Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan 2 Acc Plus

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI VETERINER DAN SATWA AKUATIK I

NAMA : MUHAMMAD HUSAIN RAMADHAN

NIM : C031191007

ASISTEN : 1. A.NURANNISA

2. WAWAN HERMAWANTO

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : MUHAMMAD HUSAIN RAMADHAN

NIM : C031191007

Nama Asisten : 1. A.NURANNISA

2. WAWAN HERMAWANTO

Waktu Asistensi

No. Jadwal Asistensi Saran Perbaikan Paraf Asisten

1 31 Oktober 2020

Makassar, 31 Oktober 2020

Asisten Asisten Praktikan

Muhammad Husain
A.Nurannisa Wawan Hermawanto
Ramadhan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Darah mempunyai beberapa fungsi yang penting untuk tubuh. Darah mengangkut zat-
zat makanan dari alat pencernaan ke jaringan tubuh, hasil limbah metabolisme dari jaringan
tubuh ke ginjal dan hormon dari kelenjar endokrin ke organ tubuh. Darah juga berpartisipasi
dalam pengaturan kondisi asam-basa, keseimbangan elektrolit dan temperatur tubuh, serta
sebagai pertahanan suatu organisme terhadap penyakit. Semua itu adalah fungsi yang
berhubungan dengan pemeliharaan lingkungan internal yang konstan (homeostasis) (Sonjaya,
2013).
Darah terdiri dari sel darah dan tersuspensi dalam plasma cair (60-80%). Ini terdiri dari
17-18% protein dan 75-82% kelembaban, di mana hemoglobin, protein yang ditemukan
dalam sel darah merah, membentuk sekitar 70% dari total protein darah. Darah merupakan
sumber nutrisi yang baik terutama untuk kandungan asam amino esensial yang tinggi dan
bioavailabilitas zat besi yang tinggi yaitu zat besi dan dianggap sebagai protein non alergen
jika dibandingkan dengan protein susu dan kedelai. Namun protein darah jika kekurangan
beberapa asam amino esensial, metionin dan isoleusin dan kadarnya dalam darah dapat
bervariasi tergantung pada usia dan spesies hewan (Sorapukdee dan Supawadee, 2017).
Pada mamalia, monosit juga mewakili sel aksesori, yang dapat menghubungkan
peradangan dan pertahanan bawaan melawan mikroorganisme dengan respons imun adaptif.
Memang, fungsi monosit yang paling terkenal adalah sebagai reservoir sistemik prekursor
myeloid yang cukup besar untuk pembaruan beberapa makrofag jaringan dan sel dendritik
antigen-presenting. Namun, diferensiasi monosit sebagian besar diamati pada kondisi
inflamasi, misalnya selama infeksi aktif dan bukti menunjukkan bahwa pembaruan makrofag
jaringan tidak hanya bergantung pada monosit darah (Auffray et al., 2009).
Darah adalah jaringan ikat yang terdiri dari bahan yang tersuspensi dalam matriks cair
tak hidup yang disebut plasma. Darah memiliki tiga fungsi utama yaitu transportasi, regulasi
dan perlindungan. Transportasi darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru-paru dan jaringan
(Akers dan Michael, 2013).
Berdasarkan pernyataan-pernyatan tersebut dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi
darah sangat krusial dalam metabolisme tubuh. Oleh karena itu, akan dibahas hal-hal
mengenai darah dan fungsinya di laboratorium fisiologi kali ini.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk-bentuk sel darah dan cara menentukan ada tidaknya


mikroorganisme di dalam darah?
2. Bagaimana cara menentukan kadar hemoglobin di dalam darah menurut metoda
Sahli?
3. Bagaimana cara menentukan nilai hematokrit (% volume eritrosit di dalam darah)
dengan metoda mikrohematokrit dan makrohematokrit atau metode Wintrobe?
4. Bagaimana cara menghitung jumlah butir darah merah (BDM, eritrosit) per mm3
(cmm) darah dan bagaimana cara menghitung jumlah butir darah putih (BDP,
leukosit) per mm3 (cmm) darah?
5. Bagaimana cara membuat sediaan apus darah dan bagaimana macam bentuk butir-
butir darah yang terdapat pada preparat darah perifer?
6. Bagaimana cara menghitung % jenis-jenis BDP (leukosit) pada sediaan ulas darah?

1.3 Tujuan Praktikum

1. Memperhatikan bentuk-bentuk sel darah dan Mengamati ada tidaknya


mikroorganisme di dalam darah
2. Menentukan kadar hemoglobin di dalam darah menurut metoda Sahli
3. Menentukan nilai hematokrit (% volume eritrosit di dalam darah) dengan metoda
mikrohematokrit dan makrohematokrit atau metode Wintrobe
4. Menghitung jumlah butir darah merah (BDM, eritrosit) per mm3 (mm) darah dan
menghitung jumlah butir darah putih (BDP, leukosit) per mm3 (mm) darah
5. Mempelajari cara membuat sediaan apus darah dan mengamati berbagai macam
bentuk butir-butir darah yang terdapat pada preparat darah perifer,
6. Menghitung % jenis-jenis BDP (leukosit) pada sediaan ulas darah perifer
mikrohematokrit dan makrohematokrit atau metode Wintrobe

5. Menghitung jumlah butir darah merah (BDM, eritrosit) per mm3 (mm) darah
6. Menghitung jumlah butir darah putih (BDP, leukosit) per mm3 (mm) darah
7. Mempelajari cara membuat sediaan apus darah
8. Mengamati berbagai macam bentuk butir-butir darah yang terdapat pada preparat
darah perifer
9. Menghitung % jenis-jenis BDP (leukosit) pada sediaan ulas darah perifer
1.4 Manfaat

