009 - Alya Nailul Karima
009 - Alya Nailul Karima
009 - Alya Nailul Karima
“Cicit, cuit....”
Suara burung berkicauan di kebun belakang rumah. Hari ini sangat cerah dan indah.
Perkenalkan namaku Edelwish farayya allam, dengan marga allam dari nama bunda dan ayah. Aku biasa
dipanggil rayya. Bundaku bernama alma dan ayahku bernama amir. Aku juga mempunyai adik cantik yang
bernama Azalea faralla allam. Kita merupakan keluarga kecil yang tercukupi ekonominya serta dikatakan
keluarga yang harmonis kala itu. Sekarang aku baru menginjak kepala 2. Aku mahasiswa universitas jambi
semester 6 yang sebentar lagi disibukkan dengan skripsi.
“Kaka, adek, ayah ayo turun waktunya sarapan…” suara bunda memanggilku dan adek untuk turun.
Hari ini adalah hari selasa, hari yang cerah, matahari datang menampakkan diri dengan sempurnanya.
Seperti mahasiswa pada umumnya, aktivitasku disibukkan dengan kuliah, serta adekku yang masih
menginjak bangku SMA kelas akhir. Pagi ini aku berangkat bersama adekku serta ayahku yang sekalian satu
jalur dengan kantor ayah bekerja.
“Ayah, nanti jemput kaka pulang sekalian mampir gramedia ya, ada buku yang harus kaka beli semester ini”
ucapku kepada ayah saat sarapan. “Aku juga ya yah…, mau sekalian nyari buku buat persiapan ujian” saut
falla sambil mengunyah roti. “Iya sayang-sayang ayah, nanti kita cari bareng” jawab ayah dengan lembut.
Dan bunda memandang kita dengan senyum manisnya.
Setelah menyantap roti dan susu kita berangkat dengan pajero kesayangan ayah.
Bundaku adalah mantan bidan kala itu, beliau sangat cantik, manis, baik, dan wonder women. Kurasa, aku
sangat beruntung mempunyai bunda sepertinya. Begitupun ayah, ayah sepertinya sangat sayang bunda,
dengan tutur kata ayah yang sangat halus ketika berbicara serta perlakuaannya yang memperlakukan
bunda like a queen. Semenjak berhenti menjadi bidan, bundaku sibuk mengurus keluarga dirumah. Akhir-
akhir ini bunda sering drop karena penyakit jantung yang dimilikinya sejak kecil. Penyakit jantung ini adalah
penyakit keturunan dari ayahnya. Aku takut jika penyakitnya menjadi-jadi dan meninggalkan keluarga ini.
“Huuuuft….” Aku menggela nafas berat sembari mengintip bunda lewat celah pintu kamar.
“Ayah mau kemana? Ayah?” suara falla bertanya kepada ayah, naif ayah tak menghiraukannya dan
melewatiku begitu saja. “Ada apa fall” tanyaku kepada falla. Naif juga dia hanya menolehku dan membisu.
Akhir hari-hari ini aku merasa panas dengan keadaan dalam keluarga. Entah kenapa saat bunda sering sakit,
aku merasa ada hal yang janggal dipikiranku. Ayah yang selalu sibuk dan bahkan jarang pulang, falla
semakin hari semakin membisu dan bodo amat, serta bundaku yang hanya bebaring di atas kasur
kamarnya. Atau mungkin hanya perasaanku karena aku juga banyak pikiran bahkan tekanan tentang
skripsiku yang belum selesai.
Aku melihat ayah baru pulang dengan penampilan acak-acakan serta raut muka yang tak karuan dan bau
parfum yang sangat menyengat.
“Ayah….” Ucapku spontan melihatnya. “Ayah kok baru pulang jam segini?”. “Udah, ayah cape jangan
banyak nanya!” sautnya dengan emosi. Aku terpaku memandang punggungnya yang mengabaikannku.
Aku kaget karena jawabannya, sumur-umur ayah tidak pernah berkata kasar kepada puterinya apalagi
bunda. sedikit menahan air mata, aku langsung menyiapkan sarapan untuk ayah dan falla. Bunda sudah
tidak bisa bangun dan hanya berbaring dikasur. Sesekali kontrol dengan dokter spesialis yang datang
kerumah dan rutin meminum obat serta terapi.
“Kak, laptopmu ketinggalan tuh dimeja!” teriak falla dari dalam rumah. Yahhh benar, hari ini aku sidang
skripsiku, aku buru-buru karena sedikit degdegan dan canggung. Mau tidak mau aku tetap kekampus
walaupun sendiran. Bunda sering berpesan denganku untuk cepat nyelesein skripsiku, karena bunda takut
kalau misalkan bunda akan lebih mendahului. Ahaha kukira semua itu hanya lelucon bunda agar aku segera
mempercepat langkahku.
Semakin lama, semakin hari, kata-kata itu terbesit terus dikepalaku. Melihat kondisi bunda yang saat ini
sedang down aku takut jika hal itu benar-benar terjadi.
