Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

REMED

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH PUNGSI VENA

BLOK HEMATO IMUNOLGI

DISUSUN OLEH :

NAMA : SARI TESALONIKA


NPM : 223210057

KOORDINATOR SKILLAB

dr. Maestro

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
- Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena kasih dan karuniaNya

yang diberikan pada kita semua. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pungsi

vena. Sehubungan dengan hal ini, adapun tujuan kami dalam menulis makalah ini

adalah untuk memenuhi tugas remedial stase pungsi pena pada blok Hemato

Imunologi. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membagi ilmu pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini

dengan baik. Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa laporan ini

sepenuhnya masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan pengalaman dan pengetahuan

penulis yang terbatas. Untuk itu, kami menerima dengan terbuka semua kritik dan

saran dari semua pihak agar makalah ini dapat tersusun lebih baik lagi. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata kami ucapkan terima

kasih.

Medan, 18 April 2024

1
Sari Tesalonika
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar isi .........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................2
1. DARAH.......................................................................................................................2
1.1 Definisi Darah....................................................................................................2
1.2 Fungsi Darah......................................................................................................2
1.3 Komponen Darah...............................................................................................3
1.4 Pemeriksaan Darah............................................................................................8
1.5 Struktur Arteri .................................................................................................10
1.6 Sirkulasi Darah................................................................................................13
2. PENGAMBILAN DARAH.......................................................................................14
2.1 Alat & Bahan.................................................................................................14
2.2 Memilih Vena Darah.....................................................................................18
2.3 Langkah-langkah Pengambilan Darah pada vena.........................................24
2.4 Komplikasi Pada Pungsi Vena......................................................................28
2.5 Faktor-faktor Pembekuan Darah...................................................................31
2.6 Cairan Jaringan..............................................................................................32
2.7 Produk Darah.................................................................................................33
2.8 Hasil Abnormal Pada Darah..........................................................................35
3. KELAINAN PADA DARAH..................................................................................35
3.1 Anemia..........................................................................................................35
3.2 Hemokromatosis............................................................................................37
3.3 Mielodisplasia................................................................................................38
3.4 Anemia Defisiensi Besi.................................................................................41
3.5 Anemia Aplastik............................................................................................45
BAB III PENUTUP.......................................................................................................51
Kesimpulan..........................................................................................................51
Daftar Pustaka...............................................................................................................52

2
BAB I
PENDAHULUAN

Pemeriksaan hematologi rutin sangat penting tidak hanya untuk

mendiagnosis dan mengelola penyakit hematologi tetapi juga untuk

menilai kesehatan secara keseluruhan. Pemeriksaan hematologi

digunakan untuk skrining penyakit anemia, kanker darah, gangguan

pembekuan, adanya penyakit infeksi dan paparan senyawa toksik.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menganalisis sel darah yaitu eritrosit,

leukosit dan trombosit Pemeriksaan parameter eitrosit, hemoglobin dan

hematokrit dapat digunakan untuk menilai adanya kelainan anemia dan

polisitemia. Pemeriksaan parameter trombosit untuk kelainan pembekuan

darah. Sedangkan pemeriksaan leukosit untuk melihat adanya penyakit

infeksi dan kanker darah (Nugraha et al., 2021; Turgeon, 2012).

3
Pemeriksaan hematologi rutin umumnya terdiri dari parameter

pemeriksaan jumlah eritrosit (red blood cells, RBC), hemoglobin (Hgb),

hematokrit (Hct), jumlah leukosit (white blood cell, WBC) dan jumlah

trombosit (platelets, PLT) (Wu et al., 2015). Akan tetapi pemeriksaan

hematologi rutin berkembang pada era otomatisasi dan parameter

pemeriksaan disesuaikan dengan penggunaan alat hematology analyzer di

masing-masing laboratorium.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Darah

1.1 Pengertian Darah

Darah merupakan media transportasi berbagai zat yang berada di dalam tubuh

manusia, darah berperan untuk proses keseimbangan atau homeostasis dalam

mempertahankan stabilitas lingkungan dalam tubuh dan untuk mengembalikan fungsi

tubuh dalam keadaan semula. Darah selamanya berada dalam tubuh oleh karena

adanya kerja atau pompa jantung (Andarmoyo, 2012). Darah manusia berwarna

merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila

kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin yang

terdapat dalam eritrosit dan mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan

tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah juga mengangkut bahan-bahan sisa

metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal

untuk dibuang sebagai urine (Anonim, 2010). Pada manusia umumnya memiliki

volume darah sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.

Keadaan jumlah darah pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada usia,

pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah (Handayani, dkk, 2008).

1.2 Fungsi Darah

Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga dapat

menjalankan fungsinya sebagai berikut :

5
1. Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini.

a. gas karbondioksida (CO2) dari jaringan perifer kemudian dikelurkan melalui paru-

paru untuk didistribusikan ke jaringan yang memerlukan.

b. Mengangkut sisa-sisa atau ampas dari hasil metabolisme jaringan berupa urea,

kreatinin, dan asam urat.

c. Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan ke seluruh

jaringan tubuh.

d. Mengangkut hasil-hasil metabolisme jaringan.

2. Mengatur keseimbangan cairan tubuh.

3. Mengatur panas tubuh.

4. Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh.

5. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi.

6. Mencegah perdarahan (Handayani, dkk, 2008).

1.3 Komponen Darah

Darah terdiri atas dua komponen utama, yaitu sebagai berikut :

1. Plasma : bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air 91%, protein 3%

(albumin, globulin, protombin dan fibrinogen), mineral 0,9% (natrium klorida,

natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium dan zat besi), dan bahan

organik 0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam amino)

2. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas tiga elemen berikut:

6
a. Sel Darah Merah (Eritrosit)

1) Definisi Sel darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau

ribosom. Sel darah merah tidak dapat bereproduksi atau melakukan fosforilasi

oksidatif sel atau sintesis protein. Sel darah merah mengandung protein hemoglobin,

yang mengangkut sebagian besar oksigendari paru ke sel-sel di seluruh tubuh. Sel

darah merah berukuran kecil, berbentuk diskus bikonkav (dua sisi) seperti donat tanpa

lubang di tengahnya. Area permukaan sel darah merah yang tinggi memungkinkan

untuk proses difusi cepat oksigen dan karbon dioksida, sementara ukuran yang kecil

(berdiameter 7 µm) dan relatif fleksibel memungkinkan sel darah merah untuk

menyelip masuk ke dalam pembuluh kapiler bahkan yang berukuran kecil tanpa

kerusakan (Corwin, 2009).

2) Fungsi

a) Sel-sel darah merah mentranspor oksigen keseluruh jaringan melalui pengikatan

hemoglobin terhadap oksigen.

b) Hemoglobin sel darah merah berikatan dengan karbondioksida untuk ditranspor ke

paru-paru.

c) Sel darah merah berperan penting dalam pengaturan pH darah karena ion

bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam basa (Sloane, 2004).

b. Sel Darah Putih (Leukosit)

7
1) Definisi Struktur leukosit dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan

perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel,

sehingga dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya bening (tidak berwarna).

Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Sel darah putih terdiri

atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut:

a) Granulosit Memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki diameter

sekitar 10-12 mikron. Berdasarkan pewarnaan granula, granulosit terbagi menjadi tiga

kelompok yaitu Neutrofil, Eosinofil, dan Basofil (Handayani, 2008).

b) Agranulosit Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen

dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranular yaitu

limfosit (sel kecil, sitoplasma sedikit) dan monosit (sel agak besar mengandung

sitoplasma lebih banyak) (Avon, 2009).

8
2) Fungsi

Lekosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap invasi benda asing, termasuk

bakteri dan virus (Sloane, 2004).

9
c. Keping Darah (Trombosit)

1) Definisi Trombosit merupakan sel anuclear nulliploid (tidak mempunyai nucleus

pada DNA-nya) yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, dengan ukuran 2-3

µm yang merupakan fragmentasi dari megakariosit, ada yang bulat ada yang lonjong,

warnanya putih, banyaknya normal pada orang dewasa 200.000 300.000/mm3 . Jika

kurang dari normal, maka jika ada luka darah tidak akan lekas membeku sehingga

timbul perdarahan yang terus-menerus. Trombosit yang melebihi 300.000 disebut

trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia

(Andarmoyo, 2012).