1. Praktikan mampu mengetahui bentuk-bentuk sel darah dan mengamati ada tidaknya
mikroorganisme di dalam darah
2. Praktikan mampu menentukan kadar hemoglobin di dalam darah menurut metode
sahli
3. Praktikan mampu menentukan nilai hematokrit (% volume eritrosit di dalam darah)
dengan metoda mikrohematokrit dan makrohematokrit atau metode Wintrobe
4. Praktikan mampu menghitung jumlah butir darah merah (BDM, eritrosit) per mm3
(cmm) darah dan menghitung jumlah butir darah putih (BDP, leukosit) per mm3
(cmm) darah
5. Praktikan mampu mengamati berbagai macam bentuk butir-butir darah yang terdapat
pada preparat darah perifer
6. Praktikan mampu menghitung % jenis-jenis BDP (leukosit) pada sediaan ulas darah
perifer
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Darah
Darah adalah jaringan ikat berupa cairan yang mengalir ke seluruh seluruh tubuh. Darah
secara keseluruhan adalah darah yang terkandung di dalam sistem kardiovaskular. Darah tepi
adalah darah yang secara keseluruhan beredar di pembuluh darah yang membawa oksigen,
nutrisi dan bahan limbah. Secara kasar, darah adalah cairan yang buram dan berwarna merah
pekat. Secara mikroskopis, darah secara keseluruhan adalah cairan bening, plasma, dimana
dibagian dalamnya banyak komponen seluler yang ditangguhkan (Colville dan Joanna, 2015).
Hematokrit adalah proporsi volume dari darah yang ditempati oleh sel darah merah atau
eritrosit yang dinyatakan dalam bentuk persentase (%) dan bisa ditentukan secara manual
atau otomatis. Di metode manual, sampel darah disentrifugasi pada kecepatan dan waktu
tertentu dalam tabung kaca standar (Hayuanta, 2016).
Menurut Frandson et al. (2009), beberapa fungsi dari darah adalah sebagai berikut :
1. Distribusi nutrisi yang diserap dari saluran pencernaan
2. Transportasi oksigen dari paru-paru ke sel di seluruh tubuh
3. Pengangkutan karbon dioksida dari metabolisme sel ke paru-paru
4. Pengangkutan produk limbah dari proses metabolism sel ke ginjal untuk ekskresi
5. Transportasi hormon dari kelenjar endokrin
6. Membantu dalam pengatur suhu tubuh dengan mengangkut panas dari dalam tubuh ke
permukaan tubuh
7. Membantu dalam menjaga pH konstan cairan tubuh dengan menyediakan penyangga
kimiawi
8. Membantu mencegah kehilangan darah yang berlebihan saat cedera dengan memberikan
protein dan faktor lain yang diperlukan untuk pembekuan darah
9. Membantu untuk pertahanan tubuh melawan penyakit dengan memberikan antibodi, sel
dan faktor pertahanan tubuh lainnya.
Volume darah adalah jumlah total dari darah pada tubuh hewan, termasuk unsur
pembentuk dan plasma darah. Tipikal nilai volume darah yang diberikan sebagai persentase
berat tubuh adalah 7–9%. Hewan yang ramping dan berotot cenderung memiliki persentase
volume darah yang lebih tinggi daripada hewan yang memiliki banyak lemak tubuh. Kisaran
pH khas untuk darah adalah 7,35 hingga 7,45, hanya sedikit di sisi basa netral. pH darah
disimpan dalam batas yang agak sempit dengan berbagai mekanisme yang mencakup
kontribusi dari ginjal dan sistem respirasi (Frandson et al., 2009).
2.2 Komposisi Darah
2.2.1 Eritrosit
Eritrosit (sel darah merah) merupakan komponen sel darah terbesar dan terbanyak dari
komponen seluler. Eritrosit pada mamalia tidak berinti, eritrosit pada amphibi berukuran
paling besar, dan eritrosit pada unggas memiliki inti sel. Proses pembentukan eritrosit disebut
eritropoiesis dimana eritrosit disintesis di sum-sum tulang (Bone marrow). Eritrosit tidak
dapat membelah kembali setelah dilepas dalam sistem peredaran darah. Umur eritrosit sekitar
120 hari. Hemoglobin merupakan molekul kompleks atas protein dan logam yang berada di
dalam eritrosit. Peranan penting hemoglobin adalah pengikatan oksigen yang akan ditransfer
dari darah ke sel-sel yang membutuhkan. Selain itu, hemoglobin juga mengangkut
karbondioksida untuk dikeluarkan dari tubuh. Keberadaan hemoglobin dalam eritrosit
memberikan warna merah pada darah (Santoso, 2020).

Gambar 1. Eritrosit (Reece dan Eric, 2017).


2.2.2 Leukosit
Leukosit (sel darah putih) memiliki karakter fisik yang tidak memiliki warna yang
jelas, leukosit hanya berwarna putih atau agak kekuningan. Leukosit ditemukan dalam darah
maupun dalam cairan limfa dan bahkan dalam cairang jaringan. Leukosit kelompok
granulosit (neutrofil, basofil dan eusinofil) disintesis di sum-sum merah tulang, sedangkan
leukosit kelompok agranulosit (monosit dan limfosit) disintesis di nodus limfatikus. Pada
kelompok garnulosit yang pertama adalah neutrofil disebut juga mikrofag merupakan
komponen terbanyak yang terdapat pada leukosit yang berperan sebagai pertahanan pertama
dan ketika hancur saat membentuk sistem imun maka akan menghasilkan nanah. Kedua
adalah eusinofil (granula merah) merupakan limfosit yang berfungsi untuk toksifikasi
terhadap protein asing yang masuk. Ketiga adakag basofil (granula biru) dimana terdapat
heparin dan histamin di dalamnya. Kelompok agranulosit yang pertama adalah monosit yang
menyerupai fungsi dari neutrofil yakni untuk fagosit dan neutrofil akan berkembang menjadi
makrofag. Kedua adalah limfosit yang memiliki inti sel yang besar dan berfungsi sebagai
antibodi (Santoso, 2020).
A. Granulosit (Leukosit bergranula)

Menurut Reece dan Eric (2017), Granulosit terbagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai
berikut :

1) Neutrofil

Neutrofil memiliki dua jenis butiran di sitoplasma mereka. Butiran azurophilic adalah
lisosom dari neutrofil dan menyediakan enzim untuk mencerna bakteri, virus, dan puing-
puing seluler yang tertelan. Butiran lainnya menghasilkan hidrogen peroksida, zat bakterisida
yang berpotensi (dibuat lebih banyak aktif) oleh peroksidase, salah satu enzim lisosom. Zat
dalam butiran tertentu termasuk kolagenase dan disebut protein pengikat besi laktoferin.
Neutrofil sangat fagositik dan ini ditambah dengan mobilitasnya, menyediakan mekanisme
pertahanan tubuh yang efektif (Reece dan Eric, 2017).

Gambar 2. Neutrofil (Reece dan Eric, 2017).


2) Eusinofil
Pada preparat darah , eosinofil terlihat memiliki butiran sitoplasma yang berwarna
merah atau oranye kemerahan Ini kira-kira berukuran sama dengan neutrofil. Butiran itu
mengandung beberapa enzim (misalnya, histaminase) yang meredam dan menghentikan
inflamasi lokal reaksi asal alergi. Eosinofil menjadi lebih banyak pada jenis parasitisme
tertentu. Pada bentuk parasit opsonized (diserang oleh antibodi) eosinofil mengeluarkan
butirannya ke permukaan parasit opsonized, menyebabkan kerusakan mematikan (Reece dan
Eric, 2017).

Gambar 3. Eusinofil (Reece dan Eric, 2017).


3) Basofil
Basofil darah agak mirip dengan sel mast yang ada di ruang interstisial di luar kapiler.
Mereka kekurangan kekuatan fagositik. Butiran basofil mengandung histamin, bradikinin,
serotonin, dan enzim lisosom, zat yang memulai respons inflamasi. Basofil dan sel mast
memiliki reseptor pada membran selnya untuk antibodi imunoglobulin E (IgE) (yang terkait
dengan alergi). Ketika antibodi pada membran sel menghubungi antigennya, basofil pecah,
melepaskan isi granularnya, dan reaksi alergi vaskular dan jaringan lokal terjadi. Basofil
jarang ditemukan dalam darah normal dan distribusinya di darah biasanya dianggap kurang
dari 1%. Basofil meningkatkan reaksi alergi, sedangkan eosinofil cenderung meredamnya
(Reece dan Eric, 2017).

