Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Bab Ii Proposal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata “Media” berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak
dari “medium”, secara harfiah berarti perantara atau pengantar. National
Education Association (NEA) mendefinisikan media sebagai segala benda
yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan
beserta instrument yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Sedangkan
Heinich, dkk (1982) mengartikan istilah media sebagai “the term refer to
anything that carries information between asource and a reveiver”.
Menurut Hamidjojo dalam Latuheru (1993) memberi batasan media
sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk
menyampaikan atau menyebarkan ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide,
gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang
dituju.
Menurut (Prawiro, 2012:29) Media Pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan informasi dari berbagai
sumber secara terencana sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif di
mana penerima dapat mengikuti proses pembelajaran secara efisien dan
efektif.
Menurut Heinich, dkk (1985) media pembelajaran adalah media-
media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan
pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran.
Menurut Gagne dan Briggs (1975) mengatakan bahwa media
pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiridari antara lain buku, tape
recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai),
foto, gambar, grafik, televisi, dan computer.
Menurut Sadiman (2008: 7) media pembelajaran adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
pesan. Dalam hal ini adalah proses merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar dapat terjalin.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan oleh guru sebagai alat bantu
mengajar. Dalam interaksi pembelajaran, guru menyampaikan pesan ajaran
berupa materi pembelajaran kepada siswa.
Menurut Schramm (dalam Putri, 2011: 20) media pembelajaran adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah alat bantu yang dapat
digunakan untuk pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan pengertian
media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar untuk menyampaikan
materi agar pesan lebih mudah diterima dan menjadikan siswa lebih
termotivasi dan aktif.
b. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Didalam media pembelajaran terdapat beberapa fungsi dari
penggunaan adanya media didalam kegiatan belajar mengajar. Menurut S.
Gerlach dan P. Ely menjelaskan bahwa fungsi media dalam pembelajaran
dapat:
1) Bersifat Fiksatif
Bersifat Fiksatif, artinya media memiliki kemampuan untuk
menangkap, menyimpan, dan kemudian menampilkan kembali suatu
obyek atau kejadian. Dengan kemampuan ini suatu obyek dan kejadian
dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian hasilnya dapat
disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati
kembali, atau dapat ditampilkan kembali.
2) Bersifat Manipulatif
Bersifat Manipulatif artinya menampilkan kembali obyek atau
kejadian dengan berbagai macam perubahan manipulasi sesuai
keperluan, misalnya dirubah : ukurannya, benda yang besar dapat
dikecilkan benda yang kecil dapat dibesarkan, kecepatannya, warnanya,
serta dapat juga diulang-ulang penyaiiannya, sehingga semuanya dapat
diatur untuk dibawa keruangan kelas.
3) Bersifat Distributif
Bersifat Distributif , artinya bahwa dengan menggunakan media dapat
menjangkau sasaran yang lebih luas atau media mampu menjangkau
audien yang besar lumlahnYa dalam satu kali penyalian secara serempak.
misalnya siaran televisi, radio, dan surat kabar.
Menurut Levie & Lentz, (1982) mengemukakan empat fungsi media
pembelajaran, khususnya media visual terdapat empat fungsi, yaitu:
1) Fungsi Atensi
Fungsi atensi media visual, yaitu untuk menarik dan mengarahkan
perhatian pebelajar untuk konsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan
dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi
pelajaran. Sering kali pada awal pelajaran pebelajar tidak tertarik dengan
materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran
yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan.
2) Fungsi Afektif
Fungsi afektif media visual dapat dilihat dari antusias siswa ketika
belajar atau saat sedang membaca teks bergambar. Gambar atau media
visual dapat menarik emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang
menyangkut masalah social atau ras.
3) Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian
yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar
pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan
yang terkandung dalam gambar.
4) Fungsi Kompensatoris
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil
penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk
memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk
mengorganisasikan informasi teks dan mengingatnya kembali. Dengan
kata lain, media pengajaran berfungsi untuk mengakomodasi pebela.iar
yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang
disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diketahui bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu baik fisik maupun teknis yang
digunakan dalam proses pembelajaran yang dapat membantu guru untuk
mempermudah penyampaian materi pembelajaran kepada peserta didik
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik.
c. Ciri-Ciri Media Pembelajaran
Menurut Arsyad Azhar (2005: 6–7) ciri-ciri umum yang terkandung
dalam media yaitu :
1) Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal
sebagai hardware (perangkat keras), yaitu suatu benda yang dapat dilihat,
didengar, atau diraba dengan panca indera.
2) Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai
software (perangkat lunak) yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam
perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada
siswa.
3) Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
4) Media pendidikan memiliki pangertian alat bantu pada proses belajar
baik di dalam maupun di luar kelas.
5) Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi
guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
6) Media pendidikan dapat digunakan secara massal (misalnya radio,
televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide,
video, OHP), atau perorangan (misalnya : modul, komputer, radio
tape/kaset, video recorder).
7) Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan
dengan penerapan suatu ilmu.
Gerlach & Ely yang dikutip Arsyad Azhar (2005: 12), mengemukakan
tiga ciri-ciri dari media pembelajaran antara lain:
1) Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan,
melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu
peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media
seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film.
Dengan ciri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian
atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa
mengenal waktu.
2) Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media
memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari
dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan
teknik pengambilan gambar time-lapse recording.
3) Ciri Distributif
Ciri Distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian
ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut
disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan dengan stimulus
pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Sekali informasi
direkam dalam format media apa saja, ia dapat diproduksi seberapa
kalipun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau
digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi
yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.
2. Media Explosion Box
a. Pengertian Explosion Box
Menurut (Sipnaturi & Farida, 2020) Explosion Box atau yang biasa
disebut kotak kejutan adalah media grafika berjenis visual. Explosion Box
merupakan sebuah kotak persegi berbentuk kado yang dibuat dengan bahan
kertas yang visualnya dikreasikan untuk membuat bagian dalam box
dipenuhi berbagai konstruksi menarik saat penutupnya dibuka. Selama ini
ada beberapa macam Explosion Box yang telah diciptakan berdasarkan
kreatifitas masing-masing orang. Luasnya kreatifitas inilah yang menjadi
asal mula munculnya ide untuk menggunakan Explosion Box sebagai media
ajar.
Explosion Box merupakan sebuah kotak seperti kado yang terbuat dari
kertas yang jika di buka berisi berbagai kejutan kreatif berbagai bentuk
ungkapan melalui kreatifitas. Explosion Box ini memiliki beberapa macam,
masing- masing orang memiliki cara sendiri dalam menyalurkan kreatifitas
mereka. Hal inilah yang membuat Explosion Box bisa di kreasikan menjadi
media pembelajaran. Explosion Box ini di variasi dengan materi materi
pembelajaran dan games edukasi. Explosion Box ini terdiri dari beberapa
bagian yaitu materi sistem pencernaan, games puzzle sistem pencernaan,
panduan praktikum, dan games ular tangga yang bisa dimainkan di dalam
kelompok. (Waladiyah,2018)
Menurut (Bluemel, 2012) Media pembelajaran Explosion Box
bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu materi pelajaran dengan
cara yang lebih menyenangkan, memberi variasi kegiatan pembelajaran agar
tidak membosankan, mengajak siswa untuk lebih banyak melakukan
kegiatan lain tidak hanyak mendengarkan guru melainkan juga mengamati,
melakukan, mempresentasika, selain itu media pembelajaran Explosion Box
ini juga akan memperjelas makna suatu materi pelajaran dengan visual.
Explosion Box atau biasa disebut kotak ledakan merupakan sebuah
kotak yang berbentuk seperti kado yang terbuat dari kertas, terdiri dari
empat bagian dan apabila di buka berisi berbagai kejutan kreatif. Didalam
