Cerpen Dilla Anggreni
Cerpen Dilla Anggreni
Cerpen Dilla Anggreni
Halo! Nama aku Hana, aku anak kedua dari dua bersaudari, sekarang aku
duduk di kelas dua SMA . Saudariku bernama seli, sekarang dia sudah bekerja,
semenjak bekerja, dia sering pulang larut malam karna banyak pekerjaan,
diharuskan lembur setiap harinya.
“Hari ini aku harus berangkat sekolah lebih cepat.” Gumamku dalam hati
sambil merapikan rambutku yang hitam terurai lebat lalu mengikatnya, dan
memperhatikan parasku yang cantik saat tersenyum dengan rambut terikat.
“hanaaaa, cepat lah sarapan.” Teriak mama dari dapur bawah, yang sedikit
membuatku kaget
“iyaa ma.” Aku langsung berlari meraih tas dan handphone yang terletak di
Kasur lalu menuruni tangga dengan cepat ke dapur.
“mah aku udah siapp, lihatlah anakmu yg cantik ini.” Aku berpose dengan
senyuman terbaikku untuk mama.
“ya ampunn anak mama Hana begitu cantiK ya, lebih cantik lagi kalo
sekolahnya ngga pernah TELAT YA.” Ucap mamak dengan sumringah ke arahku
dengan wajahnya yang meledekku.
“kapan juga hana ngga pernah telah untuk sekolah maa, hahah…..” saut lagi
kak seli ikut meledekku
“ini udah di usahakan supaya cepat ke sekolah mamaku.” Ucap aku sambil
sambil duduk di kursi makan. Aku melihat kiri dan kanan, tidak melihat dimana papa
berada.
”mah, papa kok ngga ikut sarapan bareng?” Tanyaku kebingungan karena
papa tidak terlihat dari tadi.
“papa sedang ada masalah di tempat pekerjaan, mama juga ngga tau apa
masalahnya, karena setelah dapat telepon dari perusahaannya subuh tadi papa
bergegas pergi, mama khawatir ada apa.” Ucap mama yang terlihat gelisah
“mungkin papa ada pekerjaan lembur ma.” Ucap kak seli positif supaya mama tidak
begitu gelisah lalu kak hana mencoba mengalihkan pembicaraannya
“hana hari ini naik bus ya, kak seli ngga bias ngantar kamu hari ini.”
“yah, pasti kak hana sibuk hari ini.” Ucapku yang menghabiskan suapan terakhir
dengan lahap, lalu berpamitan ke mama dan kak seli.
Usai sarapan tadi aku sedikit panik melihat jam tanganku sudah
menunjukkan pukul 07.30 dan aku berlari menuju halte bus, semakin cepat lariku
setelah melihat jam, langkah demi langkah lariku tak terasa sudash sampai di halte,
namun busnya baru saja berangkat.
“budek sekali paman itu.” Aku tak henti-hentinya mengejar dan berteriak bus itu.
“hanaa, cepat naik.” Panggil reno dari dalam bus yang sedari tadi rupanya dia
melihatku mengejar dan beteriak seperti orang gila gumam reno. “percepat lah
langkahmu hana.” Desak reno
“sabarlah aku cape woi.” Jalanmu yang mulai pelan dengan nafas yang terengah-
engah.
“CEPAT.” Tegas reno sekali lagi dengan menjulurkan tangannya ke arahku kusambut
juluran tangannya yg membantu aku naik bus.
Reno ini adalah sahabatnya hana, dan juga punya teman sebangku yang
bernama diana, ia teman dekatnya, mereka berteman bertiga, namun reno pernah
cerita kau reno punya perasan suka terhadap diana, namun hal mau belum
diketahui oleh diana, sudah sejak setahun kemarin Reno menyukai diana.
Di dalam bus begitu ramai, sangat pengap dan berdesakan dengan orang
pekerja dan sekolah sepertiku. Tak terasa hujan kembali mengguyur dan
menyelimuti alam dan hawa sejuk yang masuk melalui jendel bus begitu dingin. Di
kejauhan sudah terlihat gerbang sekolah dan bus pun berhenti tepan di depannya.
Berhubung hujan yang mulai deras aku bergegas turun dan masuk ke pekerangan
sekolah bersama reno, terus jalan menelusuri koridor sampai kelas.
Di kejauhan terdengar suara langkah kaki yang sepertinya itu ibu rohaya, guru
biologi. Bu rohaya selalu tampil modis penampilannya, parasnya pun begitu cantik.
“baik, hari ini ibu akan bahas tentang hewan yang dapat menghasilkan energi
listrik.”ucapnya sambil menulis di papan
Aku juga ikut kaget mendengar itu, dan seketikan aku langsung menggengnggam
kuat tangan Diana.
“bapak yang benar saja?, bapak saya semalam baik-baik saja di tempat
kerjanya.” Tegas diana untuk meyakinkan dirinya bahwa yg dibilang bapak akbar itu
Akbar.
“maaf nak diana, kuat hatimu ya nak, bapak dikabarkan oleh pamanmu di
pos piket.” ucap pak akbar yang mendekati kursi kami berdua.
Diana memelukku dan tangisnya pecah di pelukanku, tak menyangka hal yang baru
saja dia dengar itu. Aku merangkul diana dengan eratt membalas pelukannya. Reno
yang mendengar itu juga mendekati diana, tatapan reno yang awalnya penuh
dengan kegirangan menjadi tatapan sayu melihat diana yg terus menangis di
pelukanku, reno dan bu rohaya mendekat mengelus punggung diana.