Gambar 4. Basofil (Reece dan Eric, 2017).


B. Agranulosit (Leukosit dengan sedikit atau tidak ada granula)
Menurut Reece dan Eric (2017), Agranulosit terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai
berikut :

1) Limfosit

Limfosit dapat diklasifikasikan secara morfologis sebagai kecil atau besar Limfosit
besar memiliki bentuk yang belum matang, sedangkan limfosit kecil memiliki bentuk yang
lebih matang. Limfosit terlibat dalam respons imun, dan atas dasar ini diklasifikasikan
sebagai sel T atau sel B. Baik sel T dan B berasal dari sel induk hematopoietik (limfoblas) itu
berdiferensiasi membentuk limfosit. Sel T terlibat dalam imunitas yang diperantarai sel, yang
melibatkan pembentukan sejumlah besar limfosit untuk dihancurkan zat asing (antigen)
(Reece dan Eric, 2017).

Gambar 5. Limfosit (Reece dan Eric, 2017).


2) Monosit

Monosit biasanya merupakan leukosit terbesar yang terlihat pada darah. Mereka
berada dalam darah normal hanya dalam batas tertentu. Dibandingkan dengan leukosit lain,
mereka memiliki sitoplasma yang lebih banyak. Monosit yang bersirkulasi memfagositkan
bakteri, virus, dan kompleks antigen-antibodi dari aliran darah. Namun, fungsi fagositik
peredaran darahnya tidak begitu jelas seperti yang terjadi di jaringan. Pergerakan neutrofil
dari kapiler dan venula disertai oleh marginasi dan diapedesis serupa dari monosit. Saat
memasuki jaringan, monosit berada berubah menjadi makrofag (sel fagositik besar) dan
awalnya berpartisipasi dalam fagositosis sel bakteri (Reece dan Eric, 2017).

Gambar 6. Monosit (Reece dan Eric, 2017).

2.2.3 Trombosit
Trombosit merupakan fragmen sel yang berdiameter 2-4µm. Dibentuk dalam
sumsum tulang dan limfa, mempunyai masa hidup 8-10 hari. Keping- keping darah berkerut
pada pembuluh darah luka dimana trombosit melepaskan satu bahan yang membatasi
pembuluh darah dan beragregasi untuk membentuk gumpalan monosit (Sonjaya, 2013).

Gambar 7. Trombosit (Reece dan Eric, 2017).


2.3 Jumlah Komposisi Darah Pada Beberapa Hewan
Total Distribusi Dalam Persen
Ternak (10^3/mm^3)
Netrofil Eosinofil Basofil Limfosit Monosit

Kuda 7-10 60 6 0,5 30 4


Sapi 5-12 35 8 0,1 53 4

Domba 6-11 30 7 0,5 60 3

Kambing 5-14 35 6 0,5 55 1

Babi 10-20 55 2 1,0 40 2

Tabel 1. Jumlah Komposisi Darah (Sonjaya, 2013).


Spesies Total Neutrofil Limfosit Monosiit Eosinofil
Leukosit

Anjing 9.000-13.000 65-70 20-25 5 2-5

Kucing 10.000- 55-60 30-35 5 2-5


15.000

Ayam 20.000- 25=30 55-60 10 3-8


30.000

Tabel 2. Jumlah Komposisi Darah (Reece dan Eric, 2017).


2.4 Plasma dan Serum
Ketika sampel darah diberikan antikoagulan untuk mencegah pembekuan darah dan
disimpan di dalam tabung tanpa gangguan, sel darah secara bertahap akan mengendap di
bagian bawah dan meninggalkan cairan berwarna jerami di bagian atas. Bagian cairan dari
darah ini disebut plasma. Ketika darah dibiarkan membeku, sel-sel darah terperangkap dalam
jaringan pembekuan protein, meninggalkan cairan berwarna kuning yaitu serum. Intinya,
serum adalah plasma dikurangi plasma protein yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
gumpalan (Frandson et al., 2009).
Warna plasma bervariasi dari tidak berwarna hingga berwarna jerami kekuning-
kuningan atau orange tergantung pada spesies, makanan dan kondisi patologis yang ada.
Plasma yang normal adalah transparan. Bagian tengah buffy coat yang tipis berwarna putih
atau cokelat. Lapisan bawah plasma berwarna merah. Dalam beberapa kasus, sampel serum
diperlukan untuk analisis yang dikumpulkan dalam tabung hampa atau tabung pemisah
serum. Tabung ini tidak mengandung antikoagulan, karena sampel darah dibiarkan membeku
(Colville dan Joanna, 2016).
Gambar 8. Perbedaan Plasma dan Serum (Colville dan Joanna, 2016).
Plasma tidak mengandung eritrosit dan leukosit, tetapi masih mengandung trombosit.
Oleh karena itu, metabolisme glukosa trombosit dapat mempengaruhi jumlah dari glukosa
yang diukur dengan waktu tertentu. Serum bebas dari sel apa pun dan karenanya serum sesuai
untuk pengukuran glukosa darah terutama jika glukosa darah diukur setelah jeda waktu.
Serum mungkin merupakan sampel yang lebih baik untuk menetukan glukosa darah daripada
plasma. Bahkan, banyak prosedur analisis klinis membutuhkan serum dari plasma (Frank et
al., 2012).
2.5 Pembekuan Darah
Ketika darah menggumpal, itu membentuk cairan berwarna jerami yang disebut
serum dan massa seperti gel yang disebut bekuan. Bekuan terdiri dari serat protein yang tidak
larut yang disebut fibrin yang mengandung unsur-unsur lain yang terbentuk dari darah.
Pembekuan atau koagulasi, melibatkan serangkaian reaksi kimia yang menghasilkan
pembentukan benang fibrin. Faktor pembekuan termasuk ion kalsium, enzim tidak aktif yang
diproduksi di hati dan dilepaskan ke sistem peredaran darah dan bahan kimia yang dilepaskan
dari trombosit dan jaringan yang rusak. Pembentukan gumpalan di pembuluh darah yang
tidak pecah disebut trombosis, dengan gumpalan tersebut disebut trombus. Pembekuan terdiri
dari tiga tahap dan dua jalur, yang disebut jalur intrinsik dan ekstrinsik, yang pertama yaitu
produksi protrombinase, yang kedua konversi protrombin menjadi trombin yang dikatalisis
oleh protrombinase dan yang ketiga trombin yaitu mengkatalisis konversi fibrinogen menjadi
fibrin yang tidak larut dalam plasma darah (Akers dan Michael, 2013).
Trombosit mengandung sejumlah besar bahan kimia dan juga faktor pembekuan darah
seperti ADP, ATP, Ca2+, serotonin, enzim yang menghasilkan tromboksan A2 dan juga faktor
penstabil fibrin serta faktor pertumbuhan yang diturunkan trombosit (PDGF). Faktor
penstabil yaitu fibrin membantu memperkuat pembekuan darah. PDGF terlibat dalam
proliferasi sel endotel vaskular, serat otot polos, pembuluh darah dan fibroblas, yang
semuanya membantu memperbaiki pembuluh yang rusak (Akers dan Michael, 2013).