media Explosion Box memuat gambar-gambar dan penjelasan yang
ditempelkan pada masing-masing bagian pada kotak. Media Explosion Box
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebuah kotak yang di
dalamnya berisikan penjelasan serta gambar-gambar tentang materi gaya
dan perubahannya.
b. Kelebihan dan Kekurangan Explosion Box
Pada dasarnya setiap media pembelajaran ada kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan apabila menggunakan media Explosion Box sebagai
media bantu dalam pelajaran yaitu:
1) Media Explosion Box mampu membuat peserta didik menjadi
semangat dan antusias untuk belajar.
2) Media Explosion Box dapat memudahkan peserta didik menangkap
materi sebab penyuguhan materi yang sederhana dan padat makna
tapi unik dan menarik. Media yang bersifat interaktif juga
mempengaruhi antusias belajar peserta didik sehingga menghidupkan
suasana kegiatan pembelajaran.
Adapun Menurut Melkis & Charisma (2017) menyatakan bahwa
adapun kekurangan media pembelajaran Explosion Box yaitu:
1) Proses pembuatan Explosion Box membutuhkan waktu yang cukup
lama, dan rumit karena perlu adanya pemikiran, perhitungan,
pematangan konsep, dan kreatifitas tinggi dalam memvisualisasikan
desain yang telah dibuat sehingga dapat ditarik, dilipat, digerakkan,
dibuka, dan ditutup.
2) Pembuatan yang rumit mengakibatkan kesulitan apabila harus
memproduksi massal.
3) Bahan yang terbuat dari kertas membuat media mudah rentan rusak
sehingga pengguna dihimbau untuk hati-hati.
3. Pemahaman Belajar
Pemahaman berasal dari kata “Faham” yang memiliki arti tanggap,
mengerti benar, pandangan, ajaran. Pengertian tentang pemahaman yaitu
kemampuan memahami arti suatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan.
Pemahaman merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa
kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari
tanpa perlu mempertimbangkan atau memperhubungkanya dengan isi pelajaran
lainnya. Peserta didik dapat dikatakan memiliki pemahaman yang baik, ketika
mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
lama yang telah mereka terima. Kemampuan peserta didik menjawab test
sumatif atau formatif dari guru menggunakan kata-kata sendiri adalah satu
teknik untuk mengidentifikasi pemahaman peserta didik terhadap suatu materi.
Menurut Widiasworo (2017: 81) Pemahaman merupakan kemampuan
untuk menghubungkan atau mengasosiasikan informasi-informasi yang
dipelajari menjadi “satu gambar” yang utuh di otak kita”. Bisa juga dikatakan
bahwa pemahaman merupakan kemampuan untuk menghubungkan atau
mengasosiasikan informasi-informasi lain yang sudah tersimpan dalam data
base di otak kita sebelumnya. Peserta didik dianggap sudah memahami sesuatu
jika peserta didik tersebut dapat melihat dari berbagai sisi dan mampu untuk
mengasosiasikan pengetahuan yang telah didapat dengan pengetahuan barunya
tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sudijono (2011: 50) bahwa
Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti
atau memahami sesuatu dan setelah itu diketahui dan di ingat.
Pengertian Pemahaman siswa adalah kemampuan untuk menangkap
makna dan arti dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996). Menurut Bloom
dalam Winkel (1996) pemahaman termasuk dalam klasifikasi ranah kognitif
level 2 setelah pengetahuan. Pengertian pemahaman siswa dapat diurai dari
kata “faham” yang memiliki arti tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran.
Disini ada pengertian tentang pemahaman yaitu: kemampuan memahami arti
suatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas atau
merangkum suatu pengertian kemampuan macam ini lebih tinggi dari pada
pengetahuan. Pemahaman juga merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah
kognitif berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi. pelajaran
yang dipelajari tanpa perlu mempertimbangkan atau memperhubungkannya
dengan isi pelajaran lainnya. Pemahaman ini dapat dibagi 3 kategori yaitu :
1. Tingkat Redah: Pemahaman terjemah mulai dari terjemahan dalam arti
sebenarnya semisal, Bahasa asing dan Bahasa Indonesia
2. Tingkat Menengah: Pemahaman yang memiliki penafsiran, yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan diketahui beberapa bagian
dari grafik dengan kejadian atau peristiwa.
3. Tingkat Tinggi: Pemahaman ekstrapolasi dengan ekstrapolasi yang
diharapkan seseorang mampu melihat di balik, yang tertulis dapat membuat
ramalan konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu atau
masalahnya. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran yang
disampaikan guru dalam proses belajar-mengajar, maka diperlukan adanya
penyusunan item tes pemahaman. Adanya sebagian item pemahaman dapat
diberikan dalam bentuk gambar, denah, diagram, dan grafik, sedangkan bentuk
dalam tes objektif biasanya digunakan tipe pilihan ganda dan tipe benar-salah.