(malam hari)
“Kring…kring…” Getaran HP ayah yang tertinggal dimeja saat makan malam. Saat itu hanya aku yang
tersisa dimeja itu, entahlah mereka akan segera pergi meninggalkan meja jika makanannya sudah selesai.
Tanpa berfikir panjang aku melirik dan mengambil HP ayah, membaca panggilan masuk yang bernama “afif
sekretaris” aku angkat dan mendengarkan suara yang masuk. “Sayang, cepet kesini ke apartemen, aku lagi
suntuk pengen ditemenin…sayang…, kok diem aja sih”.
Dengan posisiku masih duduk dan memegang secuil apel yang hendak aku lahap, seketika tercengang,
pikiranku membeludak tak karuan. segera aku matiin HP tersebut dan terdiam.
Ayah datang dan “liat HP ayah engga??...?”, aku hanya diam dan membisu tanpa meliriknya. Ayah
menatapku dan langsung mengambil HPnya dan menyingkuriku. Aku rasa ayah telah membaca panggilan
masuk terakhir dan sedikit menolehku. Fikiranku saat itu hanya bundaku yang sedang sakit. Aku tidak tahu
apakah itu benar atau tidak tapi sepertinya sangat nyambung dengan dugaanku akhir-akhir ini bahwa ayah
jarang pulang dan sangat acuh kepada keadaan keluarga. Aku sedikit meneteskan air mataku dan berlari
kekamar bunda.
Benar, setelah itu ayah langsung bersiap-siap dengan pakaian rapi serta mengambil kunci pajero
kesayangannya. Aku hanya terdiam tanpa bertanya dan melihat ayah melewatiku tanpa sepatah kata
apaun. Setelah ayah pergi, aku masuk ke kamar bunda dan “bund, bunda…” aku tidak bisa menahan
sesenggukanku dan menatap bunda yang sedang tertidur pulas. Bunda tidak tahu kalau aku
menghampirinya, aku memeluk dan mengecup kening bunda yang sedang tertidur pulas.
Seketika aku terbangun dan kaget. “Bunda….”, “bunda udah baikkan?” sambil aku bangun menghampiri
bunda. “Bunda sudah sehat sayang, gimana tugas akhirmu? Sudah selesaikah?” tanya bunda dengan wajah
manisnya. “Sudah bunda, rayya sudah sidang kemarin, sekarang hanya beberapa ada revisi dari dosen,
rayya tapat waktu kan bunda, kan rayya anak pintar ehehe….” Jawabku dengan membanggakan diri.
“Tanggal 18 April rayya wisuda bun, bunda harus sehat biar bisa foto studio bareng keluarga, kan kemarin
bunda pengen banget tuh foto keluarga saat rayya wisuda”. “Iya sayang, nanti kita foto bareng, bunda
pengen nemenin anak bunda yang pintar ini bahagia saat wisuda, bunda pengen banget nanti fotonya kita
kasih figura, kita pasang didinding ruang tamu. Agar semua orang tau bahwa keluarga kita nih hebat-
hebat” ucap bunda.
Aku sedikit terdiam karena teringat selingkuhan ayah, jika bunda tau pasti bisa drop. Saat ini aku sangat
membenci ayah. Kukira ayah adalah seorang yang bisa mengayomi keluarga ternyata saat ada ujian bunda
sakit, ayah dengan mudahnya selingkuh dan tidak memperhatikan bunda sama sekali.
(hari berikutnya)
“Kakkk rayya! Bunda jatuh kak!” teriak falla dari bawah. Seketika aku langsung turun dan mendapati bunda
sudah tergeletak dan menggenggam HP ayah dengan panggilan terakhir dari Afif sekretaris. Kurasa bunda
sudah tau dan baru saja mendapati telefon darinya. Kami tanpa berfikir panjang langsung menuju rumah
sakit.
“Maaf kak, kami sudah bekerja semaksimal mungkin, tapi tuhan sudah mengatur kepergiannya” ucap
dokter kepadaku. Tersentak diriku mendengar kata itu. Takut, gelisah mengancam fikiranku.
“Bunda, maafin rayya, ini semua salah rayya, rayya tidak bisa menjaga bunda dengan baik, wisuda rayya
sudah selesai bund, ini foto keluarga kita, kita pajang diruang tamu ya bund, makasih sudah menjadi bunda
yang hebat buat rayya dan falla, kita sayang banget sama bunda, yang tenang disana ya bund, bunda orang
baik pasti tematnya disurga. Sekali lagi maafin rayya ya bund, foto keluarga ini kupersembahkan untuk
bunda alma” ucapan dari bibirku dengan nahan sesenggukan sembari memegang figura foto wisuda.
Bionarasi
Alya Nailul Karima merupakan mahasiswa semester 6 di IAIN Kudus dan dia mengambil jurusan PGMI.
Cerpen pertama yang dia tulis berjudul “figura foto untuk bunda”, ini merupakan cerpen tugas UTS yang
diberikan oleh dosen pengampu matakuliahnya. Anak kelahiran rembang itu, mengumpulkan tugas tepat
waktu agar mendaptkan nilai yang memuaskan.