Gambar 9. Skema Proses Pembentukan Darah (Akers dan Michael, 2013).


Faktor Pembekuan (clotting factor) adalah sejumlah protein yang berkaitan dengan
reaksi penggumpalan darah. Hasil akhir dari proses pembekuan adalah terbentuknya
hemostatic plug, luka akan tertutup dan darah tidak keluar lagi. Faktor pembekuan (faktor
koagulasi) adalah protein (misalnya, fibrinogen, protrombin dan faktor VIII) yang diperlukan
untuk pembekuan darah normal. Beberapa faktor pembekuan disintesis oleh hati dan
produksinya dapat terganggu bila hati rusak. Orang yang kekurangan faktor pembekuan darah
kemungkinan besar akan mengalami pendarahan berkepanjangan dan mudah mengalami
memar (Durachim dan Dewi, 2018).
2.6 Pembentukan Darah
Darah adalah jaringan ikat cairan yang sangat terspesialisasi, terdiri dari beberapa
jenis sel yang tersuspensi dalam media cair yang disebut plasma (Akers dan Michael., 2013).
Hematopoiesis adalah proses berkelanjutan seperti halnya sel-sel baru dibuat di sumsum
tulang, menjadi dewasa dan kemudian menyebar melalui sinus sumsum tulang dan keluar ke
dalam aliran darah perifer. Di sini mereka terus menjadi tua, mati dan akhirnya dikeluarkan
dari peredaran (Frandson et al., 2009).
Pada janin, hematopoiesis terjadi di hati dan limpa. Pada hewan baru lahir, proses ini
terjadi terutama di sumsum tulang merah yang terletak di sebagian besar tulang. Pada hewan
dewasa, ada berbagai situs sumsum tulang merah yang bervariasi berdasarkan spesies. Pada
sebagian besar spesies sumsum merah adalah tengkorak, tulang rusuk, tulang dada, tulang
belakang, panggul dan ujung proximal dari tulang paha. Setiap hari, sumsum tulang merah
menghasilkan miliaran jenis sel masing-masing. Semua sel darah menjadi tua dan mati, atau
rusak dan tidak bisa berfungsi dengan baik. Sel-sel ini harus terus diganti agar hewan bisa
tetap hidup dan tetap sehat. Hati dan limpa mampu melakukan hematopoiesis pada saat
dibutuhkan, tetapi tidak dengan kapasitas tinggi yang sama seperti sumsum tulang (Frandson
et al., 2009).

Gambar 10. skema pembentukan darah (Bogdan dan Leonard, 2013).


Perkembangan darah pada vertebrata melibatkan dua gelombang hematopoiesis,
gelombang primitif dan gelombang definitif. Gelombang primitif, yang melibatkan sel induk
eritroid, menimbulkan eritrosit dan makrofag selama awal perkembangan embrio. Tujuan
utama gelombang primitif adalah menghasilkan eritrosit yang dapat memfasilitasi jaringan
oksigen saat embrio mengalami pertumbuhan yang cepat. Pada mamalia dan aves, sel-sel
induk eritroid ini pertama kali muncul di pulau-pulau darah di kantung kuning telur ekstra
embrionik pada awal perkembangannya. Namun, gelombang primitif bersifat sementara dan
sel induk eritroid ini tidak berpotensi majemuk dan tidak memiliki kemampuan pembaruan.
Sebaliknya, hematopoiesis definitive kemudian terjadi di dalam perkembangan, terutama
pada titik waktu yang berbeda pada spesies yang berbeda. Pada kebanyakan organisme, ada
gelombang sementara dari hematopoiesis definitive yang terjadi di pulau-pulau darah dan
menghasilkan sel induk yang disebut sel induk eritroid-myeloid (Bogdan dan Leonard,
2013).
2.7 Hematokrit
Hematokrit adalah proporsi volume dari darah yang ditempati oleh sel darah merah
atau eritrosit yang dinyatakan dalam bentuk persentase (%) dan bisa ditentukan secara
manual atau otomatis. Nilai hematokrit biasanya dianggap sama dengan hitungan eritrosit
total. Hematokrit yang meningkat disebabkan oleh adanya pembentukan sel darah merah
yang terlalu banyak atau eritrositosis. Eritrositosis terdiri atas eritrositosis absolut dan
eritrositosis relatif. Peningkatan hematokrit menyebabkan viskositas darah menjadi
meningkat. Walaupun peningkatan viskositas darah tidak hanya disebabkan oleh peningkatan
hematokrit, tetapi bila kadar hematokrit lebih dari 46%, maka viskositas darah akan
meningkat tajam (Hutajulu, 2015).
Buffy coat adalah lapisan tipis di bagian tengah darah yang disentrifugasi. Lapisan ini
berwarna putih abu-abu dan mengandung leukosit dan trombosit yang diapit oleh lapisan
plasma yang ringan dan lapisan eritrosit yang lebih berat. Pewarnaan gram dari buffy coat
dapat digunakan untuk deteksi awal dari pasien bakteremia. Tes diagnostik yang cepat
dengan pewarnaan gram ini dapat di interpretasikan dalam waktu satu jam dan dalam
penelitian yang telah dilakukan, mempunyai sensitifitas 75% dan spesifisitas 79%
(Lutpiatina, 2015). .Pada darah yang disentrifugasi, akan terpisah menjadi 3 (tiga) bagian,
yaitu lapisan bawah berwarna merah karena mengandung sel darah merah (eritrosit) (45%),
lapisan tengah berupa band putih (buffy coat) yang terdiri dari sel darah putih (leukosit) dan
trombosit (< 1%) dan lapisan atas berupa cairan berwarna kekuningan yang mengandung
plasma darah (55%) (Darmawan dan Irawan, 2015).

Gambar 11. Lapisan Buffy coat (Darmawan dan Irawan, 2015).