4. Pembelajaran IPA
a. Pengertian Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan makna alam dan berbagai
fenomenanya/perilaku/karakteristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori
maupun konsep melalui serangkaian proses ilmiah yang dilakukan manusia.
Menurut Abdullah Aly (2008: 18) menjelaskan bahwa IPA merupakan
suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh/disusun dengan cara yang
khas/khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan,
penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-
mengkait antara cara yang satu dengan yang lain.
Menurut Rom Harre (Hendro Darmodjo & Jenny R. E. Kaligis, 1993:
4), Science is a collection of well attested theories which explain the
patterns and regularities among carefully studied phenomena. Bila
diterjemahkan artinya sebagai berikut: IPA adalah kumpulan teori yang
telah diuji kebenarannya yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan
dari gejala alam yang diamati secara seksama. Pendapat Harre ini memuat
dua hal yang penting yaitu Pertama, bahwa IPA suatu kumpulan
pengetahuan yang berupa teori-teori. Kedua, bahwa teori-teori itu berfungsi
untuk menjelaskan gejala alam. Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek
dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan
mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis
yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh
manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa,
2006: 2), IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam
dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum
yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.
Menurut Sri Sulistyorini (2007: 8), pembelajaran IPA harus
melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru
dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada
anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari,
menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai
pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Menurut De
Vito, et al.
(Usman Samatowa, 2006: 146), pembelajaran IPA yang baik harus
mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa,
membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di
lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang diperlukan, dan
menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat
diperlukan untuk dipelajari.
Menurut Samatowa (2010: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran
IPA di sekolah dasar hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa
ingin tahu siswa secara alamiah. Dengan begitu, pembelajaran IPA dapat
membantu siswa mengembangkan kemampuan bertanya, mencari jawaban
atas suatu permasalahan berdasarkan bukti, serta mengembangkan cara
berpikir ilmiah.
Menurut Cullingford (dalam R. Rohandi, 2009: 118), pembelajaran
IPA seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan sikap ingin tahu dan berbagai penjelasan logis. Hal ini
penting agar siswa tidak hanya diberikan teori saja tanpa mengetahui proses
lahirnya teori tersebut. Dengan demikian, siswa tidak sekedar menghafal
melainkan memahami teori. Selain itu, pembelajaran tersebut dapat
mendorong siswa untuk mengekspresikan kreativitasnya, mengembangkan
cara berpikir logis, dan kemampuan untuk membangkitkan penjelasan
ilmiah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA


