fisika kimia obat.
Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi berupa:
A. Sifat Kelarutan
Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan
solut.Kelarutan obat dalam air juga memengaruhi laju disolusi. Sifat kelarutan
dipengaruhi oleh faktor:
● Polimorfisme : Obat dapat membentuk suatu polimorfis yaitu
terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun
memiliki struktur kimia yang identik.
● Keadaan amorf : Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku
dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi
ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada
bentuk kristal.
● Asam bebas, basa bebas, atau bentuk garam : Obat berbentuk garam,
pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam
maupun basa bebas.
● Pembentukan kompleks, larutan padat, dan campuran eutektikum :
Dengan adanya pembentukan kompleks maka zat yang tidak larut akan
dapat larut dalam pelarut. Contohnya kompleks antara I2 dan KI.
● Ukuran partikel : Makin kecil ukuran partikel maka zat aktif tersebut
akan cepat larut.
● Surfaktan : Dengan adanya penambahan surfaktan sebagai koselven
maka akan membantu kelarutan zat yang sukar larut dalam pelarut,
dengan mekanisme menurunkan tegangan antarmuka.
● Suhu : Semakin tinggi suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu
zat yang bersifat endotermik serta akan memperbesar harga koefisien
zat tersebut.
● Viskositas :Turunnya viskositas suatu pelarut juga akan memperbesar
kelarutan suatu zat.
● pH : pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam
maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan lebih mudah
larut jika berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih
mudah larut jika berada pada suasana basa.
B. Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran
partikel. Faktor yang mempengaruhi luas permukaan (tersedia) untuk disolusi:
● Ukuran partikel
● Variabel pembuatan

2. Faktor Formulasi
Faktor formulasi dan proses pembuatan memengaruhi laju disolusi yaitu
a.Jumlah & tipe eksipien, seperti garam netral.
● Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat
dapat memengaruhi kinetika pelarutan obat dengan memengaruhi
tegangan muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat,
ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat.
● Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium
stearat, dapat menaikkan tegangan antarmuka obat dengan medium
disolusi.
● Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan
bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang
membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin.

Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan
berpengaruh pulaterhadap jumlah obat yang diabsorpsi.
1. Tipe pembuatan tablet yang digunakan.
2. Ukuran granul dan distribusi ukuran granul.
3. Jumlah dan tipe penghancur serta metode pencampurannya.
4. Jumlah dan tipe surfaktan (kalau ditambahkan) serta metode
pencampurannya.
5. Gaya pengempaan dan kecepatan pengempaan.

3. Faktor alat dan kondisi lingkungan.


A. Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan
menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat.
B. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat,
semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat
sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan.
C. Temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan
sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat (Swarbrick
dan Boyland,1994; Parrott, 1971).
4. Faktor-faktor yang terkait dengan bentuk sediaan.
Uji disolusi merupakan salah satu parameter uji biofarmasetik yang
dilakukan untuk menjamin efektivitas obat pada saat digunakan dalam
pengobatan. Disolusi adalah pelarutan zat aktif dari sediaan obat pada satu
waktu tertentu. Waktu yang dibutuhkan sesuai persyaratan masing-masing
monografi.Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk
sediaan yang digunakan secara oral. Satuan sediaan yang dimaksud adalah 1
tablet atau 1 kapsul atau sejumlah yang ditentukan. Dari jenis alat yang
diuraikan, gunakan salah satu sesuai dengan yang tertera dalam masing-
masing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik,
sedangkan dalam masing-masing monografi, uji disolusi atau uji waktu hancur
tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan lepas tunda, prosedur dan
interpretasi yang tertera pada sediaan lepas tunda dapat digunakan, kecuali
dinyatakan lain pada tiap monografi.
Uji disolusi dilakukan dengan mengukur jumlah zat aktif yang terlarut
dalam media cair yang diketahui volumenya pada suatu waktu tertentu,
menggunakan alat tertentu yang didisain untuk menguji parameter disolusi.
Jumlah zat aktif yang terlarut dapat ditentukan atau diukur pada satu waktu
tertentu saja, atau diukur secara seri pada beberapa waktu tertentu, tergantung
pada jenis informasi yang diperlukan. Pada praktikum kali ini, digunakan alat
tipe 2 dengan medium disolusi air.