2) Fungsi Memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Trombosit tersirkulasi

dalam darah dan terlibat dalam mekanisme hemostasis tingkat sel dalam proses

10
pembekuan darah dengan membentuk darah beku. Trombosit mudah pecah bila

tersentuh benda kasar (Anonim, 2010).

1.3 Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah atau pemeriksaan hematologi secara umum dapat dibedakan menjadi dua

yaitu pemeriksaan hematologi rutin dan he matologi lengkap. Pemeriksaan hematologi rutin

terdiri dari hemoglobin/Hb, hematokrit (HCT), hitung jumlah sel darah merah/eritrosit,

hitung jumlah sel darah putih/leukosit, hitung jumlah trombosit dan indeks eritrosit.

Pemeriksaan he matologi lengkap (complete blood count) terdiri dari pemeriksaan darah rutin

ditambah hitung jenis leukosit dan pemeriksaan morfologi sel/ sediaan apus darah tepi

(SADT)/ Gambaran

darah tepi (GDT)/morfologi darah tepi (MDT) yaitu ukuran, kandungan hemoglobin,

anisosito sis, poikilositosis, polikromasi. Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi

hemoglobin eritrosit. Istilah lain untuk in deks eritrosit adalah indeks korpusculer. Indeks

eritrosit terdiri atas volume atau ukuran eritrosit. Nilai eritrosit rerata dipakai untuk

mengetahui volume eritrosit rerata yang di ketahui dari nilai VER dan banyaknya hemoglobin

dalam satu er itrosit rerata dapat dilihat dari nilai HER serta untuk mengetahui konsentrasi

hemoglobin rera ta dalam satu eritrosit dilihat pada nilai KHER. (Riadi, 2011) Nilai eritrosit

rerata dipakai untuk peng golongan anemia berdasarkan morfologi. Dike nal 3 macam

penggolongan anemia yaitu : anemia mikrositik hipokrom, normositik normokrom dan

makrositik. (Riadi, 2011)

Darah mudah membeku jika berada di luar tubuh. Apabila didiamkan, bekuan akan mengerut

dan serum terperas keluar. Cepat membekunya darah ini dapat diatasi dengan penamba han

suatu zat yang disebut dengan antikoagulan. (Riadi, 2011) Antikoagulan merupakan bahan

yang digunakan untuk menghindarkan terjadin ya pembekuan darah. Pembekuan dihambat

11
mel alui beberapa proses seperti kelasi, pengikatan kalsium atau menghambat pembentukan

trom bin. Setelah darah masuk ke dalam tabung, darah harus dicampur segera untuk

mencegah pem bentukan mikroklot. antikoagulan yang banyak di pakai adalah garam EDTA,

sitrat dan heparin. (Gandasobrata, 2007) EDTA sering digunakan karena antikoag ulan ini

tidak berpengaruh terhadap besar dan 22 bentuknya eritrosit dan leukosit, serta menceg ah

trombosit menggumpal. EDTA yang biasan ya digunakan terdiri dalam bentuk larutan atau

cair dan kering atau serbuk.

Jika menggunakan EDTA yang kering, wadah berisi darah harus digoncang sedikit lebih

lama yaitu 1 – 2 men it karena EDTA kering lambat melarut. Lambat melarutnya EDTA ini

juga dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, terutama pemeriksaan darah rutin.Oleh karena

itu penggunaan EDTA dalam bentuk larutan lebih disarankan daripada peng gunaan EDTA

kering atau serbuk.(Gandasoebra ta, 2007) Dewasa ini telah tersedia tabung vakum yang

sudah berisi antikoagulan EDTA dalam bentuk K2EDTA dan K3EDTA.

K3EDTA biasanya berupa garam yang mempunyai stabilitas yang lebih baik dari garam

EDTA yang lain ka rena menunjukkan pH yang mendekati pH darah yaitu sekitar 6,4.

(Gandasoebrata, 2007 dan Ri adi, 2011) Tabung vakum ini merupakan tabung yang

direkomendasikan oleh National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS)

untuk pemeriksaan hematologi karena mempunyai ket epatan kadar antikoagulan

dibandingkan dengan EDTA konvensional dalam bentuk Na2EDTA. Dari segi ekonomi,

EDTA vacutainer memer lukan biaya yang lebih mahal, maka tidak jarang instalasi

laboratorium lebih banyak mengguna kan Na2EDTA cair atau serbuk sebagai antiko agulan

pada pemeriksaan hematologi khususnya pemeriksaan darah rutin walaupun pemakaian

EDTA serbuk atau cair ini sedikit lebih rumit karena volume EDTA harus disesuaikan

dengan volume darah. (Riadi, 2011 dan Faizatul, 2016).

12
1.4 Struktur Arteri

Struktur Arteri Pembuluh arteri/nadi membawa darah dari jantung keseluruh tubuh. .

Merupakan pembuluh darah yang liat dan elastis , Dinding arteri lebih tebal daripada

dinding vena. Memiliki sebuah katup yang berada tepat diluar jantung Tekanan

pembuluh arteri lebih kuat daripada pembuluh vena. Letaknya agak tersembunyi dari

lapisan kulit . Membawa darah bersih yang berwarna lebih merah terang dibanding

vena. Sirkulasi Arteri : Arteri mendapat darah dari pembuluh darah halus yang

mengalir didalamnya dan berfungsi memberikan nutrisi pada pembuluh yang

bersangkutan disebut vasa vasorum , Arteri dapat berkontraksi dan berdilatasi yang

disebabkan pengaruh susunan saraf otonom Dinding arteria terdiri dari 3 lapisan :

Lapisan luar : Tunika advertisia : terutama tersusun dari jaringan ikat , mengandung

serabut saraf dan pembuluh darah yang mendarahi dinding arteria.

Lapisan tengah : Tunika media : tersusun dari kolagen , serat otot polos dan

elastin ,yang mempertahankan elastisitas dan ketegaran arteria

Lapisan dalam :Tunika intima : lapisan sel – sel endotel yang menyediakan

permukaan non trombogenik untuk aliran darah Terdapat beberapa jenis pembuluh

nadi yaitu Aorta : pembuluh nadi terbesar dalam tubuh , keluar dari ventrikel jantung ,

membawa banyak O2 untuk diedarkan keseluruh tubuh, Arteriol : pembuluh nadi

terkecil , percabangan arteri, berhubungan dengan pembuluh kapiler .Pembuluh

kapiler : tempat terjadinya pertukaran zat dalam sistim sirkulasi (tempat zat nutrisi dan

O2 serta CO2 bertukar ). Arteri sistemik , membawa darah menuju arteriol , pembuluh

kapiler.

13
Struktur Vena Membawa darah kotor (sisa metabolisme dan CO2), kecuali vena

pulmonalis . Mempunyai dinding yang tipis. Jaringannya kurang elastis. Mempunyai

katup-katup sepanjang jalan yang mengarah ke jantung. Tidak menunjukkan adanya

tempat mendengar denyut jantung. Pembuluh darah vena yang ukurannya besar adalah

vena kava dan vena pulmonalis. Cabang dari vena disebut venolus/ venula yang

selanjutnya menjadi kapiler. Dibanding Arteri ,dinding vena lebih tipis dan mudah

melebar . Membawa darah menuju jantung, membawa darah kotor (bawa sisa

metabolisme) , lebih mudah membeku. Terletak didekat permukaan kulit , Denyut

tidak terasa. Dinding pembuluh lebih tipis , dan tidak elastis. Tekanan pembuluh lebih

lemah dibandingkan arteri . Katup – katup semilunaris ( berbentuk bulan sabit ) satu

arah tersebar diseluruh sistim vena , katup ini mencegah terjadinya aliran balik dan

mengarahkan aliran ke proksimal. Kemampuan katup – katup ini sangat penting sebab

aliran darah dari ekstremitas ke jantung berjalan melawan gravitasi . Fisiologi dari

aliran vena yang melawan kekuatan gravitasi melibatkan berbagai faktor yang dikenal

sebagai pompa vena dimana kontraksi otot mendorong aliran darah maju didalam

sistim vena . Sirkulasi darah Vena Pembuluh darah vena merupakan kebalikan dari

pembuluh darah arteri yaitu : berfungsi untuk membawa darah dari alat tubuh kembali

masuk kedalam jantung . Katup pada vena terdapat sepanjang pembuluh darah , katup

tersebut berfungsi untuk mencegah darah idak kembali lagi ke sel atau jaringan . Vena

yang terbesar adalah pulmonalis , bercabang menjadi vena -> venolus yang

selanjutnya menjadi -> kapiler.