merupakan interaksi yang terjadi antara siswa dengan guru beserta sumber
belajar yang menggabungkan berbagai bidang kajian IPA agar peserta didik
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara utuh melalui metode ilmiah
untuk memecahkan masalah serta mengaplikasikanya dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Tujuan Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA bertujuan agar siswa memahami atau menguasai
konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, mampu menggunakan
metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya,
sehingga siswa lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan penciptanya.
Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA adalah untuk
menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan
gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif.
Menurut Asy‟ari (2006: 23) tujuan dari pembelajaran IPA adalah
sebagai berikut:
1. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA atau sains,
teknologi, dan masyarakat.
2. Mengembangkan keterampilan proses IPA untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
3. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
4. Ikut serta dalam menjaga, memelihara, dan melestarikan lingkungan
alam.
5. Menghargai alam sekitar dengan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 6), tujuan
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:
1. Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan
manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya.
2. Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa
“keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana.
Menurut BNSP (2006:484) mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahamankonsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat di tetrapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki
alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
4. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
5. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
6. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan pembelajaran IPA secara umum
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Oleh karena itu,
kompetensi pembelajaran IPA di SD/MI yang harus dikuasai siswa sesuai
dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:
1. Menguasai pengetahuan tentang berbagai jenis dan sifat lingkungan alam
dan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatan bagi kehidupan sehari-
hari.
2. Mengembangkan keterampilan proses IPA.
3. Mengembangkan wawasan, sikap, dan nilai-nilai yang berguna bagi
siswa dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
4. Mengembangkan kesadaran akan keterkaitan yang saling mempengaruhi
antara kemampuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan serta
pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta keterampilan yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Setelah peneliti membaca dan mempelajari beberapa karya ilmiah
sebelumnya, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh peneliti Nadila (2019)
dengan judul “Pengaruh Pendidikan Gizi dengan Media Explosion Box
terhadap Pengetahuan dan Sikap mengenai Anemia pada Remaja Putri”.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 23 Jakarta Barat. Latar belakang
dilakukannya penelitian ini yaitu banyaknya remaja putri (≥15 tahun)
terkena anemia. Faktanya hal ini terjadi karena rendahnya pengetahuan
gizi dan sifat negatif remaja putri terhadap anemia. Menurut Melafitri
Nadila, dkk, media explosion box dapat membantu remaja putri dalam
memahami konsep anemia terkait pengertian, penyebab, dan
pencegahan. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui
pengaruh pendidikan gizi dengan media explosion box terhadap
pengetahuan dan sikap mengenai anemia pada remaja putri di SMA
Negeri 23 Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan desain pre-
eksperimental dengan teknik pengambilan data proportionate startified
random sampling. Data yang didapatkan dari 36 orang sampel
kemudian di analisis menggunakan teknik analisis Wilcoxon Match
Pairs. Hasil penelitian menunjukkan median skor pengetahuan anemia
pada remaja putri saat pre-test dan post-test berturut-turut adalah 71,43
dan 85,71. Median skor sikap remaja putri terhadap anemia saat pre-
test dan post-test berturut-turut adalah 73,33 dan 83,33. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa terdapat pengaruh
pendidikan gizi dengan media explosion box terhadap pengetahuan dan
sikap remaja putri mengenai anemia, hal ini telihat dari adanya
peningkatan median skor pre-test dan post-test remaja putri mengenai
anemia.
2. Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Pramesti (2019) dengan
judul “Pengembangan Media Pembelajaran Explosion Box Kelas VIII
SMP Pada Materi Sistem Pencernaan Manusia”. Latar belakang
dilakukannya penelitian ini yaitu kebutuhan akan media pembelajaran
yang bervariasi, inovatif dan dapat menarik perhatian peserta didik
dalam proses pembelajaran. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu
untuk mengetahui media pembelajaran apa saja yang sudah digunakan
pada materi sistem pencernaan, serta mengetahui kualitas dan kelayakan
media pembelajaran explosion box pada materi sistem pencernaan.
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and
Development) yang dilakukan melalui 5 langkah pengembangan.
Kelima langkah yang dilakukan pada penelitian ini yaitu : a) analisis
potensi dan kebutuhan, b) Pengumpulan data, c) desain produk, d)
validasi desain, e) revisi produk. Hasil penelitian menunjukkan hasil
penilaian produk yang memperoleh kriteria “Sangat Baik”. Hal ini
ditunjukkan melalui rerata keseluruhan masing- masing validator yaitu
3,415 dengan kriteria “Sangat Baik”. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan disimpulkan bahwa media pembelajaran explosion box
layak diaplikasikan dalam pembelajaran sistem pencernaan manusia
kelas VII SMP.
3. Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Eva Kurnia Sari,(2019)
dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Explotion
Box Untuk Meningkatkan Minat Belajar Dan Penguasaan Materi Peserta
Didik SMA”. Berdasarkan seluruh proses penelitian pengembangan
yang telah dilakukan sehingga dapat disimpulkan bahwa: Media
pembelajaran fisika explotion box materi gerak harmonik sederhana
hasil pengembangan layak digunakan untuk pembelajaran dengan
kategori sangat baik berdasarkan hasil penilaian ahli dan kategori baik
berdasarkan hasil respon peserta didik untuk meningkatkan minat
belajar dan penguasaan materi peserta didik. Peningkatan minat belajar
peserta didik SMA yang menggunakan media pembelajaran fisika
Explotion Box pada kelas uji coba lapangan berdasarkan skor gain
sebesar 0,25 dengan kategori rendah. Peningkatan penguasaan materi
peserta didik SMA yang menggunakan media pembelajaran fisika
Explotion Box pada kelas uji coba lapangan berdasarkan skor gain
sebesar 0,53 dengan kategori sedang.
Hasil dari ketiga penelitian dan pengembangan terkait media pembelajaran
explosion box yang telah dilakukan tersebut menunjukkan bahwa media
explosion box memiliki kemampuan untuk membantu siswa dalam memahami
konsep materi mata pelajaran dalam proses pembelajaran. Selain itu, media
pembelajaran explosion box juga dapat meningkatkan antusias peserta didik dalam
pembelajaran melalui isinya yang menarik dan layak diaplikasikan kepada peserta
didik.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori tentang pengembangan Explosion Box untuk siswa kelas
IV SD Negeri Randusari maka penulis dapat menyusun kerangka berfikir sebagai
berikut:

Permasalahan
Media yang digunakan dalam pembelajaran kelas IV di SD Negeri Randusari
hanya menggunakan buku pelajaran dari sekolah serta hanya menggunakan
media IT seperti video youtube dan Power Point

Tindak Lanjut
Pembaharuan proses pembelajaran melalui pemanfaatan media pembelajaran

Solusi
Pengembangan media pembelajaran

Penyelesaian
Pengembangan media pembelajaran Explosion Box mata pelajaran IPA materi
gaya dan perubahannya
Hasil
Sebagai inovasi baru serta untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa pada
mata pelajaran IPA

Gambar 1. Kerangka Berfikir

D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir, maka peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan media Explosion Box berdasarkan kualitas yang ada
dalam media Explosion Box?
2. Bagaimana efektifitas produk berdasarkan kualitas yang ada dalam media
Explosion Box yang dikembangkan bedasarkan respon siswa dan guru?
3. Bagaimana keefektifan media Explosion Box Sebagai Inovasi Baru untuk
Meningkatkan Pemahaman Belajar Siswa Kelas IV pada Mata Pelajaran IPA di
SD Negeri Randusari Yogyakarta?

Anda mungkin juga menyukai