“nak jangan menangis terus ya nak, pasti almarhumah bapak kamu sedih
melihat mu sedih begini nak.” Ucap bu rohaya yang menegarkan diana.
“nak Diana ayo pulang, mamah kamu sudah menunggu di rumah.” Ajak pak
akbar
“pa-ak jangan begi-ni pak… saya ga-bisa pak.” Ucap diana sesegukan
“sabar nak, kamu harus kuat.” Ucap pak akbar yang ikut sedih dengan kabar
yang dialami diana.
Tak lama dari itu diana pulang yang di antar oleh pamannya yang sudah
menunggunya di pos piket sekolah. Seluruh kelas ikut bersedih dengan kabar itu.
Dan tak lama jam sudah pukul 3 siang, waktunya pulang sekolah dan bel pun
berbunyi. Aku dan teman sekelas pulang sekolah mempumyai niatan untuk kerumah
diana untuk menjenguknya. Aku langsung menuju gerbang sekolah menunggu
jemputan kak seli. Di pagar sekolah.
“aku ikut denganmu ya hana.” Ucap reno yang berjalan ke arahku, hanya
membalasnya dengan anggukan, ntah mengapa aku mempunyai perasaanyang
tidak enak sangat gelisah rasanya.
“eh ada reno, ikut pulang bersama hana ya? Ayo naik”
Di dalam mobil kak hana dari telepn mamah sepertinya karna aku ngga begitu jelas
melihat nama yang tertulis di hanphone kak seli. Terlihat raut muka kak seli panic
dengan khawatir, tak lama telepon itu berakhir
“hana papa dalam masalah besar, ini mama telepon barusan.” Ucap kak seli
yang mempercepat menyetir mobilnya
“ masalah gimna, apa yang tadi pagi papa brangkat kerja lebih cepat kak?”
apa lagi ini, sungguh sial hari ini ,”gumamku.” Reno menatapku penuh tanda Tanya.
“iyaa, ada kecelakaan besar di papbrik papa, katanya ada satu korban
tewas.”
“S-siapa yang meninggal?” Tanya reno yang terbata- bata. Yang membuat dia
ragu seperti ingin memastikan sesuatu.
“papa diana meninggal kak, sepagi tadi, diana sangat sedih mendengar kabar
itu.” Ucapku menjelaskan ke kak seli
“apa?!!” kak seli kaget sampai mengijak rem secara tiba tiba. Aku dan reno
terhentak kedepan secara keras. “duh sakit bangettt.” Aku meringis kesakitan
karena kepalaku terbentuk dengan kursi depan.
“hana pulang dulu, biar kak seli antar reno ke rumah diana ya!” tegas kak seli
“baik kak.” Balas reno yang memaklumi han tidak ikut.
Setelah mengantar reno kerumah diana aku menitipkan salam duka ke reno untuk
seli, lanjut aku pulang kerumah bersama kak seli. Di rumah.
“hana pulang.”ucapku sambil membuka pintu depan rumah yang diikuti oleh
kak seli.
Tepat aku membuka pintu depan rumah terlihat papa dan mama yang sudah panic
dan terlilhat gelisah.
“hiks… papa.. hiks… t-telah melakukan kelalaian dalam bekerja nak.” Ucap
papa meangis diam seperti menahan suata penyesalan dalam rangkulan mama.
“kelalain seperti apa pah?” aku tetep menanyakan hal itu seakan-akan tidak
tau.
“saat papa pulang kerja semalam papa lupa mematikan saklar mesih
pemotong besi, dan di sana masih ada pekerja shift malam sampai pagi, papa benar
benar tidak ingat itu, dari itu ada salah satu pekerja yg terpelesat ke mesin
pemotong besi tersebut hingga meninggal, sebelum meninggal sempat dilarikan
dirumah sakit tapi tidak terselamatkan karna pendarahan yang cukup banyak Karena
kedua kakinya terputus secara mengenaskan… papa benar benar merasa bersalah.”
Jelas papa
“papa?, kenapa bisa begituu, itu nyawa orang paa, bagaimana dengan
kerluarganya pa?” Tanya kak seli tegas.
“sudah kak, papa sangat terpukul.” Aku mencoba supaya papa tidak
tertekan.
Di mobil papa terus menerus menarik nafasnya dalam dalam, muka papa
yang sangat gelisah, sedih, aku terus memperhatikan papa. Lalu aku melihat
pemandangan jalan dari dalam jendela mobil. Di sepanjang jalan aku baru sadar ini
jalan menuju rumah diana. Seketika aku panic, berpikir jangan-jangan yang
meninggal itu papa diana. Mungkin ini hanya sejalan dengan rumahnya diana Aku
coba meyakinkan diri aku sendiri bahwa pikiranku itu tidak benar.
“kamu kenapa diana?” tanyak mama dan kak seli sekalian aku karna
melihatku menangis
“I-ini rumah diana mah, sahabat hana.. maa… hikss….hikss.” aku terus
menangis apa yg harus aku lakukan, papanya diana meninggal karena kecerobohan
papa aku.
“iyaa mah.”
Aku menuruni mobil mengikuti papa masuk kerumah diana yang sudah sangat ramai
menjenguk almarhum papa diana.
Jantung aku terus berdetak kencang seiring langkahku masuk kerumah diana
‘