Kapiler Disebut juga pembuluh rambut terdiri dari sel-sel endotel . Diameter kira-kira

0,008 mm. fungsi kapiler sebagai Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan

14
vena , Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan jaringan ,

Mengambil hasil-hasil dari kelenjar . Menyerap zat makanan yang terdapat di usus .

Menyaring darah yang terdapat di ginjal Struktur kapiler Merupakan pembuluh darah

yang paling halus dibanding arteri dan vena Dinding pembuluh darah kapiler hanya

terdiri dari sebuah lapisan tunggal endothelium serabut otot dan sebuah membran

basalis .Secara aktif mengatur banyaknya darah yang mengalir dalam pembuluh

tersebut , jadi dapat membesar dan mengecil tergantung kebutuhan dan keperluannya

Sirkulasi kapiler Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang disebut juga

pembuluh rambut.Pada umumnya kapiler meliputi sel-sel jaringan karena secara

langsung berhubungan dengan sel . Pembuluh kapiler terdiri atas : Kapiler arteri :

merupakan tempat berakhirnya arteri , hanya mempunyai 1 lapisan endotelium dan

sangat tipis sehingga memungkinkan cairan darah / limfe merembes keluar jaringan

membawa air, mineral dan zat makanan serta melaksanakan proses pertukaran gas O2

dan CO2 , Kapiler vena : fungsi membawa zat sisa yang tidak terpakai oleh jaringan

berupa zat ekskresi dan CO2. zat sisa dibawa keluar tubuh melalui venolus, vena dan

akhirnya keluar tubuh melalui 3 proses yaitu pernafasan, keringat dan feses.

Pembuluh darah Adalah prasarana jalan bagi aliran darah keseluruh tubuh.

15
Merupakan sistim tertutup dengan jantung sebagai pemompanya. Pembuluh darah

utama dimulai dari aorta yang keluar dari ventrikel sinistra melalui belakang kanan,

arteri pulmonalis, membelok kebelakang melalui radiks pulmonalis, kemudian turun

sepanjang kolumn vertebralis menembus diafragma, selanjutnya kerongga panggul

dan berakhir pada anggota gerak bawah.

Darah mengalir dalam pembuluh darah dan diedarkan oleh kekuatan pompa jantung

Ada 3 jenis pembuluh darah yaitu

1. Arteri : berfungsi membawa darah dari jantung keseluruh tubuh

2. Vena : berfungsi membawa darah dari kapiler kembali ke jantung

3. Kapiler : berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi dan gas.

1.4 Sirkulasi Darah

FUNGSI SIRKULASI

Arteri : Mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan , darah mengalir

dengan cepat pada arteri.

Arteriola : Cabang kecil dari arteri.berfungsi sebagai kendali darah yang dikeluarkan

ke dalam kapiler. Arteriol mempunyai dinding otot yang kuat, mampu

menutup/kontraksi arteriol dan melakukan dilatasi beberapa kali lipat .

Kapiler : Untuk pertukaran cairan, zat makanan elektrolit, hormon dan bahan lainnya

antara darah dan cairan interstisial.

Venula : Mengumpulkan darah dari kapiler secara bertahap, bergabung menjadi vena

yang semakin besar .


16
Vena : Saluran penampung dan pengangkut darah dari jaringan kembali ke jantung,

karena tekanan pada sistem vena sangat rendah.

2. Pengambilan Darah

2.1 Alat & Bahan

Peralatan yang dibutuhkan untuk pengambilan darah vena ada beberapa jenis. Setiap

alat memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Penggunaan spuit dan jarum sederhana diindikasikan hanya untuk satu pemeriksaan darah,

namun jika ada beberapa jenis pemeriksaan darah diperintahkan, maka lebih baik memilih

vacutainer/tabung spesimen.

Sampel pemeriksaan darah dapat berupa darah total (whole blood), serum, atau plasma.

Untuk mendapatkan plasma darah, petugas harus mencegah sampel darah yang diambil

membeku. Untuk mencegah proses pembekuan tersebut dilakukan dengan menambahkan

aditif (zat tambahan) yang dicampurkan bersama sampel darah. Saat ini telah tersedia tabung

darah khusus yang sudah dilengkapi dengan zat pembeku darah. Tabung pengumpulan
17
sampel darah memiliki warna yang menunjukkan jenis zat aditif yang terkandung

didalamnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

18
19
Jika dalam sekali waktu, pengambilan sampel darah dilakukan untuk beberapa tujuan pemeriksaan,

maka harus diperhatikan urutan penggunaan tabungnya. Urutan tabung vakum pada

Flebotomi :

2.2 Memilih Vena Darah

A. Lokasi Pungsi Lokasi pungsi vena yang paling umum untuk pengambilan darah

vena dilakukan pada vena suprafisial dari fossa antekubital (lipatan siku). Terdapat

tiga vena yang digunakan untuk pungsi vena. Lokasi ketiga vena pada fossa

antekubital tersebut secara anatomis dibagi menjadi dua pola. Pola “H” adalah vena

mediana kubiti, vena sefalika, dan vena basilica. Pola “M”adalah vena mediana kubiti,

vena sefalika aksesori, dan vena basilika.

20
Ket.: (A) Pola H dan (B) Pola M pada vena superfisial lengan kanan Anterior pada

Fossa Antekubital.

Vena mediana kubiti menjadi pilihan pertama pada pungsi vena. Jika vena tidak

menonjol dan teraba pada kedua lengan, vena sefalika atau vena basilika harus

digunakan. Jadikan vena sefalika sebagai vena pilihan paling akhir karena memiliki

risiko mencederai saraf median dan ketidaksenga-jaan menusuk arteri brakialis.

B. Vena-vena yang harus dihindari

Pembuluh darah vena terdiri atas 3 lapis yaitu:

a. Tunika adventisia adalah lapisan luar yang terdiri atas jaringan ikat yang fibrus

dimana fungsinya sebagai pelindung.

b. Tunika media adalah lapisan tengah yang berotot, lebih tipis, kurang kuat,

kurang elastis daripada pembuluh darah arteri yang berfungsi untuk memberi

21
tekanan terhadap darah.

c. Tunika intima adalah lapisan dalam yang terbentuk oleh endothelium dan

sangat licin. Tunika intima di pembuluh darah vena terdapat katup yang

berbentuk lipatan setengah bulan yang terbuat dari lapisan endothelium dan

diperkuat oleh sedikit jaringan fibrus (Pearce, 2009).

Pada pemeriksaan hematologi, sampel darah dapat diperoleh dari pembuluh darah

vena, arteri dan kapiler. Darah vena adalah darah yang berasal dari pembuluh vena,

pembuluh darah vena ini cukup besar dan banyak mengandung gas CO2. Darah arteri

atau disebut darah segar banyak mengandung O2 karena berasal dari jantung. Darah

kapiler merupakan darah yang terdapat pada pembuluh kapiler yang sangat kecil yaitu

tempat arteri berakhir ( Guyton and hall 2007).

Pemeriksaan hematologi pada alat otomatis biasanya meggunakan sampel darah vena

tetapi pada kasus tertentu darah vena tidak dapat diperoleh seperti pada kondisi vena

yang tidak dapat teraba dengan jelas karena kegemukan atau adanya luka bakar pada

lokasi sampling, apabila tetap dilanjutkan pengambilan darah dapat menyebabkan

infeksi karena lapisan epidermis yang berfungsi sebagai pelindung kulit telah rusak.

Pada kondisi edema (pembengkakan) sulit dilakukan sampling karena adanya cairan

abnormal yang dapat bercampur dengan darah, dan menyebabkan vena sulit diraba.

