Kliping Cerpen
Kliping Cerpen
Kliping Cerpen
Judul Cerpen:
1. Mimpi Sang Dara
2. Pendidikan Yang Aku Tunggu
3. Hadiah Dari Ayah
4. Persahabatan Yang Tak Akan Luntur
5. Membantu Bisa Membuat Hati Senang
Disusun oleh:
1) Muh. Nabil Fayis
2) Muh. Dafhin Aslam Khair
3) Fitriani
4) Hestiani Putri
5) Arga Raja Vaqriawan
6) Muh. Tifatul Rafi
7) Nasywah Abitha Shabirah
IX D ANDI MAPPANNYUKKI
Pagi menjelang saat seorang gadis yang biasa dipanggil dengan nama Dara mulai
menjerang air untuk membuat segelas teh panas. Dara, ialah gadis yang hidup dengan
sejuta mimpi di dalam sebuah rumah berdinding tinggi.
Dara merupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa
dibilang sangat kaya. Namun sayangnya Dara tidak bisa menopang tubuhnya sendiri
tanpa menggunakan bantuan kursi roda, sehingga merasa diacuhkan bahkan saat
berada di istana mewah tersebut.
Kedua orang tua Dara selalu mengacuhkannya karena merasa tidak ada yang bisa
diharapkan dari gadis dengan kursi roda tersebut. Sementara kakaknya mungkin saja
malu mempunyai adik dengan kondisi seperti Dara.
Setiap hari Dara hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dan sesekali
mengarahkan kursi rodanya menuju arah taman. Gadis yang berusia 17 tahun tersebut
sangat senang untuk menggambar di taman guna menghilangkan pikiran buruknya yang
menyesali keadaannya.
Suatu pagi Dara jatuh dari kursi rodanya, namun tidak ada seorangpun di dalam rumah
tersebut mendekat untuk menolongnya. Rasa kecewanya terhadap hal tersebut
membuat Dara memiliki kekuatan untuk menggerakan kursi rodanya ke arah taman
kompleks, berniat menenangkan diri.
Saat sedang terisak di taman, tiba-tiba Dara dihampiri oleh seorang gadis seusianya
dengan kondisi yang sama. Gadis tersebut mengulurkan tangan untuk Dara dan mulai
menyebutkan namanya, yaitu Hana. mereka berdua mudah sekali akrab, mungkin
karena keduanya saling mengerti kondisi masing-masing.
Tiba-tiba Hana Berkata, “ Dara, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang
terlahir sia-sia. Mungkin kita tidak bisa berdiri tegak layaknya manusia lain. Tapi, kita
masih punya hak untuk merasakan bahagia. Cobalah untuk menerima dirimu sendiri,
Dara.” lalu, akhirnya gadis itu berpamitan pada Dara.
Semenjak pertemuannya di taman dengan Hana, Dara mulai merenungi kata-kata yang
diucapkan oleh gadis tersebut. Dara berpikir bagaimana ia bisa seutuhnya menerima
dirinya ketika orang di dekatnya tidak mendukungnya sama sekali.
Dara mencoba mencerna perkataan dari Hana secara perlahan, meskipun seringkali ia
menangis ketika teringat kenyataan bahwa ia hanyalah seorang gadis yang diacuhkan.
Hal yang dipikirkan oleh Dara adalah bagaimana ia bisa mewujudkan mimpinya dengan
kondisi tersebut.
Mimpi Dara adalah menjadi seorang pelukis yang karyanya bisa dipajang di dalam
pameran besar. Hal yang dilakukan Dara untuk memulainya adalah rajin membuat
lukisan. Kesibukan tersebut juga dilakukan Dara untuk tidak memikirkan mengenai
dirinya yang selalu diacuhkan dan mulai memahami perkataan Hana.
Perlahan mimpi sang Dara mulai terwujud saat diam-diam ia sering memposting
lukisannya melalui media sosial. Hingga suatu hari ada seseorang datang ke rumah
Dara untuk menemui gadis itu guna mengajaknya untuk bergabung di dalam sebuah
pameran lukisan.
Kedua orang tua Dara terperangah mendengar ucapan pria tersebut, sebab tidak
menyangka bahwa Dara si gadis kursi roda bisa menghasilkan karya lukisan yang
indah. Dara hanya tersenyum melihat respon kedua orang tuanya dan memilih
menerima tawaran pameran tersebut.