Hasil uji disolusi yang dilakukan dapat dipengaruhi oleh beberapa


faktor dan hal ini perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan hasil uji yang
berbeda. Faktor-faktor ini berhubungan dengan lingkungan uji disolusi, yakni :
Kekuatan Pengadukan. Kecepatan pengadukan dan tipe alat pengaduk
mempengaruhi ketebalan lapisan difusi. Makin besar intensitas pengadukan,
makin tipis lapisan difusi, sehingga makin cepat waktu disolusi zat aktif dari
sediaan yang diuji.Kondisi media disolusi. Kondisi media disolusi yang sangat
penting diperhatikan antara lain pH, suhu, viskositas, tegangan permukaan dan
komposisi media disolusi, sebab sangat mempengaruhi kecepatan disolusi zat
aktif dari sediaan yang diuji.
● Ada tidaknya gelembung udara
● Alat yang digunakan
● Suhu larutan
● Posisi sampel
Terdapat beberapa alat uji disolusi menurut Farmakope Indonesia edisi VI,
yaitu :
●Tipe 1: Keranjang (basket)
●Tipe 2: Dayung (paddle)
●Tipe 3: Silinder Kaca Bolak-Balik (Reciprocating Cylinder)
●Tipe 4: Sel yang Dialiri (Flow-Through Cell)
Alat 3 dan 4 digunakan untuk tablet atau kapsul lepas tunda atau obat dengan
bahan aktif yang sukar larut.
Pada dasarnya media disolusi yang digunakan sesuai dengan sifat zat
aktif yang akan diuji. Media disolusi sudah tercantum dalam monografi
masing-masing sediaan. Ada beberapa jenis media disolusi, yaitu:
● Air
● Larutan asam klorida pH ± 1
● Larutan dapar pH 3 – 5 misalnya dapar asetat
● Larutan dapar fosfat pH 5,8 ; 6,8 ; 7,2 ; 7,4.
● Larutan netral pH 6 – 7,5 misalnya cairan usus buatan
● Larutan surfaktan dalam air, misalnya natrium lauril sulfat 0,00054 %
dalam air
● Cairan lambung buatan (tanpa atau dengan enzim)
● Cairan usus buatan (tanpa atau dengan enzim)
● Dll (Lihat monografi)
Uji disolusi dapat dilakukan satu tahap, dua tahap, atau tiga tahap (S1, S2,
dan S3). Kecuali dinyatakan lain dalam masing- masing monografi,
persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji
sesuai dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai 3 tahap, kecuali
bila hasil pengujian memenuhi tahap S₁ atau S2. Harga Q adalah jumlah zat
aktif yang terlarut seperti yang tertera pada masing-masing monografi,
dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam
tabel adalah persentase kadar pada etiket, yaitu sama dengan Q.

III. Metode Penelitian


3.1 Alat
a. Alat-alat uji disolusi
1. Disolution Tester
2. Spuit Disolution 6 buah 3ml
3. Syringe Filter
4. Gelas ukur 1000ml
5. Vial 18 buah
6. Label
7. Tissue
8. Vortexer
3.2 Bahan
a. Paracetamol BPFI
b. Aquadest
c. Asetonitril

3.3 Prosedur Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Siapkan media disolusi dan sampel yang akan dianalisa.
3. Masukkan vessel dan beri aquadest 900 ml
4. Nyalakan disolusi tester
5. Turunkan paddle hingga berbunyi "klik",kemudian tutup vessel
6. Menyalakan water heater
7. Cek suhu aquades dalam vessel sesuai suhu tubuh yaitu 37 derajat
celcius dengan alat termometer
8. Sambil menunggu siapkan stopwatch untuk setel timer
9. Jika suhu sudah sesuai,masukkan sampel berupa tablet paracetamol
10. Tunggu beberapa menit,kemudian sampling dengan cara siapkan 2
spuit dimana 1 spuit sudah berisi aquades dan 1 spuit lainnya
disiapkan untuk melakukan kondisi sink
11. Setelah melakukan kondisi sink,berikan syringe pada spuit yang
digunakan dan masukkan ke dalam vial
12. Lakukan secara berulang
13. Selanjutnya hasil uji disolusi dilakukan pengamatan
spektrofotometri UV
14. Siapkan sampel, lalu encerkan dengan pengenceran 5ml ke dalam 25
ml labu ukur lakukan sebanyak 2x
15. Setelah didapatkan data kemudian dihitung hasil menggunakan
excel.

Daftar Pustaka
Anonim.( 2022). Farmakope Indonesia, edisi VI., Departemen Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia., Jakarta
Fitriana, M., dkk, (2022)., Fisika Farmasi., Bandung: Kaizwn Media Publishing
Hardani, dkk., (2022)., Buku Ajar Farmasi Fisika., DI.Yogyakarta: Samudra Biru
Sri Suhesti, T., & Rachmani, E. P. N. (2018). Disolusi Terbanding Tablet Asetaminofen
Produk Generik Berlogo dan Produk Bermerek. Acta Pharmaciae Indonesia: Acta
Pharm Indo, 6(2), 60–65. https://doi.org/10.5281/zenodo.3707217

Anda mungkin juga menyukai