Pembuluh darah vena yang tipis pada bayi/balita atau pada kondisi pasien yang sedang

diinfus karena darah dapat terkontaminasi cairan infus ( Turgeon 2007)

22
Pemeriksaan jumlah eritrosit, leokosit, dan trombosit dapat menggunakan darah vena

maupun kapiler. Pemeriksaan dengan daarah kapiler memberiksan hasil lebih rendah

dibandingkan darah vena. Pemeriksaan jumah eritrosit, leokosit, dan trombosit pada

sampel darah kapiler menggunakan alat otomatik memerlukan sampel darah kapiler

sebanyak 180 µl.Alat pemeriksaan yang tidak dilakukan perawatan secara rutin dan

kalibrasi secara teratur akan sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan jumlah eritrosit,

leokosit, dan trombosit menjadi lebih tinggi atau menjadi rendah.

Perawatan alat secara rutin perlu dilakukan dengan melakukan perawatan harian yakni

auto clean untuk menghilangkan kotoran, membersihkan jarum clossed sampler,

perawatan mingguan dengan membersihkan shear valve, mengganti selang pompa

peristaltik aspirasi; perawatan bulanan membersihkan fan-filter, membersihkan

syringe; dan melakukan kalibrasi dengan menggunakan kalibrator komersial atau

sampel darah segar. Kalibrsi hendaknya diperiksa secara teratur dengan menggunakan

program pemantapan mutu yang biasa dilakukn setiap laboratorium, sesuai dengan

persyaratan laboratorium yang baik, terverifikasi menyangkut quality control harian

pada setiap shift dan juga pada setiap perubahan nomor lot reagen.Reagen harus

diperlakukan sesuai aturan yang telah diberikan pabrik produksi termasuk cara

penyimpanan, penggunaan, dan expired nya. Pemakaian reagen yang sudah rusak

karena telah expired maupun salah dalam suhu penyimpanan akan menyebabkan

penurunan jumlah eritrosit, leokosit, dan trombosit. Hal ini dapat diatasi dengan

penyimpanan reagen pada suhu dan penggunaan reagen sebelum expired yang telah

ditentukan oleh pabrik.

23
Faktor pemeriksaan juga dapat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan jumlah

eritrosit, leokosit, dan trombosit. Hal ini akan terjadi apabila sampel tidak

dicampur/dikocok dengan benar sebelum dilakukan pembacaan pada alat atau pada

saat sampel dihisap oleh penghisap sampel tidak sampai pada dasar tabung sampel,

maka hasil pemeriksaan jumlah eritrosit, leokosit, dan trombosit menjadi rendah.

Tanyakan pada pasien untuk tempat penusukan yang pernah berhasil dan tidak

berhasil di masa lalu. Jika pasien sering melakukan tes darah, dia akan mengetahui

vena yang berfungsi dengan baik. Untuk pasien yang tidak teraba vena di fossa

antecubital, maka perawat dapat menggunakan vena di punggung tangan atau lengan

bawah. Namun ini menjadi pilihan terakhir, karena vena tersebut mungkin terlihat

namun biasanya sangat kecil. Selain itu, banyak ujung saraf ditemukan di sana.

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang

membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sitem transport. Darah

merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu :

plasma darah dan bagian korpuskuli (Sadikin, 2002).

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel

darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume

darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira kira lima

liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah.

Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi, pengaturan

suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa eritrosit selama

hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampu mengangkut secara

efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan, sedang keberadaannya dalam

24
darah, hanya melintas saja. Darah berwarna merah, antara merah terang apabila kaya

oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah

disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang

mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-

molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti

darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung.

Sistem Pengambilan Darah

Terdapat dua sistem flebotomi yang dapat digunakan untuk pungsi vena, yaitu sistem

terbuka (open system) dan sistem tertutup (close system). Sistem terbuka merupakan

flebotomi yang menggunakan alat jarum dan spuit. Untuk memindahkan spesimen

darah yang sudah terkumpul pada spuit ke dalam tabung vakum harus dilakukan

dengan melepas jarum. Beberapa flebotomis melakukannya dengan melepas jarum

dan penutup tabung vakum lalu darah dimasukkan, sementara flebotomis lainnya

langsung menusukkan jarum pada spuit berisi darah pada tabung vakum. Dengan

demikian, sistem ini memungkinkan darah kontak dengan udara yang mengakibatkan

darah terkontaminasi mikroorganisme udara, terutama pada flebotomis yang

melepaskan jarum dan tutup tabung vakum. Sistem tertutup merupakan flebotomi

yang menggunakan alat jarum, holder, dan tabung vakum. Oleh karena itu, sistem ini

disebut juga sistem vakum, saat dilakukan pungsi vena, darah langsung mengalir ke

tabung vakum tanpa terjadi kontak dengan udara. Flebotomi sistem tertutup sangat

cocok untuk pengambilan darah yang membutuhkan lebih dari satu tabung vakum

atau untuk pengumpulan darah pada botol kultur darah.

25
2.3 Langkah-langkah Pengambilan Darah pada Vena

1. Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data dilembar permintaan,

menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap, tanggal lahir, dan/atau nomor

26
rekam medis) Jelaskan tujuan dan Langkah-langkah prosedur Siapkan alat dan bahan

yang diperlukan

a. Sarung tangan bersih

b. Spuit atau vacutainer sesuai ukuran

c. Alcohol swab

d. Tabung sampel darah, sesuai kebutuhan

e. Torniket

f. Plester

g. Pengalas

h. Bengok

i. Safety box

2. Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila pasien

minum obat tertentu, tidak puasa dsb.

3. Cuci tangan, dengan sabun dan air/hand spray, sebelum mengambil sampel darah

4. Pasang sarung tangan bersih

5. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.

Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan menghadap ke atas dan Pilih vena

yang akan dilakukan penusukan.

27
6. Pasang pengalas di bawah area vena yang dipilih dengan perlak/ bantal kecil.

7. Minta pasien mengepalkan tangan.

8. Lakukan pembendungan dengan memasang torniket 5 – 10 cm di atas area

penusukan. Jika terlalu dekat dari tempat tusukan,vena dapat kolaps ketika darah

terisap ke dalam tabung dan jika terlalu jauh dari tempat tusukan pengambilan darah

tidak akan efektif. Pasien yang memiliki kulit sensitif atau mengalami dermatitis,

maka pemasangan tourniquet dilakukan diatas kain kering atau kasa yang melihat

lengan. Hal yang harus diperhatikan pada penggunaannya ialah bahwa pembendungan

ini tidak boleh terlalu ketat dan tidak boleh berlangsung lama.

Pemasangan tourniquet hendaknya digunakan tidak lebih dari satu menit. Pemasangan

yang terlalu lama akan menyebabkan hemokonsentrasi. Hemokonsetrasi merupakan

suatu kondisi dimana komponen darah yang tidak dapat dengan mudah meninggalkan

aliran darah, menjadi terkonsentrasi pada volume plasma yang lebih kecil. Hal ini

akan berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan yaitu dengan adanya peningkatan

jumlah sel darah merah, PCV, elemen sel, dan peningkatan kadar subtrat ( protein

total, besi, kolesterol, lipid total).

9. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk

memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki

dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke

siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan atau mintalah pasien untuk

membuka tutup telapak tangannya beberapa kali untuk membantu vena berdilatasi

(membesar)

28
10. Desinfeksi kulit pasien pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol 70%

dan biarkan kering.

11. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut

20 – 30 derajat. Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke

dalam semprit (dinamakan flash). Usahakan sekali tusuk kena. Aspirasi sampel darah

sesuai kebutuhan (jika menggunakan spuit) atau pegang adapter lalu tekan tabung

vakum dan biarkan darah masuk sampai sesuai kebutuhan (jika menggunakan

vacutainer). Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma

yang diperlukan untuk pemeriksaan. Setelah volume darah dianggap cukup, lepas

torniquet dan minta pasien membuka kepalan tangannya.

12. Letakkan kapas di tempat tusukan spuit lalu segera lepaskan/tarik jarum secara

perlahan. Jangan menarik jarum sebelum torniquet dibuka.