2.8 Antikoagulan Untuk Pemeriksaan Hematokrit
Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) adalah zat pengkelat yang dapat mengikat
logam melalui empat gugus karboksilat dan dua gugus amina. Ini adalah asam poliamino
karboksilat dan padatan tak berwarna yang larut dalam air, yang banyak digunakan untuk
melarutkan kerak kapur. Ini diproduksi sebagai beberapa garam, terutama disodium EDTA
dan kalsium disodium EDTA. EDTA bereaksi dengan ion kalsium di dentin dan membentuk
kalsium khelat larut. Pandangan dari literatur dan diskusi tentang indikasi dan pertimbangan
yang berbeda untuk penggunaannya disajikan (Mohammadi et al., 2013).
Antikoagulan EDTA merupakan antikoagulan yang mempunyai titik tangkap kerja
yang sama yaitu mengikat dan mengendapkan ion kalsium sehingga dapat mencegah
terbentuknya fibrinogen menjadi fibrin (bekuan). Antikoagulan EDTA keuntungannya yaitu
tidak mempengaruhi besar dan bentuk dari eritrosit dan leukosit, mencegah trombosit
menggumpal dan dapat digunakan berbagai pemeriksaan hematologi. Kekurangannya yaitu
apabila penggunaan antikoagulannya tidak ditakar maka dapat mempengaruhi hasil LED
(Ayunawati et al., 2017).
Heparin adalah antikoagulan tidak langsung yang menunjukkan aksi antikoagulannya
dengan mengaktifkan antithrombin, yang merupakan penghambat endogen dari berbagai
faktor pembekuan. Heparin adalah mukopolisakarida tersulfasi tinggi, dengan berat molekul
heterogen antara 5.000 hingga 30.000 Da dalam bentuk UFH (unfractionated heparin).
LMWH (low molecular weight heparin) diturunkan dari UFH melalui depolimerisasi secara
kimiawi atau enzimatik. LMWH memiliki kesamaan mekanisme kerja antikoagulan dengan
sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang lebih dapat diprediksi, waktu paruh yang
lebih lama dan resiko efek samping nonhemoragik yang lebih rendah dibandingkan dengan
UFH (Karsh et al., 2011).
Heparin adalah senyawa alami yang diisolasi baik dari sapi atau babi dan karena
tidak homogen, membutuhkan pemurnian. Mekanisme kerja utama Heparin secara tidak
langsung dimediasi melalui mengkatalisis efek antikoagulan antithrombin (AT), penghambat
endogen thrombin (faktor IIa), faktor Xa, dan faktor lainnya. Mekanisme kerja sekunder
termasuk mengkatalisasi sifat antikoagulan dari heparin kofaktor II (HC II) (Finley dan
Charles, 2013).
Heparin adalah agen antikoagulan endogen alami yang bekerja di pembuluh darah
secara in vivo dan ex vivo saat ditambahkan ke sampel darah. Heparin dapat menghambat
konversi prothrombin menjadi thrombin yang aktif dan dengan demikian mencegah konversi
fibrinogen menjadi fibrin. Mekanisme kerja antikoagulan EDTA didasarkan pada
penghambatan agregasi trombosit dan berbagai reaksi kaskade hemostatik akibat chelation
ion Ca2+ bebas (Witeska dan Wioleta, 2011).
2.9 Fungsi dan Peran Hemoglobin
Hemoglobin adalah zat yang terdapat pada sel darah merah. Hemoglobin diubah
menjadi bilirubin di dalam makrofag limpa dan hati. Selain itu, bilirubin di hati yang
biasanya dibuang oleh kantong empedu sebagai penyusun empedu. Hemoglobin dalam sel
darah merah berfungsi membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh. Saat oksigen dilepaskan
dari hemoglobin, warnanya menjadi sedikit biru. Hal ini terutama terlihat pada selaput lendir,
yang memiliki pembuluh darah yang sangat dekat dengan permukaan. Umumnya, pada
kondisi sudah terjadi penurunan kadar oksigen darah yang parah. Pada saat hipotermia, atau
cedera yang cukup parah menyebabkan syok, sistem saraf otonom akan menyebabkan
penyempitan dari pembuluh darah distal dan superficial untuk menjaga panas dan oksigen
dekat dengan organ vital seperti paru-paru dan jantung. Akibatnya, selaput lendir dan kulit
akan menjadi sangat pucat. Selaput lendir pucat juga berhubungan dengan anemia (Sturtz dan
Lori, 2020).
Hemoglobin (Hb) berperan penting antara ketersediaan O2 dan metabolisme aerobik
dengan mengangkut oksigen (O2) dari permukaan paru-paru atau insang (pada ikan) ke
jaringan yang mengonsumsi O2. Jumlah O2 yang tersedia untuk jaringan bergantung pada laju
perfusi darah, serta perbedaan arterio-vena dalam kandungan O2 darah, yang ditentukan oleh
ketegangan masing-masing beban dan pembongkaran O2 dan afinitas Hb-O2. Penyesuaian
jangka pendek dalam pengiriman oksigen jaringan sebagai respons terhadap penurunan suplai
O2 atau peningkatan kebutuhan O2 (saat berolahraga, hipoksia di dataran tinggi, penyakit
kardiovaskular, dan iskemia) dimediasi oleh perubahan yang diinduksi secara metabolik pada
tingkat sel darah merah efektor alosterik seperti proton. (H +), karbon dioksida (CO2), fosfat
organik dan klorida (Cl−) yang memodulasi afinitas Hb‐ O2 (Mairbaurl dan Roy, 2012).
2.10 Penyakit yang Berhubungan Dengan Darah yang Menyerang Hewan Kecil
2.10.1 Haemobartonella felis
Haemobartonella felis (Mycoplasma haemofelis) adalah bakteri gram negatif
penyebab dan episeluler pada eritrosit, dikenal sebagai anemia infeksi pada kucing, yang
menginfeksi kucing liar. Organisme ini berdiameter hampir 0,5 μm dan struktur berbentuk
batang, cincin atau koloid dalam apusan darah, bentuk rantai jarang. Arthropoda penghisap
darah adalah sumber utama penularan infeksi antar kucing. Kutu memainkan peran utama
dalam penularan. Penularan langsung juga penting antara kucing karena DNA hemoplasma
dipantau dalam air liur dan kotoran. Telah dihipotesiskan bahwa penularan vertikal mungkin
terjadi antara kucing tetapi tidak ada bukti eksperimental sampai sekarang. Tanda klinis ada
beberapa, tergantung pada faktor kerentanan inang, tanda yang muncul yaitu depresi,
penurunan berat badan yang cepat, anoreksia, lesu, kehilangan nafsu makan, demam dan
anemia. Pemeriksaan apusan darah, analisis PCR dan serologi digunakan untuk mendeteksi
hemobartonellosis. Hemobartonella felis umumnya dikaitkan dengan FeLV (Feline Leukemia
Virus), FIV (Feline Immunodeficiency Virus) atau FIP (Feline Infectious Peritonitis).
Doxycycline (10 mg / kg, daily, PO), enrofloxacin (5 mg / kg daily, PO), marbofloxacin (2
mg / kg, daily, PO) telah digunakan untuk pengobatan dan terbukti mengurangi organisme di
dalam darah (Gazyagci et al., 2018).
Gambar 12. Penampakan Haemobartonella sp. di bawah mikroskop (Purba et al.,
2020).