Berbagai lukisan indah dipajang dalam pameran yang diberi tema Mimpi Sang Dara.
Orang tua Dara menghadiri pameran tersebut dan merasa terharu atas pencapaian putri
yang selama ini diacuhkannya. Sementara Dara merasa lega bisa menerima keadaan
fisiknya dan memanfaatkan apa yang dimiliki.
Pendidikan yang Aku Tunggu
Pendidikan, sebuah kata yang seharusnya bisa dirasakan oleh setiap orang terutama
bagi anak-anak. Namunm pada kenyataannya tak semua orang bisa merasakan
pendidikan di sekolah, salah satu penyebabnya adalah harus mencari rezeki. Bagus,
itulah nama panggilanku dan aku satu dari sekian banyak yang tak bisa merasakan apa
itu arti bersekolah.
Usiaku saat ini 10 tahu, kata teman-temanku, “seharusnya akus sudah kelas 4 atau 5
SD”, tetapi karena keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan aku harus mencari
rezeki demi bisa memenuhi kebutuhan hidup aku dan adikku yang masih berusia 5
tahun.
Aku dan adikku hanya tinggal di rumah berukuran 4×4 meter persegi dan itu pun milik
orang lain. Tak pernah terbayangkan oleh diriku apabila tak ada rumah ini, mungkin saja
aku dan adikku harus tidur di depan ruko yang setiap malam harus melawan dinginnya
malah atau hujan. Pada suatu waktu, malam hari terasa lebih dingin, kami berdua tak
memiliki selimut dan hanya mempunyai satu sarung, kemudian sarung itu kuberikan
kepada adikku.
Orang tua kami sudah lama meninggal dunia karena motor yang dikendarai oleh ayahku
jatuh disaat hujan sedang turun dengan deras. Kedua orangtuaku sempat dibawa ke
rumah sakit, tetapi apa hendak dikata, orangtuaku meninggal dunia dan aku yang
mendengar kabar itu merasakan sedih yang mendalam.
Hingga akhirnya di tahun ketiga, aku dan adikku mendapatkan pembiayaan sekolah
sampai lulus SMA dari lembaga pendidikan pemerintah. Setelah mendengar kabar
seperti itu, aku pun merasa senang karena bisa merasakan bersekolah dan bertemu
dengan teman-teman baru. Tak hanya sampai disitu. Aku sangat merasa bahagia
karena adikku tercinta bisa menempuh pendidikan yang layak dan kami berdua belajar
dengan sungguh-sungguh.
Sejak saat itulah aku dan adikku mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang
bermanfaat, bahkan aku juga berhasil melanjutkan pendidikan sarjana dengan beasiswa
yang aku peroleh. Jadi, selalu percayalah bahwa kelak suatu saat nanti, hal yang kita
inginkan bisa tercapai dan kita bisa bahagia.
Hadiah dari Ayah
Ketika sudah memasuki Sekolah Dasar (SD), ayah selalu berjanji kalau aku
mendapatkan rangking 10 besar akan diberikan hadiah. Namun, saat pertama kali aku
kelas 1 SD tak pernah mendapatkan rangking 10 besar, sehingga aku gagal
mendapatkan hadiah. Melihat keadaaku yang murung, ayah memberikanku sebua
motivasi untuk tidak menyerah dan selalu belajar agar bisa mencapai rangking 10 besar
dan hanya berada di 15 besar saja.
Masuk tahun ajaran baru dan aku naik ke kelas 2 SD, di kelas ini, aku selalu ingat
dengan motivasi ayah agar rajin belajar. Kemudian aku terus belajar agar bisa masuk ke
10 besar, tetapi ketika belajar aku selalu merasa lelah karena sudah belajar di sekolah
dan belajar lagi di rumah. Bahkan, aku seperti merasa sia-sia ketika sudah belajar
dengan sungguh-sungguh karena tetap belum bisa masuk ke 10 besar.
Tak pernah berhenti, ayah selalu berusaha mengingatkanku untuk terus semangat dan
tidak pernah menyerah.
Ayah berkata, “coba kamu lihat waktu kelas satu kamu sudah berhasil mencapai 15
besar, kini di kelas 2 SD, kamu sudah naik ke peringkat 12 besar itu tandanya usaha
kamu tidak sia-sia.”
Aku yang mendengarkan perkataan ayah menjadi lebih semangat untuk melakukan
belajar kembali di rumah.