13. Lakukan penekanan pada area penusukan dengan kapas beberapa saat

14. Pasang plester pada area penusukan jika darah telah berhenti. Penekukan siku

setelah pengambilan darah tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan hematoma.

15. Berikan label pada tabung sampel darah dan kirim segera ke laboratorium

16. Buang jarum pada safety box

17. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan

18. Lepaskan sarung tangan

19. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

20. Dokumentasikan hasil pemantauan

29
2.4 Komplikasi pada Pungsi Vena

a. Ekimosis atau memar adalah komplikasi yang paling sering ditemui pada pungsi

vena. Kondisi tersebut terjadi akibat kebocoran sejumlah kecil darah ke dalam

jaringan di sekitar lokasi tusukan. Tindakan pencegahan adalah dengan menekan

langsung lokasi pungsi vena dengan kain kasa. Jangan lakukan tindakan menekukkan

tangan setelah flebotomi karena dapat menyebabkan memar dan tidak efektif dalam

menghentikan perdarahan.

b. Hematoma terjadi ketika terjadi kebocoran sejumlah besar darah di sekitar lokasi

tusukan dan menyebabkan area mengalami pembengkakan akibat akumulasi darah

dalam jaringan. Jika hematoma terjadi dengan cepat pada saat pungsi vena, flebotomis

harus segera melepaskan jarum dan menekan lokasi tusukan dengan kasa selama dua

menit. Hematoma dapat menyebabkan memar, rasa nyeri, dan kerusakan permanen

pada lengan.

c. Sinkop atau pingsan, juga merupakan kondisi yang sering terjadi. Tindakan

pencegahan dapat dilakukan dengan menanyakan kepada responden apakah memiliki

riwayat pingsan pada flebotomi atau melihat tanda-tanda, seperti butiran keringat pada

dahi, hiperventilasi, cemas, dan pucat. Jika pasien pingsan, flebotomis harus segera

melepaskan jarum, menurunkan kepala pasien atau ditidurkan, dan melonggarkan

pakaian yang ketat. Jika berada pada pelayanan kesehatan, hubungi perawat atau

dokter untuk diberikan pertolongan lanjutan.

d. Hemokonsentrasi adalah peningkatan konsentrasi sel dan analit dalam darah

sebagai akibat dari pergeseran keseimbangan air. Hemokonsentrasi dapat disebabkan

30
oleh terlalu lama membebatkan turniket di lengan pasien. Turniket tidak boleh

membebat lebih dari satu menit, sebaiknya dilepas selama dua menit, dan

diaplikasikan kembali sebelum pengambilan darah vena dilakukan.

e. Hemolisis merupakan keadaan saat sel darah merah pecah (hemolisis) yang

mengakibatkan keluarnya hemoglobin dan mengakibatkan plasma atau serum

berwarna merah. Hemolisis terjadi akibat penggunaan jarum yang terlalu kecil pada

saat pungsi vena, pengambilan darah dilakukan pada lokasi hematoma, penarikan

plunger spuit terlalu cepat, penekanan plunger spuit terlalu kuat saat darah

dimasukkan ke dalam tabung, inversi terlalu kuat, dan kontaminasi alkohol atau air

dalam darah.

f. Petekie merupakan bintik merah kecil akibat sejumlah kecil darah keluar dari

kapiler dan muncul ke permukaan kulit. Petekie bisa menjadi tanda kelainan

pembekuan darah dan akibat dari kelainan trombosit atau cacat pada dinding kapiler.

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari pembendungan yang lama,

berulang, dan kencang.

g. Beberapa alergi yang disebabkan oleh perlengkapan flebotomi, seperti antiseptik

kulit, lateks, atau perekat pada plester juga dapat terjadi. Tindakan pencegahan dapat

dilakukan dengan menanyakan terlebih dahulu kepada responden terkait adanya

riwayat alergi terhadap alat-alat flebotomi yang akan digunakan. Jika ada responden

yang teridentifikasi memiliki alergi, flebotomis harus mengganti perlengkapan

flebotomi dengan perlengkapan non alergik.

31
h. Nyeri merupakan kondisi yang pasti dirasakan selama pungsi vena. Sensasi sakit

dapat dicegah dengan membiarkan alcohol benar-benar kering setelah membersihkan

lokasi penusukan. Nyeri hebat, sensasi terbakar atau sengatan listrik, mati rasa, dan

nyeri yang menjalar ke atas atau ke bawah lengan selama pungsi vena menunjukkan

keterlibatan saraf dan jarum harus segera dicabut. Jika nyeri terus berlanjut, gunakan

kompres es dan hubungi perawat atau dokter untuk diberikan pertolongan lanjutan.

i. Pendarahan berlebih akibat gangguan proses pembekuan darah atau sedang

melakukan terapi antikoagulan ditangani dengan menghentikan perdarahan lebih

lama, yaitu menekan lokasi penusukan selama lima menit. Jika perdarahan berlanjut,

hubungi perawat atau dokter (Keohane dkk., 2016).

J. Kejang akibat respons terhadap tusukan jarum atau tusukan yang ada sebelumnya

menyebabkan flebotomis harus segera menghentikan prosedur flebotomi dan melepas

jarum. Flebotomis juga harus me mastikan keselamatan responden dari benda-benda

terdekat yang dapat menciderai. Hubungi perawat atau dokter untuk

mendapatertolongan lanjutan.

k. Pasien yang mengalami mual atau muntah bisa disiapkan wadah atau kantong

plastik untuk dipegang sebagai upaya tindakan pencegahan. Minta pasien untuk

bernapas perlahan dan berikan kompres dingin di dahinya untuk mengurangi rasa

mual. Jika pasien muntah, hentikan prosedur dan hubungi perawat atau dokter untuk

pertolongan berikutnya.

2.5 Faktor faktor Pembekuan Darah

• I : Fibrinogen : pembentuk fibrin

32
• II : Protrombin : mengaktifkan fibrin, faktor V,VII,XIII

• III : Tromboplastin : Faktor jaringan, mengaktifkan faktor VII

• IV : Co faktor ion Kalsium

• V : Pro aselerin : ko faktor faktor Xa

• VI : Prokonvertin : mengaktifkan faktor X

• VII : Faktor anti haemofilik : ko faktor faktor Xa

• VIII: Faktor Cristimas: mengaktifkan faktor X komponen trombo plastin plasma

• IX : Faktor Stuart : mengaktifkan protrombin

• X : Anteseden atau tromboplastin plasma : mengaktifkan faktor IX

• XI : Faktor Hogeman : mengaktifkan faktor XI

• XII : Faktor penstabil fibrin : menstabilkan fibrin

Serum darah/ plasma darah terdiri atas Air 91% berperan sebagai medium transport,

7-9% terdiri dari zat padat yaitu Protein 8% , yang terdapat didalam darah terdiri atas

Albumin ( 53% ) : dibentuk di hati , berperan dalam mempertahan kan volume darah

dengan menjaga tekanan osmosis darah (osmotik koloid , ph dan keseimbangan

elektrolit darah) serta transport ion – ion logam , asam lemak , steroid , hormon dan

obat-obatan.Globulin ( 43% ) : dibentuk didalam hati dan jaringan limfoid , berperan

dalam pembentukan antibodi (Gamma globulin )dan protrombin ( faktor pembekuan

darah ).Fibrinogen ( 4% ) : pembekuan darah , Anti hemofilik (mencegah anemia),

Tromboplastin (proses pembekuan darah) dan unsur anorganik : Mineral 0,9 % terdiri

33
dari :Nacl,NaHCO3,garam Ca, Fosfor, Mg ,Fe dsb ( Natrium , Kalium, Fosfor ,

besi ,Iodium ), Sisanya terdiri dari sejumlah bahan organik ,yaitu : zat nitrogen non

protein,xantin glukosa, , fosfolipid, kolesterol, lemak netral, urea, asam urat, kreatinin,

kolesterol dan asam amino. Plasma juga mengandung gas O2 dan CO2 , hormon –

hormon, berbagai enzim (amilase, lipase dan protease ) dan antigen.