2.10.2 Leukocytozoonosis
Leukocytozoonosis adalah penyakit parasit pada unggas yang disebabkan oleh
protozoa dari genus Leucocytozoon. Protozoa ini hidup sebagai parasit di dalam sel darah
putih. Di Asia Tenggara, terdapat dua spesies yang paling banyak menyebabkan
leukositozoonosis pada ayam, yaitu Leucocytozoon caulleryi dan Leucocytozoon sabrazesi.
Penyakit ini sangat sering terjadi pada peternakan ayam yang dekat dengan sumber air. Hal
ini dikarenakan sumber air merupakan habitat alami dari Leucocytozoon sp. vektor, yaitu
Simulium sp. dan Culicoides arakawae. Di daerah endemis, penyakit ini terjadi sepanjang
tahun. Ada korelasi positif antara kejadian leukositozoonosis dengan musim dan lokasi
peternakan. Pada perubahan musim, dari musim hujan ke musim kemarau dan sebaliknya
frekuensi kejadian leukositozoonosis cenderung meningkat. Hal ini disebabkan peningkatan
populasi Simulium sp. dan Culicoides sp (Suprihati dan Wiwik, 2017).

Gambar 13. Leucocytozoon caulleryi (Suprihati dan Wiwik, 2017).


2.10.3 Anemia dan Polisitemia
Anemia dan polisitemia adalah perubahan massa eritrosit yang bersirkulasi dan
jaringan erythropoietic (pembentuk sel darah merah) sumsum tulang. Anemia didefinisikan
sebagai penurunan dan polisitemia sebagai peningkatan dalam jumlah, volume dan atau
kandungan hemoglobin dari eritrosit. Anemia dan polisitemia bukanlah entitas penyakit
sendiri tetapi harus dianggap sebagai lesi atau efek klinis dari proses penyakit yang
mendasarinya (Voight dan Shannon, 2011).

Gambar 14. Anemia dan polisitemia pada anjing (Schaer, 2010).


BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Alat
1. Alat pengaduk
2. Alat pemutar mikrokapiler
3. Crestaseal
4. Gelas objek
5. Gunting
6. Hemometer Sahli Set
7. Jarum Franckle/ lanset
8. Jarum pentul atau peniti
9. Mikroskop
10. Object glass dan cover glass
11. Pipa mikrokapiler yang dilapisi heparin
12. Pipet panjang
13. Pipet sahli 0,02 ml dan aspirator
14. Pipet tetes
15. Spuit
16. Stopwatch atau smartphone
17. Tabung sahli berskala (% atau gr%)
18. Tabung wintrobe berskala 0-10
3.1.2 Bahan
1. Akuades
2. Alkohol 70%
3. Buffer fosfat pH 6,4-6,7
4. Darah hewan segar dalam EDTA
5. HCl 0,1 N
6. Kapas
7. Kertas saring
8. Metil alcohol
9. Minyak imersi, xylol
10. NaCl 0.2 dan 0.3 M
11. Na sitrat 3,8%
12. Pewarna giemza
13. Seorang mahasiswa sebagai Probandus,untuk diambil darahnya
14. Standar warna sahli
15. Zat warna giemsa atau wright
3.2 Metode
3.2.1 Sediaan Natif Darah
Tata Kerja :
1. Bersihkan alat-alat yang akan dipakai untuk pemeriksaan ini
2. Bersihkan daerah pengambilan darah dengan alkohol 70%; bila daerah tersebut berbulu,
hilangkan bulunya lebih dahulu dengan menggumkan gunting.
3. Pada kaca benda teteskan 1-2 tetes larutan fisiologis NaCl.
4. Tusuk pembuluh darah, ambil darah dan teteskan pada kaca benda tadi yang telah ada
larutan fisiologisnya. Campur dengan hati-hati, dan tutuplah dengan kaca penutup.
5. Letakkan dibawah mikroskop yang telah disiapkan lebih dahulu, dan amatilah dengan
cermat dengan menggunakan pembesaran 100 x, kemudian 400 x.
6. Bila telah selesai mikroskop harus dibersihkan lagi.

3.2.2 Kadar Hemoglobin Dalam Darah


Tata kerja :
1. Isislah tabung Sahli dengan larutan HCL 0,1 N sampai angka 10 (garis paling bawah
pada tabung)
2. Bersihkan tempat pengambilan darah dengan menggunakan kapas beralkohol dan
bairkan kering. Bila daerahnya berbulu, misalnya terlingan kelinci atau kaki anjing,
cukur dahulu bulunya
3. Tusuklah pembuluh darah dengan menggunakan pipet Sahli dan aspiratorinya, isaplah
darah sampai batas 20 cmm (o,02 ml) perlahan-lahan
4. Bersihkan ujung pipet dan segera masukkan darah ke dalam tabung Sahli. Tabung Sahli
diletakkan antara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer
5. Biarkan selama 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna coklat
6. Dengan menggunakan pipet tetes, tambahkan ke dalam tabung setetes demi setetes
aquadestilata sambil diaduk, sampai warna sama dengan warna standar
7. Bacalah tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli, dengan melihat skala jalur gr %,
yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah. Jalur skala lainnya
pada tabung Sahli, kalau ada yang menunjukkan % hemoglobin terhadap nilai
hemoglobin normal 15,6 gr % atau nilai normal lainnya yang tertera pada alat
hemoglobinometer.

3.2.3 Hematokrit
A. Metoda Mikrohematokrit
Tata Kerja :
1. Bersihkan darah pengambilan darah.
2. Tusuk pembuluh darah dan setelah darah keluar, tempelkan ujung mikrokapiler yang
bertanda (merah atau biru) pada tetesan darah tadi. Biarkan darah mengalir sendiri
mengisi 4/5 bagian pipa kapiler.
3. Sumbat ujung pipa kapiler yang bertanda (tidak selalu bertanda) dengan crestaseal atau
bakar ujung pipa tersebut dengan hati-hati.
4. Tempatkan pipa-pipa kapiler dalam alat pemutar; bagian yang tersumbat diletakkan
menjauhi pusat alat pemutar.
5. Putar dengan alat pemutar mikro-kapiler (microcentrifuge selama 5 menit dengan
kecepatan 11.500 – 15.000 RPM atau 15 menit dengan kecepatan 2.500 – 4.000 RPM.
6. Setelah diputar, terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri atas lapisan plasma yang jernih
dibagian teratas, kemudian lapisan putih abu-abu (buffy coat) ialah trombosit dan
leukosit dan lapisan merah yang terdiri atas eritrosit.
7. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan merah) dari
darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (microcapillary hematokrit
reader).
B. Metode Makrohematokrit
Tata Kerja :
1. Dengan menggunakan pipet Pasteur, isi tabung Wintrobe darah yang telah dicampur
dengan intikoagulan dengan perbandingan darah : antikoagulan 4 : 1, sampai batas
angka 10 (0) pada skala tabung.
2. Letakkan dalam alat putar dan putar dengan kecepatan ± 3000 RPM selama 30 menit.
Terbentuk lapisan-lapisan seperti pada metoda mikrohematokrit.