Ketika semester pertama di kelas 3 SD, aku sangat senang karena berhasil masuk ke 9
besar. Ayah mendengar kabar itu sangat senang dan tak lupa dengan janjinya ketika
pertama kali aku masuk SD.
“Anak ayah memang hebat, kamu mau hadiah apa karena sudah berhasil masuk ke 9
besar?”
“Aku ingin hadiah mainan robot-robotan yang kemarin kita lihat di mall.”
“Berarti hari minggu besok, kita pergi ke mall untuk beli robot-robotan.”
Setelah mendapatkan hadiah, akhirnya aku mengerti bahwa berjuang dengan sungguh-
sungguh pasti akan ada hasilnya.
Persahabatan yang Tak Akan Pernah Luntur
Surat ini kutuliskan untuk sahabatku yang Bernama Jasmine yang sudah berpindah ke
luar kota. Dengan ditulisnya surat ini, aku berharap agar persahabatan kita terus terjaga
walaupun dipisah jarak yang cukup jauh.
Kisah persabahatanku dengan Jasmine dimlai sejak kami masuk SMP. Pada saat itu,
aku dan dia baru berkenalan ketika aku ingin pingsan di jam olaharaga. Sebelum
pingsan, Jasmine bertanya padaaku, “ kamu terlihat lemas, apakah kamu perlu
kupanggil guru agar segera dibawa ke UKS?” aku yang berusaha untuk tetap kuat
kemudian menjawab, “tidak perlu, aku masih kua untuk mengikuti jam olahraga.”
Jasmine yang merasa kalau diriku benar-benar sedang tidak sehat, kemudian
memanggil guru untuk memberitahukan bahwa Putri sepertinya akan pingsan. Tanpa
berlama-lama, guru olahraga segera membawa Putri ke ruangan UKS agar bisa
beristirahat. Setelah masuk ke ruang UKS, aku merasa sudah lebih baik dan tahu kalau
penyebab ingin pingsan adalah karena belum sarapan di pagi hari.
Sesampainya kembali ke kelas, aku sangat berterima kasih kepada Jasmine karena
sudah memberitahukan kepada guru kalau aku bisa saja pingsan. Tanpa Jasmine,
mungkin aku akan pingsan. Kami berdua pun pulang bersama naik angkutan umum
yang sama karena tanpa diduga rumah kami searah.
Tiga tahun sudah aku dan Jasmine memiliki tali persabahatan dan kami selalu berbagi
cerita sedih atau bahagia. Setelah kami berdua lulus dari SMP, Jasmine bersama
orangtuanya pindah ke luar kota. Mendengar kabar itu, aku sedih karena akan sulit
untuk bertemu langsung dengan Jasmine. Meskipun sudah alat komunikasi canggih,
tetapi rasanya akan kurang kalau tidak bisa berbagi cerita secara langsung.
Tak terasa juga, aku sudah hampir selesai menempuh pendidikan SMA, sehingga aku
berinisiatif untuk menulis surat kepada Jasmine. Pada bagian akhir surat itu, aku
menulis, “apakah kita bisa bertemu kembali di universitas yang sama?”
Membantu Bisa Membuat Hati Senang
Perkenalkan aku Putri yang saat ini sedang emenmpuh pendidikan Sekolah Dasar kelas
5. Setiap hari, aku selalu diantara oleh ayahku saat pergi bersekolah. Aku sangat
senang karena ayah selalu mengantarkanku tepat waktu, sehingga tidak pernah
terlambat sekolah.
Di sekolah, aku bertemu banyak sekali teman yang sangat seru dan asyik, sehingga
tidak pernah merasakan bosan. Ketika pulang sekolah pun, aku pulang bersama
dengan teman-teman yang kebetulan rumah kami berdekatan. Pada suatu waktu, ketika
pulang, kami melihat ada seorang ibu yang barang belanjanya terjatuh karena terlalu
banyak. Melihat hal itu, kami bersegara membantunya.
Sesampainya di rumah, aku menceritakan kejadian itu kepada Ibu, kemudian Ibu
berkata, “bagus, nak, jangan pernah ragu untuk membantu orang lain”. Kemudian, aku
juga bilang, “ternyata membantu orang lain sangat menyenangkan.” Sejak kejadian itu,
aku selalu berusaha membantu orang lain saat sedang membutuhkan bantuan.