2.6 Cairan jaringan

1. Cairan darah berada didalam sistim pembuluh

2. Cairan jaringan atau intersel berada diantara atau sekitar sel , sebagai tempat

pertukaran zat ( metabolism) secara bebas antara darah dan cairan intersel

3. Cairan limfe mengalirkan cairan jaringan kembali ke sistim vena melalui saluran

limfe.

2.7 Produk Darah

Macam – macam produk darah yang dapat diperoleh di PMI adalah

WHOLE BLOOD: Digunakan untuk tindakan menolong penderita perdarahan akut

(kecelakaan, tindakan operasi besar).

PACKED RED CELLS: Sel darah merah yang dipampatkan. Digunakan untuk

menolong penderita tipe anemia kronis tertentu yang gagal diterapi obat, juga untuk

menolong kasus hemolitik anemia pada bayi neonatus (“Rhesus babies”)

WASHED RED CELLS: Darah yang bebas dari leukosit dan/atau protein plasma lain.

Transfusi ini mengurangi reaksi alergik, diberi ke penderita anemia kronik, yg

memerlukan transfusi untuk jangka panjang

34
FROZEN RED CELLS: Eritrosit dibekukan untuk penyimpanan lama. Digunakan

untuk menyimpan sel darah merah golongan langka.

PLATELETS Diekstraksi dan dipampatkan dari Whole Blood. Berperan dalam proses

penggumpalan / pembekuan darah normal. Kadar rendah platelets pada seorang akan

mudah menimbul kan memar dan perdarahan dalam. Bila perlu platelets asal berbagai

donor bisa diberikan dalam satu kali transfusi.

FROZEN FRESH PLASMA, Plasma dipisahkan dan langsung dibekukan. Ia kaya

faktor pembekuan darah, plasma fresh digunakan untuk menolong berbagai tipe

gangguan perdarahan.

WHITE BLOOD CELLS: Granulosit bisa dipisahkan dari darah normal atau dari

darah. pasien chronic granulocytic leukemia. Pasien penderita infeksi berat/fatal

dengan granulositosis rendah bisa diberikan darah apabila tidak berespons terhadap

terapi antibiotikanya.

PLASMA PROTEIN SOLUTION: Bagian cair darah dari whole blood yang tidak

digunakan dalam tempo 3 minggu setelah dikoleksi, dijadikan larutan pampatan

albumin (protein utama dalam plasma). Solusi ini dapat tahan dalam penyimpanan.

Pemanfaatan utama untuk mengatasi shok akibat kehilangan darah sampai darah yang

kompatibel bagi pasien tersedia. Purified Albumin: preparasi ini digunakan untuk

mengatasi nephrotic syndrome (suatu gangguan ginjal yang disertai kehilangan

albumin berat) dan juga untuk gangguan hati (yang disertai defisiensi produksi

albumin).

35
CLOTTING FACTORS: Pampatan faktor pembekuan darah VIII dan IX digunakan

untuk menolong: Hemophilia dan Christmas disease.

IMMUNOGLOBULINS: Antibodies (imunoglobulin) timbul di dalam darah pasien

yang sembuh dari penyakit virus tertentu (rubella, hepatitis B) dan pada orang yang

pada waktu dekat telah diimunisasi (tetanus). Antobodi-2 bisa dipampatan dari plasma

yang diambil dari pasien-2 post sakit infeksi terkait dapat digunakan untuk menolong

pasien yang dirinya tidak mampu menghasilkan anibodinya sendiri, atau bagi pasien

yang baru saja terpajan penyakit virus.

2.8 Hasil abnormal pada Darah

• Hb, Ht, Eri rendah = Anemia.

• MCV, MCH rendah = mikrositik hipokrom; normal = normositik normokrom;

tinggi = makrositik.

• Hb, Ht, Eri tinggi = Eritrositosis; Polisitemia

• Lekosit, tinggi = lekositosis = petanda infeksi atau inflamasi

• Lekosit, rendah = lekopenia = demam tifoid, infeksi virus, dll.

• Trombosit, tinggi = trombositosis = kekentalan darah ( stroke; MCI ).

• Trombosit rendah = trombositopenia = perdarahan

3. Kelainan pada Darah


3.1 Anemia
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari

normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan (Masrizal, 2007).

36
Anemia adalah kondisi patologis dimana ada penurunan massa sel darah merah atau

penurunan jumlah hemoglobin (Coyer, 2005). Anemia didefinisikan sebagai

konsentrasi hemoglobin yang lebih rendah dari normal. Hematokrit rendah adalah

nilai substitusi untuk anemia, namun tidak diukur secara langsung oleh penganalisis

hematologis. Sebagai gantinya, dihitung dari hemoglobin dan parameter lainnya.

Jumlah eritrosit mungkin menyesatkan dalam evaluasi anemia. Sebenarnya, dalam

beberapa kasus anemia mikrositik, seperti talasemia, biasanya ada jumlah eritrosit

yang meningkat (polisitemia palsu) (Chulilla, Colás, dan Martín, 2009). Anemia

adalah suatu keadan dimana kadar hemoglobin menurun sehingga tubuh akan

mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari

darah berkurang. Anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan

tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari suatu penyakit dasar (Supandiman,

1997).

Penyebab Anemia Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kekurangan

zat besi yang diperlukan untuk pembentukan Hemoglobin (Hb), sehingga disebut

“Anemia Kekurangan Besi atau Anemia Gizi Besi (AGB)”. Kekurangan zat besi

dalam tubuh tersebut disebabkan antara lain karena : a. Konsumsi makanan sumber

zat besi yang kurang, terutama yang berasal dari hewani. b. Kebutuhan yang

meningkat, seperti pada masa kehamilan, menstruasi pada perempuan dan tumbuh

kembang pada anak balita dan remaja c. Menderita penyakit infeksi, yang dapat

berakibat zat besi yang diserap tubuh berkurang (kecacingan), atau hemolisis sel darah

merah (malaria) d. Kehilangan zat besi yang berlebihan pada pendarahan termasuk

menstruasi yang berlebihan dan seringnya melahirkan. e. Konsumsi makanan yang

37
rendah sumber zat besi tidak dicukupi dengan konsumsi TTD sesuai anjuran. Pada

kondisi normal (tidak anemia) tingkat penyerapan besi heme yang berasal dari pangan

hewani mencapai sekitar 25%, sedangkan pada kondisi anemia tingkat penyerapan

lebih dari 35%. Untuk pangan nabati yang mengandung besi non heme, penyerapan

zat besi hanya sekitar 1 - 5%. (Mahan & Stump, 2008; Bender, 2008). Oleh karena itu

dibutuhkan pangan nabati dalam jumlah yang banyak untuk mencukupi kebutuhan zat

besi dalam sehari yang pada prakteknya sangat sulit dilakukan. Penyerapan zat besi

dalam tubuh terutama besi non heme yang berasal dari nabati, dipengaruhi oleh jenis

makanan yang dikonsumsi. Vitamin C, daging, ikan dan unggas dapat meningkatkan

penyerapan zat besi, sedangkan kalsium dan serat bersifat menghambat penyerapan

zat besi. Konsumsi kalsium dalam dosis tinggi (lebih dari 40 mg) dapat menghambat

penyerapan zat besi. Selain itu pengolahan makanan yang terlalu lama dengan

temperatur yang terlalu tinggi, dapat merubah besi heme menjadi besi non heme

sehingga berpengaruh terhadap penyerapan zat besi. Selain zat besi, kecukupan

asupan protein dalam konsumsi makanan sehari-hari juga harus mencukupi karena

protein dalam hal ini globulin berperan dalam pembentukan hemoglobin.

3.2 Hemokromatosis
Hemokromatosis merupakan suatu penyakit yang timbul karena metabolisme zat besi

yang abnormal. Seseorang yang menderita Hemokromatosis mengabsorpsi zat besi

yang berlebihan. Oleh karena itu kondisi ini sering kali disebut dengan "iron overload"

/ kelebihan besi atau "iron storage over load"/penyimpanan besi berlebihan.