3.2.4 Jumlah Eritrosit Dan Leukosit


Tata Kerja :
1. Dengan menggunakan pipet Pasteur, isi tabung Wintrobe darah yang telah dicampur
dengan intikoagulan dengan perbandingan darah : antikoagulan 4 : 1, sampai batas
angka 10 (0) pada skala tabung.
2. Letakkan dalam alat putar dan putar dengan kecepatan ± 3000 RPM selama 30 menit.
Terbentuk lapisan-lapisan seperti pada metoda mikrohematokrit.

3.2.5 Sediaan Apus Darah Tepi Dan Diferesiensi BDP


Tata Kerja :
A. Teknik Membuat Sediaan Apus Darah
1. Dua buah gelas objek disiapkan dalam keadaan bersih.
2. Setelah darah ditempatkan + 2 cm dari ujung sebuah gelas objek (sebelah kanan)
3. Pegang bagian ujung lain gelas objek tersebut pada kedua sudutnya (sebelah kiri)
dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri (atau letakkan saja gelas objek di atas meja
yang rata).
4. Dengan tangan kanan, pegang gelas objek lainnya (ibu jari dan ke empat jari tangan
kanan
memegang pinggir-pinggir gelas objek) dan letakkan bagian ujung depan gelas objek ini
pada gelas objek yang tadi (pertama), sehingga membentuk sudut 30° didepan setetes
darah tadi (lihat gambar 20).
5. Gerakkan gelas objek yang ditangan kanan kebelakang (sudut tetap 30°) sampai
menyinggung tetesan darah tadi, sehingga darah menyebar sepanjang sudut antara
kedua gelas objek.
6. Segera setelah darah menyebar, dengan hati-hati, tanpa mengangkat gelas objek, dan
sudut tetap 30°, gelas objek ditangan kanan didorong kedepan, maka terbentuk sediaan
apus yang tipis. Besarnya sudut antara kedua gelas objek menentukan ketebalan sediaan
apus. Makin besar sudut, makin tebal sediaan apusnya.
7. Sediaan apus dikeringkan, kemudiaan diwarnai.
B. Teknik Mewarnai Sediaan Apus Darah
a. Pewarnaan dengan zat warna GIEMSA :
1. Sediaan apus darah yang sudah dikeringkan di udara, dimasukkan ke dalam metil
alkohol (cairan fiksasi) selama 5 menit.
2. Angkat, keringkan, kemudian masukkan ke dalam larutan zat warna Giemsa. Biarkan
selama 30 menit.
3. Angkat preparat, dan cuci kelebihan zat warna dengan menggunakan air keran yang
mengalir.
4. Keringkan di udara, atau menggunakan kertas isap (preparat di letakkan di antara dua
lembar kertas isap dan perlahan-lahan di tekan-tekan).
b. Pewarnaan dengan zat warna Wright :
1. Letakkan horisontal sediaan apus darah (yang sudah di keringkan) pada bak warna
2. Tetesi seluruh permukaan apusan darah dengan larutan zat warna Wright sebanyak 10 -
15 tetes, dan biarkan selama satu menit.
3. Tambahkan larutan buffer fosfat sebanyak zat warna yang dipakai tadi pada seluruh
permukaan preparat (tanpa membuang zat warna). Usahakan agar larutan buffer
bercampur dengan larutan zat warna
4. Biarkan sampai terbentuk lapisan hijau metalik (mengkilat) pada permukaan preparat
kurang lebih 4 menit.
5. Buang cairan, dan cuci preparat dengan aquadest. atau di bawah air keran yang
mengalir.
6. Keringkan di udara atau gunakan kertas isap.
7. Periksa di bawah mikroskop untuk melihat apakah cukup baik pewarnaannya. Bila tidak
cukup, dapat diwarnai lagi.
C. Cara Memeriksa Sediaan Apus, Identifikasi Macam Butir-Butir Darah Dan Hitung %
Jenis-Jenis Leukosit.
1. Siapkan mikroskop dengan obyektif 100 x dan okuler 10 x
2. Periksa seluruh permukaan preparat. Preparat yang baik akan menunjukkan warna
kontras merah, biru keunguan, dan biru tua, misalnya:
a. Eritrosit berwarna merah
b. Inti lekosit berwarna ungu tua atau biru tua
c. Granula di dalam sitoplasma granulosit ada yang berwarna merah, biru atau netral
(antara merah dan biru).
d. Trombosit berwarna kebiru-biruan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