Kandungan zat besi normal dalam tubuh berkisar antara 2 sampai 5 gram. Jumlah

38
tersebut dipertahankan dengan hati-hati agar tetap konstan, oleh keseimbangan

absorpsi zat besi pada saluran pencemaan dari makanan harian yang terbatas dan

kehilangan yang relatif tetap. Kemungkinan timbulnyahemokromatosis sangat jarang

tetapi penyebab tersering adalah karena genetik sedangkan kemungkinan Iainnya bisa

disebabkan karena : makan pil yang mengandung zat besi dalam jumlah banyak atau

suplemen, dan transfusi darah. Hemokromatosis merupakan kelainan yang serius,

dimana zat besi terdapat berlebihan atau terjadi penimbunan zat besi yang disertai

dengan resiko berlanjut menjadi sirosis. Namun demikian hemokromatosis harus

dibedakan dengan Hemosiderosis yaitu keadaan dimana terdapat zat berlebihan pada

hepar tetapi arsitektur hepar pada umumnya normal. Penyakit Hemokromatosis

bukanlah suatu penyakit menular tetapi penyakit ini dapat diturunkan, dan dapat

merusak organ utama dalam tubuh kita. Akan sangat berbahaya bila timbul komplikasi

seperti : liver cirrhosis, hepatocellular carsinoma, congestive heart failure dan cardiac

arrhythmias. Sehingga sangatlah perlu dilakukan pemeriksaan dini terhadap keluarga

penderita yang didiagnosis untuk mencegah penimbunan zat besi berlebihan dalam

jaringan yang akan meningkatkan resiko terjadinya karsinoma hepatoseluler. Kasus

Hemokromatosis lebih banyak ditemukan pada kaum pria daripada wanita dan sering

dijumpai di negara-negara Barat, Eropa, dan Australia. Walaupun demikian kasus ini

bukan tidak ada di Indonesia. Kira- kira 32 juta penduduk Amerika sebagai carier dari

penyakit hemokromatosis tapi kira-kira 1 dari 200 orang tersebut benar pengidap

penyakit tersebut.

3.3 Mielodisplasia

39
Myelodysplastic syndromes tampak pucat dan tidak didapatkan pembesaran organ

seperti hepatomegaly dan splenomegaly. Hasil laboratorium diperoleh leukositosis,

eritropenia, anemia, dan penurunan hematokrit. Platelet pasien masih berada pada

rentang normal dan tidak terdapat gangguan pada fungsi ginjal dan hati. Hasil

leukosit, eritrosit, dan hemoglobin yang diambil berturut turut pada 3 hari berturut-

turut tetap menunjukkan peningkatan leukosit meskipun tren nilai mengalami

penurunan. Hasil pemeriksaan sumsum tulang yaitu gambaran morfologi trephine

menunjukkan sumsum hiperseluler (kurang lebih 80% selularitas) dengan peningkatan

sel blast 10 – 15 %, penurunan maturasi seri myeloid, sel eritroid dan diseritropoiesis,

scattered sel plasma, peningkatan megakariosit disertai dismegakariopoiesis. Pasien

diagnosa sebagai Myelodysplastic Syndrome with Excess Blast. Terapi yang diberikan

pada pasien selama perawatan di rumah sakit bertujuan untuk mengatasi gejala yang

dialami pasien. Transfusi PRC (Packed Red Cell) 1 Kolf/hari dengan pemberian

Furosemide 20 mg secara injeksi sebelum transfusi dan pemberian Asam Folat 1 x 1

tablet per hari memberikan perbaikan kondisi pada pasien. Hal ini dibuktikan dengan

peningkatan kadar hemoglobin selama perawatan. Pasien dirujuk ke rumah sakit

rujukan untuk penanganan lebih lanjut. Simpulan: Myelodysplastic syndrome (MDS)

adalah kelompok penyakit gangguan sumsum tulang ditandai dengan hematopoiesis

yang tidak efektif mengakibatkan sitopenia dan peningkatan risiko terjadinya

Leukemia Myeloid Akut (AML). Pasien didiagnosis mengalami MDS with Excess

Blast berdasrakan pemeriksaan biopsis sumsum tulang. Prognosis pada pasien ini

tergolong high risk berdasarkan IPSS-R yang artinya survival untuk 1 – 2 tahun yaitu

13%. (MDS) adalah kelompok heterogen dari kondisi hematologi klonal yang

40
mempengaruhi sel punca hematopoietik di sumsum tulang dan bermanifestasi sebagai

sitopenia perifer dan displasia morfologis yang dapat terjadi pada ≥1 seri sel mieloid,

sekunder akibat hematopoiesis yang tidak efektif dan morfologi displastik pada

komponen hematopoietik dengan kurang dari 20% blast dalam darah atau sumsum

tulang. Sumsum tulang sering hiperseluler. MDS dapat disertai dengan rekurensi

kelainan genetik dan peningkatan risiko terjadinya leukemia mieloid akut (AML).

Risiko transformasi leukemia ditentukan sebagian oleh tingkat atipia dari morfologi,

persentase blast di sumsum tulang, dan sitogenetika MDS. MDS merupakan penyakit

yang sering ditemukan pada pasien lanjut usia. Usia rerata saat onset penyakit sekitar

70 tahun. Myelodysplastic syndrome dapat terjadi pada semua usia, termasuk anak-

anak. Berbeda dengan dewasa, MDS jarang terjadi pada anak-anak, MDS merupakan

4% dari semua keganasan hematologi, dengan insiden 1,8/satu juta anak/tahun pada

kelompok usia 0-14 tahun. Paparan berkepanjangan terhadap benzena dalam kadar

yang tinggi, agen kemoterapi, agen khusus alkylating, inhibitor topoisomerase, radiasi,

merokok, infeksi virus dan paparan zat kimia di bidang pertanian dapat meningkatkan

risiko terjadinya MDS. Agen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi dan kerusakan

DNA sehingga hilangnya integritas kromosom. Riwayat klinis, riwayat penggunaan

obat-obatan, riwayat mendapatkan kemoterapi atau radiasi perlu diketahui terlebih

dahulu dalam menegakkan diagnosis. Pasien MDS sering bersifat asimptomatis.

Manifestasi penyakit yang khas termasuk kelelahan dan kelemahan yang disebabkan

oleh anemia, infeksi yang disebabkan oleh neutropenia, atau perdarahan yang

disebabkan oleh trombositopenia atau disfungsi trombosit. Berbagai manifestasi

penyakit termasuk perubahan persisten pada garis sel yang menyebabkan

41
komplikasinya masing masing, dan sindrom paraneoplastik. Diagnosis MDS

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan hematologi, morfologi sel darah tepi dan

sumsum tulang yang menunjukkan sitopenia pada satu atau lebih garis hematopoetik

atau displasia pada hapusan darah, sebagian besar pasien anak lebih sering ditemukan

dengan pansitopenia, bukan hanya anemia (sumsum tulang hiposelular), pemeriksaan

lanjutan sitogenetika serta immunophenotyping, namun dua pemeriksaan terakhir ini

tidak tersedia di semua rumah sakit di Indonesia sehingga diagnosis MDS terbatas

pada pemeriksaan morfologi sel darah dan sumsum tulang. Prognosis bervariasi dari

anemia kronis ringan hingga pansitopenia berat dan perkembangan cepat ke AML.

Prognosis buruk jika MDS bertransformasi menjadi leukemia akut.

Myelodysplastic syndrome (MDS) adalah kelompok penyakit gangguan sumsum

tulang ditandai dengan hematopoiesis yang tidak efektif mengakibatkan sitopenia dan

peningkatan risiko terjadinya Leukemia Mieloid Akut (AML). Pasien didiagnosis

mengalami MDS with Excess Blast berdasrakan pemeriksaan biopsis sumsum tulang.

Pemeriksaan penunjang lain yaitu darah lengkap didapatkan peningkatan leukosit dan

hemoglobin hal ini juga mendukung diagnosis MDS pada pasien ini. Terapi yang

diberikan pada pasien selama perawatan merupakan terapi untuk mengurangi keluhan

pasien kemudian pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan untuk mendapatkan terapi

sesuai pedoman penanganan MDS. Prognosis pada pasien ini tergolong high risk

berdasarkan IPSS-R yang artinya kesintasan untuk 1 – 2 tahun yaitu 13%.

3.4 Anemia defisiensi Besi

42
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan

besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada

akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi

ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukan

cadangan besi kosong. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan

terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang

berlebihan yang diakibatkan perdarahan. Besi merupakan bagian dari molekul

Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan

mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin merupakan unsur yang

sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah

mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh

jaringan tubuh. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan

zat besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari

umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil,

menyusui serta wanita menstruasi. Oleh karena itu kelompok tersebut sangat mungkin

menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan hal lain

maupun kurangnya intake besi dalam jangka panjang. Anemia defisiensi besi

merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik atau

negara dunia ketiga. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang

memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang

cukup serius.

Menurut WHO dikatakan anemia bila :

A. Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl

43
B. Wanita dewasa tak hamil hemoglobin < 12 g/dl

C. Wanita hamil hemoglobin < 11g/dl

D. Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12g/dl

E. Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl

Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (di rumah sakit atau

praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah :

1. Hemoglobin < 10 g/dl

2. Hematokrit < 30 %

3. Eritrosit < 2,8 juta/mm³

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi,

gannguan absorpsi serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun :

 Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari : - Saluran cerna :

akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker

colon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. - Saluran genitalia

perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia - Saluran kemih : hematuria - Saluran

nafas : hemoptoe

 Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi

(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C , dan

rendah daging).  Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam

masa pertumbuhan dan kehamilan.

44
 Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang

dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir indentik dengan

pendarahan menahun.

Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama.

Penyebab pendarahan paling sering pada laki-laki ialah pendarahan gastrointestinal, di

negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada

perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhgia. Penurunan

absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi

parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat

peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama

absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat

menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut

terlibat. Kadang-kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang

usus non tropical (celiac sprue). Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:

 Wanita menstruasi

 Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi

 Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat

 Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan

daging dan telur selama bertahun-tahun.

 Menderita penyakit maag.

 Penggunaan aspirin jangka panjang

45
 Kanker kolon

 Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli

dan bayam.

3.5 Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi

yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau

hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pada

anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga

menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan

trombositopenia.

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar

antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Analisis retrospektif di Amerika

Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus

persejuta penduduk pertahun. The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis

Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun.3

Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun;

peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering

terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4

kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia.

Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum

jelas. Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan

seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor

46
genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia

yang tinggal di Amerika.

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus

Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling

sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi

hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat

hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus

B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik

kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang

imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing.

antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi. Infeksi

virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang, biasanya

terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat menyebabkan

kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel

hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder, inisiasi

proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau

destruksi jaringan stroma penunjang.

Tiga faktor penting untuk terjadinya anemia aplastik adalah:

a. Gangguan sel induk hemopoeitik

b. Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang

c. proses imunologik Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak

langsung melalui keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia

aplastik, yang berarti bahwa penggantian sel induk dapat memperbaiki proses

47
patologik yang terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus

percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik dibuktikan secara tidak

langsung melalui keberhasilan pengobatan imunosupresif. Kelainan imunologik

diperkirakan menjadi penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro

sumsum tulang. Proses tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: sel target

hematopoeitik dipengaruhi oleh interaksi ligan-reseptor, sinyal intrasesuler dan

aktivasi gen. Aktivasi sitotoksik T-limfosit berperan penting dalam kerusakan jaringan

melalui sekresi IFN-γ dan TNF. Keduanya dapat saling meregulasi selular reseptor

masing-masing dan Fas reseptor. Aktivasi tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis

pada sel target. Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang menghambat

transkripsi selular gen dan proses siklus sel sehingga regulasi sel-sel darah tidak dapat

terjadi. IFN-γ juga memicu produksi gas NO yang bersifat toksik terhadap sel-sel lain.

Selain itu, peningkatan IL-2 menyebabkan meningkatnya jumlah T sel sehingga

semakin mempercepat terjadinya kerusakan jaringan pada sel2.

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul

adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan

anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort,

palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis

menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka

terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat

lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan

pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Manifestasi klinis

pada pasien dengan anemia aplastik dapat berupa

48
1. Sindrom anemia :

a. Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas intoleransi

terhadap aktivitas fisik, angina pectoris hingga gejala payah jantung.

b. Susunan saraf : sakit kepala, pusing, telingga mendenging, mata berkunang –

kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi jongkok ke posisi berdiri,

iritabel, lesu dan perasaan dingin pada ekstremitas.

c. Sistem pencernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut kembung, enek

di hulu hati, diare atau obstipasi.

d. Sistem urogeniatal : gangguan haid dan libido menurun.

e. Epitel dan kulit: kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah, rambut tipis

dan kekuning kuningan.Gejala perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan

subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melenaatau menorhagia pada wanita.

Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, namun jika terjadi perdarahan otak

sering bersifat fatal. Tanda-tanda infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis

leher, febris, sepsis atau syok septik.

Pemeriksaan Penunjang Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia

aplastik adalah:

1. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia

2. Anemia sering berat dengan kadar Hb

3. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi

4. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat

5. Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar secara merata

pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali

49
pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia aplastik, harus diulangi

pada tempat-tempat yang lain.

6. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.

7. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit)

8. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer.

9. Pemeriksaan Sumsum Tulang: Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung

sejumlah spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel

hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan

hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan

peningkatan elemen elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang

ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa

spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi

megakariosit rendah. International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia

aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50%

dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.

10. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ Hybridization) Sel

darah akan diambil dari sumsum tulang, tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis

sel-sel yang terdapat di sumsum tulang. Serta untuk mengetahui apakah terdapat

kelainan genetik atau tidak. 1

1. Tes Fungsi Hati dan Virus Anemia aplastik dapat terjadi pada 2-3 bulan setelah

episode akut hepatitis. Tes ini juga dinilai jika mempertimbangkan dilakukannya bone

marrow transplantasion

12. Level Vitamin B-12 dan Folat  menyingkirkan anemia megaloblastik

50
13. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk

menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk

sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya

memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan

digantikan oleh jaringan lemak.

51
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

52
DAFTAR PUSTAKA
RSUD M. Natsir. Prosedur Pengambilan Spesimen darah. 2019.
Rulino, L. 2023. SOP Pengambilan Darah Vena
Nirmalasari, R. Penggunaan Tourniquet yang Tepat pada Pengambilan Darah Vena.
2022.
Gilang Nugraha. 2022. Teknik Pengambilan dan Penanganan spesimen darah vena
manusia. LIPI Press. Jakarta.
Perry A.G., Potter P.A., Ostendorf W., Laplante. (2022). Clinical Nursing Skills and
Techniques. 10 th edition. Mosby: Elsevier Inc.
Guyton, & Hall, J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Turgeon, A. (2007). Optimal daily operation of reservoirs subject to probabilistic
flood constraints, in River Basin Management II. Billerica, Mass: WIT Press.
Ganong William F 2003 , REVIEW of MEDICAL PHISIOLOGY 21st Ed.McGraw –
Hill Companies ,San Francisco
Evelyn C.Pearce 2012, Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis, cetakan ke 38.
Gramedia Jakarta
Husaini, MA, 1989. Study Nutritional Anemia an Assessment of Information
compilation for supporting and formulating national Policy and Program.
Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi.
Pourmoussa A, Kwan K. An Unlikely Rapid Transformation of Myelodysplastic
Syndrome to Acute Leukemia: A Case Report. Perm J. 2017;21:16–91.
Merrill AL, Smith H. Myelodysplastic syndrome and autoimmunity: a case report of
an unusual presentation of myelodysplastic syndrome. Case Rep Hematol.
2011/09/22. 2011;2011:560106.
Programme MDSG. MDS Guideline Programme Guidelines for the diagnosis and
treatment of Myelodysplastic Syndromes and Chronic Myelomonocytic
Leukemia Nordic MDS Group. 2017;(7):1–50.

53
Oltean A, Chincesan MI, Marginean O, Horvath E. Myelodysplastic syndrome with
myelofibrosis in a 12-year-old patient – A case report. Rev Rom Med Lab.
2018;26(1):95–103.

54

Anda mungkin juga menyukai