4.2 Pembahasan
4.2.1 Waktu Beku Darah
Dalam Praktikum Kali ini, percobaan dalam menentukan waktu beku darah pada
praktikan adalah 2 menit 30 detik, hal ini sesuai dengan teori menurut Sonjaya (2013),
dimana trombosit akan melekat pada darah dan akan mengeluarkan kandungan yang nantinya
akan terlibat dalam pembekuan darah.
4.2.2 Waktu Pendarahan
Dalam Praktikum selanjutnya, akan dihitung waktu pendarahan setelah ujung jari
praktikan di tusuk. Didapatkan hasil yaitu waktu pendarahan adalah 30 detik dengan bintik
besar dan 1 menit apabila tidak ada bintik. Hal ini sesuai dengan teori menurut Aleem dan
Muqeet (2016), yaitu waktu pendarahan itu dari 30 detik sampai 1-5 menit.
4.2.3 Mengukur Hemoglobin
Dalam Praktikum pengukuran hemoglobin menggunakan metode Sahli, didapatkan
hasil pada hemoglobin sapi yaitu 20,6 g/dL. Hal ini tidak sesuai dengan teori Reece dan Eric
(2020), dimana mengatakan kadar hemoglobin normal sapi adalah 11,0 g/dL. Hal ini dapat
diakibatkan karena adanya kelainan pada sapinya.
4.2.4 Sediaan Apus Darah & Diferensiasi Leukosit
Dalam Praktikum Sediaan Apus Darah, digunakan mikroskop dengan pembesaran
10x40 dengan hasil pengamatan terdapat lebih banyak eritrosit pada darah. Hal ini sesuai
dengan teori Akers dan Michael (2013), dimana anjing memiliki 6-8 miliar eritrosit dan
6000-17000 leukosit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa :
1. Darah adalah jaringan ikat berupa cairan yang mengalir ke seluruh seluruh tubuh. Darah
secara keseluruhan adalah darah yang terkandung di dalam sistem kardiovaskular.
2. Komponen darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan
keeping-keping darah (trombosit).
3. Jumlah komposisi darah pada beberapa hewan utamanya pada komposisi sel darah putih
(leukosit) berbeda-beda.
4. Plasma dan serum memiliki beberapa perbedaan, salah satunya untuk mendapatkan
plasma, darah harus diberikan antikoagulan terlebih dahulu sedangkan serum tidak.
5. Pembentukan gumpalan di pembuluh darah yang tidak pecah disebut trombosis, dengan
gumpalan tersebut disebut trombus. Pembekuan terdiri dari tiga tahap dan dua jalur,
yang disebut jalur intrinsik dan ekstrinsik.
6. Dalam pembentukan darah, perkembangan darah pada vertebrata melibatkan dua
gelombang hematopoiesis, gelombang primitif dan gelombang definitif.
7. Hematokrit adalah proporsi volume dari darah yang ditempati oleh sel darah merah atau
eritrosit yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Sedangkan Buffy coat adalah
lapisan tipis di bagian tengah darah yang disentrifugasi.
8. Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) adalah zat pengkelat yang dapat mengikat
logam melalui empat gugus karboksilat dan dua gugus amina. Heparin adalah senyawa
alami yang diisolasi baik dari sapi atau babi dan karena tidak homogen, membutuhkan
pemurnian.
9. Hemoglobin adalah zat yang terdapat pada sel darah merah. Hemoglobin diubah
menjadi bilirubin di dalam makrofag limpa dan hati.
10. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan darah yang menyerang hewan kecil
diantaranya seperti haemobartonella felis, leukocytozoonosis, anemia dan polisitemia.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk laboratorium
Pelaksanan laboratorium sudah cukup baik walaupun terkadang ada sedikit gangguan
dalam masalah jaringan. Saya berharap agar pelaksanaan laboratorium online bisa lebih baik
lagi kedepannya
5.2.2 Saran untuk Asisten
Dalam pelaksanaan laboratorium online, asisten sudah cukup baik dalam menjelaskan
materi dan membantu kami dalam memahami materi dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang ada. Ada baiknya jika asisten juga menjelaskan sedikit mengenai materi
yang ada agar kami bisa lebih paham lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Akers, R. Michael dan D. Michael Denbow. 2013. Anatomy and Physiology of Domestic
Animals 2nd Edition. Lowa (US) : Wiley Blackwell.
Auffray, Cedric, Michael H. Sieweke dan Frederic Geissmann. 2009. Blood Monocytes:
Development, Heterogeneity and Relationship with Dendritic Cells. Annual Review of
Immunology. 27(1) : 669-692.
Ayunawati, Indah Kusuma, Inayatur Rosyidah dan Umaysaroh. 2017. Hasil Pemeriksaan
LED Metode Westegren Antara Antikoagulan ESTA dan Narium Sitrat 3,8%. Jurnal
Insan Cendekia. 6(1) : 34-40.
Bogdan, Zon Madhumita Jagannathan dan Leonard I. Zon. 2013. Hematopoiesis.
Development at A Glance. 140(12) : 2463-2467.
Colville, Thomas dan Joanna M. Bassert. 2016. Clinical Anatomy and Phsiology for
Veterinary Technicians. Canada (CA) : Elsevier.
Darmawan, Armaidi dan R. Irawan. 2015. Mengenal CPOB Untuk Produk Darah. JIMJ. 3(2)
: 111-118.
Durachim, adang dan Dewi Astuti. 2018. Hemostasis. Jakarta(ID) : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Finley, Alan dan Charles Greenberg. 2013. Heparin Sensitivity and Resistance Management
During Cardiopulmonary Bypass. Anesthesia and Analgesia. 116(6) : 1210-1222.
Frandson, Rowen D, W. Lee Wilke dan Anna De Fails. 2009. Anatomy and Physiology of
Farm Animals. Lowa (US) : Wiley-Blackwell.
Frank, Elizebeth A, M. C. Shubha dan Cletus J. M. D’Souza. 2012. Blood Glucose
Determination Plasma or Serum. Journal of Clinical Laboratory Analysis. 26(1) : 317–
320.
Gazyagci, Serkal, Bugrahan Bekir Yagci, Zeynep Pekcan, Aycan Nuriye Gazyagci, Erdal
Kara. 2018. Hemoplasmosis (Mycoplasma sp.) in a Captive Non Domestic Cat
(Panthero leo) With Renal Failure. Turkish Journal of Veterinary Research. 2(2) : 28-
31.
Hayuanta, Hubertus Hosti. 2016. Can Hemoglobin-Hematocrit Relationship Be Used to
Assess Hydration Status. CDK-237. 43(2) : 139-142.
Karsh, Ebru Deniz, Özgür Erdogan, Emin Esen dan Esmeray Acartürk. 2011. Comparison of
The Effects of Warfarin and Heparin on Bleeding Caused by Dental Extraction: A
Clinical Study. J Oral Maxillofac Surg. 69(1) : 2500-2507.
Lutpiatina, Leka. 2015. Pewarnaan Gram Buffy Coat Untuk Deteksi Awal Pasien
Bakteremia. Medical Laboratory Technology Journal. 1(1) : 38-46.
Mairbaurl, Heimo dan Roy E. Webber. 2012. Oxygen Transport by Hemoglobin. American
Physiological Society. 2(2) : 1463‐ 1489.
Mohammadi, Zahed, Sousan Shalavi dan Hamid Jafarzadeh. 2013. Ethylene
Diaminetetraacetic acid in Endodontics. European Journal of Dentistry. 7(1) : 135-142.
Purba, Dody Joel, Sri Kayati Widyastuti dan Made Suma Anthara. 2020. Laporan Kasus
Hemobartonella Felis pada Kucing Lokal. Indonesia Medicus Veterinus. 9(2) : 157-167.
Reece, William O dan Eric W. Rowe. 2017. Functional Anatomy and Physiology Domestic
Animals 5th Edition. New Jersey (USA) : Wiley Blackwell.
Schaer, Michael dan Frédéric Gaschen. 2016. Clinical Medicine of Dog and Cat 3rd Edition.
Boca Raton (US) : CRC Press.
Santoso, Putra. 2020. Fisiologi Hewan (Prinsip-Prinsip Dasar). Indonesia (ID) : Andalas
University Press.
Sonjaya, Herry. 2013. Dasar Fisiologi Ternak. Bogor (ID) : IPB Press.
Sorapukdee, Supaluk dan Supawadee Narunatsopanon. 2017. Comparative Study on
Compositions and Functio- nal Properties of Porcine, Chicken and Duck Blood. Korean
J. Food Sci. An. 37(2) : 228-241.
Sturtz, Robin dan Lori Asprea. 2012. Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians
and Nurses. Lowa (US) : Wiley Blackwell.
Suprihati, Endang dan Wiwik Misaco Yuniarti. 2017. The Phylogenetics of Leucocytozoon
caulleryi Infecting Broiler Chickens in Endemic Areas in Indonesia. Veterinary World.
10(11) : 1324-1328.
Voight, Gregg L dan Shannon L. Smith. 2011. Hematology Techniques And Concepts For
Veterinary Technicians. New delhi (IN) : Wiley Blackwell.
Witeska, Malgorzata dan Wioleta Wargocka. 2011. Disodium EDTA Used as Anticoagulant
Causes Hemolysis in Common Carp Blood. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 35(2) : 99-104.

Anda mungkin juga menyukai